2.1.6 Peralihan Sony dari Teis Menjadi Ateis
Sedari kecil, Sony adalah anak yang kritis terhadap lingkungan sekitarnya. Ia selalu ingin membuktikan perkataan orang lain yang didengarnya, misalnya
mengenai mitos saat dulu ia masih tinggal di Semarang. Ia tidak diperbolehkan bermain ke ladang belakang karena di sana ada buto ijo atau bila memakan biji
jeruk, biji tersebut akan tumbuh menjadi pohon jeruk pada tubuh. Pada akhirnya, untuk membuktikan kebenaran, Sony berkali-kali menelan biji jeruk secara diam-
diam, namun ternyata tidak ada pohon jeruk yang tumbuh di tubuhnya. Ia juga pergi ke ladang belakang rumahnya tanpa sepengetahuan orangtuanya, disana
ternyata terdapat kalkun yang galak namun ia tidak menemukan sosok buto ijo. Lambat laun, ia pun tidak lagi melakukan dan memikirkan hal tersebut karena
merasa hal tersebut sudah tidak penting lagi. Tanggapan Sony dulu terhadap hal
tersebut terungkap dalam kutipan wawancara berikut,
“…Justru karena dibilang kayak gitu, malah beberapa kali menyebrangi ladang itu. Iya bahkan di situ ada kalkun yang galak,
itu selalu asal keliatan sama dia pasti langsung dikejar tapi ga kapok-kapok. Jadi pengen liat kekmana kebenarannya, baru kayak
dibilang, misalnya kalo makan jeruk itu bijinya dibuang, kalo tertelan nanti bisa tumbuh katanya. Anak-anak sering ditakut-takuti
gitu, bayanganku tumbuh di kepala gitu. Kan aturannya itu menakutkan karena pengertianku kalo tumbuh, kita mati karena
tumbuh di kepala kan. Tapi walopun aku tau bakal mati gitu, itu justru diam-diam, pas di depan mbahlah kan makan jeruk, itu masih
dibawah 5 tahun kalo ga salah, bijinya dikeluarkan kan, tapi setelah ga keliatan, itu kutelanin bijinya kayak minum obat supaya tahu
bener ga bakal tumbuh, bukan ga percaya tapi percaya tapi pengen
tahu bener ga.” W2S2K.sebb.1508-1537.
Sewaktu masih berada di Semarang, Sony juga sempat mempertanyakan takdir. Ia bingung dengan anggapan bahwa segala kehidupan manusia telah
Universitas Sumatera Utara
direncanakan oleh Tuhan. Menurutnya, bila seseorang mencuri, berarti hal itu telah direncanakan oleh Tuhan, namun mengapa seseorang itu akan dihukum bila
Tuhan-lah yang telah merencanakannya. Ia juga bingung dengan pernyataan mengenai orang yang tidak masuk Islam akan masuk neraka sehingga ia
mempertanyakan bagaimana nasib orang yang belum pernah mendengar agama Islam. Ia bertanya mengenai hal tersebut pada orangtua dan neneknya, namun
Sony tidak puas dan bingung dengan jawaban yang diterimanya yang menyatakan bahwa setiap manusia memang harus berusaha untuk mencari Allah karena hal
tersebut sudah diwahyukan kepada para nabi. Lambat laun, Sony yang masih kanak-kanak tersebut pun akhirnya melupakan pertanyaannya tersebut karena ia
lebih banyak mendapat paparan mengenai ajaran agama di keluarganya yang menekan rasa penasarannya.
“Apa kemaren ya…banyak..ya intinya kayak gitulah. Pencuri itu berarti udah ditakdirkan untuk mencuri, kalo dia bisa mencuri atau
ga pencuri..Maksudnya, katakanlah dia punya pilihan untuk mencuri atau ga mencuri, Tuhan tahu apa yang bakal dipilihnya,
tapi diciptakannya juga di awal, artinya dari lahir itu Dia udah tahu kalo itu ujungnya bakal masuk neraka.
” W2S2K.sebb.1391- 1404.
“Iya..misalnya orang yang ga Islam, masuk neraka, pernah kutanya juga, kekmana jadinya orang yang ga pernah dengar tentang Islam?
Ya mereka harus berusahalah, Allah kan udah memberikan jalan
melalui nabinya, udah diwahyukan bla bla bla…” W2S2K.sebb.1412-1420.
Sony yang sudah melupakan pertanyannya, tumbuh menjadi anak yang percaya pada agamanya. Ia menganggap Tuhan adalah sosok Pencipta yang
mengetahui segala hal termasuk isi pikiran manusia sehingga harus disembah.
Universitas Sumatera Utara
Menurutnya, segala
hal yang
telah dilakukan
dalam hidup,
akan dipertanggungjawabkan di hari akhir nanti sehingga sebisa mungkin ia
melaksanakan perintah Tuhan agar terhindar dari api neraka. Sony cukup rajin melaksanakan ritual keagamaan. Ia juga kerap meminta pertolongan Tuhan dalam
hidupnya, misalnya mengenai rejeki dan kesehatan serta memohon pengampunan dosa. Ia mengaku mendapat ketenangan dan kelegaan ketika selesai sholat. Ia juga
pernah merasakan apa yang ia anggap adalah pertolongan Tuhan ketika ia selamat dari beberapa kecelakaan lalu lintas yang dialaminya sehingga ia bersyukur pada
Tuhan karena telah menyelamatkan nyawanya. Sony juga pernah memohon pada Tuhan agar hujan tidak turun sehingga ia dapat pulang ke rumah dengan lebih
leluasa dan ternyata hujan pun tidak turun, ia berterimakasih pada Tuhan mengenai hal tersebut. Sesekali, ia juga melakukan sholat tahajud hanya karena
ingin menjadi penganut agama yang alim sehingga dapat masuk ke dalam surga dan juga sebagai sarana refleksi diri. Sony percaya bahwa doa berpengaruh pada
keberhasilan dalam usaha untuk mencapai apa yang ia inginkan, meski ia tidak tahu bagaimana pastinya doa tersebut bekerja dalam usahanya, namun ia tetap
mengimani hal tersebut. “Aku percaya ya ada…kalo ibadah di Islam kan kewajiban, kalo ga
dilakukan…..misalnya doa, jadi ibadah itu ya alat untuk itu, doa itu aku yakin ada efeknya walaupun aku gatau itu apa, maksudnya kalo
disuruh jelasin….gini, kalo kita doa aja, aku dah tahu sebelum Ateis aku udah tau kalo doa aja itu ga akan terjadi. Kalo kerja aja,
ga berdoa, ada yang terjad i, banyak yang terjadi. Bahkan…baru
kalo doa sambil kerja, pasti lebih terjadi tapi lebihnya tu dimana? Lebihnya itu ga bisa dibuktikan, pokoknya tau aja ada. Gitu. itulah
namanya percaya aja, iman..” W3S2K.sebb. 3125-3145.
Universitas Sumatera Utara
Ketika berada di bangku Sekolah Menengah Pertama, Sony kembali mengingat pertanyaan yang ia miliki sewaktu masih kecil mengenai agamanya
yang menurutnya menyatakan bahwa selain Islam adalah kafir dan orang yang kafir dapat dibunuh. Yang ia pahami mengenai kafir ialah non Islam. Sony
bingung atas kemungkinan para non Islam masuk ke neraka dan boleh dibunuh, meskipun mereka telah melakukan kebaikan dalam hidup. Ia pun menjadi bingung
akan sosok Tuhan yang sebenarnya. “Contohnya membunuh orang kafir itu halal. Nah, itu selalu seolah-
olah dinetralkan dengan mengatakan bahwa membunuh satu orang seperti membunuh seluruh dunia. Tapi yang jelas, ayat untuk
membunuh kafir tu ada di Quran. Nah itu, Al Quran…mau bilang kek mana lah? Kalo kita ngaku kita Islam berarti kita harus ngaku
kalo itu benar kan? Dan itu diterjemahkan kekmana pun, dipaksa- paksa pun ya memang itu artinya. Nah kayak gitu. Itu kan patut
dipertanyakan ya
… W1S2K.sebb.112-131.
Sony juga bingung atas anggapan bahwa seolah-olah Tuhan hanya berkomunikasi dengan manusia karena manusia dianggap makhluk ciptaan Tuhan
yang paling tinggi. Hal tersebut ia sadari ketika ia membaca bahwa ternyata terdapat banyak galaksi di dunia. Ia mempertanyakan keistimewaan yang hanya
dimiliki oleh manusia dalam berkomunikasi dengan Tuhan padahal pasti terdapat jenis makhluk hidup yang banyak di seluruh jagad raya.
“…kita hidup di satu titik debu di milyaran galaksi. Jadi, ada milyaran bintang dan milyaran bintang itu punya banyak planet
kayak kita. Bintang yang kita kelilingi ini matahari hanya bintang biasa, ukuran medium kan. Baru dari jutaan bintang itu membentuk
satu galaksi dan masih banyak galaksi. Jadi, Tuhan itu menciptakan ini semua, dia punya banyak galaksi untuk diurusi tapi dia memilih
untuk berkoneksi dengan satu primata, manusia. Itu kan sebenarnya ga sesuai dengan gambaran
Tuhan itu pencipta alam semesta… W1S2K.sebb.147-167.
Universitas Sumatera Utara
Sony tidak mengabaikan begitu saja pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benaknya karena kemampuannya berpikir kompleks semakin berkembang
seiring usianya, terlebih lagi, sedari kecil Sony juga adalah sosok anak suka bertanya karena rasa keingitahuannya, seperti yang telah diceritakan sebelumnya.
Sony pun bertanya pada temannya yang merupakan remaja mesjid serta ustadz, namun, ia tidak puas dengan jawaban mereka yang menyatakan bahwa apa yag
tertulis dalam kitab suci memang harus dipercaya karena iman tidak dapat dirasionalisasi oleh logika manusia. Hal ini menyebabkan ia enggan untuk
bertanya lagi pada orang lain karena pasti setiap orang beragama akan menjawab dengan jawaban serupa, yang bagi dirinya jawaban tersebut terasa janggal. Selain
itu, Sony juga tidak mempunyai rekan untuk berdiskusi mengenai agama di rumahnya, terlebih lagi ia menganggap ibunya kurang memahami ajaran Islam
secara mendalam. Akhirnya, Sony mencoba merasionalisasikan sendiri jawaban atas pertanyaan yang ia miliki karena ia mulai mempertanyakan sosok Tuhan
yang selama ini ia percayai dan sembah. “Karena aku ga abaikan. Pertanyaan itu pasti ada sama tiap orang
tapi aku ga mengabaikan itu, kesesuaian antara kenyataan sama kepercayaan yang aku percayai. Kok gini sih? itu menganggu tapi
ya..tu sudah rahasia Tuhan, itu memang sudah seperti itu dari dulu
jadi ya terus dicari. “ W4S21b.3159-3169. “iya yang aneh itu..kenapa Tuhan itu sebocah itu? Kok tukang
ngambek kali? minta disembah atau kalo ga disembah dengan cara yang benar, langsung dilempar ke neraka. Masalahnya, untuk
kesalahan yang dalam waktu terbatas, dihukumnya dalam waktu
yang tidak terbatas.” W4S21b.3417-3426. “Ga ingat lagi..pokoknya kalo pertanyaan-pertannyaan gitu paling
di circular reasoning, dia bilang kita ga bisa memikirkan itu
Universitas Sumatera Utara
dengan logika manusia, kita mikir Tuhan dengan logika manusia cemana? Lah..jadi pake logika apa lagi? Logika Tuhan? Jadi mutar-
mutar disitu aja…”W4S21b.3435-3445.
Sony yang sudah mempertanyakan, mencoba mencari kebenaran melalui rasionalisasi pikirannya sendiri untuk dapat menyelamatkan kepercayaan yang
selama ini ia miliki karena ia masih ingin tetap mempercayai Tuhan dan agamanya. Meski menurutnya ajaran Islam menyatakan bahwa selain pemeluk
agama tersebut adalah kafir dan memperbolehkan untuk membunuh orang kafir, Sony memiliki pendapat lain. Bagi Sony, tidak mungkin Tuhan hanya akan
menyelamatkan satu pemeluk agama saja. Disinilah Sony mendefinisikan ulang Tuhan sesuai pemikirannya sendiri. Ia menganggap bahwa Tuhan adalah sebuah
kekuatan yang lebih tinggi dan tidak terlihat yang mencipatkan alam raya yang amat sangat luas serta tidak bersifat personal, tidak memperhatikan manusia
secara individual karena tentu banyak hal yang menjadi urusan-Nya. Sony juga beranggapan bahwa Tuhan versinya tersebut adalah sosok yang rasional, yang
tidak mungkin menghukum manusia hanya karena tidak percaya pada Nya tanpa memperhatikan perbuatan semasa hidup.
“…ga personal, maksudnya ga mendengar doa kita secara langsung dan mengabulkan. Dia ga memperhatikan kita secara individual.
Dia menciptakan kita mungkin lalu..entah Dia..entah ditinggalnya atau Dia udah menciptakan satu set sistem dan Dia ga ikut campur
lagi. Baru saya dulu percaya Dia itu masih adil karena ga masuk akal ada Tuhan yang menyiksa manusia selama-lamanya hanya
gara-gara dia ga percaya sama Tuhan, hanya gara-gara dia terlahir ke agama yang salah. Ga mungkin saya rasa, kalopun Tuhan itu
ada, Dia akan rasional dan mempertimbangkan berdasarkan perbuatan,gitu. Jadi, saya buat-buat de
finisi Tuhan ini.” W1S21b.203-230.
Universitas Sumatera Utara
Sony ingin menyelamatkan kepercayaannya pada Tuhan karena masih sulit untuk menghilangkan apa yang sudah tertanam dalam dirinya sejak kecil
mengenai Tuhan. Ia juga masih takut dengan neraka, terlebih ia pernah melihat buku bergambar yang sangat menyeramkan mengenai hukuman di neraka. Selain
itu, ia belum yakin atas ketiadaan surga dan neraka. Ia mempertanyakan bagaimana jika sebenarnya neraka dan surga itu benar-benar ada sehingga ia takut
bila nantinya ia akan masuk dalam neraka. Sony yang ragu pada agamanya, hanya melakukan ajaran agamanya yang menurutnya baik saja, seperi melaksanakan
sholat, berdzikir serta tidak mengikuti ajaran yang menurutnya tidak baik, seperti menghakimi bahwa penganut agama selain Islam adalah kafir. Hal ini ia lakukan
sebagai antisipasi jikalau ternyata ajaran agama-lah yang benar. “Maksudnya, saya seolah-olah berusaha mendefinisi ulang Tuhan
karena itu udah ga sesuai lagi dengan logika, Tuhan yang selama ini saya tahu. Jadi seenak perut saya aja saya ubah definisi Tuhan,
untuk menyelamatkan kepercayaan saya karena udah sadar bahwa konsep Tuhan, ketuhanan, agama itu udah ga mungkin ada, tapi
namanya kita dari kecil udah beragama kan. Kita bertahan untuk tetap punya kepercayaan pada Tuhan ittu, karena payah lepas
kepercayaan Tuhan itu.” W1S21b.180-200. “Masihlah..gila..dari kecil udah ditanamkan ya kan..itu ga
segampang itu dilepaskan, makanya kubilang Ateis tu bukan pilihannya malah kalo bisa aku ga pengen jadi Ateis waktu
prosesnya itu..tapi masalahnya itu kita udah tahu itu ga ada git
u…melepaskan konsep tentang Tuhan, tentang neraka itu sulit kali, kayak itu tadi, dihantui perasaan, jangan-jangan memang
benar ada? ” W3S21b.2089-2101.
Sony bersekolah di sebuah Sekolah Menengah Pertama swasta nasional. Ia mengatakan bahwa sekolah tersebut terkenal dengan murid-muridnya yang suka
berbuat onar dan banyak murid yang dikelurkan dari sekolah lain, pindah ke
Universitas Sumatera Utara
sekolahnya tersebut. Di sana, ia banyak melakukan kenakalan. Ia pernah mengikuti berbagai tawuran hingga berkelahi dengan senior yang dianggap
berkuasa di sekolahnya. Ia berhasil mengalahkan seniornya tersebut sehingga ia menjadi seseorang yang cukup ditakuti di sekolah. Saat kelas tiga SMP, ibu Sony
tidak tahan lagi dengan tingkah Sony yang hobi berkelahi sehingga ia memutuskan untuk memindahkan Sony ke sekolah swasta Katolik karena
menurutnya, sekolah Katolik lebih disiplin dalam mengajar. Pada awalnya, pihak sekolah Katolik itu tidak memberi ijin Sony masuk ke sekolah tersebut karena
enggan memiliki siswa yang berasal dari sekolah yang terkenal memiliki sisiwa yang suka berbuat onar, namun akhirnya ibu Sony berhasil meyakinkan pihak
sekolah hingga Sony pun diterima menjadi siswa di sekolah tersebut. Di sekolah yang baru, Sony mengikuti pelajaran agama Katolik. Bagi
Sony, agama Katolik ternyata lebih mudah untuk dipelajari ketimbang agama Islam karena agama Islam menggunakan bahasa Arab pada kitab sucinya,
sementara Alkitab menggunakan Bahasa Indonesia. Nilai agama Katolik Sony pun sangat memuaskan, selalu berkisar di angka sembilan puluh. Meski ia merasa
ajaran Katolik lebih mudah dipelajari, ia mempelajarinya hanya sebatas pelajaran yang diajarkan di sekolah karena ia memang toleran terhadap umat agama lain.
Bagi Sony, konsep agama Katolik cukup unik namun tidak masuk akal, terutama tentang Trinitas. Ia tidak mendapat jawaban yang memuaskan mengenai konsep
Trinitas tersebut, yaitu bahwa hal tersebut memang berada di luar logika manusia dan memang harus diimani saja. Menurutnya, jawaban tersebut membuktikan
bahwa sesungguhnya umat Katolik tidak tahu akan jawaban mengenai pertanyaan
Universitas Sumatera Utara
tentang Trinitas dan mereka bangga akan ketidaktahuan tersebut karena menganggap bahwa itu adalah bagian dari iman mereka.
“Kayak konsep Trinitas itu, tiga tapi satu, satu tapi tiga, baru tu ditanya, dijelasin ga ada yang bisa jelasin dan bangga dengan
ketidaktahuannya bahwa itu tidak bisa dijelasin, hanya bisa diimani. Gitulah. bilangnya aja ga tahu hahaha diceritain
apa..cerita.. dia ini orang kudus kan aku lupa namanya siapa. Dia mikirkan tentang itu, tentang konsep tiga tapi satu tu, ga ketemu-
ketemu kan abis itu dia pigi ke pantai kan untuk merenung. Diliatnya di pantai itu ada seorang anak yang lagi gali pasir,
dibuatnya lobang di pasir tu baru dia menguras air di pasir itu, baru dia kan merenung lama di situ kan, anak tu masih nguras aja disitu,
lama-lama kan ganggu juga lah kan.. kau ngapain? ditanyanya, aku ma
u ngeringkan ini… mana mungkin..mana mungkin bisa ini air laut itu sebanyak itu, dibilangnya ga bisa. Jadi, kenapa kau
melakukan yang sama kata anak itu, baru jadi tersadar dia kan, habis itu anak itu hilang ntah kekmana. Baru sadar dia bahwa ilmu
Tuhan itu ga mungkin bisa kita selami. Intinya kayak gitulah, kayak kita
mau mengeringkan
lautan. Analoginya..astaga..
” W2S2K.sebb.2354-1395.
Sony yang sudah ragu dan memiliki definisi baru tentang Tuhan, jarang melakukan sholat. Ia melakukan sholat sesuai dengan suasana hatinya saja pada
saat itu, bila ia ingin sholat, ia akan lakukan dan bila tidak ingin, ia tidak akan melakukannya. Keraguan Sony terhadap agama semakin bertambah ketika ia
membaca buku karya Stephen Hawking yang berjudul “The Theory of
Everything”. Buku tersebut tidak membahas mengenai Tuhan dan agama, namun menceritakan proses perkembangan sains dari zaman ke zaman, misalnya abad
pertengahan dan zaman Yunani kuno. Buku tersebut juga menceritakan proses pembentukan dan apa yang terjadi pada alam semesta yang telah ditemukan dari
dulu hingga sekarang berdasarkan sudut pandang sains dan bagaimana ilmuwan terus mencari teori segala hal theory of everything. Dari situ, ia mulai mengenal
Universitas Sumatera Utara
sains dan menganggap sains adalah indah karena memiliki kebenaran berdasarkan bukti yang dimiliki dan mempunyai serangkaian proses untuk mendukung
pembenaran bukti tersebut. “Sains itu..pertama dia berisi kebenaran dan paling bisa dipercayai
kebenarannya. Kalau hanya mengaku benar kan gampang tapi kalo di sains ada satu set sistem yang menyaring yang gak benar itu.
Contohnya…kayak semua teori yang kita tahu sekarang, pertama itu harus ada bukti. Baru kemudian itu harus memenuhi reliabilitas
dan validitas baru direview. Jadi artinya yang lulus sensor dari sains itu, itu yang benar. Itu cara terbaik yang kita miliki
seekarang,
sebagai spesies
untuk mencari
kebenaran ”
W1S2Ksebb.290-311. Kekaguman pada sains semakin mengikis iman Sony untuk percaya pada
agama, namun ia masih takut bila ternyata nantinya yang dinyatakan agama adalah benar, termasuk konsep surga dan neraka. Sony yang memiliki keraguan
besar, belum mau benar-benar lepas dari agama karena ia masih mempunyai pikiran bahwa beragama dan percaya pada Tuhan adalah pilihan yang baik, jika
Tuhan benar-benar ada, maka ia akan selamat, kalapun Tuhan tidak ada, hal itu tidak memberi kerugian pada Sony. Sony juga ragu untuk keluar dari agama
karena ia masih belum tahu jawaban sebenarnya mengenai siapa yang pertama kali ada di dunia, bagaimana nenek moyangnya berasal, namun agama
memberikan jawaban untuk hal tersebut dengan menyatakan bahwa Tuhanlah awal dari hal yang terjadi dunia ini dan hal tersebut masih terlihat masuk akal
baginya. Pergulatan batin pun terjadi pada diri Sony. Ia menganggap bila memang agama salah dan keberadaan Tuhan tidak dapat dibuktikan,
ketidakberadaan Tuhan pun tidak memiliki bukti. Ia bingung harus memilih yang
Universitas Sumatera Utara
mana sehingga ia sesekali melakukan ibadah, seperti sholat hanya untuk mengantisipasi jikalau ternyata agama lah yang benar.
“Okelah, Tuhan itu ga ada buktinya sama sekali, udah ribuan tahun kok gabisa satu pun bukti bisa diangkat, tapi bukti bahwa Tuhan
itu ga ada, kan ga ada juga? Masih terikat dengan kesalahan
kognitif kayak gitu” W3S21b.3266-3275. “iya pastilah..jangan-jangan benar ada kan selalu kayak gitu karena
dari kecil kita diajarkan bahwa itu ada, jadi kita..di dalam hati kita…walopun kita udah menolak dengan logika kayak masih ada
rasa percayaya makanya ga mudah sebenarnya ” W2S21b.2104-
2111. Keraguan Sony kembali menjadi-jadi ketika timbul lagi pertanyaan dalam
dirinya mengenai kebenaran akan ajaran agamanya. Hal ini berlangsung ketika ia berada di Sekolah Menengah Atas. Ia mempertanyakan pernyataan agamanya
yang menurutnya menyatakan bahwa orang kafir akan meninggal dengan tidak tenang, namun nyatanya, banyak juga pemeluk agama selain Islam yang
mengalami kematian dengan tenang. Ia pun bingung mengapa ajaran agamanya berbeda dengan kenyataan yang terjadi di sekitarnya.
“…misalnya, kalo di Islam tu kalo ga sholat, itu matinya susah, apa namanya, dicabut nyawanya pun lama, sakit, jadi...dan itu seolah-
olah dibuktikan dengan banyak cerita, tapi di lain pihak, orang Kristen tu banyak cerita kayak gitu, misalnya orang kudus, dia
kayak apa…pastor si anu..dia itu mati senyum, misal gitu, ntahapalah jadi itu kan kontradiktif kan, antara pasti gimana
ya…pastor tu dah jelas dari seumur hidupnya ga pernah sholat, kok ga susah matinya?
” W2S21b.2484-2500.
Selain itu, ia mempertanyakan mengenai Tuhan mana yang benar di antara konsep Tuhan yang terdapat dalam berbagai agama jika masing-masing
Tuhan dalam agama tersebut mampu mengabulkan permintaan umatnya masing-
Universitas Sumatera Utara
masing. Meski kebanyakan orang menyatakan bahwa biarpun agama ada banyak, namun Tuhan hanya satu, Sony tetap menganggal hal tersebut adalah janggal. Hal
tersebut membuatnya semakin tidak yakin terhadap ajaran agama. “Tuhan ada banyak, Tuhan mana yang benar? Kok semua Tuhan
orang berdoa ke Dia, orang yang di agamanya masing-masing dikabulkan? Baru ada berusaha merasionalkan Tuhan itu satu tapi
namanya aja beda-beda. Kalo di tiga agama Abraham ini ya memang bisalah dibilang Tuhannya satu orang, mirip-mirip.
Memang akarnya dari satu kan jadi bisa dirasionalkan seperti itu, tapi kalo Tuhan Tuhan yang lain? Itu hanya karena kurang
pengetahuan aja bilang kayak gitu. Itu ga satu, bahkan Tuhannya sendiri banyak. Tuhan yang banyak itu dalam agama itu sendiri aja
bilang Tuhan itu ga satu. Mau kita satukan lagi dengan Tuhan yang di luar agama itu? Jadi, orang yang berdoa ke Tuhannya merasakan
itu semuanya? Sama-sama ga ada bukti Tuhan mana yang benar
” W2S21b.3190-3217.
Keraguan Sony yang lainnya ialah ia mempertanyakan kebaikan dan kekuasaan Tuhan. Jika Tuhan begitu baik dan berkuasa, mengapa Tuhan tidak
menghapus kejahatan dan penderitaan yang ada di dunia, apakah itu berarti Tuhan tidak mau menghapus hal tersebut atau jangan-jangan Tuhan tidak mampu
menghapus hal tersebut. Ia belum dapat menemukan jawaban tersebut sehingga membuat dirinya semakin bingung terhadap kebenaran eksistensi Tuhan.
“…Tuhan itu kan udah disebutkan Maha bisa, Maha tahu, segalanya, Maha baik, banyaklah. Tapi pertanyaannya, kenapa ada
kejahatan,penderitaan? Kalo apakah Tuhan mampu melenyapkan semua kejahatan, tapi Tuhan tu ga mau? berarti Dia ga Maha baik,
Dia Maha jahat. Apakah Tuhan mau melenyapkan kejahatan tapi hanya saja Dia ga mampu, itu berarti Dia ga Maha kuat, Maha bisa.
Apakah Tuhan mampu dan mau untuk melenyapkan kejahatan? Kalo gitu kenapa ada kejahatan? Buktinya ada? Itu..tiga dilema itu
masih belum bisa dijawab dengan memuaskan oleh orang
beragama” W1S21b.1060-1085.
Universitas Sumatera Utara
Sony yang telah membaca mengenai sejarah juga meragukan kisah penciptaan dunia yang berlangsung selama enam hari karena menurutnya
sebenarnya terdapat banyak versi mengenai kisah penciptaan, misalnya saja versi agama yang dianut masyarakat pedalaman Afrika yang sangat berbeda dengan
masyarakat beragama pada umumnya, yang tentu saja akan dianggap konyol oleh masyarakat beragama pada umumnya. Sebaliknya, tentu kisah penciptaan yang
dipercayai masyarakat beragama pada umumnya juga akan dianggap konyol oleh masyarakat beragama lain yang belum pernah mendengar kisah tersebut.
“Selama ratusan tahun peradaban manusia, kalo dipikir lagi itu jadi konyol karna lagipula, cerita-cerita tentang penciptaan tu kan ada
ribuan mungkin ada jutaan mungkin kisah penciptaan . Yang versi orang Afrika, bahwa katanya Bumi kita ini diciptakan dari cekeran
ayam, pasirnya meluas dari daratan, manusia dibuat dari tanah liat tapi karena dewanya lagi pas lagi minum nira dan niranya kena
sinar matahari, niranya berubah menjadi tuak akhirnya dia mabuk pas pembuatan terakhirnya akhirnya ada beberapa manusia yang ga
sempurna, jadinya orang-orang tu cacat akhirnya dewa tu memutuskan
untuk menjaga
manusia karna
merasa bertanggungjawab.
Menurut kakak
itu k
onyol ga?”
W1S21b.1093-1123. Sony memilih untuk lebih mempercayai proses terbentuk alam semesta
berdasarkan sudut pandang sains karena telah diteliti serta memiliki bukti nyata, sementara ajaran agama tidak memiliki bukti. Sony juga menganggap bahwa tidak
mungkin Tuhan mau peduli dengan pikiran dan tingkah laku manusia secara individual karena ada milyaran manusia hidup di Bumi ini dan masih banyak
planet hingga galaksi yang belum diketahui manusia yang bisa saja juga memiliki kehidupan. Sony menganggap hal tersebut tidaklah masuk akal.
Universitas Sumatera Utara
“…Bahkan hanya dari galaksi ini aja, Bumi tu ga nampak saking kecilnya dan di tempat yang kecil itu, ada makhluk-makhluknya,
makhluk itu diperhatikannya masing-masing, satu satu. Dia peduli dengan apa yang kita makan, apa yang kita lakukan, bagaimana kita
melakukan seks, posisinya dan Dia menghukum setiap perilaku yang jahat bahkan pikiran-pikiran pribadi kita pun ditelitinya satu
satu. Menurut aku ga masuk akal. Dari logika itu juga, Tuhan ga masuk akal, apa Dia peduli kita sholat apa enggak
” W1S21b.1169-1189.
Sony pun
kembali mencoba
merasionalisasikan jawaban
atas pertanyaannya. Ia tidak mau lagi berdiskusi dengan orang lain karena menurutnya
jawaban yang akan diberikan tidak dapat memuaskan dirinya. Sony ingin terus mencari jawaban karena ia yakin setiap pertanyaan pasti memiliki jawaban
dengan bukti yang nyata. Dari hasil pemikirannya, ia menyimpulkan bahwa agama hanyalah buatan manusia dan ia menjadi Islam karena terlahir dari
lingkungan penganut Islam, tanpa benar-benar memilih untuk menjadi penganut Islam.
“Jadi, agama itu hanya lebih kepada menjaga tradisi nenek moyang karna aku sadar kalo aku lahir di negara lain dengan budaya yang
mayoritas lain, kemungkinan besar aku ga akan Ialam. Aku ga pernah mikirkan dengan benar-benar untuk masuk Islam, masuk
Islam ya karna emang dari dulu Islam
” W2S21b.2548-2549.
Hal ini membuat ia tersadar bahwa selama ini, definisi mengenai Tuhan yang ia buat sendiri hanyalah buatan pikirannya yang mengharuskan bagaimana
seharusnya sifat yang dimiliki Tuhan karena sedari kecil ia sudah mendapat paparan mengenai agama dari keluarganya. Menurutnya, selama ini ia berusaha
untuk mempercayai apa yang ia anggap benar, padahal seharusnya hal yang telah dibuktikan kebenarannya-lah, yang harus dipercayai. Ia pun tersadar bahwa
Universitas Sumatera Utara
definisi tersebut tidak ada karena tidak memiliki bukti nyata mengenai keberadaan-Nya.
“Karena kan yang bikin itu aku. Jadi, kayak misalnya kan Tuhan itu harusnya rasional lah, ga mungkin Dia se-kanak-kanak itu, karena
kau ga nyembah Aku, udah mati kau sana. Dengar pun enggak tentang agama yang benar, agama tu mana yang benar, ga tahu kita.
Dia ga mempersalahkan agama, Tuhan itu harusnya rasional, Tuhan tu harusnya gini. Banyak harus harus harusnya lama-lama aku
sadar, siapa yang haruskan? Kenapa Dia harus kayak gitu? Ya jawabannya..aku yang haruskan. Itu keinginan aku dia itu harus
bagaimana. Sekarang kan, udah kebalik kan, harusnya apa yang benar itu yang harus kita percayai, bukan apa yang kita percayai
baru itu menjadi benar
” W3S21b.3045-3076. “Bisa lepas ya saya sadar bahwa semua definisi ketuhanan saya itu
ya..kayak Tuhan itu harus adil, Tuhan harus ya kayak gitu. Jadi harus-harusnya ini kan siapa yang bikin? Ya ternyata saya sendiri,
saya sadar. Ga harus sebenarnya bahkan Tuhan itu sebenarnya ga harus ada, kenapa
saya harus paksakan ada?” W1S21b.236-248.
Sejak tersadar itulah, Sony mulai belajar untuk benar-benar terlepas dari agama. Ia tidak lagi mempercayai keberadaan Tuhan. Ia yakin bahwa segala
sesuatu bisa terjadi tanpa campur tangan Tuhan, misalnya saja hujan. Hujan terjadi karena memang begitulah proses alam, bukan karena Tuhan yang
mengizinkan hal tesebut untuk terjadi. Semakin kepercayaannya terkikis, semakin ia merasa bahwa ritual keagamaan tidak lagi relevan dalam hidupnya sehingga ia
pun tidak lagi melaksanakan ibadah. Saat pertama kali tidak melakukan ritual ibadah, Sony mengaku tidak merasa takut atau ragu karena ia memang sudah
yakin bahwa agama hanyalah buatan manusia dan karena ia sudah tidak percaya, maka keinginan untuk melakukan aktifitas ibadah juga menghilang. Pada waktu
Universitas Sumatera Utara
inilah Sony menganggap bahwa identitas sebagai orang beragama tidak lagi dapat melekat pada dirinya dan ia tidak lagi percaya pada Tuhan.
“Kebiasaan-kebiasaan itu kan dilakukan atas dasar percaya. Itu yang Tuhan inginkan dari kita. Jadi, kalo kita kepercayaan sama
Tuhan udah hilang, otomatis kita hilangkan itu juga. Sebenarnya itu ga gitu susah untuk dilepaskan, yang tertanam waktu kecil itu kan
bukan sholat, bukan apa, yang betul-betul melekat itu, yang buat kita sholat juga itu karena tertanam di masa kecil, itu konsep surga
neraka, dosa, pahala, Tuhan yang selalu melihat kita, Tuhan yang ada walopun ga kelihatan
” W1S21b.817-835.
Sony mengaku awalnya ia tidak mengetahui istilah Ateis untuk menyebutkan orang yang tidak percaya pada Tuhan karena pada waktu itu ia
belum mengenal internet dan ia juga tidak berdiskusi dengan orang lain perihal dirinya, ia hanya banyak menggunakan akal pikirannya saja melalui apa yang ia
lihat dan terjadi dalam lingkungan dan kehidupannya. Meski sudah tidak lagi percaya dan melakukan ritual ibadah, hanya tersisa sedikit sekali pertanyaan
dalam diri Sony yang belum terjawab, yaitu apakah benar percaya pada Tuhan dan agama sebenarnya adalah pilihan yang bijaksana karena tidak membawa kerugian
meskipun nantinya ternyata Tuhan tidak ada. Selain itu, ia juga belum menemukan jawaban tepat mengenai siapakah penggerak pertama di dunia ini, ia
tidak ingin mempercayai bahwa Tuhanlah yang melakukannya karena belum ada bukti nyata yang mendukung pernyataan tersebut.
Barulah saat berada di tingkat akhir SMA, Sony mulai mengenal internet. Dari situ, ia mulai mencari jawaban atas pertanyaan yang masih tersisa dalam
dirinya. Ia banyak membuka situs yang membahas mengenai kesalahan berpikir umat beragama. Hasilnya ialah, ia menemukan bahwa pendapat mengenai bahwa
Universitas Sumatera Utara
beragama adalah pilihan yang bijaksana, dikenal dengan istilah Pascal‟s Wager yang memang mengungkapkan bahwa jika Tuhan sebenarnya tidak ada, percaya
pada agama juga tidak akan menimbulkan kerugikan apapun. Namun, Sony menemukan pendapat yang menyanggah pernyataan Pascal‟s Wager. Pendapat
sanggahan tersebut menyatakan bahwa pernyataan Pascal‟s Wager hanya berlaku jika hanya ada satu konsep Tuhan di dunia ini, namun nyatanya, terdapat banyak
seali konsep mengenai Tuhan, mulai dari Monoteisme hingga Politeisme. Hal ini membuat Sony berpikir, jika seseorang percaya pada Dewa Brahmana, namun
ternyata yang benar adalah ajaran Yesus, berarti orang yang percaya pada Dewa Brahmana akan masuk dalam neraka. Kalaupun ia memilih agama Kristiani, di
dalamnya juga terbagi lagi menjadi berbagai macam aliran yang tentu sama-sama merasa benar. Hal ini lah yang mempengaruhi Sony untuk benar-benar keluar dari
agama karena menurutnya pendapat sanggahan Pascal‟s Wager lah yang masuk akal, bila Tuhan yang benar itu hanya menyelamatkan satu pemeluk agama saja
tanpa mempertimbangkan kebaikan yang telah dilakukan dilakukan semua umat, maka bagi Sony, Tuhan adalah sosok yang egois yang hanya ingin disembah.
“…seolah-olah asumsi yang ada itu, pilihannya ada dua, percaya atau ga percaya. Trus, padahal, kenyataannya, pilihan itu ada
banyak..ada..karena …ada banyak agama di dunia ini dan memang
ga mungkin semua dewa itu benar, pasti salah satu. Kalo kita percaya tapi percayanya sama Dewa Brahma,kita tetap diitung ga
percaya sama Yesus, misalnya gitu. Sekarang kalo kita milih percaya pun, percaya yang mana? Setelah kita udah percaya,
katakanlah kita memilih agama yang benar, Kristen yang benar, tapi Kristen masih banyak sektenya dan itu memang jelas-jelas
bilang yang lain itu salah, ya kan?.. Kekmana kalo yang benar itu ternyata agama jaman dulu yang udah punah? Berarti semua orang
masuk neraka?
” ” W2S21b.2016-2049.
Universitas Sumatera Utara
“Itulah, baru abis itu, katakanlah kita benar-benar bisa menebak semuanya dengan pas kali kita dapat yang satu itu yang benar di
antara ribuan itu, tapi kemungkinannya kecil kali, katakanlah kita benar menebaknya, habistu apa Tuhan tu ga tahu bahwa kita tu
percaya hanya biar untuk ga masuk neraka aja? Kok..apa kali..segitu pengennya Dia disembah sampe orang..percaya ajalah
biar ga masuk neraka, itu pun diterimaNya? Pasti Dia tah kan..ini..kau percaya ga betul-betul karena percaya kau kan, kau
percaya karena bertaruh atau kalau Dia ga tahu berarti dia bodoh, kalo dia bodoh, apa Dia layak disembah? Dan Tuhan yang
memasukkan orang ke neraka hanya karena salah milih yang mana yang mau dipercayai, itu Tuhan macam apa? Tuhan kejam macam
apa? Perlukah itu kita sembah?
” ” W2S21b.2049-2081.
Sony juga mempertanyakan penyebab pertama eksistensi dunia, yang dikenal oleh istilah prime mover yang disampaikan oleh Thomas Aquinas yang
menyatakan bahwa Tuhan lah awal dari dunia ini. Hal tersebut juga ternyata memiliki pendapat sanggahan yang juga semakin mempengaruhi Sony untuk
semakin percaya diri agar benar-benar lepas dari agama. Bagi Sony, tidak masuk akal untuk memasukkan Tuhan sebagai alasan untuk mengisi gap lubang waktu
yang tidak diketahui kejadian pastinya dengan alasan bahwa memang Tuhanlah awal dari dunia ini, misalnya, anak-anak lahir dari orangtua, orangtua lahir dari
kakek dan nenek, kakek dan nenek lahir dari nenek moyang dan seterusnyaa. Kesulitan untuk menjawab siapa generasi-generasi yang jauh sebelumnya,
membuat orang beragama yakin bahwa meskipun tidak diketahui siapa generas- generasi tersebut, yang terpenting, awal dari itu semua adalah Tuhan. Hal ini lah
yang tidak masuk akal bagi Sony. “Yang masalahnya, kok Tuhan? Katakanlah, logikanya itu benar
semua ada sebabnya, baru sebabnya itu ada sebabnya sampe kita kalo kita telusuri ke ujungnya maka ada sebab yang pertama, sebab
yang pertama itu kita ga tahu apa. Itu kan, kita ga tahu apa yang menyebakan pertama itu, kenapa lompat ke jawaban Tuhan?
Universitas Sumatera Utara
Seolah-olah dia insert anything untuk mengisi lobang ini. Nah, itu lompatan logika yang jauh kali tu..apa namanya, karena kita ga
tahu apa yang menyebabkan pertama kali, maka itu adalah Tuhan, apa yang kita ga tahu, dimana kita mentoknya, masukkan disistu
Tuhan, itu ga masuk akal” W2S21b.2158-2179.
Sony menemukan bahwa argumen-argumen yang selama ini ia anggap kuat, ternyata juga memiliki kesalahan-kesalahan logika, seperti Tuhan adalah
awal dan percaya pada agama adalah pertaruhan yang bijaksana, seperti yang sudah dipaparkana sebelumnya. Sony pun semakin mantap untuk lepas dari
agama. Sony mengaku bahwa keputusannya keluar dari agama banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikirannya sendiri melalui rasionalisasi serta
membaca buku dan forum internet mengenai sains dan kesalahan agama. ” iya..rasionalisasi sendiri. Makanya kalo kubilang, kalo ditanya
yang mana yang mempengaruhi, buku atau apa paling buku theory of everything aja. Itu ga ada bahas Ateis memang, tapi sains jadi
membuka pikiran ohh ternyata kayak gini alam itu sebenarnya
…” W3S21b.3223-3234.
“ Pasti ada lah faktor eskternalnya, tapi memang itu namanya pencerahan pribadi. Ga ada itu dari siapa kau tahu? Darimana kau
baca ini? Ga ada itu. Setelah baca Ateis baru tau kalo aku itu
Ateis”W3S22b.3177-3183.
Sony yang akhirnya memutuskan untuk tidak percaya, sudah tidak lagi melakukan ritual agama apapun. Ia merasa biasa saja ketika tidak beribadah
karena memang imannya sudah terkikis seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Sony tidak ingin pindah ke agama lain karena baginya semua agama
saja sama-sama menganggap yang paling benar, lagipula ia sudah kehilangan kepercayaan akan keberadaan Tuhan. Selain itu, baginya ajaran agama lain juga
tidak masuk akal, seperti konsep Trinitas pada umat Kristiani yang telah
Universitas Sumatera Utara
diceritakan sebelumnya. Bagi Sony, yang benar dan memiliki bukti lah yang seharusnya dipercayai, sementara agama seolah-olah mengajarkan apa yang
mereka percayai, itulah yang benar. “Mau balek lagi pun ga bisa. Kalo berganti agama atau
memutuskan untu masuk agama mungkin gampang, tapi kalo percaya lagi kekmana caranya? Setelah udah tahu dan percaya lagi?
Kepercayaan kan ga kayak saklar lampu hidup mati bisa.” W1S22b.868-877.
“…jadi namanya udah ga percaya itu ya ga percaya, konsekuensi dari pemikiran logis selama ini. Ya jadi kalo selama ini kan selalau
pengen mempercayai sebanyak mungkin yang benar dan membuang sebanyak mungkin yang tidak benar, jadi caranya itu ya
dengan melihat bukti baru menggunakan logika. Kayak gitu. Jadi ujung-ujungnya jadi Ateis, bukan milih Ateis tapi Ateis itu
konsekuensi pola pikir kayak gitu. Jadi waktu dihadapkan dengan hal-halyang sama absurdnya macam reinkarnasi, apa itu surga
n
eraka ya sama aja pasti nolaklah” W2S22b.1673-1692. “Setelah kita udah percaya, katakanlah kita memilih agama yang
benar, Kristen yang benar, tapi Kristen masih banyak sektenya dan itu memang jelas-jelas bilang yang lain itu salah, ya kan? Di
beberapa gereja kan dibilang kalo mereka jalan yang benar kan, yang lain itu udah sesat, jadi kalo kita ma
suk situ pun harus „tebak‟ lagi yang mana yang benar. Kekmana kalo yang benar itu ternyata
agama jaman dulu yang udah punah? Berarti semua orang masuk neraka?
” W2S22b.2033-2049.
Sony memang tidak lagi percaya pada agama, namun ia tidak menganggap bahwa pemeluk agama adalah bodoh. Baginya, kepercayaan tersebut-lah yang
merupakan pembodohan yang dilakukan sedari kanak-kanak karena kemampuan berpikir abstrak yang belum berkembang.
2.1.7 Gambaran Makna Hidup Sony