44
3.2 Bahan dan Alat
Pengambilan data terumbu karang, ikan karang dan parameter fisik lingkungan diperlukan bahan-bahan dan peralatan pendukung agar mendapatkan
hasil yang cukup optimal. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat selam Self Contain Underwater Breathing Aparatus SCUBA, Global
Positioning System GPS, kapal motor, rollmeter 100 m, sabak dan pensil, kamera bawah air, buku identifikasi karang Allen Steene 2003; Suharsono
2004 dan buku identifikasi ikan Allen 2004; Kuiter Tonozuka 2001, deep gauge, secchi disc, thermometer, refraktometer dan floating drough. Dalam
identifikasi jenis makanan dalam perut ikan digunakan botol dan bahan pengawet formalin.
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, dimana dilakukan pengamatan secara seksama pada objek pengamatan di lapangan. Adapun jenis
data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Jenis data primer yang dikumpulkan yaitu:
persentase tutupan karang, kelimpahan ikan Chaetodontidae, jenis makanan yang dikonsumsi ikan Chaetodontidae dan parameter lingkungan. Data sekunder
dikumpulkan dengan penelusuran pustaka, jurnal, laporan penelitian dan data yang telah tersedia di instansi pemerintah.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1
Kondisi Terumbu Karang
Untuk mendapatkan kondisi terumbu karang yang sesuai dengan kriteria Gomez dan Yap 1988, maka dilakukan pemantauan awal dengan menggunakan
metode Manta Tow. Setelah stasiun dipastikan, maka kondisi terumbu karang diamati dengan metode transek garis menyinggung Line Intercept Transect
Method mengikuti English et al. 1997. Setiap lokasi diambil titik koordinatnya menggunakan GPS.
Pengambilan data persen tutupan karang hidup dengan transek garis menyinggung adalah dengan membentangkan rollmeter sepanjang 70 meter.
Rollmeter ini digunakan untuk membuat garis transek dengan ukuran panjang 28
45
transek 10 meter dengan tiga kali ulangan yang diletakkan pada kedalaman 10 meter dan sejajar garis pantai, posisi daratanpulau berada di sebelah garis transek
mengikuti English et al. 1997 dengan beberapa modifikasi dari COREMAP- LIPI 2006. Rollmeter yang sudah terpasang, kemudian ditentukan transek
pertama dari titik 0 - 10 meter. Kemudian diberi intervaljarak 20 meter, transek kedua dimulai dari titik 30 – 40 meter, dan seterusnya transek ketiga dari titik 60 –
70 meter Gambar 3. Koloni karang yang terletak di bawah tali transek diukur mengikuti pola
pertumbuhan koloni karang. Semua bentuk pertumbuhan, biota dan substrat yang berada di bawah garis transek dicatat dengan ketelitian mendekati sentimeter.
Kategori persen tutupan karang hidup, karang mati dan substrat berdasarkan skema gambaran kategori persen tutupan karang pada Gambar 4. Penggolongan
komponen dasar penyusun komunitas karang berdasarkan lifeform karang seperti disajikan dalam Tabel 3.
Gambar 3 Ilustrasi teknik pegumpulan data kondisi terumbu karang dengan menggunakan metode LIT.
Gambar 4 Kategori persentase tutupan karang Dahl 1981 in English et al. 1997.
Kategori 1 1 – 10
Kategori 2 11 – 30
Kategori 3 31 – 50
Kategori 4 51 – 75
Kategori 5 75 – 100
I II
III 0 m
70 m 30 m
10 m 60 m
40 m 29
46
Tabel 3 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun komunitas karang berdasarkan lifeform karang dan kodenya English et al. 1997
Kategori Kode
Keterangan
Dead Coral DC
Baru saja mati, warna putih atau putih kotor Dead Coral with Alga
DCA Karang mati yang masih tampak bentuknya, tapi sudah
mulai ditumbuhi alga halus
Acropora Branching
ACB Bentuk bercabang seperti ranting pohon
Encrusting ACE
Bentuk merayap, biasanya merupakan dasar dari bentuk acropora belum dewasa
Submassive ACS
Tegak dengan bentuk seperti baji Digitate
ACD Bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari
tangan Tabulate
ACT Bentuk bercabang dengan arah mendatar, rata seperti
meja datar
Non-Acropora Branching
CB Bentuk bercabang, seperti ranting pohon.
Encrusting CE
Bentuk merayap, hamper seluruh bagian besar menempel pada substrat mengerak.
Foliose CF
Karang terikat pada satu atau lebih titik, bentuk menyerupai lembaran daun, atau berupa piring.
Massive CM
Seperti batu besar atau gundukan yang padat. Submassive
CS Berbentuk tiang kecil, kenop atau baji dengan tonjolan-
tonjolan atau kolom-kolom Mushroom
CMR Soliter, karang hidup bebas dari genera seperti jamur
Heliopora CHL
Karang biru Millepora
CML Karang api
Tubipora CTU
Bentuk seperti pipa-pipa kecil
Other Fauna Soft Coral
SC Karang bertubuh lunak
Sponge SP
Bertubuh lunak, terlihat dalam berbagai bentuk seperti tabung, vas, pipih, membulat.
Zoanthids ZO
Seperti anemon tetapi lebih kecil, biasanya hidup sendirikoloni seperti hewan kecil menempel pada
substratum seperti platythoa Others
OT Ascidians, anemon, gorgonian, kima dan lain-lain
Alga Alga assemblage
AA Terdiri lebih dari satu jenis algae
Coralline alga CA
Dinding tubuh mengandung kapur Halimeda
HA Alga dari genus Halimeda
Macroalga MA
Berbagai jenis alga, alga coklat, hijau, merah Turf alga
TA Alga halus berspiral lebat
Abiotik Sand
S Pasir
Rubble R
Patahan karang yang ukurannya kecil Silt
SI Pasir berlumpur
Water WA
Celah dengan kedalaman lebih dari 50 cm Rock
RCK Batu
30
47
3.4.2 Kondisi Ikan Famili Chaetodontidae
Untuk mengetahui kelimpahan dan keanekaragaman ikan famili Chaetodontidae metode yang digunakan adalah metode sensus visual ikan karang
coral reef fish visual census yang dikemukakan oleh English et al. 1997. Pemasangan garis transek ikan karang 70 meter di lokasi yang sama dengan LIT.
Tujuannya agar data ikan karang yang diperoleh dapat juga mendeskripsikan secara rinci daerah terumbu karang yang sedang diteliti. Kelimpahan ikan tiap
spesies dihitung dalam batasan jarak 2,5 meter ke kiri dan 2,5 meter ke kanan Gambar 5.
Pembatasan jarak pandang berkaitan dengan kemampuan dan keterbatasan mata dalam mengidentifikasi ikan karang. Kegiatan sensus dimulai setelah
periode normal tenang kurang lebih 15 menit setelah transek dipasang. Semua jenis ikan Chaetodontidae yang ada dicatat pada kertas atau lembaran data yang
sudah disediakan. Pengambilan data ikan per masing-masing stasiun pengamatan dilakukan sebanyak satu kali dan dibantu dengan penggunaan foto bawah air
untuk mempermudah dan menkonfirmasi identifikasi spesies.
Gambar 5 Ilustrasi teknik pengumpulan data ikan dengan metode sensus visual
3.4.3 Identifikasi Makanan
Untuk mengetahui jenis pemangsaan ikan Chaetodontidae terhadap karang, maka dilakukan analisa isi perut berupa jenis makanan yang dimangsa ikan
Chaetodontidae. Kegiatan ini berupa penangkapan terhadap 32 ekor ikan Chaetodontidae dengan menggunakan jaringpanah di stasiun pengamatan. Ikan
yang tertangkap terdiri dari 3 jenis yaitu C. baronessa, C. kleinii dan C. lunulatus yang mewakili jenis pemangsa karang obligat dan fakultatif, setelah
tertangkap ikan segera dibedah perutnya untuk diambil usus dan diawetkan menggunakan formalin. Isi sampel dimasukkan kedalam botol untuk kemudian
dianalisa di laboratorium menggunakan mikroskop. 0 m
70 m 2.5 m
2.5 m 31
48
3.4.4 Parameter Lingkungan
Pengambilan data parameter lingkungan dilakukan secara in situ di lokasi penelitian. Metodealat yang digunakan untuk mendapatkan data parameter
lingkungan selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Metode dan peralatan untuk pengambilan data parameter lingkungan
Parameter Unit
MetodeAlat Keterangan
Kedalaman m
Deep Gauge in situ
Kecerahan m
Secchi disc in situ
Suhu
o
C Thermometer
in situ Salinitas
ppt Refraktometer
in situ Kecepatan Arus
mdt Floating drough
in situ
3.5 Analisa Data
3.5.1 Kondisi Terumbu Karang a
Persentase Tutupan
Persentase tutupan karang hidup dihitung menurut persamaan yang dikemukakan dalam English et al. 1997 :
Keterangan : tutupan = Persentase tutupan karang hidup A
= Panjang total komponen karang hidup cm B
= Panjang total transek garis cm Gomes dan Yap 1988 mengkategorikan kriteria persentase tutupan karang
hidup sebagai berikut : 1. Kondisi sangat baik, persentase tutupan karang hidup : 75 – 100
2. Kondisi baik, persentase tutupan karang hidup : 50 – 74,9
3. Kondisi cukup, persentase tutupan karang hidup : 25 – 49,9
4. Kondisi rusak, persentase tutupan karang hidup : 0 – 24,9 .
100 x
B A
tutupan =
32
49
b Indeks Mortalitas Karang
Nilai Indeks Mortalitas karang didapatkan dari persentase tutupan karang mati dan patahan karang dibagi dengan persentase karang hidup modifikasi dari
Gomez Yap 1998.
Keterangan : MI = Indeks Mortalitas Karang A
= Persentase karang mati dan patahan karang B
= Persentase karang hidup
3.5.2 Ikan Chaetodontidae
a Kelimpahan
Kelimpahan ikan famili Chaetodontidae yang diperoleh melalui pendataan visual sensus sepanjang transek 70 m dan lebar 5 m 70 x 5 = 350 m
2
dihitung dengan rumus:
Keterangan : N = Kelimpahan ikan individu350 m
2
ni = Jumlah individu ikan jenis ke-i A = Luas area sensus ikan 350 m
2
b Indeks Keanekaragaman H’
Indeks Keanekaragaman H’ digunakan untuk mendapatkan gambaran populasi melalui jumlah individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas
Odum 1994. Keanekaragaman jenis mengikuti Formula Shannon-Wiener Odum 1994.
Indeks keanekaragaman
Shannon digunakan
untuk mengukur
keanekaragaman ikan di masing-masing stasiun penelitian.
Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener pi = proporsi jumlah individu pada spesies ikan karang
ni = jumlah spesies jenis ke-i N = jumlah spesies seluruh jenis ke-i
A n
N
i
=
B A
A MI
+ =
∑
=
− =
s i
pi pi
H
1
ln
N ni
pi =
33
50
c Indeks Keseragaman E
Indeks Keseragaman E digunakan untuk mengukur keseimbangan komunitas. Hal ini didasarkan pada ukuran kesamaan jumlah individu antar
spesies dalam suatu komunitas. Rumus Indeks Keseragaman Pielou 1975 in Magurran 2004 adalah sebagai berikut:
Keterangan : E = Indeks Keseragaman
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Hmax = ln S S = Jumlah individu dalam spesies ke-i
Keanekaragaman maksimum Hmax terjadi bila kelimpahan spesies di semua stasiun merata. Nilai Indeks Keseragaman berkisar antara 0 -1, indeks yang
mendekati 0 menunjukkan adanya jumlah individu yang terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis. Hal ini dapat diartikan ada beberapa jenis ikan yang memiliki
jumlah individu relatif banyak, sementara jenis lainnya memiliki jumlah yang relatif sedikit. Nilai Indeks Keseragaman yang mendekati 1 menunjukkan bahwa
jumlah individu di setiap spesies adalah sama atau hampir sama. Semakin kecil nilai E, semakin kecil pula kelimpahan ikan Chaetodontidae.
Hal ini menunjukkan adanya penyebaran kelimpahan ikan setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan satu jenis mendominasi kelimpahan ikan Chaetodontidae
di stasiun pengamatan.
d Indeks Dominansi C
Jika nilai H’ menurun, maka nilai E juga menurun, menandakan adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies-spesies lainnya. Besarnya dominansi
akan mengarahkan kondisi komunitas menjadi labil atau tertekan. Rumus yang dipergunakan untuk mengetahui indeks dominansi suatu spesies mengacu pada
indeks dominansi modifikasi Simpson Simpson 1949 in Magurran 2004.
Keterangan : C = Indeks dominansi
ni = Jumlah individukoloni dari spesies Chaetodontidae ke-i N = Jumlah total individu untuk semua spesies
max H
H E
=
2 1
∑
=
=
s i
N ni
34
51
e Analisis makanan
Untuk mengetahui jenis
makanan yang
dikonsumsi oleh
ikan Chaetodontidae maka perlu dilakukan analisa makanan. Dengan mengetahui jenis
dan jumlah makanan ikan, maka dapat disusun urutan kebiasaan makanan ikan. Urutan makanan tersebut adalah makanan utama makanan yang dimanfaatkan
dalam jumlah besar, makanan pelengkap makanan yang ditemukan dalam pencernaan dalam jumlah sedikit, makanan tambahan jenis makanan dalam
jumlah sangat sedikit dan makanan pengganti makanan yang dikonsumsi jika makanan utama tidak ada. Cara identifikasi makanan yang dikonsumsi oleh ikan
Chaetodontidae Madduppa 2006 adalah sebagai berikut: 1.
Ikan Chaetodon ditangkap di alam menggunakan jaringpanah untuk kemudian dilakukan pembedahan isi perut.
2. Dilakukan pengambilan usus dan diawetkan menggunakan formalin.
3. Sampel usus ikan dibersihkan dari bahan pengawet.
4. Isi usus dikerik kemudian usus dipisahkan dengan daging usus.
5. Isi usus diencerkan sekitar 20 ml.
6. Proses pengamatan di bawah mikroskop dengan mengambil satu tetes dari
usus yang sudah diencerkan. 7.
Pengamatan dilakukan dengan 3 x ulangan dengan lima strip lapang pandang. 8.
Jenis makanan diidentifikasi dan jumlah organisme dicatat. Metode yang digunakan dalam analisis makanan adalah metode perkiraan
dalam persen yaitu dengan mengambil sebagian makanan yang terdapat dalam isi perut ikan dan menaruh ke dalam cawan petri, kemudian diperiksa isi perut
dengan mikroskop. Organisme yang tampak pada cawan petri diidentifikasi dan di catat kedalam persen. Pengamatan dilakukan pada lima sudut pandang dan
kemudian dibuat rata-ratanya dan dinyatakan dalam persen. Metode ini baik untuk makanan ikan yang ukurannya agak besar atau kalau makanan ikan ini sudah
menjadi potongan-potongan tetapi masih dapat dikenali misalnya bagian tubuh dari suatu organisme atau bagian dari tumbuhan. Sedangkan untuk makanan yang
ukurannya kecil-kecil susah memperkirakannya Effendie, 1979. 35
52
3.5.3 Analisis Statistik
a Hubungan persen tutupan karang dengan kelimpahan ikan karang
Hubungan persen tutupan karang dengan kelimpahan ikan dianalisa dengan analisis korelasi Pearson Bell Galzin 1984 dengan menggunakan software
microsoft excel, kemudian hasil korelasi tersebut diuji dengan uji t-student untuk mengetahui tingkat signifikansinya.
Setelah memenuhi syarat signifikansi maka dilanjutkan dengan analisis regresi dengan software microsoft excel. Regresi merupakan model matematika
yang dapat digunakan untuk memprediksi suatu variabel dengan variabel lainnya. Variabel yang diprediksi disebut variabel dependent yang umumnya tertulis
dengan lambang y, sedangkan variabel yang memprediksi disebut variabel independent yang biasa ditulis dengan simbol x.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, yang menjadi variabel dependent adalah kelimpahan famili dan spesies ikan Chaetodontidae, sedangkan yang
menjadi variabel independent adalah persentase tutupan karang. Secara matematik rumus regresi dapat ditulis sebagai berikut:
y = f x +ε y = a + bx + cx
2
Dalam menginterpretasi model regresi digunakan koefisien determinasi R
2
. Koefisien determinasi menunjukkan berapa besar peubah pada variabel dependent yang dapat dijelaskan oleh variabel independent.
b Ketertarikan ikan Chaetodontidae terhadap habitat terumbu karang
Untuk mengetahui ketertarikan ikan Chaetodontidae terhadap habitatnya maka data kelimpahan ikan dan substrat dasar dikelompokkan dengan analisa
pengelompokkan Cluster
analysis. Analisa
ini dimaksudkan
untuk mengelompokkan unit-unit statistik ke dalam kelompok-kelompok yang homogen
dari sejumlah variabel atau karakter. Metode ini bersifat deskriptif, dimana tidak satu pun variabel mempunyai peran yang lebih penting dari variabel yang lain.
Tehnik ini bertujuan untuk membentuk kelompok-kelompok individu yang memiliki karakteristik yang sama. Klasifikasi yang digunakan dalam cluster
analysis ini menggunakan metode hierarki, dimana mempresentasikan individu- individu kedalam kelompok-kelompok yang secara hierarki tersusun. Hierarki
36
53
yang tersusun dipresentasikan dalam bentuk dendogram, kemudian dilanjutkan dengan analisa nodul, Indeks Konstansi dan Indeks Fidelitas.
c Pengelompokan spesies ikan
Pengelompokan spesies ikan Chaetodontidae dibuat dengan metode analisis pengelompokan cluster analysis pada skala Unwighted Paired Group Method
Arithmetic Average-Linkage clustering UPGMA. Data numerik individu ikan dikelompokkan berdasarkan Indeks Kesamaan Sorensen.
Indeks Kesamaan Sorensen digunakan untuk mengelompokkan ikan karang dan menyusunnya pada tingkat spesies dengan menggunakan analisa
pengelompokan. Untuk dapat menghitung Indeks Kesamaan Sorensen dari data numerik jumlah individu ikan karang ditransformasikan menjadi bentuk binary
ada dan tidak. Indeks Kesamaan Sorensen dihitung melalui persamaan:
Keterangan: So = Indeks Kesamaan Sorensen a
= jumlah stasiun yang ada spesies ikan A dan B b
= jumlah stasiun yang hanya ada spesies ikan A c
= jumlah stasiun yang hanya ada spesies ikan B Kisaran nilai Indeks Kesamaan Sorensen berkisar antara 0 sampai 1.
Tingkat kesamaan akan semakin tinggi jika nilai indeks mendekati nilai 1 dan semakin rendah kesamaannya jika mendekati nilai 0. Kumpulan Indeks Sorensen
digunakan untuk membuat matriks yang akan membentuk dendogram berdasarkan metode keterkaitan rata-rata kelompok ikan.
d Pengelompokkan habitat dasar
Pengelompokan substrat dasar penyusun habitat digunakan persamaan Indeks Kesamaan Bray-Curtis. Indeks Bray-Curtis digunakan untuk menentukan
pola pengelompokan habitat berdasarkan analisa kelompok yang menggunakan data persentase komposisi habitat dasar parameter biologi. Data parameter yang
biologi digunakan untuk mengelompokan habitat ini adalah persentase tutupan substrat dasar Lagendre dan Lagendre 1983. Kisaran Indeks Bray-Curtis adalah
0 – 1 dengan ketentuan B = 0.0 menunjukkan tingkat kesamaan 0 dan B = 1 menunjukkan kesamaan 100. Indeks Bray-Curtis dihitung melalui persamaan:
c b
a a
So +
+ =
2 2
37
54
Keterangan: B = Indeks Bray-Curtis xij = jumlah parameter ke-i dalam setiap pengamatan ke-j
xik = jumlah parameter ke-i dalam setiap pengamatan ke-k n
= jumlah parameter yang dibandingkan S
= koefisien kesamaan
e Analisis Nodul, Indeks Konstansi Cij dan Indeks Fidelitas Fij
Hasil pengelompokkan habitat dan ikan Chaetodontidae digunakan dalam analisis nodul. Tehnik yang digunakan untuk menggabungkan kedua analisa
pengelompokan adalah pembentuk matriks data binary dua arah, kelompok habitat pada sisi baris dan kelompok ikan menempati sisi kolom.
Data binary hasil analisa nodul kemudian digunakan untuk menganalisa tingkat kekonstanan keberadaan suatu kelompok ikan pada habitat tertentu
berdasarkan Indeks Konstansi dengan rumus Hazel 1977 in Brewster-Wingard et al. 2001:
Keterangan: Cij = Indeks Konstansi aij = jumlah keberadaan anggota pada kelompok spesies ikan ke-
i dan pada kelompok habitat ke-j ni = jumlah elemen pada kelompok spesies ikan ke-i
nj = jumlah elemen pada kelompok habitat ke-j Semakin mendekati 100 maka setiap jenis ikan secara konstan selalu hadir
atau ada dalam kelompok tersebut. Dari indeks konstansi dapat dilihat tingkat kekhasankebenaran fidelitas kelompok ikan ke-i pada habitat ke-j Hazel 1977
in Brewster-Wingard et al. 2001 dengan rumus sebagai berikut:
∑ ∑
= =
+ −
=
n i
n i
xik xij
xik xij
B
100 x
= nj
x ni
aij Cij
100 x
=
∑
Cij Cij
Fij S = 1 – B x 100
38
55
Keterangan: Fij = Indeks Fidelitas Cij = nilai konstansi kelompok spesies ke-i kelompok habitat ke-j
Nilai Fidelitas menunjukkan keterkaitan antara jenis spesies ikan terhadap habitatnya berdasarkan kekhasan atau keunikan jenis spesies yang hidup pada
suatu habitat. Semakin mendekati 100 maka menunjukkan preferensi kesukaan yang kuat antara kelompok ikan ke-i pada anggota kelompok habitat ke-j.
39
56
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Pulau Liwutongkidi
Pulau Liwutongkidi merupakan pulau kecil dan tak berpenghuni yang terletak di antara Pulau Kadatua dan Pulau Siompu, Kabupaten Buton Sulawesi
Tenggara. Secara geografis pulau Liwutongkidi terletak pada 05
o
35’23” LS - 05
o
35’ 59” LS dan 122
o
29’57” BT – 122
o
30’51” BT dengan batas wilayah sebelah barat berbatasan dengan Selat Sulawesi, sebelah utara berbatasan dengan
Pulau Kadatua, sebelah timur berbatasan dengan Pulau Buton, dan sebelah selatan berbatasan dengan Pulau Siompu.
Secara umum Pulau Liwutongkidi memiliki topografi datar sampai curam. Pada bagian datar kondisi substrat pasir bercampur tanah sedangkan pada bagian
curam umumnya berupa batu cadas. Pada topografi datar bagian timur Pulau Liwutongkidi umumnya ditemukan vegetasi berupa pandan, berbagai macam
spesies golongan rumput-rumputan, tumbuhan merambat dan kelapa. Pada topografi curam bagian barat Pulau Liwutongkidi umumnya banyak ditumbuhi
berbagai jenis tumbuhan semak. Sedangkan ke arah dalam pulau tengah pulau ditumbuhi vegetasi dengan yang lebih bervariasi.
Pada Pulau Liwutongkidi ditemukan pula beberapa spesies hewan seperti ketam kenari, kepiting dan beberapa jenis ular. Sementara disebelah barat perairan
Pulau Liwutongkidi merupakan jalur migrasi lumba-lumba, tuna dan penyu. Pada Pulau Liwutongkidi juga terdapat sumur air tawar yang merupakan sumber air
tawar bagi masyarakat yang ada di sekitar pulau utamanya masyarakat Desa Kapoa Kecamatan Kadatua.
4.2 Kualitas Perairan Pulau Liwutongkidi