4. Telepon Umum
Rekomendasi untuk ukuran ruang telepon umum :
a. Perlu ruang gerak yang cukup agar dapat dijangkau oleh pengguna kursi roda
b. Ketinggian telepon dipertimbangkan terhadap daya jangkau pengguna kursi
roda yaitu maksimal 80-100 cm Ilustrasi
Gambar 8.11 Telepon umum
5. Akses ke Bangunan
Rekomendasi untuk penyediaan ramp :
a. Perlu dipasang pegangan rambat pada kedua sisi ramp b. Lebar minimal ramp 120 cm dengan sudut kemiringan 7° - 8°
c. Pada bagian awal dan akhir ramp perlu dipasang ubin pengarah Ilustrasi
Gambar 8.12 Ramp pada akses ke bangunan
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008
Rekomendasi untuk penyediaan pintu masuk :
a. Lebar minimal pintu masuk 120 cm b. Pintu masuk sebaiknya menggunakan pintu otomatis
c. Dari pintu masuk ke meja penerima tamu diperlukan ubin pengarah Ilustrasi
Gambar 8.13 Pintu masuk ke bangunan
8.2 Saran
Kawasan Lapangan Merdeka dikelola oleh suatu badan yang berkompeten dan mempunyai otoritas untuk mengatur investasi di kawasan Lapangan Merdeka,
sehingga guna komersial dapat menjadi sumber subsidi bagi berbagai fasilitas publik di kawasan Lapangan Merdeka. Apabila kawasan Lapangan Merdeka dapat aksesibel
untuk diakses oleh kaum difabel juga akan berdampak kepada sisi komersial kawasan Lapangan Merdeka itu sendiri.
Untuk mewujudkan kawasan Lapangan Merdeka menjadi kawasan yang aksesibel untuk kaum difabel memerlukan peran aktif dari kaum difabel itu sendiri.
Yang banyak terjadi sekarang kaum difabel hanya dipandang sebagai objek bukan
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008
subjek utama. Sehingga yang terjadi penyediaan sarana aksesibilitas untuk kaum difabel bukan yang sebenarnya mereka butuhkan.
Berikut penulis mencoba memberikan beberapa strategi untuk mewujudkan kawasan Lapangan Merdeka sebagai kawasan ruang terbuka yang aksesibel bagi
semua : 1. Meningkatkan kesadaran publik terhadap isu-isu aksesibilitas.
2. Meneyediakan fasilitas publik termasuk sarana aksesibilitas umum yang aksesibel untuk semua.
3. Mengikutsertakan kaum difabel sebagai kontrol pelayanan publik 4. Memberikan penghargaan kepada pengelola bangunan dan lingkungan yang
sudah menerapkan sarana aksesibilitas yang aksesibel untuk difabel.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008
BAB IX PENUTUP
Dalam kehidupan bermasyarakat masih ditemui rendahnya tingkat kesadaran dalam mengapresiasi masalah difabel. Dalam kehidupan sehari-hari, meski tiap-tiap
komponen masyarakat fasih melafalkan term demokrasi, pada kenyataannya hasrat untuk menempatkan kaum difabel pada posisi sosial yang adil dan setara masih
rendah. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat cenderung enggan menerima kaum difabel “apa adanya” dalam lingkungan sosial mereka. Hal ini
tampak pada sulitnya memenuhi keinginan kaum difabel untuk untuk mendapatkan aksesibilitas ruang publik dalam menjalani kehidupan sehari hari.
Ada pola pandang yang salah terhadap kaum difabel, yakni banyak orang berpikir bahwa seharusnya kaum difabel tetap menjadi tanggung jawab keluarganya
masing masing, dan tidak membebani dunia luar. Kita lupa bahwa cacat fisik yang diderita mereka tidak berhubungan dengan intuisi, pemikiran, dan kecerdasan
mereka. Banyak yang ingin tetap sekolah, bekerja dan berinteraksi seperti halnya orang orang normal disekitarnya. Lalu bagaimana memahami isu- isu kecacatan
dengan perspektif yang masuk akal dan bertanggung jawab? Pertama yang harus dilakukan adalah mendorong media massa sebagai
pembongkar bentuk-bentuk kekerasan yang selama ini disembunyikan oleh menjadi
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008
peduli dan menempatkan difabel setara dengan dirinya. Dalam perkembangan sejarah, media massa terbukti berpengaruh terhadap pembentukan pola pikir
masyarakat. Mulai dari promosi suatu produk, hiburan , propaganda sampai syiar agama bisa menggunakan media massa. Bagaimanapun media massa adalah cermin
dari budaya bangsa, sehingga pesan pesan atau muatan yang terkandungnya juga merupakan refleksi budaya dan perilaku yang terjadi di masyarakat.
Kedua yang harus dilakukan adalah merealisasikan terwujudnya bangunan dan lingkungan yang aksesibel, maka diharapkan dari pihak terkait antara aparat
pemerintah, swasta, pengelolapemilik, penyedia jasa dan masyarakat pada umumnya, dapat merealisasikannya secara terpadu, sinergis dan koordinatif agar
tercapai target utama yaitu tersosialisasinya program aksi dalam mewujudkan bangunan dan lingkungan yang manusiawi, bermartabat dan dapat diakses oleh
semua kelompok masyarakat tanpa terkecuali. Akhir kata penulis ingin menyampaikan, “The most interesting thing I
learned is how the word disability becomes a label. Theres a great dissonance between those of us who feel were normal and those whom we label as disabled.
Were often afraid to make eye contact with people in wheelchairs, who dont look quite normal. And that changed me forever, when I realized that the barriers that
divide us are not so much physical as cultural, that they grow out of the way that we look at people. “
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Anonim
, 1998, Design an Accessible City, Corporation of London
BAPPEDA PROVSU
, 2005, Kebijakan Anggaran Daerah Dalam Implementasi Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat
, Semiloka Aksesibilitas Fisik, Paper. Departemen Penataan Ruang dan Permukiman
, 2005, Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan
, Seminar Manajemen Ruang Publik Jakarta, Paper
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
, 2005, Aksesibilitas Pada Ruang Publik
, Seminar Manajemen Ruang Publik Jakarta, Paper.
Dinas Kesehatan PROVSU
, 2005, Mendesaknya Fasilitas Yang Akses Bagi Penyandang Cacat Dalam Rangka Menuju Kesamaan Kesempatan dan
Kesetaraan Perlakuan , Semiloka Aksesibilitas Fisik, Paper .
Dinas Perhubungan PROVSU
, 2005, Penyandang Cacat Akan Kebutuhan Darurat Aksesibilitas
, Semiloka Aksesibilitas Fisik, Paper .
Direktorat Transportasi
, 2005, Mewujudkan Perencanaan dan Penganggaran Sektor Transportasi Yang Responsif Terhadap Tantangan Pembangunan
Nasional , Semiloka Aksesibilitas Fisik Bagi Penyandang Cacat, Paper.
Haryadi, dan B. Setiawan
, 1995, Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, Suatu Pengantar ke Teori Metodologi dan Aplikasi
, PPSL DIRJEN DIKTI DEPDIKBUD RI.
Hernowo, Bimo
, 2005, Aksesibilitas Difabel Sebagai Tuntutan Hak Azasi, Paper
Kasim, Eva
, 2004, Tinjau Kembali Rehabilitasi Penyandang Cacat , World Congress International Rehabilitation, Paper.
Krier, Rob
, 1992, Urban Space, Rizolli, New York
Lynch, K , 1987, Good City Form, The MIT Press.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008
Macken
, Elizabeth, 1998, Prolegomena to A Theory of Disability, Inability and Handicap
, Paper.
Moore, Patricia A
, 2001, Experiencing Universal Design, Universal Design Handbook
Mustafa, Tavip Kurniadi
, 2005, Peran Profesi Dalam Implementasi Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan
, Semiloka Aksesibilitas Fisik Bagi Penyandang Cacat, Paper.
Nasution, A.D
, 2003, Ruang Terbuka Kota Yang Bersahabat Bagi Pegawai dan Kayawan Kantor
, Magister Teknik Arsitektur USU – Pemko Medan, Seminar Internasional Manajemen Pembangunan Kota Yang Bersahabat, Paper
Ostroff, Elaine
, 2001, Universal Design : The New Paradigm, Universal Design Handbook.
Parker, Kenneth J
, 2001, Developing Economies : A Reality Check, Universal Design Handbook.
Setyaningsih , Wiwik , Perwujudan Elemen Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan, Unit Kajian Aksesibilitas Arsitektu UKAA UNS – 2005 : Policy And Regulation SEMINAR INTERNATIONAL Supporting Inclusion
In Indonesia, Paper
Story, Molly Folente
, 2001, Principles of Universal Design, Universal Design Handbook.
Tim Penyusun Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
, 2002, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung , Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah, Jakarta.
Trancik, Roger
, 1986, Finding Lost Space, Van Nostrand Reinhold, New York
Weisman, Leslie Kanes
, 2001, Creating The Universally Designed City : Prospects for The New Century
, Universal Design Handbook.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008 USU Repository © 2008
1.1 LAMPIRAN