Latar Belakang Kehidupan Sony

mengawali wawancara dengan menanyakan topik ringan seputar musik dan kehidupan perkuliahan. Dalam menjawab pertanyaan, responden cukup lugas dan mempertahan kontak mata dengan peneliti. Sesekali ia menggerakkan kepalanya ke arah atas sambil mengingat kejadian masa lalunya. Responden tidak terlalau ekspresif dalam bercerita, hanya sesekali ia tersenyum saat menceritakan keinginanya untuk tetap berada di dunia Psikologi. Dalam bercerita, volume suara responden juga cukup tinggi meski ada suara musik di ruangan, hal ini membuat peneliti tidak terganggu untuk memahami apa yang dibicarakan oleh respinden meskipun terdengar suara musik.

2.1.5 Latar Belakang Kehidupan Sony

Sony adalah anak pertama dari dua bersaudara yang berasal dari keluarga ekonomi menengah. Sekarang ini, Sony tinggal bersama ibunya di Medan sementara adik perempuannya berada di Bali karena sedang berkuliah disana. Pada usia sekitar lima tahun, ayah Sony dan ibunya memutuskan untuk berpisah sehingga ia serta adiknya pindah bersama ibunya ke Medan, sementara ayahnya tetap tinggal di Semarang. Pada waktu itu, Sony memang mengetahui bahwa orangtuanya telah memutuskan untuk bercerai, namun ia tidak bisa melakukan apa-apa karena usianya masih sangat dini. Sony mengaku bahwa dulu ia cukup dekat dengan ayahnya, ia kerap kali tidak mau ditinggal bila ayahnya pergi bekerja hingga ayahnya harus mencari cara agar dapat pergi bekerja, yaitu dengan mengajak Sony berjalan-jalan di sekitar rumah, lalu kemudian diam-diam pergi bekerja. Meski demikian, ketika ia pindah Universitas Sumatera Utara ke Medan, ia mengaku jarang berkomunikasi dengan ayahnya, bahkan terakhir berkomunikasi adalah sekitar setahun atau dua tahun yang lalu, ia enggan berkomunikasi karena tidak merasa rindu pada ayahnya tersebut sebab ia sudah terbiasa hidup tanpa kehadiran ayahnya. Sejak pindah ke Medan, ia juga tidak pernah lagi menginjakkan kaki ke kota Semarang. Sebelum menikah dengan ayah Sony, ibu Sony adalah seorang pemeluk agama Katolik, namun karena ingin menikah dengan ayah Sony, ia pun memutuskan untuk menjadi mualaf. Ibu Sony mengikuti pesantren selama sekitar satu tahun di kota Kajen untu mempelajari agama Islam sebelum ia menikah. Sony mengatakan bahwa ibunya rajin dalam melakukan kewajiban beragama. Meski demikian, menurut Sony, ibunya masih kurang mengetahui secara dalam tentang agama Islam, melainkan hanya sebatas percaya saja. Sony berpikiran seperti itu karena dulu ibunya pernah mengizinkan keinginan adik Sony yang selama SD memakai jilbab,untuk melepas jilbab saat masuk SMP kelak. Menurut Sony pada saat itu, hal tersebut tidak baik karena aurat wanita harus ditutupi, sesuai dengan ajaran Islam sehingga ia bingung mengapa ibunya memberi izin. Di Medan, ibu Sony sempat mengikuti pengajian di sekitar lingkungan mereka, namun karena ibunya membuka kedai kopi yang terletak cukup jauh dari tempat tinggal mereka, ia sudah hampir tidak pernah lagi mengikuti pengajian tesebut karena selalu berada di kedai kopi dari pagi hingga malam hari. Ketika pindah ke Medan, pengetahuan mengenai hal keagamaan didapat Sony melalui sekolah, buku cerita religi anak-anak serta ibunya. Ibunya selalu menyuruh anak-anaknya untuk rutin melakukan sholat lima waktu, namun ibunya Universitas Sumatera Utara tidak pernah memberikan hukuman fisik apabila anak-anaknya tidak melaksanakan sholat, hanya mengingati pentingnya melakukan ritual keagamaan. Untuk urusan mengaji ataupun menulis tulisan Arab, ia mengaku tidak memiliki hambatan dalam melakukan hal tersebut, meskipun tidak pernah mengikuti les mengaji. Sony juga pernah membaca buku religi anak-anak yang menceritakan hukuman neraka yang menyeramkan yaitu, orang berdosa ditusuk dari mulut hingga dubur, lalu disiram dengan lahar panas hingga kulit kepalanya meleleh, lalu disembuhkan, lalu disiksa lagi hingga selama-lamanya. Buku tersebut menyajikan gambar hukuman yang bagi Sony pada saat itu, sangatlah menyeramkan sehingga ia sangat takut untuk masuk neraka dan ia pun sebisa mungkin melakukan ajaran agama agar terhindar dari neraka tersebut. Sony mengaku sedari kecil cukup dekat dengan ibunya. Ia merasa nyaman ketika berada di dekat ibunya. Meskipun demikian, sewaktu awal remaja, hubungan Sony dengan ibunya sedikit renggang karena ia sering melakukan kenakalan di sekolah yang membuat ibunya kerap memarahinya. Seiring waktu, hubungan tesebut pun kembali membaik karena Sony sudah lebih dapat berbuat dan bertindak secara dewasa. Meski sekarang ini Sony lebih sering seorang diri di rumah karena ibunya pergi bekerja, ia mengaku tetap merasakan kedekatan emosional yang baik dengan ibunya. Sementara itu, hubungan Sony dan adiknya cukup dekat. Sedari kecil, mereka sering bermain dan mengobrol bersama. Bahkan, meskipun kini adiknya kuliah di kota Bali, mereka masih sering berkomunikasi via telepon untuk berbagi kisah mengenai keseharian mereka. Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Peralihan Sony dari Teis Menjadi Ateis