melakukan hal tersebut. Anto sering kali tidak mengindahkan teguran tersebut karena ia tidak suka ketika ibunya berkali-kali membicarakan atau menyuruhnya
melakukan sesuatu, ia lebih suka diberitahu cukup sekali saja. Meski demikian, semakin Anto beranjak dewasa, ibunya tidak lagi memberi hukuman secara fisik,
melainkan hanya peringatan verbal mengenai pentingnya melakukan kewajiban agamanya. Sementara itu, ayah Anto tidak memberikan hukuman apapun ketika
Anto tidak melakukan kewajiban agamanya, walaupun ayahnya sering memberi tahu bahwa sholat merupakan hal yang penting.
Hubungan antara Anto dan orangtuanya berjalan cukup baik meskipun ia merasa tidak terlalu dekat dengan mereka, bahkan, terakhir keluarga Anto liburan
bersama sudah sangat lama sekali, yakni saat Anto berada di bangku Sekolah Menengah Pertama. Rasa hormat Anto pada orangtuanya ia tunjukkan dengan
sebisa mungkin menuruti keinginan orangtuanya, yang minta ditemani ke suatu acara ataupun ketika membutuhkan bantuan fisik dari dirinya. Anto juga mengaku
tidak terlalu dekat dengan abang dan kakaknya, mereka hanya berkomunikasi seperlunya saja, misalnya bila ingin meminjam atau menitip barang tertentu.
“Iya sama aja kurasa, ga terlalu beda yang dulu dan sekarang. Ya masih kayak hubungan anak dan orangtua. Kalo dibilang deket,
deketnya ini kekmana ya… apa ya..ya biasa aja kalo kubilang, ga terlalu dekat, ga terlalu jauh juga ya yang pasti enggak kayak anak
cewek sama bos ceweknya yang dekat kali” W5S1K.Sebb.1953-
1963.
1.1.6. Peralihan Anto dari Teis Menjadi Ateis
Sewaktu masih menganut agama, Anto percaya bahwa hidup akan bermakna ketika telah melakukan perintah Tuhan berdasarkan Al Quran. Pada
Universitas Sumatera Utara
saat itu, ia takut dengan konsep dosa hingga kematian. Bagi Anto, kematian adalah hal yang sangat menyeramkan dan agama memberikan jawaban mengenai
hal tersebut melalui konsep surga dan neraka sesuai ajarannya.
“…Dulu ngeliat mati..kematian, itu kayaknya, apa ya, itu sesuatu yang gelap loh, seram. Di dunia ini, siapa sih yang gak takut mati?
Kayak..apa ya..di balik mati itu apa ya kayaknya seram kali. Dan, konsep surga dan neraka yang dikasih agama itu memberi jawaban
pada saat itu. Oh..masih bisa ketemu kok..masih bisa hidup kok..masih bisa yang namanya ada kenikmatan, apa segala
macam..” W4S1K.Sebb.207-213.
Pada waktu kanak-kanak, Anto cukup rajin dalam menjalankan sholat, meski terkadang tidak melakukannya karena bermain ataupun tidur, namun,
intensitas sholatnya cukup tinggi. Anto melakukan ibadah karena ia melihat orangtuanya juga melakukan hal tersebut, sehingga ia menganggap hal tersebut
adalah suatu kewajiban. Anto juga rajin melakukan ibadah karena ia takut dengan ganjaran yang didapatkannya bila tidak melakukan hal tersebut. Pengetahuan
mengenai ganjaran tersebut, selain didapatkan dari orangtuanya, juga didapatkan dari sebuah buku cerita keagamaan untuk anak-anak. Dalam buku tersebut,
digambarkan orang yang terkena hukuman di neraka sangat menyeramkan dengan bercak darah bertebaran dimana-mana. Bagi Anto pada saat itu, hal tersebut begitu
menakutkan sehingga ia sebisa mungkin melakukan ibadah agar terhindar dari ganjaran tersebut. Meski taat menjalankan ibadahnya, kemampuan Anto dalam
mengaji, menghafal doa hingga menulis tulisan Arab masih di bawah kemampuan rata-rata anak-anak lain pada umumnya. Hal tersebut membuatnya sedih, seperti
yang terungkap dalam kutipan wawancara berikut ini,
Universitas Sumatera Utara
“Ih.bodoh kali aku lah..sedihlah, sedih aku ga bisa apa ya..aku liatnya dulu keren orang yang bisa nulisnya, lancar nulisnya.
Giliran awak, lama kali nulisnya, orangtu seet.seet..cepat.” W6S1K.sebb.2171-2177.
“Itulah..kayak biasa lah..ya kubuat aja apa yang selama ini aku lakukan, ga meningkat emang, gitu-gitu terus. Sampe sekarang itu
kalo nulis tulisan Arab.. lama gitu, umpama kalo si Riki nulis bismillahirrahmanirrahim. Dulu kan sebenarnya, paling umum itu,
orang-orang bisa dibuatnya waktu ujian gitu, ga pande aku
buatnya” W6S1K.seb2180-2192. Anto menganggap bahwa Tuhan adalah sosok serba “Maha”, mulai dari
Maha Kuasa, Maha Pengampun, dan 97 “Maha” lainnya, seperti apa yang telah ditanamkan padanya sedari kecil oleh orangtuanya. Bagi Anto, hidup harus
dijalani seturut perintahNya untuk mempersiapkan akhir kehidupan agar bisa masuk ke dalam surga. Ia percaya bahwa Tuhan-lah yang membuat dirinya berada
di dunia ini. Ia juga percaya bahwa doa memiliki andil dalam penyelesaian masalah yang dimiliki, sehingga bila merasa memerlukan sesuatu, ia akan berdoa.
Biasanya, topik doa yang dipanjatkan Anto adalah mengenai kesehatan, meminta kemampuan saat ujian, bahkan bila menginginkan mainan tertentu. Bila merasa
sedih, ia akan berdoa pada Tuhan namun, bila mendapat kesenangan, ia jarang mengungkapkan rasa syukurnya pada Tuhan, meski tetap menjalankan sholatnya.
Pemahaman Anto mengenai Tuhan sewaktu itu terungkap dalam kutipan wawancara berikut,
“Sosok yang luar biasa lah..besar…sembilan puluh sembilan nama itu
maha penyayang,
maha pengampun..sosok
yang penguasa..itulah dari dulu.” W6S1K.seb2196-2200.
“Waktu tu kayaknya kalo setiap ada masalah.. tiap ada yang ngebantu masalah aku..aku rasa itu karna aku tadi doa, yang bantu
nyelesaikan itu karna tadi aku doa.” W6S1K.seb3301-3306.
Universitas Sumatera Utara
Selain mempercayai bahwa segala perbuatan manusia akan dibalas Tuhan di hari akhir nanti, Anto juga percaya akan khasiat-khasiat yang ada dalam agama
Islam, seperti misalnya, sholat dapat berguna untuk menambah kesehatan hingga meng-amin-kan doa dapat membuat wajah berseri dan banyak hal lainnya. Semua
itu ia lakukan untuk menambah amalnya di hari akhir nanti. Pernah juga, saat malam lailatul qadar di bulan puasa, yang ia juga tidak tahu tepatnya kapan
malam itu terjadi, Anto merasakan nuansa puasa yang sangat Islami. Entah bagaimana, ia merasakan ada aura yang membuat dirinya terkagum-kagum akan
nuansa malam yang hangat, aman dan melindungi, seakan-akan kuasa roh jahat memang sedang dikurung dan para malaikat turun ke dunia untuk melingkupi
manusia. “Kayak hari hari puasa itu, malam lailatul qadar, walopun kita ga
tau kapan malam terjadinya itu, tapi tiap malam kerasa kayak ada muncul aura aura yg bikin terkagum kagum awak. Ntah karna aku
di kota kecil kemarin ya, jadi kerasa kali nuansa Islami nya. Nuansa terkunci nya setan setan trus banyak malaikat keluar jadi tiap
malam kerasa aman, hangat, terlindungi
nuansa puasa.” W6S1K.Seb3510-3522.
Ketika Anto berada di bangku Sekolah Menengah Pertama, orangtuanya jarang berada di rumah karena sibuk mengurusi kepindahan mereka ke kota
Makasar. Hal tersebut membuatnya lebih leluasa untuk pergi ke luar dengan teman-temannya sehingga ia mulai jarang melakukan sholat karena menganggap
sholat mengurangi waktunya untuk bermain. Pernah juga ia membaca buku ibunya yang memuat dosa-dosa bila tidak melakukan ibadah. Ia membaca bahwa
Universitas Sumatera Utara
bila tidak sholat maghrib, dosanya sama dengan bersetubuh dengan orangtuanya sendiri. Hal ini membuatnya merasa tidak sanggup menebus dosanya karena ia
sudah sering tidak sholat, yang berarti dosanya sudah sangat banyak. Anto yang merasa dosanya tidak dapat ditebus lagi, membuatnya kehilangan esensi sholat
karena menganggap bahwa meskipun sholat, dosanya tetap sulit untuk ditebus sehingga ia mulai malas untuk melakukannya
“…apa dosanya..aku baca dosanya ga sholat maghrib sama dengan bersetubuh dengan orangtua sediri…maaak..udah berapa kali aku
ga sholat maghrib ini, udah besar kali dosaku.. bikin malas jadinya. Aahhh udahlah..kayak gini..yang penting aku sholat ajalah…jadi
berkurang karna liat besar kali tu..besar kali rasanya ga tekejar ini, jadi sholatnya yaudah sholat aja,,sholat biasa aja..udah ga tekejar
lagi ini ihh udah banyak kali, jadi kurang. Jadi, kalopun telanggar sholatnya, apa bedanya sama yang kemarin yang aku lakuin, karna
besar kali, besar kali ni bikin males.” W6S1K.seb2430-2450.
Anto memang tidak melakukan sholat sesering dulu, namun ia tetap mempercayai dan tidak mempertanyakan kebenaran agamanya. Pernah suatu
waktu, ia sedang memikirkan berbagai suku bangsa yang ada di dunia, lalu ia mempertanyakan bagaimana suku bangsa tersebut bisa sangat beragam mulai dari
ras kulit putih hingga kulit hitam, padahal nenek moyang manusia hanyalah satu, yaitu Adam dan Hawa. Menyadari ia mulai mempertanyakan, serta merta ia
langsung mengambil Al Quran dan menepukkannya ke kepala, hidung dan tangannya sebagai wujud permintaan maaf karena telah memiliki pikiran seperti
itu. Ia juga langsung beranggapan bahwa pikiran tersebut berasal dari bisikan setan, bukan dirinya. Ia pun tidak berani untuk mencari lebih lanjut lagi jawaban
atas pertanyaannya tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Anto percaya bahwa dalam kehidupan ini, manusia tentu akan mendapat pertolongan dari Tuhan. Salah satu hal yang dialami Anto ialah ketika ia dan
keluarganya akan pindah ke kota Medan, di saat yang bersamaan, mereka sedang membutuhkan uang untuk biaya kuliah kakaknya, sementara rumah belum laku
terjual. Namun, ketika hari kepindahan sudah sangat dekat, tiba-tiba saja ada orang yang membeli rumah mereka tersebut, hal ini membuat Anto percaya
bahwa Tuhan yang menolong dan untuk itu ia pun bersyukur. Saat hendak pindah ke Medan, Anto mengalami masalah yang sangat
pribadi yang bahkan tidak mau dituturkannya. Ia pun berdoa pada Tuhan mengenai masalah yang dihadapinya. Selesai berdoa, ia mencoba menenangkan
diri dengan menganggap bahwa mungkin itu adalah ujian dari Tuhan untuk menguji sejauh apa Anto percaya pada Tuhan. Anto berusaha untuk meyakinkan
dirinya bahwa di balik setiap masalah, ada maksud Tuhan. Ia mengaku melakukan hal tersebut agar ia tidak kecewa pada Tuhan, selain itu juga masih
memiliki rasa takut akan azab bila tidak mempertahankan Tuhan dalam hidupnya “…Ku coba buat hubungannya ku coba buat pengaruhnya, ku coba
tetap pertahankan yg namanya Tuhan di diriku karna rasa takut akan azab Nya, ku coba tetap yakinkan kalo ini semua ada
maksudnya, ku buat aku berpikir aku melakukan ini bukan karena aku kecewa pada Tuhan tapi karena ingin paham tentang dunia dan
akhirat nanti agar aku paling gak tenang untuk saat itu
” W6S1K.seb2796-2805.
Anto yang berada di usia remaja, yaitu di ketika berada di bangku Sekolah Menengah Atas, sudah lebih dapat berpikir secara kompleks. Ia mulai
memperhatikan isu-isu sosial yang terjadi di dunia melalui pemberitaan di media massa, misalnya saja peperangan yang terjadi di dunia. Ia bingung atas sesama
Universitas Sumatera Utara
umat beragama yang melakukan peperangan padahal agama mengajarkan untuk tidak menyakiti sesama. Ia juga heran melihat tindakan sebuah organisasi agama
yang melakukan tindakan anarkis yang merugikan sesama. Selain itu, Anto juga bingung mengenai pernyataan agamanya, yang menurutnya menyatakan bahwa
agama lain adalah kafir, sementara ia memiliki teman-teman baik yang bukan beragama Islam. Awalnya Anto berusaha mengabaikan berbagai pertanyaan
tersebut, ia menganggap mungkin ia hanya sedang digoda oleh roh jahat saja, namun semakin lama pertanyaan-pertanyaan itu muncul dalam dirinya hingga ia
merasa tidak nyaman. Didorong oleh rasa penasarannya, ia pun bertanya pada beberapa ustadz mengenai hal tersebut. Jawaban para ustadz adalah memang hal
mengenai Tuhan tidak perlu dipertanyakan dan sebaiknya diimani saja. Jawaban tersebut ternyata tidak memuaskan hati Anto, malah semakin membuat dirinya
bertanya sehingga ia pun ingin mencari tahu lebih lanjut lagi. Sebenarnya, Anto merasa bersalah telah mempertanyakan agama, namun ia tidak dapat
membendung keinginanya untuk mencari jawaban atas pertanyaannya sehingga ia memutuskan untuk mencarinya dengan usaha sendiri. Ketika sedang menjelajahi
dunia maya, ia membaca pertanyaan-pertanyaan sentilan mengenai Tuhan yang mempertanyakan kemampuan Tuhan untuk menciptakan sesuatu yang lebih hebat
dari diri-Nya. Hal tersebut, membuat pikiran Anto tertantang untuk menemukan jawabannya. Itulah yang mendorong keraguan Anto terhadap agama.
Untuk mencari jawaban atas kebingungannya, Anto banyak membaca buku mengenai argumen atas keberadaan Tuhan seperti buku The God Delusion,
yang ditulis oleh Richard Dawkins serta buku-buku karangan Seth Andrew dan
Universitas Sumatera Utara
Mehta, ketiganya merupakan penganut Ateisme. Anto juga mulai sering membaca forum-forum yang membahas seputar agama hingga Ateis di internet. Ia kagum
dengan pola pikir beberapa Ateis yang mampu melihat suatu masalah lebih dari satu sudut pandang yang berbeda, misalnya saja mengenai masalah sosial LGBT
yang dilarang oleh agama, mereka memandang hal tersebut bukanlah hal negatif karena merupakan kebebasan seseorang untuk mencintai siapa saja. Ia juga kagum
dengan salah satu vokalis band ternama, yaitu Muse, yang meskipun adalah Ateis, namun bisa meraih kesuksesan dalam hidupnya. Bacaan-bacaan tersebut
mempengaruhi dirinya karena membuatnya tertantang untuk berpikir dan membuktikan mana yang benar.
“Mungkin karna masuk akal..atau bikin tertantang pikirannya gitu. bikin merasa..coba pikirkan ini, coba selesaikan pendapat ini. Coba
lawan pendapat ini, argumentasikan dan itu masuk akal..aku liatnya iya..iya juga ya.. pertama itu mulai dari iya juga ya baru coba apa
ya..mulai coba baca-baca yang lain lagi untuk mastikan ini gak.. ga bullshit gitu, ga bohong-bohongan, ga main-
mainan tentang ini” W6S1K.seb2980-2994.
Di tengah kebingungan atas kebenaran agama, ia mencoba mencocokkan apa yang selama ini ia ketahui dari agama dan apa yang ia baca dari internet
mengenai sains yang memiliki bukti nyata mengenai keberadaan suatu hal serta sejarah dunia yang diceritakan oleh para sejarahwan. Ia membandingkan lini
waktu yang diungkapkan oleh agama maupun ahli sejarah, misalnya saja mengenai sejarah peradaban yang terjadi menurut kitab suci dan ahli sejarah,
yaitu, dalam agama Kristen misalnya, diceritakan bahwa Yesus naik ke surga setelah kematian-Nya, namun ternyata konsep yang sama juga dimiliki oleh
peradaban Mesir, yaitu Dewa Horus yang mati lalu bangkit ke surga, bahkan
Universitas Sumatera Utara
kejadian tersebut jauh lebih dulu terjadi, yakni sekitar 5000 tahun sebelum kejadian Yesus. Selain itu Anto juga menemukan perbedaan usia Bumi, Alkitab
menyatakan usia Bumi adalah 6000 tahun, sementara sains yang ia baca menyatakan sekitar 13 milyar tahun. Akhirnya, ia memutuskan untuk lebih yakin
terhadap kebenaran yang diungkapkan oleh arkeolog, sejarahwan maupun sains karena memiliki bukti nyata yang menggunakan metode yang dapat berubah
mengikuti perkembangan zaman sedangkan agama bersifat statis yang tidak bisa dirubah lagi dan tidak memiliki bukti nyata.
“Ada yang bilangkan umur bumi 100 milyar taun lalu tapi kalo kau nemukan bukti yang bilangkan, enggak loh, tapi batu ini lebih tua
lagi daripada itu, kau bisa lawan argumen itu.sedangkan di agama enggak, di agama apa yang dibilang agama itu yaudah..terusss..aja
ga bisa di apa-
apain. Aku mikirnya kok ga adil, kok ga apa ya…ga se-wah waktu aku kecil liat agama ini jadinya. Aku ngeliatnya
jadi..ya bukankah lebih bagus kalo umpama metode sains itu dipake juga di agama karna bisa kok dicari tahu sebenarnya karna
rasa penasaran manusia” W6S1K.seb3026-3044.
Anto yang mempercayai sains dan sejarah, enggan untuk keluar dari agama karena masih takut dengan kematian dan baginya agama masih
memberikan jawaban mengenai kehidupan setelah kematian, yaitu surga dan neraka, selain itu, ia juga masih menghormati Tuhan. Bahkan, ia pernah mencoba
sehari saja untuk tidak berpuasa, namun ia merasa tidak enak dan merasa telah melanggar imannya. Ia juga tertahan karena rasa hormatnya pada orangtuanya
yang selama ini telah mendidik ajaran agama. Anto memang berusaha sebisa mungkin tetap menganggap bahwa apapun
yang terjadi adalah kehendak Tuhan dan masalah dalam hidupnya adalah cara Tuhan untuk menguji imannya. Meski demikian, masih tetap ada rasa penasaran
Universitas Sumatera Utara
dan keraguan atas kebenaran agama seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Ketika rasa penasaran dan ragu tersebut muncul kembali, Anto mengingat lagi
berbagai masalah dalam hidupnya, mulai dari yang sangat pribadi yang enggan untuk ia utarakan hingga kesalahpahaman yang terjadi dengan temannya dan
sebagainya. Hal tersebut membuatnya memikirkan hubungan berbagai masalah tersebut dengan agama. Dari hasil pemikirannya, timbul rasa kecewa dalam
dirinya karena ia merasa tidak mendapatkan apa yang seharusnya diperoleh sebagai umat beragama yang telah menjalankan kewajbannya, bahwa agama
berpengaruh dalam penyelesaian masalah yang dihadapinya. Anto merasa sia-sia melakukan kewajiban agamanya yang ternyata tidak memberi efek apapun dalam
penyelesaian masalahnya. “Ada…rasa kecewa mungkin ya…aku bingung, ini rasa kecewa
atau enggak kemarin itu. Ntah kecewa ntah marah ntah aku kesal ntah karna 3 tu bercampur, aku jadi berpikir langsung blank gitu.
Langsung berpikir, cobalah pikir baik-baik dulu, mulai dari awal dulu pikirnya. Aku jadi mengurutkan dulu apa yang dibilang
agama, apa yang masalah agama, apa masalah pribadi, apa masalah tugas dengan orang lain, masalah tugas sendiri, masalah lain trus
apa kata agama menurut masalah-masalah itu. Itulah aku jadi mengurutkannya pelan-pelan kan sama apa kata agama, agama tu
seperti apa.”W6S1K.seb2744-2768. “Gini..aku pertama mikir..agama ikut bermain peran untuk
menghilangkan masalah-masalahku yang mana ending-nya ga kayak gitu, itu akan tetap selalu ada. Jadi, ntah aku marah ntah aku
kesal sama ga munculnya itu dan aku berpikir ini cuma bikin-bikin aja, lama-lama aku jadi menenangkan diri, cobalah, biarlah dulu
yang namanya marah ini ngambil..take over badan aku ampe dia puas. Baru, cobalah..okelah kita mulai dari awal, kupikir apa-apa
aja yang ada. Tapi waktu itu aku cuma mengurutkan aja.. W6S1K.seb2770-2792.
Universitas Sumatera Utara
Keraguan Anto pun semakin bertambah. Selain lebih mempercayai sains dan sejarah, ia juga merasa bahwa tidak ada efek yang diberikan agama dalam
penyelesaian masalah yang dihadapinya. Hal ini menyebabkan ia tidak mempercayai konsep Tuhan dalam agama yang menurutnya seharusnya
berperan dalam penyelesaian masalah hidupnya. Meski demikian, Anto masih takut untuk melepaskan konsep Tuhan dalam dirinya karena ia masih
terpengaruh dengan konsep neraka sehingga ia pun mendefinisikan ulang Tuhan dengan versinya sendiri yang berbeda dengan konsep Tuhan dalam agama.
Baginya, biarpun tidak ada Tuhan seperti yang ada dalam agama manapun, tetapi pasti ada suatu entitas tertinggi yang menyebabkan ia hadir dunia ini, tepat
di planet Bumi. “Tuhan” yang ia anggap ini, lebih besar dari Tuhan yang ia pahami dari agama selama ini. Anto menganggap bahwa Tuhan merupakan alam
itu sendiri, tanpa campur tangan agama. “Mungkin aku ga percaya mulanya agama itu, ga percaya sama
orang-orangnya, sistemnya..tapi aku percaya sama Tuhannya. Ya itu tadi Tuhan yang lebih besar itu” W6S1K.seb3056-3051.
“Sama kayak dunia ini kupikir, ga mungkinlah tata surya yang bisa sempurna urutannya, kita tepat berada di bawah posisi yang tepat,
dilindungi sama planet besar maupun planet kecil yang berhubungan yang enggak bikin kita terlalu dingin dari matahari
dan ga terlalu panas. Aku mikirnya, paling ga adalah entitas yang besar yang mungkin ga bisa dipahami sama Tuhan Islam ini yang
mengatur. Aku pikir kayak gitu. Mungkin Tuhan yang kuartikan Tuhan waktu doa itu, aku merasa lebih besar dari Tuhan yang di
agama itu W6S1K.seb2880-2900.
“Haa iya.. Tuhan itu universe, alam ini, tanpa ada campur tangan agama, aku mungkin mikir yang salah mungkin agama, bukan
Tuhannya, mungkin Tuhannya ada. Aku ngeliatnya gitu. W6S1K.seb3064-3071.
Universitas Sumatera Utara
Anto pun menjalani hari-harinya berdasarkan kepercay aan pada “Tuhan”
dengan definisi barunya. Ia menjadi sangat jarang beribadah, bahkan ia pernah hanya sekali sholat dalam satu minggu, yaitu pada hari Jumat saja. Ia juga mulai
berani beradu pendapat dengan teman-temannya, misalnya bahwa jalan hidup manusia bukan ditentukan oleh Tuhan, melainkan manusia itu sendiri.
Di tengah keraguannya yang begitu besar tersebut, ketika ia ingin mendapatkan sesuatu, ia akan kembali lagi berdoa pada Tuhan yang sesuai
dengan konsep agamanya, meskipun ia telah memiliki definisi baru tentang Tuhan. Sewaktu Ujian Nasional SMA, misalnya, ia sangat ingin lulus sehingga
ia pun memohon pada Tuhan agar ia lulus SMA. Ia memang merasa ragu atas kebenaran agama, namun ia beranggapan, jika Tuhan memang ada, maka Tuhan
akan mengabulkan keinginannya kali ini karena ia jarang memohon padaNya. Setelah ia berhasil lulus SMA, ia pun kembali ragu dan jarang memohon
kepada Tuhan. Selain iu, ketika ada ujian masuk perguruan tinggi, ia sangat ingin masuk ke fakultas tertentu, ia pun kembali memohon pada Tuhan agar ia
lulus di fakultas tesebut. Ketika ia akhirnya diterima di fakultas yang diidamkannya, ia memang merasa bersyukur, namun karena keraguannya, ia
merasa sebagian besar keberhasilannya berasal dari usahanya, yaitu 75 usaha sendiri dan 25 campur tangan Tuhan. Anto memang sudah mencari data
mengenai kebenaran agama dan mulai ragu, namun, ketika ia berada dalam situasi yang genting dan tidak berdaya sehingga memerlukan sosok seseorang
sebagai tempat bersandar, ia pun kembali memohon pada Tuhan. Anto mengakui bahwa ia menjalani siklus dalam kebimbangannya, yaitu ragu, lalu memohon
Universitas Sumatera Utara
ketika ada tekanan, setelah itu, ragu kembali, memohon lagi ketika ada masalah, begitu terus berulang-ulang.
“Iya, aku ragu, tapi disaat seperiti itu..itu tu ugh Ugh Kalo betulnya Tuhan itu mau bantu, bantulah aku, bantulah aku untuk
saat ini.. ini aku bener-bener pengen kali. Kayak gitu. Kalau mulai, ya saat itu udah ragu, aku udah mulai mencari data. Tapi saat itu,
masih ini loh, masih pengen juga ada yang, tolonglah
aku…tolonglah aku…, rasa helpless itu. Rasa pengen kali dibantu, soalnya mau darimana lagi kan, awak udah belajar mati-matian,
tapi kecuali nyampe yang sekarang” W5S11b.1322-1340. “Waktu lulus ..apa ya, rasa senang itu ya aku bilangnya
makasihlah..alhamdulilah aku bilang gitu tapi aku bingung, aku bilang makasih ama siapa. Aku dah minta ama Tuhan gini-gini tapi
aku mikir, yaudah makasih. Mungkin ini sifatnya manusia, maksudnya, kalo dia udah digencet, manusia itu udah ditekan, dia
bakal ngelakuin apa aja biar dia bisa keluar dari itu, baru nanti,
yaudah lepas, biasa lagi. Aku pikir kemaren ya aku bilang…tapi disitu aku..makasihnya bukan aku sholat tapi aku bilang, yaudah
makasih alhamdulilah.” W5S11b.1361-1378. “Lama juga si..lama tapi prosesnya tu muncul timbul muncul
timbul, gini kalo umpama aku ada masalah, aku doa, baru lama- lama ntah berapa hari, berapa minggu, aku mikir, bakal ada terus in,
ga guna doa ya udah aku usahalah. Aku udah mikir gitu, tapi nanti selanjut-selanjutnya, kalo ada masalah lagi, aku doa lagi, jadi kayak
siklus gitu.” W5S111682-1695.
Anto mengalami hal tersebut karena ia ingin lepas dari agama, namun ia belum berani untuk mengadopsi identitas Ateis. Hal itu dikarenakan rasa hormat
pada orangtuanya yang selama ini telah membesarkan dan mengajarinya tentang agama. Ia takut bila orangtuanya merasa telah gagal dalam mendidik anaknya.
“Oh takutnya udah mulai kurang, mulai ga ada pun kayaknya, takut akan azabnya..yang tersisa itu hormat aku sama orangtuaku.”
W6S1K.seb3093-3097. Kalo dulu masih ada, rasa bersalah pada orangtua, Tuhan dikit-
dikit. Lebih banyak ke orangtua karna orangtua pasti yang lebih
Universitas Sumatera Utara
banyak didik, mereka liatnya nanti…ihh kasian kali kalo anak..orangtua kan pasti mikir kalo anak ga sholat, masuk neraka,
nanti ga jumpa” W6S1K.seb3144-3153.
Anto juga belum ingin menjadi Ateis karena ia mengetahui steretotype negatif tentang Ateis, yaitu mereka adalah individu yang memuja setan,
hidupnya hampa dan kosong. Ia takut bila ia menjadi Ateis, ia akan berubah menjadi individu yang sesuai dengan pandangan tersebut. Anto takut akan
merasa hampa dan kosong bila ia menjadi Ateis. Anto terus mencari tahu mengenai agama dan pandangan Ateis melalui
artikel dan forum-forum di internet, kemudian ia kaitkan dengan logikanya. Bacaan-bacaan tersebut menyatakan bahwa agama menjadi kacamata kuda bagi
pemeluknya. Ia setuju dengan anggapan itu. Anto menganggap bahwa seharusnya individu bisa menilai suatu hal tanpa berdasarkan pandangan agama
saja, misalnya persoalan gay. Bagi Anto, kaum gay juga memiliki hak untuk melegalkan pernikahannya.
“Inilah ya baru-baru ini, pernikahan gay, kalo ..mungkin orang- orang beragama yang pikirannya terbuka, dia bilang pernikahan gay
itu boleh..aku mendukung tapi aku ga setuju, mungkin ada yang seperti itu, tapi gak semua orang yang open minded bisa ngeliat
seperti itu, karna ada juga, terlepas dari..apa ya..karna agamanya nahan dia untuk melihat satu pandangan lagi, mungkin di agama
bilangnya agama melarang ini, sedangkan bagi aku, yang namanya menikah, bagi gay itu mereka butuh diakuin pernikahannya, dalam
artian, dengan dilegalkannya pernikahannya, mereka mendapatkan hak-hak yang sama dengan yang lain. Mungkin kedengarannya
simple, tapi hak-hak pernikahan itu banyak di dalamnya, hak warisa
n, hak untuk mendapat jaminan hidup, kerja.” W4S1k.Atb.884-909.
Universitas Sumatera Utara
Semakin banyak mendapatkan informasi yang Anto kaitkan dengan logika, semakin ia tidak mempercayai ajaran agama yang selama ini ia anut serta
agama-agama lain. Baginya, setiap agama merasa yang paling benar sehingga ia juga tidak mempercayai pendapat
Pascal’s Wager yang menyatakan bahwa percaya pada Tuhan merupakan sebuah pertaruhan yang paling baik. Anto
berpikir bahwa jika percaya pada Tuhan adalah hal yang baik, ia bingung harus percaya pada Tuhan yang mana karena konsep Tuhan di dunia ini memiliki
jumlah yang banyak, yang semuanya merasa paling benar. Hal ini menyebabkan Anto enggan untuk percaya pada agama lain.
“Karna ada konsep yang sama…ada pola yang sama dari tiap agama yang bikin kayak..sama aja semua.. apalagi 3 agama besar
itu, Monoteis yang Tuhannya satu, kayak Islam, Kristen sama Yahudi. Tapi kalo Buddha, aku ngeliatnya kayak filosofi,
mainannya di situ, tapi kalo ga pindah agama itu karna 3 agama besar ini sama aja, ada satu pola yang bilangkan selain dirinya
sendiri tu sebenarnya bukan yang masuk surga, bukan yang baik. Aku ngeliatnya, Tuhan macam apalah yang ga bertanggungjawab,
udah nyiptakan baru enggak buat semuanya masuk surga gitu, berarti ada emang yang dibuat khusus untu masuk neraka dengan
embel-
embel gunanya untuk menguji yang masuk surga ini” W6S1k.Atb.2587-2612.
“Ini sama kayak kenapa ga ngambil satu aja ntah Islam ntah Kristen, tapi masalahnya…yang mana? Ada berapa ribu gitu?
Ntahnya yang benar itu yang di Papua sana ntah di Afrika sana, mana yang benar? Mana yang salah? Sementara masing-masing
saling nganggap benar.” W6S1k.Atb.2644-2653.
Semakin banyak membaca dan merenung, keinginan Anto untuk benar- benar lepas dari agama pun semakin besar. Selain itu, ia merasa posisinya saat ini
bukanlah posisi yang jelas antara percaya atau tidak pada agama dan Tuhan, terlebih ia hanya datang pada Tuhan ketika butuh saja, padahal keraguan di dalam
Universitas Sumatera Utara
dirinya sudah sangat besar. Ia beranggapan bahwa ia tidak dapat terus-menerus seperti itu, ia harus memilih satu posisi secara tegas. Berbagai hal, seperti
kepercayaan pada sains dan sejarah, menganggap agama tidak berguna dalam masalah yang dihadapi hingga menganggap agama menjadi pembatas seseorang
untuk bertindak, mendorong Anto untuk benar-benar lepas dari agama dan memutuskan untuk beralih menjadi Ateis.
“Mungkin aku merasa karna aku harus move on, aku harus mengambil satu posisi, milih satu tindakan..ya mau kemana ini,
mau kek gini terus atau bebas, terlepas. Ya inilah,aku milih
terlepas” W5S111689-1695. “Tapi makin lama makin lama,sadar sendiri, kayak orang ininya,
orang move on pacaran ya, kayak kalo pasanganmu bilang, kalo kau tinggalkan aku, kau bakal kecewa, kau bakal sia-siala hidupmu.
Yang jadinya aku pkir..enggak ah, kalo aku ninggalkan kau, aku baik-baik aja, ga ada masalah yang harus aku terusin buat ngingat
dirinya. Sama kayak gitulah, jadi aku mikirnya..ya..dia yang
telah…agama itu yang harusnya kecewa sama dirinya sendiri liat kenyataannya gimana, umatnya
gimana..” W4S12b493-512. “.Aku merasa aku harus mengambil posisi yang bisa aku cocok dan
Ateis ini cocok untuk posisi yang aku maksud. Aku bukan peduli lagi Tuhan ada atau ga ada, itu harusnya ga jadi apa ya..halangan
yang…itu cuma apa ya…transisi apa ya..transisi kayaknya. Pokoknya disitu aku bilangkan Tuhan itu sesuatu yang besar tapi
main lama makin lama aku mikirnya, ga percaya aku..sama Tuhan
ini. Ada tidaknya Dia…W6S12b.3108-3126.
1.1.7 Gambaran Makna Hidup Anto