merasa kurang nyaman karna pengunjung-pengunjung tersebut saling berbicara dengan berisik yang tentunya akan mengganggu proses wawancara. Akhirnya,
responden memutuskan untuk pindah dan memilih meja di ujung yang agak jauh dari pengunjung lainnya.
Responden cukup santai dalam bercerita, hal ini tampak dari posisi duduk responden yang tidak menjauhkan badannya dari peneliti, melainkan agak maju ke
depan dengan tangan diletakkan di atas meja. Responden bercerita dengan irama yang tidak terlalu cepat serta volume yang renda, namun masih dapat terdengar
dengan baik oleh peneliti. Responden juga melakukan kontak mata yang cukup intens dengan peneliti, meskipun sesekali matanya melirih ke arah kanan atas,
kanan bawah, kiri atas, seperti sedang mencoba mengingat kehidupan masa lalunya. Secara umum, responden jarang menunjukkan ekspresi wajah yang sedih,
ia sempat tertawa kala mengingat dirinya yang dulu igin sekali bisa menulis arab dengan lancar namun kurang berhasil. Responden juga tersenyum kala
memperagakan bagaimana ia menepuk-nepukkan Al Quran ke tubuhnya agar pikiran-pikiran yang ia anggap buruk dapat menghilang dari dirinya.
1.1.5. Latar Belakang Kehidupan Anto
Anto adalah anak bungsu dari tiga bersaudara yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke atas. Ayahnya bekerja sebagai TNI dan ibunya adalah
seorang ibu rumah tangga. Ia dan keluarganya beberapa kali pindah kota karena ayahnya pindah tugas, mulai dari tinggal di kota kelahirannya, Pare-Pare,
Makassar hingga akhirnya mereka menetap di Medan selama sekitar tujuh tahun
Universitas Sumatera Utara
terakhir. Anto kini tinggal bersama dengan kedua orangtuanya serta abang dan
kakaknya.
Sedari kecil, orangtuanya sudah mengajari hal-hal keagamaan, seperti sholat, membaca Al Quran dan sebagainya kepada anak-anaknya. Ibu Anto lebih
intens dalam mengajari ketimbang ayahnya. Ibunya selalu mengingati setiap waktu sholat yang berlangsung lima kali sehari agar dilaksanakan, mengajak Anto
untuk ikut ke pengajian, menghadiri ceramah hingga mendaftarkan Anto ke pesantren. Setiap pagi, ibu Anto juga sering memutar acara ceramah pagi di
televisi, sehingga Anto terbiasa menonton acara tersebut sebelum pergi bersekolah. Ibu Anto juga kerap menyuruhnya menghafal bacaan Al Quran dan
menguji apakah Anto benar-benar sudah menghafalnya atau tidak, bila Anto tidak dapat menghafal bacaan Al Quran tersebut, ibunya akan menyuruh Anto untuk
terus mengulangi lagi hingga akhirnya ia menghafal bacaan tersebut. Anto mengaku tidak terlalu menyukai hal tersebut karena membuat waktu bermainnya
menjadi berkurang.
“Maksudnya kayak…sebenarnya siapa sih yang suka..apa ya,..sholat..bukan, melakukan sesuatu lima kali, terus-terusan,
masih anak-anak, masih pengen main-main. Sampe untuk main- main itu dilarang, sholat dulu, sholat dulu, baca..baca..baca Quran,
baca ini.. sampe habis, baca ini, kasih..kasih, sholat…sholat, sampe kayak ada ujiannya sendiri. Maksudnya kayak gini, disuruh sholat,
hapal bacaannya, kayak baca, niatnya apa, bacaannya apa, kalo
salah disuruh ulang” W4S1K.Sebb.125-140.
Bila Anto tidak melakukan kewajiban agamanya, terkadang ibunya akan menghukumnya dengan menjewer telinga atau mencubit pelipisnya serta
menegur Anto dengan memperingati akibat yang ditimbulkan bila tidak
Universitas Sumatera Utara
melakukan hal tersebut. Anto sering kali tidak mengindahkan teguran tersebut karena ia tidak suka ketika ibunya berkali-kali membicarakan atau menyuruhnya
melakukan sesuatu, ia lebih suka diberitahu cukup sekali saja. Meski demikian, semakin Anto beranjak dewasa, ibunya tidak lagi memberi hukuman secara fisik,
melainkan hanya peringatan verbal mengenai pentingnya melakukan kewajiban agamanya. Sementara itu, ayah Anto tidak memberikan hukuman apapun ketika
Anto tidak melakukan kewajiban agamanya, walaupun ayahnya sering memberi tahu bahwa sholat merupakan hal yang penting.
Hubungan antara Anto dan orangtuanya berjalan cukup baik meskipun ia merasa tidak terlalu dekat dengan mereka, bahkan, terakhir keluarga Anto liburan
bersama sudah sangat lama sekali, yakni saat Anto berada di bangku Sekolah Menengah Pertama. Rasa hormat Anto pada orangtuanya ia tunjukkan dengan
sebisa mungkin menuruti keinginan orangtuanya, yang minta ditemani ke suatu acara ataupun ketika membutuhkan bantuan fisik dari dirinya. Anto juga mengaku
tidak terlalu dekat dengan abang dan kakaknya, mereka hanya berkomunikasi seperlunya saja, misalnya bila ingin meminjam atau menitip barang tertentu.
“Iya sama aja kurasa, ga terlalu beda yang dulu dan sekarang. Ya masih kayak hubungan anak dan orangtua. Kalo dibilang deket,
deketnya ini kekmana ya… apa ya..ya biasa aja kalo kubilang, ga terlalu dekat, ga terlalu jauh juga ya yang pasti enggak kayak anak
cewek sama bos ceweknya yang dekat kali” W5S1K.Sebb.1953-
1963.
1.1.6. Peralihan Anto dari Teis Menjadi Ateis