dirinya sudah sangat besar. Ia beranggapan bahwa ia tidak dapat terus-menerus seperti itu, ia harus memilih satu posisi secara tegas. Berbagai hal, seperti
kepercayaan pada sains dan sejarah, menganggap agama tidak berguna dalam masalah yang dihadapi hingga menganggap agama menjadi pembatas seseorang
untuk bertindak, mendorong Anto untuk benar-benar lepas dari agama dan memutuskan untuk beralih menjadi Ateis.
“Mungkin aku merasa karna aku harus move on, aku harus mengambil satu posisi, milih satu tindakan..ya mau kemana ini,
mau kek gini terus atau bebas, terlepas. Ya inilah,aku milih
terlepas” W5S111689-1695. “Tapi makin lama makin lama,sadar sendiri, kayak orang ininya,
orang move on pacaran ya, kayak kalo pasanganmu bilang, kalo kau tinggalkan aku, kau bakal kecewa, kau bakal sia-siala hidupmu.
Yang jadinya aku pkir..enggak ah, kalo aku ninggalkan kau, aku baik-baik aja, ga ada masalah yang harus aku terusin buat ngingat
dirinya. Sama kayak gitulah, jadi aku mikirnya..ya..dia yang
telah…agama itu yang harusnya kecewa sama dirinya sendiri liat kenyataannya gimana, umatnya
gimana..” W4S12b493-512. “.Aku merasa aku harus mengambil posisi yang bisa aku cocok dan
Ateis ini cocok untuk posisi yang aku maksud. Aku bukan peduli lagi Tuhan ada atau ga ada, itu harusnya ga jadi apa ya..halangan
yang…itu cuma apa ya…transisi apa ya..transisi kayaknya. Pokoknya disitu aku bilangkan Tuhan itu sesuatu yang besar tapi
main lama makin lama aku mikirnya, ga percaya aku..sama Tuhan
ini. Ada tidaknya Dia…W6S12b.3108-3126.
1.1.7 Gambaran Makna Hidup Anto
Sebagai seorang Ateis, Anto mengetahui adanya pandangan negatif masyarakat terhadap Ateis, namun ia tidak takut akan hal tersebut karena
menganggap wajar bila masyarakat memiliki pandangan negatif terhadap Ateis. Menurutnya, hal itu dikarenakan masyarakat kurang memiliki informasi dan
Universitas Sumatera Utara
kurang memahami kelompok Ateis. Untuk menghilangkan tanggapan negatif masyarakat tersebut, Anto sebisa mungkin mencoba untuk menunjukkan bahwa ia
tidak mau menyakiti sesama, tidak melakukan tindakan kriminal, tidak menyusahkan orang lain dan berusaha membantu teman-temannya yang berada
dalam kesulitan. Terkadang, ia juga berdiskusi dengan orang beragama yang bertanya padanya dengan memberitahu definisi Ateis, pandangannya mengenai
agama dan kehidupan serta menjelaskan bahwa Ateis juga memiliki moral. Meski terkadang ketika berdiskusi, lawan bicaranya tidak menyetujui pendapatnya, Anto
mampu memaklumi hal tersebut. Selain itu, ia berani mengadopsi identitas Ateis karena banyak membaca pengalaman orang yang menjadi Ateis dan ternyata
mereka tidak memiliki kehidupan yang hampa dan kosong. Anto juga berani membuka identitas Ateisnya terhadap orang-orang
tertentu karena ia penasaran dengan reaksi orang-orang tersebut. Selain itu, ia juga ingin mencoba jujur membuka dirinya terhadap orang lain. Awalnya, ia
memberitahu kekasihnya saat itu, namun ternyata, reaksinya tidak begitu bagus. Kekasihnya tersebut mencoba mati-matian untuk mengubah Anto kembali
percaya pada Tuhan, namun tidak berhasil, sehingga akhirnya mereka pun berpisah. Meski merasa sedih, Anto juga lega karena ia telah mengaku dan jujur
kepada mantan kekasihnya tersebut. Selanjutnya, ia mengaku pada seorang temannya, ternyata temannya tidak menjauhinya, malah secara terbuka menerima
identitas Ateis-nya bahkan mereka pun saling berdiskusi. Anto kemudian mengaku pada beberapa teman dekatnya yang lain. Meski awalnya mereka
mempertanyakan ke-Ateis-an Anto, namun akhirnya mereka mampu menerima
Universitas Sumatera Utara
dan tidak mempersoalkan hal tersebut. Merasa diterima oleh teman-temannya, membuat Anto semakin percaya diri dan menerima identitas Ateisnya. Hal ini
menunjukkan bahwa Anto mendapat dukungan sosial dari teman-temannya. Dukungan sosial yang dimaksud bukanlah dukungan agar Anto menjadi Ateis,
tetapi menghormati apapun pilihan Anto dan tidak menganggap Anto sebagai hal yang harus dijauhi.
“… Itu yang ketika aku bilangkan pertama kali sama bg Rizki sm Ani, aku lega, akhirnya aku bisa keluar loh, akhirnya aku bisa
bilangkan..iya ini emang identitas aku, aku merasa ini cocok sama aku dan aku merasa oh iya ya..bisa diterima, kubilang ini
penerimaan diri.” W2S1ma5b.792-800. “…dan mungkin kalo untuk pelepas terakhir lebih ke orang sekitar,
lebih kayak bang Riki, bang Ari, bahkan orang-orang kayak Budi, Toni, Tono, orang-orang tu malah bikin aku merasa nyaman, aku
bisa, aku bia ngelepas ini, lepas agama ini baik-baik aja, si
ini..siapa lagi..yang bikin aku…itu pelepas terakhinya…..Mungkin, kalo umpama lingkungan aku ga kayak yang sekarang, aku ga bakal
bilang, aku ga bakal seterbuka sekarang, aku bakal mungkin balek lagi diam-
diam aja.” W2S1ma2b.575-601.
Saat awal menjadi Ateis, Anto mengetahui bahwa orangtuanya pasti tidak akan menyetujui pilihannya. Meski demikian, hal tersebut tidak menjadi beban
pikirannya hingga kini karena ia masih dapat berpura-pura menjadi Muslim dan hal tersebut bukanlah hal sulit. Oleh karena itu, ia pun memutuskan untuk tidak
memberitahu orangtuanya sampai kapanpun karena tidak ingin orangtuanya kecewa, sedih, merasa gagal telah mendidiknya serta merasa bersalah. Anto tidak
ingin menambah beban pikiran orangtuanya sehingga ia menerima keadaan dirinya yang harus berpura-pura tetap beragama di depan orangtuanya.
“Aku mikirkan itu ketika aku di awal-awal mikir, haruskah aku bilang ini? Haruskah aku kasih tahu? Dan sekarang aku mikirnya
Universitas Sumatera Utara
ga usah aku kasih tahu, kenapa gausah karena ya itu bakal buat mereka kecewa…...sekarang mikirnya ya aku emang ga usah kasih
tahu aja.” W4S1ka11b. 1988-2000.
Anto menjadi Ateis karena menganggap bahwa pengajaran agama tidak masuk akal serta tidak memiliki bukti yang nyata. Selain itu, menurutnya sedari
kecil, manusia sudah diatur bagaimana seharusnya menjalani hidup, termasuk soal agama. Anto beranggapan bahwa seharusnya manusia itu sendirilah yang
harus berpikir sendiri bagaimana seharusnya ia menjalani hidupnya. “Itu yang bikin, rasa penasaran aku..curious, pengen tahu tentang
masalah agama ini, Ketuhanan, kepercayaan, itu menarik bagiku, makanya kucari terus,..pengen tahu.. rasa penasaran aku yang terus
bikin aku bertanya cari tahu. Rasa apa lagi ya….masuk akal..rasa make sense, akal sehat aku tentang agama dan metode-metode di
sains itu lebih menarik rasaku dibandingkan agama. Itu dua hal yang bikin aku terus untuk membaca, untuk terus ragu, mencoba
bertanya, membaca apa yang ada, berargumen. W6S1fp14b.3342-3359.
“Mungkin karna waktu kita kecil, kita ga diajari untuk berpikir sendiri sebenarnya. Kita selalu diajari kekmana orang lain berpikir,
seharusnya kau berpikir seperti ini gitu. Seharusnya laki-laki tu seperti ini, seharusnya perempuan tu seperti ini, seharusnya orang
Islam tu seperti ini. Kau udah diharuskan seperti itu, ketika kau udah dewasa, kau udah bisa berpikir sendiri, kau jadi ngeliat lagi
masa lalumu, kau jadi berpikir.. Pokoknya selama waktu kecil, SD, SMP itu masih cuma diajari berpikir seperti apa, manusia itu
harusnya seperti apa, kau ga sebagai orang, kau ga diajari untuk berpikir sendiri, sedangkan harusnya kau berpikir sendiri mengenai
apa yang kau mau. W6S1 ba8b.3160-3181.
Anto yang dulu yakin atas kepercayaan pada Tuhan akhirnya menjadi tidak percaya lagi. Ia menganggap Tuhan adalah sosok dongeng, sama seperti
unicorn yang keberadaannya tidak nyata. Anto juga tidak lagi percaya terhadap
Universitas Sumatera Utara
ajaran agama apapun. Baginya, agama merendahkan kemampuan manusia untuk berbuat baik, seolah-olah tanpa agama, manusia tidak dapat berbuat baik.
“….Ginilah, kalo kau mau diperlakukan dengan baik, perlakukan jugalah orang lain den
gan baik. Masa’ aku mikirnya, masa’ dalam dua ribu tahun, lima ribu tahun, berkembangnya sejarah dan
manusia, ma sa’ ga bisa sampe ke titik perlakukan orang dengan
baik kalo kau mau dirimu juga diperlakukan dengan baik …masa’
itu harus ada embel-embel dibuat sama agama, itu agama yang buat, itu agama yang diturunkan dari…itu Tuhan yang bisikkan ke
manusia. “W4S1ba4b.1542-1584. “Apalagi ya, aku merasa..yang paling aku ga suka itu agama
merendahkan kemampuan manusia
untuk yang
namanya empati,yang namanya filantropi, menyayangi sesama, seakan-akan
kalo ga ada agama, manusia ini bakal ini loh bakal apa ya, bakal suka-suka hatinya, bakal banting-banting ini, bakal mencuri
dimana-mana, kayak gitu dan butuh namanya agama untuk bilangkan, hey jangan...jangan lakukan i
ni..jangan lakukan itu.” W4S1ba7b.1844-1858.
Anto menganggap agama merendahkan kemampuan manusia untuk
berbuat baik karena ia meyakini bahwa moral seharusnya tidak didasari oleh ajaran agama, melainkan pemahaman manusia sendiri melalui interaksi sosial
dengan sesama sehingga mengetahui apakah suatu hal patut untuk dilakukan atau tidak, atau pun melalui budaya dan bersifat dinamis. Dalam hal ini, ia
mengandalkan logikanya sendiri untuk mempertimbangkan suatu hal, misalnya saja mengenai LGBT dan menikah dalam satu rumpun marga dalam suku Batak.
Anto menyikapi bahwa sebenarnya, kedua hal tersebut tidak usah menjadi masalah.
“Moral bagi aku itu uda jadi bagian konstruksi sosial yang tujuannya untuk kelangsungan dan kualitas hidup suatu komunitas
ato masyarakat sekitar. Dia berkembang sesuai zaman sama situasi sekitarnya karena moral itu dinamis, beragam di tiap tempat, misal,
budak yang dulu di anggap biasa trus sekarang dianggap gak
Universitas Sumatera Utara
bermoral, ato tentang poligami yang kalo di barat, yang banyak agama kristennya nganggap hal yang imoral, sedangkan di timur
poligami itu hal yang biasa” W6S1v3 b.3462-3477. “…dan pasti budaya atau kebiasaan juga ikut bermain peran. Ada
hal yang aku merasa itu baik tapi budaya atau kebiasaan kita bilangkan itu gak baik, misal eksistensi kaum lgbt, aku merasa gak
masalah, tapi kebiasaan bilangkan itu masalah, tentu kalo uda kayak gini kan harus kita pikirkan lagi, pake kesadaran kita untuk
lihat mereka. nikah dengan yang satu rumpun marga misal, bagi aku gak masalah, tapi budaya kita kan bilangkan ga boleh. karena
aku merasa satu rumpun pun, tapi itu pasti uda jauh sejauh jauh nya, dan mungkin uda ga saudara lagi uda sanking jauh nya, jadi
punya anak pun secara biologis kan ga ada masalah nanti anak nya
” W6S1v4 b.3479-3501.
Selain itu, bagi Anto, nilai moral seperti pengorbanan, tidak seharusnya
dilakukan atas dasar agama. Hal tersebut dapat berasal dari pemahaman akan interaksi sosial, pengalaman hidup yang memunculkan keinginan dalam diri
seseorang untuk berkorban bagi sesama. Menurutnya, manusia yang disertai akal tentu seharusnya lebih pandai daripada hewan untuk mempelajari nilai-nilai moral
tanpa agama. “Bahkan di hewan, rasa untuk menyelamatkan rasnya, untuk
menyelamatkan dirinya, untuk menyelamatkan kelompoknya itu ada..apalagi seharusnya manusia. Masa’sih kita ga bisa ngerti kalo
dalam keadaan tertentu, pengorbanan harus dilakukan dan kita sadar bahwa kita bisa melakukan tersebut ya karena memang kita
pengen berbuat sesuatu untuk menyelamatkan. Bukan karena
agama mengajarkan demikian” W3S1ba6 b.1588-1600. Anto juga tidak lagi mengandalkan doa dalam hidupnya. Ia menganggap
berdoa tidak memberikan dampak jika ia mengalami persoalan dalam hidupnya. Anto mengandalkan kekuatannya sendiri bila ia mengalami persoalan karena ia
yakin bahwa hanya itulah yang mampu menyelesaikan hal tersebut.
Universitas Sumatera Utara
“Emang harus fight gitu, harus dihadapi langsung, ga bisa dengan menenangkan diri kalo aku, dengan cara berdoa atau apa ya
menenangkan diri, kalo kau punya masalah, langsung selesaikan, langsung hadapi. Ada masalah sama kawanmu langsung bicaain,
kalo ada masalah sama orang lain atau dengan
sesuatu apapun itu… Gabisa aku, Tuhan tolong kirimk
an…gabisa aku, pokoknya kalo kau butuh ama kawan ya bicara ama kawan” W2S1ba3 b.1038-
1057.
Setelah menjadi Ateis, konsep kematian yang diyakini Anto pun berubah. Ia memang masih memiliki rasa takut pada kematian, namun bukan lagi karena
takut adanya neraka, namun takut untuk menjalani proses kematian tersebut. Ia menganggap bahwa kematian adalah bagian dari proses kehidupan. Setelah
meninggal, maka ia akan kembali lagi ke Bumi dan tubuhnya terurai. Oleh karena itu, baginya, yang paling penting adalah apa yang bisa dan apa yang harus
dilakukan saat hidup. Ia menganggap bahwa agama mengajarkan apa yang harus dilakukan saat hidup untuk menghadapi kematian. Manusia memang takut dengan
kematian dan tidak mengetahui apa yang terjadi setelahnya, oleh karena itu, ia mengaku agama memberikan jawaban mengenai hal tersebut. Namun, sekarang,
Anto tidak lagi mempercayai hal tersebut karena ia ingin menikmati hidup tanpa harus menjalaninya atas dasar takut pada neraka dan demi masuk ke dalam surga,
sehingga tidak dapat menikmati apa yang ada saat ini karena hidup hanya berlangsung sekali.
“Beda rasa takut yang kualami. Ini kayak rasa takut yang… terimalah, kematian itu harus bisa kita terima, itu emang bagian
dari proses hidup. Balek lagi, yang karna itu bagian dari proses hidup yang..walopun dibelakangnya bakal ada penuh gelap, gelap
ga tahu apa lagi, ya paling gak, karna kita ga tahu itu, ya mikirin sekarang ajalah, yang masih terang inilah, itu mungkin salah satu
pandangan yang aku liat beda dari sebelumnya, lebih bisa nerima
lah.” W1S1ba2b.271-286.
Universitas Sumatera Utara
“Aku bukan ga takut mati, tapi aku juga bukan berarti aku harus takut sama yang namanya mati itu tapi ya yang namanya takut itu
pasti ada tapi paling ga ya aku pengen nikmati hidup ini dan aku senang karna aku bisa nikmatinya dengan hidup aku sendiri dan
tanpa aku harus hidup untuk mati gitu. Aku merasa gitu, aku merasa di agama kayaknya hidup untuk mati, gataulah, mungkin
ada juga beberapa orang yang beragama ga mesti hidup untuk mati, hidup untuk bersenang-senang, tapi aku ngelihatnya lebih agama
itu ngajarkan hidup untuk mati, dia dihantuinya rasa takut sama
mati itu” W3S1mha2b.1636-1643.
Anto yang ingin menjalani hidup tanpa perlu takut akan neraka ataupun mengharapkan surga, membuatnya memiliki tujuan dalam hidupnya agar
hidupnya menjadi maksimal. Ia ingin membuat sesuatu yang berguna bagi sesama. Keinginan tersebut timbul ketika ia mengalami perasaan menyenangkan
sesederhana saat ia membuat orang lain tertawa karena apa yang ia lakukan, juga karena ia melihat orang lain melakukan hal yang bermanfaat bagi sesama yang
membuatnya menganggap bahwa ia pun dapat melakukan hal serupa. “…waktu SMP lah itu, aku sama kawan aku, gataulah, mungkin
karna tingkah kami yang aneh-aneh, naik angkot ni ya, satu angkot ketawa, karna ngeliatin kami, cukup karna itu aja, ngeliat orag
senyum karna apa yang ku lakukan, menyenangkan loh rasanya itu rasanya ya paling nggak, apa yang dia rasakan, aku rasaka juga.
Mereka senang, aku senang juga dan apalagi aku kalo berguna sama orang, lebih senang, lebih terpenuh
i lagi, lebih enak ya..” W2S1tha6b.1018-1035.
“…aku sendiri sering bilang gini, bayangin orang-orang sekitar aku kalo dia ga ada, kayak misanya bayangin kalo ga ada Bang Tono,
kalo ga ada ia di kampusku, orangnya ga pernah ada, aku bayanginya, organisasi yang di bentuk itu ga bakal ada karna salah
satu pionirnya itu bang Tono. Ga ada itu, maka,yang bantu tugas- tugas kuliah ga ada, sesimpel itulah. Aku bayanginnya, luar biasa
gitu, itu m
ulai dari hal kecilnya.” W1S1tha4b.343-354.
Universitas Sumatera Utara
Keinginan untuk menjadi berguna bagi orang lain, sekecil apapun bentuknya, merupakan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh Anton. Ia ingin
keberadaannya diapresiasi oleh orang lain. Anto ingin meninggalkan sesuatu yang dapat dikenang dengan baik sebagai bukti bahwa hidupnya tidak sia-sia.
” ….Gila hormat, bukan, tapi aku emang pengen buat sesuatu yang ga sia-sia gitu, bukan suatu yang merugikan, paling ga buat orang
merasa untung gitu, kayak, aku sendiri sering bilang gini, bayangin orang-ora
ng sekitar aku kalo dia ga ada..” W4S1tha3b.336-341. “Karna aku pengen ninggalin sesuatu apa ya..legacy..inggalin
turunan..ga harus anak..ada inilah…aku pengen itu. Aku ngeliat itu penting. Itu bukti kau pernah ada disini, kau hidup. Ga harus
seluruh dunia,
paling ga
orang-orang terdekatlah
” W6S1tha8b.3409-3417.
Baginya, ketika orang lain merasakan kebahagiaan karena kehadirannya, itu juga memberinya kebahagiaan dan kepuasan tersendiri. Ia ingin berperan bagi
orang lain, bukan karena ia ingin dihormati, namun ia ingin orang lain merasa untung atas kehadiran dirinya. Anto juga ingin membuat sesuatu yang berguna
dengan merangkak dari titik terendah hingga akhirnya mencapai kesuksesan yang tentunya bermanfaat bagi sesama.
“Kalo bisa aku pengen buat apa ya..aku pengen buat gini, kalo dibilang dari dulu, aku pengen merangkak, aku pengen merangkak
dari nol sampe aku duduk di atas suatu yang tinggi, aku pengen kaya buat usaha, aku pengen di perusahaan kecil, aku buat di jadi
besar. Aku pengen..apa ya..dari yang nol jadi suatu yang besar, kenapa ya karna balek lagi di awal, aku pengen buat sesuatu yang
berguna.” W2S1tha7b.1165-1178.
Anto mengutamakan nilai hubungan sosial yang baik dengan sesama. Baginya, sangat penting memiliki komunikasi yang baik dengan teman-temannya
karena ia menyadari bahwa di dunia seseorang tidak bisa hidup tanpa bantuan
Universitas Sumatera Utara
orang lain. Hal ini merupakan nilai yang dimiliki oleh Anto, yaitu nilai kolektif bermasyarakat yang membuatnya memiliki tujuan hidup untuk menjadi atau
membuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat. “Aku merasa teman itu yang bisa bantu kita, yang paling bisa bantu
kita pertama, ada masalah, cerita ama teman, curhatkan masalah apa dan mereka bisa bantu paling gak nenangin, ngasih solusi
sementara atau cukup ada disitu aja udah cukup.” W5S1v3 b.2052-2060.
“Kalau nilai-nilai kayak gitu, bagiku nilai pertemanan, hubungan dengan orang yang disayangi, orangtua, pasangan, itu nilai-nilai
hidup yang kayak gitu yang bik in aku merasa hidup”
W4S1v2b.1063-1068. Tidak hanya tujuan hidup, Anto juga memiliki harapan dalam hidupnya
yaitu memiliki pekerjaan yang mampu menghasilkan materi yang stabil sehingga tidak perlu lagi merepotkan orangtuanya. Anto ingin bisa lulus kuliah, menikah,
kerja, menikmati hari-hari yang dijalaninya dengan tenang dan tanpa hambatan. Anto juga ingin menikmati hidup apa adanya dengan melakukan hal-hal yang ia
sukai tanpa gangguan. Ia mengaku, melakukan aktivitas hidup sekecil apapun dengan tenang, misalnya, ketika sore hari saat ia melakukan kegiatan santai,
seperti minum kopi sambil membaca buku saja, sudah dapat membuatnya menikmati hidup.
“Pertama ya balek lagi kayak yang kubilang, pengennya berguna bagi orang, dan selanjutnya, nikmatin hidup. Sebenarnya, aku
pengen bisa jalani hidup dengan tanpa harus aku susah-susah dengan ini..dengan..apa ya..masalah, ya cukup nikmatin hiduplah,
melakukan yang biasa aku lakukan tanpa diganggu, tanpa harus susah.Bukankah itu yang paling enak dilakukan ama orang?
Bukankah hal-hal yang menyenangkan seperti itu yang enak dilakukan? Aku terbayang gini, paling ga aku sore hari, duduk,
minum kopi atau teh, dikawanin ama roti atau wafer, itu aja udah enakloh..wuihh enakloh, itulah hidup itu, santai..tenang.. yang gitu,
Universitas Sumatera Utara
aku paham gitu tu enaknya gimana, tapi itulah kalo dibilang primary, sekunder. Yang pertama itu, paling ga, ada gunanya, yang
kedua itu, ya nikmati hidup, jalani hidup tanpa aku harus susah, paling ga, simple aja, kalo bisa, janganlah ada masalah karna aku
beda, karna aku ga beragama” W2S1ka5b.995-1011.
Memiliki tujuan hidup membuat Anto berusaha untuk mewujudkannya. Untuk mewujudkannya, Anto memulainya dengan membantu teman-temannya
sebisa mungkin. Ia tidak harus langsung turun ke jalan membantu kaum yang membutuhkan, baginya hal tersebut dapat ia mulai dari teman-teman dekatnya
dulu, misalnya menjadi teman berdiskusi bagi temannya yang membutuhkan, membantu orangtuanya apabila membutuhkan bantuan tenaganya. Beberapa hal
kecil yang ia lakukan adalah meminjamkan barang atau materi kepada teman yang membutuhkan ketika ia mampu, menemani ibunya pergi ke tempat-tempat
tertentu dan sebagainya. Ia sadar bahwa masih belum banyak hal yang bisa ia lakukan. Akan tetapi, setidaknya, ia berkomitmen untuk tidak menjadi orang jahat
yang merugikan orang lain. Berbagai upaya tersebut merupakan kegiatan terarah yang dilakukan Anto untuk mewujudkan tujuan hidupanya.
“Ya…aku belum bisa melakukan banyak, jadi yang paling bisa aku lakukan,ya tidak menjadi orang jahat, mencoba untuk bantu orang
selama masih bisa bantu masih ga keterlaluan orangnya tapi bukan berarti aku bakal bantu tiap orang yang ada di jalan, aku langsung
turun ke jalan, ya enggak juga. Paling gak, orang sekitar aku yang signifikanlah misalnya, mungkin kalo ada kesempatan buat aku ya
bantu
juga” W5S1rth1b.1922-1935. “Aku ga tau uda ada konkretnya atau engga, tapi yang sekarang
yang bisa ku lakukan ya berbuat baik ajalah sama orang. Kalo bisa di bantu ya bantu. Emang kedengaran klise, tapi mau cemana lagi.
Lebih baik hidupkan satu lilin daripada mengutuk kegelapan ”
W6S1rth2b.3503-3508.
Universitas Sumatera Utara
Anto kini merasa bahagia dengan kehidupan yang dijalaninya. ia merasa lega karena akhirnya ia bisa terlepas dari agama dan ia telah jujur dan mengakui
apa yang selama ini ia ragukan. Ia juga bahagia bisa menemukan teman-teman yang menghormati pilihannya. Baginya, dalam menjalani hidup, tidak perlu
menoleh ke belakang dan tidak usah takut akan hari esok, yang terpenting adalah menjalani apa yang ada saat ini. Anto cukup sederhana dalam mendefinisikan
kebahagian, baginya, melakukan hal-hal yang tidak membuatnya susah saja sudah merupakan kebahagiaan. Meski sudah merasa hidupnya bahagia, itu tidak berarti
ia berhenti sampai di titik ini saja. Menurutnya, kepuasan dalam hidup akan menjadi lengkap bila ia telah berhasil mewujudkan tujuannya untuk bermanfaat
bagi orang banyak. Hal ini membuktikan bahwa Anto mulai memasuki kehidupan bermakna karena ia sudah merasakan kebahagiaan karena terlepas dari
penderitaannya terdahulu yang bingung, ragu dan kalut atas kebenaran agamanya. Kini, ia sudah merasa lega dan senang dengan apa yang dijalaninya. Meski
demkian, kehidupan bermakna Anto masih berada dalam proses penyelesaian karena ia masih berusaha untuk mewujudkan impiannya.
“Mungkin karna aku merasa apa..bebas, bukan bebas apa ya..terlepas, mungkin rasaku, aku akhirnya bisa jujur, aku bisa ga
ada lagi yang harus ku sembunyi-sembunyikan lagi sama orang ya kaya gitu dalam hal sosial. Aku merasa ini bermakna karena aku
mulai mengakui apa yang selama ini aku ragukan. Aku mengakui aku emang ga percaya ama yang namanya tuhan jadi aku udah ga
sembunyi
aku antara
perc aya dan ga percaya gitu”
W5S1ka6b.2028-2043. “….Aku merasa belum cukup, aku merasa belum puas, karna
belum tercapai rasaku apa yang kubilang tadi, tujuan hidup tadi, yang primernya belum, tapi kalo sekundernya, ya itulah yang tiap
hari dikerjain..menikmati hidup, aku suka sore hari, aku paling nikmatin hidup itu sore hari..dengan lari, duduk santai, bagi aku
Universitas Sumatera Utara
makna hidup itu ga harus terlalu besar, ga harus yang.. menguasai dunia, menyelamatkan dunia, cukup dengan jalankan hidup yang
sekarang.” W3S1ka1b.1220-1237.
Universitas Sumatera Utara
1 G
2 3
4 5
6 7
8 9
10 Sedari kecil rajin melakukan
kegiatan keagamaan dan mempercayai berbagai
khasiat Islami sebagai cara agar bisa masuk dalam
surga. Ia juga takut akan dosa dan neraka.
Menganggap bahwa hidup akan bermakna bila
melakukan perintah Tuhan melalui ajaran Al Quran.
Yakin bahwa doa pertolongan Tuhan memiliki
andil dalam penyelesaian masalah hidupnya.
Mempertanyakan : -Mengapa orang lain
yang berbeda agama dikatakan akan masuk
neraka,padahal mereka juga melakukan
kebaikan? -Mengapa orang
beragama juga melakukan kejahatan,
seperti peperangan perilaku kekerasan
lainnya? Bertanya pada pemuka agama,
namun tidak puas dengan jawaban mereka yang menyatakan bahwa
sebaiknya hal tsb diimani saja. Membaca buku artikel di
internet mengenai kebenaran agama tentang sains.
Membandingkan lini waktu antara sejarah dunia berdasarkan
sejarawan maupun sains dengan lini waktu kisah agama.
Merasa bersalah karna mempertanyakan ajaran
agama namun ingin mencari jawaban atas
pertanyaan dalam dirinya. kecewa karna tidak
mendapat apa yang seharusnya ia dapatkan
karna telah mengikuti ajaran agama.
Mendefinisikan ulang Tuhan, yaitu : Tuhan adalah alam itu sendiri
universe , lebih besar dari Tuhan yang dipercayai oleh umat beragama
karena eksistensinya ada tanpa campur tangan agama.
Takdir bukan berasal dari Tuhan karna manusia yag menentukan
langkahnya sendiri. Lebih percaya pada sains, sejarah
Meski ragu hingga mendefinisikan ulang
Tuhan, ia masih enggan keluar dari agama karna
tidak ingin membuat orangtuanya kecewa
bukan lagi karna takut dosaneraka.
Hanya datang pada Tuhan ketika ada masalah, mis :
UN SNMPTN. Saat masalah selesai,
keraguannya muncul kembali. Hal ini karena ia
belum berani seutuhnya menjadi Ateis karena takut
menjadi individu yang sesuai dengan pandangan
negatif masyarakat.
Tidak nyaman, gelisah dengan keadaan diri yang
tidak berada pada posisi jelas untuk tetap percaya pada
Tuhan atau tidak.
77
1.1.8 Dinamika Kehidupan Anto