Perilaku seks Anak Pendidikan Seksualitas Oleh Orang Tua

D. Perkembangan Sosial

Sejauh pengamatan subjek, Dd tidak menunjukkan minat yang positif terhadap orang lain. Hal ini subjek lihat dari interaksi Dd dengan teman-teman di sekolahnya. Menurut subjek Dd tetap terlihat tidak menghiraukan dan acuh terhadap teman-temannya itu. Hal lain yang diamati subjek yang sedang terjadi pada Dd saat ini adalah, kesukaan Dd menonton acara TV yang menayangkan film-film yang bertemakan remaja, dimana banyak pemainnya adalah remaja-remaja seumur dengan Dd. “Sejauh ini gak ada perubahan minat terhadap orang lain ya, sama aja masih cuek–cuek juga. Sama temen-temen sekolahnya juga cuek aja. Kebetulan kan Dd perempuan satu- satunya, yang lainnya cowok, nah yang cowok itu yang deketin Dd.” W. S3. 5,8..06.07. 30. “Kalau nonton TV ya, dia itu suka nonton SCTV. Pernah waktu itu dia lagi nonton SCTV trus saya ganti ke TRANS. Waktu saya pergi dia ganti lagi ke SCTV. Ternyata dia nonton itu…kan di SCTV banyak film-film remaja, dia suka liat itu. kan banyak anak-anak remaja seumur dia ya, mungkin dia sebetulnya pengen seperti itu tapi gak bisa ngomongnya dan gak tau ngomong sama siapa.” W. S3. 5,8..06.07. 31.

4. Perilaku seks Anak

Menurut subjek, ketertarikan Dd terhadap lawan jenis hanya terbatas pada kesukaannya memperhatikan laki-laki yang ada di televisi. Setiap kali menonton acara bola yang semua pemainnya adalah laki-laki, atau menonton film dimana terdapat laki-laki yang berwajah tampan, Dd akan duduk manis dan berlama-lama didepan televisi. Selebihnya menurut subjek Dd tetap terlihat acuh terhadap teman-teman di sekolahnya yang kebetulan semuanya adalah laki-laki. “Kalau sama lawan jenis, kayaknya gak ada minat gimana ya…sama temen-temen sekolahnya kan laki-laki semua, Dd pasif aja ya. Tapi kalau dia nonton pertandingan sepak bola di TV, trus ada pemainnya yang ganteng itu dia bisa berlama-lama di depan TV. Kalau liat film ada orang cakep ya dia duduk diam, tenang depan TV.” W. S3. 5,8..06.07. 32. Selama ini menurut pengakuan subjek, Dd belum pernah melakukan perilaku seks yang dianggap kurang sesuai dengan norma, karena subjek tidak pernah mengajarkan hal-hal yang buruk. Subjek menjelaskan bahwa perempuan jauh lebih pasif daripada laki-laki, sehingga bila tidak pernah melihat atau mencontohkan maka Dd tidak akan melakukannya. “Dd gak pernah melakukan hal-hal yang kurang sesuai norma, mungkin imitasi juga ya. Dia gak pernah liat yang seperti itu ya dia kan juga gak tau kalau gak ada yang ngajarin. Mungkin beda kalau laki-laki, perempuan kan lebih pasif ya mbak.” W. S3. 5,8..06.07. 33.

5. Pendidikan Seksualitas Oleh Orang Tua

Berkaitan dengan perkembangan fisik Dd yang normal, maka subjek juga mengajarkan Dd untuk memakai pembalut ketika menstruasi. Untuk mengajarkan hal ini subjek bekerja sama dengan guru Dd di sekolah. Proses belajar menggunakan pembalut ini berlangsung sejak tiga bulan sebelum Dd mendapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menstruasi untuk pertama kalinya. Subjek menjelaskan bahwa proses belajar ini bertahap, dimulai dengan menggunakan pembalut yang paling tipis hingga pembalut yang tebal. Untuk mengajari Dd cara memakainya, menurut subjek tidak terlalu sulit karena ternyata Dd sendiri sudah mengerti bagaimana cara memakainya. Menurut subjek hal ini terjadi karena terjadi proses belajar yang tidak disengaja oleh guru Dd. Ketika pelajaran tentang cara mandi, Dd mandi bersama dengan gurunya, saat itu guru Dd sedang menstruasi dan Dd melihat cara gurunya memakai pembalut. Dari proses melihat gurunya memakai pembalut, Dd mencontoh hal itu sehingga bisa memakai pembalut sendiri. “Kalau masalah pake pembalut itu saya kerja sama dengan gurunya. Tiga bulan sebelum dia menstruasi pertama kali itu sudah diajarkan untuk pake pembalut tapi yang tipis dulu, gak langsung yang tebel. Bertahap, pertama pantyliners dulu kan gak enak, risih kan, itu aja dia pegang-pegang terus. Itu setiap satu jam sekali ganti, jadi dia latihan masang, cuci, dan buangnya. Jadi ketika dia mens saya gak repot-repot amat dia udah bisa pake pembalut sendiri.” W. S3. 5,8..06.07. 34. “Cara ngajarin Dd pake pembalutnya itu gimana bu? Jadi proses itu sebenernya gak disengaja, pembelajaran yang gak disengaja. Dulu waktu Dd belajar mandi sama gurunya, gurunya kan ikut mandi. Nah kebetulan bu Rth itu lagi mens. Trus dia kan pake pembalut, mungkin Dd lihat waktu itu dan inget jadi ketika dia disuruh pake pembalut dia langsung bisa.” W. S3. 5,8..06.07. 35. Masalah yang dihadapi subjek berkaitan dengan memakai pembalut adalah Dd tidak mau membersihkan pembalut bekas dipakai. Menurut subjek Dd termasuk orang yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menyukai bersih dan merasa jijik bila melihat darah yang ada di pembalut. Bahkan Dd seperti ingin muntah setiap kali melihat pembalut yang bekas ia pakai, sehingga subjek sendiri yang membersihkan pembalut bekas Dd pakai. “Dd itu orangnya bersihan, jadi dia itu liat darah gak mau, mau muntah….”wuueek..” gitu. Jadi dia gak mau bersihin pembalutnya yang habis dipakai, jadi ya saya yang bersihin.” W. S3. 5,8..06.07. 36. Sama seperti anak perempuan lain, Dd juga menggunakan BH untuk menutupi payudaranya yang makin membesar. Proses ini juga dilakukan secara bertahap dan dengan bantuan guru Dd di sekolah. Awalnya Dd menggunakan kaos dalam sebelum menunjukkan pertumbuhan pada payudaranya. Ketika subjek melihat payudara Dd sudah mulai membesar, subjek mengajari memakai miniset pada Dd. Setelah payudara Dd bertambah besar, subjek mengganti miniset dengan BH. “Ngajarin pake Bra juga gitu, diajarin sama bu Rth soalnya sama saya dilepas terus. Dulu dia pake bra itu kayak pake kaos, jadi dikaitin dulu baru dipakai. Itu karena proses sebelumnya. Waktu belum kelihatan payudaranya kan pake kaos dalam, pas udah agak membesar pindah ke miniset. Miniset itu kan sama kayak kaos dalam kan pakainya. Baru setelah mulai membesar dan keliatan kan kalau pake miniset, itu dia pake bra. Jadi gak tiba-tiba pake BH kan gak nyaman sekali. Tahapannya seperti itu kan.” W. S3. 5,8..06.07. 37. Kesulitan yang dialami subjek ketika mengajari Dd memakai BH adalah kebiasaan Dd melepas BH itu karena ia merasa risih. Subjek sendiri merasa tidak tega untuk memaksa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dd, bila Dd menolak. Untuk mengatasi hal ini, subjek bekerja sama dengan gurunya karena subjek merasa Dd lebih menurut pada gurunya. “Ngajarin Dd pake bra itu saya kerjasama dengan gurunya, kalau sama saya dia ngamuk gak mau pake, risih soalnya pasti dilepas terus. Saya kan gak tega untuk maksa dia, itu sulitnya. Sedisiplinnya orang tua pasti ada rasa gak tega, makanya saya kerjasama dengan gurunya. Dd lebih nurut sama gurunya.” W. S3. 5,8..06.07. 38. Subjek juga mengajarkan pada Dd untuk tidak membuka baju didepan umum. Hal ini dilakukan subjek dengan membiasakan anaknya untuk membuka dan melepas pakaian hanya didalam kamar. Subjek tidak memperbolehkan Dd untuk keluar kamar tanpa memakai pakaian. Sudah menjadi rutinitas bagi Dd setelah mandi dia akan memakai handuk dan masuk kamar untuk memakai pakaian. Subjek sedang berusaha mengajarkan Dd agar memakai pakaian didalam kamar mandi, tapi masih sulit untuk dilakukan oleh Dd. “Kalau soal memakai baju sudah saya biasakan sejak kecil tidak boleh keluar kamar tanpa memakai baju atau membuka baju di luar kamar. Jadi dia sudah rutin seperti itu, habis mandi dia keluar pakai handuk besar trus ganti baju di kamar. Sebenernya saya sedang berusaha mengajarkan Dd untuk ganti baju di kamar mandi tapi belum mau dia, mungkin risih karena basah.” W. S3. 5,8..06.07. 39. Untuk mengajarkan membedakan laki-laki dan perempuan, subjek menggunakan metode visualisasi yaitu dengan foto keluarga dan gambar tentang tubuh manusia my body. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Subjek memberitahu mana yang laki-laki dan perempuan pada Dd dengan menunjukkannya pada foto. Subjek mengaku sangat sulit mengajari Dd tentang hal ini, masih sering tertukar antara laki-laki dan perempuan. Mengatasi hal ini subjek mencoba mengajari Dd dengan rutin, terus-menerus diajari dan konsisten, subjek yakin Dd akhirnya mengerti. “Kalau untuk ngajarin membedakan laki-laki dan perempuan dengan foto, ada fotonya my body itu kan ada ini laki-laki, ini perempuan. Selain itu belajarnya pake foto keluarga, ini ayah laki- laki, ini ibu perempuan.” W. S3. 5,8..06.07. 40. “Sulitnya ngajarin bedain laki-laki perempuan itu, lebih pada Dd yang sulit untuk ngerti. Setengah mati ngajarinnya itu, terbalik-balik terus. Tapi kalau rutin, konsisten dan terus-terusan diajarin lama-lama dia juga ngerti.” W. S3. 5,8..06.07. 41. Subjek menyadari bahwa anaknya memiliki kekurangan dalam menangkap informasi, karena hal ini subjek tidak mengajarkan Dd tentang bagian tubuh terlarang yang tidak boleh dipegang oleh orang lain. Subjek yakin anaknya pasti akan sulit untuk memahami bila diberitahu tentang hal ini. Untuk mengatasi hal ini yang dilakukan oleh subjek adalah mengkondisikan lingkungan dan orang-orang disekitar Dd untuk memperlakukan Dd dengan baik, misalnya tidak sembarangan menyentuh Dd. Subjek bahkan tidak mengizinkan saudaranya untuk mencium Dd karena anaknya sudah besar. Subjek mengkondisikan orang-orang disekitar Dd untuk menjaga Dd, agar tidak disentuh orang dengan sembarangan. Di sekolah, subjek juga bekerja sama dengan guru Dd untuk menjaga Dd dari teman-teman laki-lakinya. “Saya gak ngajarin Dd atau ngasih tau dia bahwa ini bagian tubuh yang boleh dipegang orang lain yang ini tidak, karena dia akan sulit mengerti. Jadi saya memilih yang lebih praktis aja, yaitu mengkondisikan lingkungan dan orang-orang lain supaya gak memperlakukan Dd gak baik. Misalnya kalau dulu om-nya masih suka cium Dd, sekarang sudah gak saya bolehin lagi karena sudah besar. Paling kasih salam saja. Ya seperti itu…” W. S3. 5,8..06.07. 42. “Kalau di sekolah biasanya bu Rth yang jagain dia, takutnya tiba-tiba aja temen-temen yang laki-laki itu cium dia. Kan kita menghindari hal-hal itu ya…” W. S3. 5,8..06.07. 44. Menurut subjek, selama Dd tidak melihat dan merasakan hal-hal yang berhubungan dengan seksual, maka anaknya tidak akan melakukan hal tersebut. Untuk itu subjek berusaha menghindarkan Dd dari hal-hal tersebut, agar Dd tidak memiliki keinginan dan kebutuhan seksual. Menurut subjek sekali saja anaknya pernah merasakan dicium atau hal lain maka anaknya akan menginginkannya terus. “Jadi sebisa mungkin saya menghindarkan Dd untuk melihat apalagi merasakan hal-hal yang berhubungan dengan seksual. Jadi menurut saya selama dia tidak pernah melihat dan merasakan tidak akan ada keinginan untuk melakukan itu. misalnya Dd kan belum pernah dicium jadi dia belum tau gimana rasanya dicium. Kalau dia belum tau kan dia ya sudah, menikmati aja seperti itu. Tapi kalau yang sudah pernah ya itu dia jadi pengen terus.” W. S3. 5,8..06.07. 43. Dalam melakukan hubungan seksual dengan suami, subjek pun sangat berhati-hati. Subjek tidak ingin Dd melihat hal tersebut, karena Dd tidur dengan subjek sehingga subjek selalu mencari kamar lain bila ingin melakukan hubungan seksual. “Dd itu tidurnya sama saya dan bapaknya, jadi kalau saya dan suami mau melakukan hubungan seksual ya keluar cari kamar lain, kunci pintu biar anak-anak gak tau. Takutnya kalau dia bangun, kan kita gak tau. Ini menghindari supaya gak muncul kebutuhan untuk itu sama Dd.” W. S3. 5,8..06.07. 45. Subjek mengatakan bahwa anaknya sampai saat ini tidak pernah mengalami pelecehan seksual. Subjek selalu berusaha mengawasi Dd, tidak pernah membiarkan Dd keluar rumah dan selalu mendampinginya bila akan keluar rumah. Sejak kecil subjek tidak membiasakan Dd untuk bermain ke rumah tetangganya dan mengunci pintu rumahnya. Karena hal itu sampai saat ini Dd terbiasa didalam rumah dan melakukan aktivitas-aktivitas yang dia sukai, seperti bermain musik. “Dd memang belum pernah mengalami pelecehan seksual, ya jangan sampai ya. Makanya saya selalu berusaha untuk mengawasi dia, ya untuk hal itu saya harus berpikiran negative sama orang lain, iya gak…” W. S3. 5,8..06.07. 46. “Dd itu selalu dalam pengawasan entah siapa itu, setiap dia keluar rumah harus didampingi gak pernah dia dibiarkan sendirian keluar. Pintu selalu dikunci. Dari kecil dia gak saya biasain main ke tetangga sehingga dia bisa manis aja di rumah, kan dia suka main musik, ya sudah. Ya takutnya Dd digandeng orang kan kita gak tau, bisa aja. Makanya untuk menghindari hal itu saya sangat protect sama Dd. Saya lebih hati-hati.” W. S3. 5,8..06.07. 47.

2. Hasil Observasi Terhadap Individu Autistik A.

Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Perilaku Seksual Remaja di Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan

22 131 71

Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis

3 100 107

KETERBUKAAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA DENGAN ORANG TUA MENGENAI PENDIDIKAN SEKS (Studi pada Remaja dan Orang Tua di Perumahan Batumas Pandaan)

0 31 56

Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Perokok (Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Perokok Dalam Membentuk perilakunya Di Kota Cimahi)

0 5 1

Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Pecandu Alkohol (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Pecandu Alkohol Dalam Membentuk Perilakunya di Kota Bandung)

0 15 73

Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Perokok (Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Perokok Dalam Membentuk perilakunya Di Kota Cimahi)

0 3 1

Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resiliensi Pada Warakawuri Yang Berperan Sebagai Orang Tua Tunggal dan Memiliki Anak Remaja di Kota Bandung (Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resiliensi Pada Warakawuri Yang Berperan Sebagai Orang Tua Tunggal dan Memilik

0 0 107

Kampanye untuk Orang Tua Para Remaja Mengenai Gap Generasi Orang Tua dengan Generasi Anak Remaja Masa Kini.

1 1 15

Studi Deskriptif Mengenai Metode Sosialisasi Nilai Seksual yang Dilakukan oleh Orang Tua dan Perilaku Seksual Remaja di SMA X Bandung.

0 0 1

Studi deskriptif mengenai pendidikan seksualitas oleh orang tua pada individu autistik remaja - USD Repository

0 2 269