dengan maksud pertanyaan peneliti, ia juga terkadang meminta peneliti untuk mengulang lagi pertanyaan yang diberikan karena kurang fokus mendengarkan.
Pada saat itu, jalanan lalu lintas memang cukup bising, terlebih lagi restoran tersebut terletak di dekat lampu lalu lintas.
e. Pertemuan IV
Tempat pertemuan kali ini juga tidak berbeda dengan pertemuan sebelumnya. Kali ini, wawancara dilakukan di dalam ruanga karena responden
sedang tidak ingin merokok. Peneliti membuka wawancara dengan memberi pertanyaan ringan seputar kegiatana yang dilakukan responden.
Pada pertemuan kali ini, peneliti banyak menceritakan pandangan hidupnya dan pendapat mengenai agama. Dalam bercerita, ekspresi responden
tudak terlalu banyak berubah, bahkan ketika menceritakan permasalahan keluarga dan perasaannya mengenaia hal tersebut. Suara responden lebih leluasa didengar
oleh peneliti, tidak seperti sebelumnya karena keadaan ruangan pada saat itu cukup tenang. Wawancara seseali diinterupsi oleh panggilan telepon dari
keluaraga responden serta saat responden harus membalas pesan, namun hal tersebut tidak mengganggu proses berjalannya wawancara.
3.1.5 Latar Belakang Kehidupan Tom
Tom adalah anak ke empat dari lima bersaudara. Saat masih bayi, ia dan seoarang abangnya diasuh oleh pamannya di Medan karena keluarga pamannya
tersebut tidak memiliki anak, sementara keluarga kandungnya tinggal di kota Sibolga. Ayah Tom telah meninggal dunia tahun 2002 silam karena penyakit
Universitas Sumatera Utara
jantung dan ibunya tidak memiliki pekerjaan sehingga ia dan abangnya diasuh oleh keluarga pamannya untuk memudahkan ibunya menjalani kehidupan secara
finansial. Di keluarga pamannya inilah, Tom diasuh dan diajari mengenai ajaran agama Kristen. Bibi Tom intens mengajarkan Tom mengenai agama, meskipun
bibinya tersebut dulu bukan merupakan penganut agama Kristen sebelum menikah dengan paman Tom. Bibinya mengajari Tom membaca Alkitab serta
selalu mengajak untuk pergi ke sekolah Minggu setiap akhir pekan. Tom sangat rajin menjalankan sekolah Minggu, hanya sesekali ia tidak hadir karena sakit.
Ketika ia malas untuk pergi sekolah Minggu, bibinya tetap memaksa Tom untuk pergi meskipun ia akan terlambat, yang terpenting Tom tetap beribadah dan tidak
melewatkan khotbah tentang firman Tuhan. Memang, bibinya pada saaat itu adalah sosok yang aktif di Gereja dan sering mengikuti kebaktian. Tom mengakui
bahwa kegiatan sekolah Minggu merupakan hal yang menyenangkan karena ia
dapat bertemu dengan teman-temannya dan bernyanyi bersama untuk beribadah.
Tom dan keluarga pamannya tinggal bersama neneknya di rumah milik neneknya. Tom mengaku senang menjalani kehidupan bersama keluarga
pamannya karena ia dan abangnya dianggap seperti anak sendiri dan dimanja oleh paman dan bibinya, misalnya diberikan makanan hasil masakan bibinya yang
lezat bahkan disuapi saat makan. Namun, ketika Tom duduk di kelas lima SD, pamannya meninggal dunia karena terkena komplikasi, hal ini menyebabkan
bibinya pergi dari rumah entah kenapa dan tidak mau kembali meskipun sudah dibujuk oleh nenek dan keluarga pamannya yang lain. Hal ini membuat ibu Tom
Universitas Sumatera Utara
pindah ke Medan untuk mengurus Tom. Sejak saat itu, keluarga Tom pun tinggal bersama di rumah neneknya.
Tom merasakan kondisi keluarga yang berubah sejak kepergian bibinya. Ia merasa bingung melihat ibu dan abang-abangnya yang tidak pergi ke Gereja
dengan alasan malas, padahal Gereja hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah mereka. Keluarga Tom enggan pergi ke Gereja karena malas bangun pagi,
kebetulan Gereja tersebut hanya memiliki sekali jadwal ibadah di pagi hari saja, tidak ada jadwal ibadah sore. Ibu Tom sesekali menyuruhnya pergi ke Gereja,
namun ia sendiri tidak pergi. Keluarga Tom lebih memilih menikmati hari dengan bersantai di rumah. Meski demikian, Tom tetap pergi ke Gereja walaupun hanya
sendirian karena nenek Tom sudah mulai sakit-sakitan dan pikun sehingga hampir tidak pernah lagi mengingati Tom untuk beribadah serta pergi ke Gereja.
Tom mengaku lebih memiliki kedekatan emosional yang tinggi dengan bibinya ketimbang ibu kandungnya karena sedari kecil ia sudah diasuh oleh
bibinya. Tom memang memiliki sedikit kerinduan dengan bibinya, namun ia kini sudah terbiasa hidup tanpa bibinya tersebut. Tom sudah tidak pernah lagi
melakukan komunikasi dengan bibinya karena handphone miliknya, tempat menyimpan kotak bibinya sudah hilang. Sewaktu tinggal bersama ibu
kandungnya, Tom menyadari ada yang aneh dengan perilaku ibunya saat ia masih bersekolah di Sekolah Dasar. Ibunya sering berbicara sendiri dengan bahasa Batak
yang tidak terlalu Tom pahami dan juga sering memarahi ia, adik dan bibinya dengan mengatakan bahwa mereka memakai kekuatan roh jahat, namun ia
mengira mungkin ibunya hanya sedang berkhayal saja. Hingga suatu ketika saat
Universitas Sumatera Utara
Tom kelas 1 SMA, ibunya melempar gelas kaca ke arah Tom sambil memarahi Tom dengan menuduh bahwa Tom lah penyebab ia menjadi demikian.Sejak itulah
Tom menganggap mungkin ibunya menderita schizophrenia. Melihat kondisi ibunya yang melempar gelas kaca pada Tom dan semakin sering berbicara sendiri,
keluarga Tom memutuskan untuk membawa ibu Tom kembali ke Sibolga bersama adik Tom untuk mengurus ibu mereka di tahun 2012 silam karena keterbatasan
biaya untuk membawa ibunya Psikiater atau Psikolog. “Kayak aku juga..main main dukun. Mamaku kalo udah marah kali
sama abangku kalo udah dibelainnya aku atau ga dibelanya bibiku, adek mamaku
” W3S3K.Sebb.2317-2323. “Waktu aku dilempar gelas kaca. Kelas 1 SMA kayaknya, aku kan
ke warnet bentar, jam 10 memang, 10 malam ya kan, balek jam 11 tiba-tiba dilempar gelas segala macam. Gara gara kau, aku
kerasukan setan segala maacam. Apanya si kawan ini, dibilangnya aku main dukun, main setan segala macam. Akupun ga percayanya
sama setan dalam hati aku” W2S3K.Sebb.1709-1724. “Akupun ga percaya sama setan, cemananya si kawan ini.
Langsung tau aku kalo dia lagi schizophren. Pertama, dia slalu bicara sendiri kalo lagi sendiri trus misalnya bibiku, dibilangnya dia
juga main setaa. Trus, ada yang bisikkan samaku kalo kau main setan, gitu katanya. Ada yang bisikkan samaku..ah udah
schizophren dalam hati aku” W2S3K.Sebb.1726-1740.
Tom merasa sedih dan kasihan melihat kondisi ibunya, namun tidak ada yang bisa ia lakukan. Menurut Tom, kondisi ibunya tersebut disebabkan oleh
kepergian ayahnya. Selain itu, menurut Tom, keadaan abang-abangnya yang tidak cukup baik semakin memperparah kesehatan mental ibunya. Salah satu abangnya
menikah dini karena telah melakukan hubungan di luar nikah, sementara salah satu abangnya yang lain pernah terjerumus ke dalam obat-obatan terlarang,
meskipun akhirnya berhasil untuk tidak menggunakan obat-obat tersebut melalui
Universitas Sumatera Utara
perawatan yang dilakukan oleh Tom dan keluarganya. Kini, Tom tinggal bersama keluarga abangnya karena neneknya telah meninggal, sementara ibu dan adiknya
tetap tinggal di Sibolga. Tom yang tidak memiliki kedekatan yang lekat dengan ibu kandungnya karena sedari bayi diasuh oleh bibinya, mengaku tidak merasa
rindu meskipun mereka tinggal di tempat berbeda. Tom memang mengaku tidak terlalu dekat dengan ibu kandungnya,
namun, ia merasa cukup dekat dengan abang-abangnya. Beberapa kali, mereka pergi makan ataupun menonton bersamaa. Bahkan, saat akhirnya Tom ketahuan
merokok oleh abang-abangnya, mereka jadi melakukannya bersama-sama sambil mengobrol. Tom juga mengaku dekat dengan adik perempuannya meskipun kini
mereka tinggal berjauhan. Sedari kecil mereka sering bermain bersama dan kini mereka pun masih menjalin komunikasi dengan baik.
3.1.6 Peralihan Tom dari Teis Menjadi Ateis