Kompetensi Pedagogik Guru Agama Katolik menurut Dokumen Gereja

63

8. Melakukan Tindakan Reflektif untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran

Seorang guru PAK tidak hanya mengevaluasi proses dan hasil belajar siswa, namun juga dapat mengevaluasi kinerjanya sendiri demi peningkatan kualitas dan keberhasilannya dalam mengajarkan PAK. Penekanannya pada apakah guru PAK telah berhasil melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana ataukah belum, apa saja yang perlu diperbaiki. Selain itu guru agama dapat mengikuti kegiatan ret-ret atau rekoleksi guna menyegarkan kembali panggilan yang dijalani dan tugas yang diembannya sehingga guru PAK tetap bersemangat dalam menjalankan misi Gereja di dunia.

b. Kompetensi Pedagogik Guru Agama Katolik menurut Dokumen Gereja

Dokumen Gereja menggarisbawahi pentingnya pendidikan untuk siapa saja, khususnya bagi generasi muda yang masih harus berkembang, tetapi juga bagi orang dewasa dalam arti pendidikan seumur hidup. Ditegaskan bahwa pedidikan merupakan hak azasi setiap orang, karena siapa saja berhak memperkembangkan dan menyempurnakan hidup menuju kepada kepenuhannya. Pendidikan merupakan jalannya. Pendidikan juga merupakan cara bagi manusia untuk menemukan dan memantapkan identitas dirinya di tengah-tengah perubahan dan perkembangan zaman. Dengan begitu manusia diharapkan dapat lebih berperan aktif di dalam kehidupan sosial mengusahakan kesejahteraan bersama Gravissimum Educationis, art. 1. 64 Gereja di dalam sejarah hidupnya berperan aktif dalam bidang pendidikan dengan maksud untuk mengambil bagian di dalam memperkembangkan kehidupan memperjuangkan budaya kehidupan [budaya pro life] untuk mengalahkan budaya kematian. Dengan cara itu Gereja mewartakan Injil kehidupan yaitu Kristus yang membebaskan dan menyelamatkan. Gereja menggarisbawahi dua tujuan pendidikan yang saling berkaitan erat: pertama, memperkembangkan pribadi manusia dan kedua, memperjuangkan kesejahteraan umum. Gereja sangat menyetujui arah pendidikan yaitu demi memperkembangkan dan menyempurnakan hidup manusia di dalam segala aspeknya. Dengan pendidikan manusia diharapkan menyadari kemandiriannya otonomi, hak-hak azasinya, misalnya berpikir, mempertimbangkan, memilih dan memutuskan secara bebas nilai hidup yang diyakini. Tetapi perlu juga dipahami bahwa kemandirian manusia bersifat relasional. Ini berarti, orang akan semakin menjadi dirinya sendiri kalau ia secara terbuka dan tulus berkomunikasi dengan sesamanya, semakin ia membuka diri maka jalan unutk menjadi dirinya sendiri semakin terbuka. Setiap manusia di satu pihak, merupakan pribadi yang bersifat otonom, tetapi di lain pihak, juga bersifat sosial. Pendidikan berusaha mewujudkan tercapainya keseimbangan dan keterpaduan keduanya. Yang jelas, siapapun berhak untuk hidup bahagia dan menyempurnakan kehidupannya sesuai dengan maksud ia diciptakan. Oleh karena itu Gereja menegaskan bahwa setiap orang Kristen berhak menerima pelayanan kerohanian dan moral dari Gereja. Dari kacamata lain, 65 Gereja menyadari kewajibannya unutk menyelenggarakan reksa rohani dan moral bagi semua warganya agar mereka dapat memperkembangkan kehidupannya berdasar pada nilai-nilai injili nilai-nilai yang mengacu pada hidup Yesus Kristus sendiri. Gereja menyadari bahwa tanggungjawab penyelenggara pendidikan Kristen yang pertama adalah orang tua keluarga. Peranan mereka sangat perlu dihormati dan memang tidak tergantikan. Di samping itu, Gereja mengakui peranankewajiban pemerintah masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakatnya demi mencerdaskan bangsa dan memperjuangkan kesejahteraan umum bonum commune. Pemerintah juga berkewajiban untuk menghormati dan membantu terselenggaranya pendidikan bagi kaum muda terutama yang telah diusahakan oleh orang tua dan lembaga-lembaga pendidikan swasta lainnya. Ditegaskan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menghormati prinsip subsidiaritas. Selain itu juga ditekankan peranan Gereja sendiri. Gereja memiliki kompetensi untuk mewartakan dan memperjuangkan keselamatan,mengkomunikasikan hidup dalam kesatuan dengan Yesus Kristus. Gereja bercita-cita supaya hidup setiap orang beriman Kristen diresapi oleh semangat dan sikap Yesus Kristus sendiri Gravissimum Educationis, art. 3. Gereja berkeyakinan bahwa katekese dalam arti pendidikan di dalam iman merupakan upaya yang khas untuk mewujudkan tujuan pendidikan Katolik. Di samping itu, Gereja juga berusaha ikut aktif dalam komunikasi sosial dan di dalam kelompok-kelompok kaum muda dan terutama sekolah-sekolah. 66 Dalam dokumen Gravissimum Educationis, ditegaskan bahwa salah satu unsur pokok yang perlu ditekankan oleh sekolah-sekolah Katolik adalah dimensi religius, tentu saja menyusut iman kristiani. Segi ini bagi sekolah menjadi cara hidup yang perlu senantiasa diusahakan supaya mereka dapat mendidik siswa- siswinya menurut nilai-nilai kristiani, dimensi tersebut terdapat dalam: suasana pendidikan, perkembangan pribadi semua peserta didik personal dan komunal, hubungan yang terjalin erat antara kebudayaan dan Injil, serta penerangan segala pengetahuan oleh cahaya iman. Dimensi religius menjadi serangkaian usaha yang terus diupayakan Gereja dalam tugas pewartaannya. Dalam hal ini, dimensi ini ingin diwujudkan dalam proses pembelajaran, yakni pembelajaran pendidikan agama di sekolah. Pembelajaran pendidikan agama di sekolah harus sungguh-sungguh memperhatikan suasana belajar yang harus diciptakan, yakni suasana yang sungguh-sungguh Katolik. Suatu suasana yang dijiwai oleh Roh cinta kasih dan kebebasan injili, suasana belajar yang diresapi oleh semangat dan sikap hidup Yesus sendiri Gravissimum Educationis, art. 25. Suasana belajar semacam ini akan membuat para peserta didik merasa martabatnya dihormati, permasalahan hidupnya dipahami, pertanyaan dan keluhannya diperhatikan. Mereka juga dibantu untuk menemukan identitas dan perannya di dalam kehidupan bersama. Di samping itu, proses pembelajaran yang diharapkan tidak hanya dibatasi pada perkembangan segi intelektual tetapi juga menyangkut perkembangan perasaan, dan tindakan konkret. Hal ini membantu peserta didik untuk berkembang ke arah kebijaksanaan hidup, pendidikan yang bersifat utuh. 67 Dokumen Gereja Katolik memang tidak secara ekspilisit menjelaskan kompetensi pegagogik seorang guru agamakatekis. Namun, profesi guru agama dapat dilihat dari sudut pandang panggilan kaum awam dalam hal ini untuk menjadi guru agamakatekis yang muncul dalam Sakramen Permandian, dan dikuatkan oleh Sakramen Krisma. Melalui kedua sakramen ini, kaum awam mengambil bagian dalam “pelayanan Tri tugas Kristus sebagai imam menguduskan, nabi mengajar, dan raja menggembalakan” dengan bantuan Roh Kudus Budi Kleden, 2005:49. Tri tugas Kristus ini menyatu dalam tugas mengajar oleh Gereja yang dilaksanakan oleh para guru agama di sekolah agar siswa yang mendapat pengajaran dapat berkembang dalam iman dan menjadi pewarta menurut kesaksian hidupnya dan semakin mengenal Kristus serta dimampukan untuk tumbuh dalam iman dan menjadi saksi-Nya yang hidup. Karena ciri khas status hidup kaum awam yakni: hidup di tengah masyarakat dan urusan-urusan duniawi, maka mereka dipanggil oleh Allah, untuk dijiwai semangat kristiani, ibarat ragi, menunaikan kerasulan mereka di dunia Apostolicam Actuositatem, art. 2. Dalam Gereja terdapat perbedaan dalam hal pelayanan tetapi satu tubuh. Dari Kristus “seluruh Tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat- urat dan sendi- sendi, menerima pertumbuhan ilahinya” Kol 2:9. Tuhan membagi-bagikan karunia-karunia pelayanan dalam tubuhNya Lumen Gentium art. 7. Satu dari karunia pelayanan yang dianugerahkan dan diawali oleh Yesus sendiri ialah katekese. Pelayanan katekese tidak boleh dipisahkan dengan Gereja dan merupakan hati kepada semua pelayanan dalam Gereja. Dokumen Gereja 68 tentang katekese, “Catechesi Tradendae” menyatakan bahwa dalam semua pelayanan Gereja, katekese mendapat tempat yang paling utama dan istimewa CT art. 13. Katekese merupakan kegiatan pendampingan iman yang mempersiapkan umat Allah untuk hidup dalam komunitas dan mengambil bagian secara aktif di dalam kehidupan misi Gereja. Berdasarkan beberapa dokumen Gereja, didapat beberapa penjelasan siapakah katekis dan peranannya. Pertama, Catechesi Tradendae 1977: Katekis adalah umat awam yang telah melalui pembentukankursus dan hidup sesuai Injil. Maksudnya katekis adalah seorang yang telah diutus oleh Gereja, sesuai dengan keperluan setempat, yang tugasnya adalah untuk membawa umat untuk lebih mengenali, mencintai dan mengikuti Yesus. Kedua, Redemptoris Missio 1990: Menggambarkan katekis sebagai “pelayan, saksi, penginjil dan tulang punggung Komunitas Kristiani, terutama bagi Gereja- Gereja yang masih muda”. Ketiga, General Directory for Catechesis 1997 : Katekis sebagai guru, pendidik, dan saksi iman Boli Kotan, 2011:17-18. Sebagai seorang pendidik iman, guru PAK di sekolah diharapkan mampu menempatkan peserta didik sebagai subyek dalam proses pembelajaran. Adapun hal yang harus diperhatikan dan menjadi landasan pelaksanaan pembelajaran PAK di sekolah adalah sebagai berikut: a. Guru PAK Membantu Meneguhkan Pribadi dan Jati Diri Peserta Didik Sebagai pendidik kita wajib meneguhkan sifat dasar peserta didik yang sungguh baik. Dengan tulus guru Pak harus menghormati martabat mereka yang 69 mulia, menghargai segala talenta dan keunikan mereka serta mempercayai mengagumi kemampuan mereka. Sikap meneguhkan dan menghormati kita jadikan sebagai sikap dasar untuk mendorong dan memberdayakan mereka agar mereka sendiri dapat memperkembangkan hidupnya. Kita pun sebagai guru PAK, dapat membantu mereka agar mereka memiliki peluang yang selebar-lebarnya untuk dapat memiliki warisan kekayaan ilmu, kebudayaan, nilai-nilai kemanusiaan, seni, dan kebijaksanaan. Guru PAK harus mampu memadukan antara sikap mempercayai dan menghormati dengan sikap memberdayakan dan menantang. Di sini kita dapat memfokuskan perhatian kita kepada kemampuan dan bakat-bakat, minat mereka, bukan kepada kekurangan, kesalahan dan kelemahan serta kenakalan mereka. Sikap sebagai seorang guru PAK, bila menghadapi peserta didik adalah bermurah hati, memiliki hati untuk mendampingi dan selalu ada untuk peserta didik. b. Tetap Yakin dan Penuh Harap pada Peserta Didik Seorang guru PAK adalah pribadi yang tidak pernah kehilangan kesabaran dan keyakinan bahwa peserta didiknya semua dapat berkembang sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, yang mereka terima dari-Nya, mereka semua dapat sampai pada hidup di dalam kelimpahan dan kepenuhan. Tentu lebih mudah bagi kita untuk mengelompokkan para peserta didik menurut kategori pandai dan sangat berbakat, cukup dan dapat lulus, sisanya tidak ada harapan dan hampir pasti gagal. Tetapi pengelompokkan ini sering berat sebelah, tidak adil dan penuh prasangka, yang akhirnya sangat merugikan proses belajar peserta didik. 70 c. Mengasihi Semua Peserta Didik Tanpa Terkecuali Meneguhkan berarti mempercayai peserta didik, yakin dan penuh harap bahwa mereka dapat berkembang, juga yang tidak kalah pentingnya adalah mengasihi mereka. Beriman, berharap dan mengasihi para peserta didik itulah yang menjadi sikap, tekad, kesadaran yang wajib kita wujudkan dalam menunaikan tugas panggilan sebagai seorang guru agama di sekolah. Dengan kasih yang sedia berkorban, guru agama dapat menjadikan Yesus sebagai teladan dalam mengasihi semua manusia. Kasih Yesus mendatangkan mukjizat seperti penyembuhan, pertobatan dan pembebasan. Dengan cinta yang bersifat agapik tersebut, guru menyatukan diri dengan hidup peserta didik; guru berada bersama mereka dalam kesulitan, kekurangan, juga dalam pengharapan dan kegembiraan serta cita-cita mereka. Kasih juga dapat kita wujudkan dengan jalan menuntut, menantang dan memberdayakan mereka. Tetapi segala yang keras dan berat itu tetap dialami sebagai ungkapan kasih guru kepada peserta didiknya. d. Menghormati Peserta Didik Sebagai Subyek Guru PAK harus memperlakukan peserta didik sebagai subyek, bukan obyek dalam proses pembelajaran. Dengan memperlakukan mereka sebagai subyek, berarti guru PAK mewujudkan relasi antara pendidik dan peserta didik, bukan relasi subyek dengan obyek tetapi subyek dengan subyek. Relasi ini disebut relasi intersubyektivitas, yaitu reasi antara Aku dan Engkau. Inilah relasi personal antar pribadi, relasi mendalam yang membebaskan dan memperkembangkan. 71 Sebagai seorang pendidik iman, guru PAK tidak boleh memperlakukan peserta didik sebagai benda atau obyek yang perlu diisi melainkan sebagai pribadi yang kita percayai dan kasihi. Dalam membangun relasi tersebut yang diharapkan oleh peserta didik bukan semata-mata isi pelajaran, tetapi ilham, inspirasi, teladan dari gurunya. Relasi subyek dengan subyek juga diwujudkan di antara sesama peserta didik, sehingga mereka semua dapat menjadi pelaku pendidikan yang aktif, kreatif serta realistis. Relasi tersebut memampukan pendidik untuk berdialog, mendorong peserta didik untuk mencari dan menemukan sendiri serta mempercayai kemampuan mereka. Dengan suasana belajar yang intersubyektivitas, PAK diharapkan mampu membantu peserta didik memperkembangkan dirinya secara utuh, bukan hanya intelektual tetapi juga perasaan, emosi, hati, dan perilaku sehingga pembelajaran menjadi proses perkembangan diri peserta didik secara seimbang, utuh dan menyeluruh. e. Menghormati Kebebasan, Hak dan Tanggunjawab Peserta Didik Pendidikan yang bersifat konatif, artinya pendidikan yang menyatukan antara segi intelektual, afektif dan perilaku. Guru PAK dalam hal ini tidak bersifat memaksa tetapi sebaliknya sungguh menghormati kebebasan setiap peserta didik untuk berpikir sendiri, untuk memilih dan memutuskan yang disadarinya sebagai yang paling baik. Namun kebebasan sejati tidak bersifat individualistis dan semata-mata dipahami secara negatif. Kebebasan sejati mengalir dari kesatuan manusia dengan yang Ilahi yang menolong manusia untuk secara bebas memilih yang benar, bertanggungjawab, berbuat yang benar 72 sehingga mendatangkan kebaikan bagi hidupnya sendiri dan kesejahteraan bagi hidup sesamanya. Dengan menghormati kebebasan dan hak semua peserta didik, diharapkan proses pembelajaran PAK yang diselenggarakan sungguh bersifat membebaskan. Memandang peserta didik dengan sikap dan kacamata positif, di samping membuat guru PAK sebagai pendidik merasa bahagia, juga menjadikan para peserta didik akan merasa diterima kehadirannya, dihargai keunikan dan pribadinya, dijadikan pihak yang penting, dan diberdayakan kemampuan serta bakat-bakatnya. Proses pembelajaran akan dapat mengantarkan mereka kepada kebenaran yang telah Allah letakkan pada inti hidup mereka semua. Proses pembelajaran PAK juga akan membantu mereka memperkembangkan diri secara utuh sehingga mereka dapat ambil bagian di dalam mewujudkan kehadiran nilai- nilai kerajaan Allah di tengah-tengah kehidupan mereka. Dengan demikian guru PAK pun dimampukan untuk semakin mencintai profesi panggilan hidupnya “orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama- lamanya” Dan 12:3.

C. Makna Belajar dan Minat Belajar 1. Makna Belajar

Drs. Daryanto, dalam bukunya Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan inovatif, pengertian belajar secara psikologis yaitu merupakan suatu proses perubahan. Yakni, perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan