Pengaruh kompetensi pedagogik guru Pendidikan Agama Katolik terhadap minat belajar siswa kelas VI dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SD Sang Timur, SD Joannes Bosco, dan SD Pangudi Luhur Yogyakarta.
vii
PENGARUH KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA KELAS VI DALAM MENGIKUTI PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SD SANG TIMUR, SD JOANNES BOSCO, DAN SD PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA
Judul skripsi ini dipilih berdasarkan keingintahuan penulis akan sumbangan kompetensi pedagogik guru agama Katolik terhadap minat belajar siswa. Kajian ini diperlukan untuk memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di SD Sang Timur, SD Joannes Bosco dan SD Pangudi Luhur.
Kompetensi pedagogik guru pendidikan agama Katolik adalah kemampuan guru pendidikan agama Katolik yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam mengajar dan mendidik para peserta didik pada pelajaran pendidikan agama Katolik di sekolah agar menjadi pribadi yang sungguh Kristiani, dewasa dalam iman, utuh dan menyeluruh. Salah satu indikator untuk membawa peserta didik mencapai kepribadian yang utuh adalah mengetahui minat mereka pada pelajaran. Minat belajar adalah suatu perasaan lebih suka pada suatu obyek yang menarik perhatian peserta didik. Minat belajar ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, memahami peserta didik maupun pemanfaatan berbagai strategi mengajar dan media yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Berdasarkan pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, H0: Tidak
ada pengaruh kompetensi pedagogik guru PAK terhadap minat belajar siswa kelas VI SD Sang Timur, SD Joannes Bosco dan SD Pangudi Luhur Yogyakarta. Ha: ada pengaruh
kompetensi pedagogik guru PAK terhadap minat belajar siswa kelas VI SD Sang Timur, SD Joannes Bosco dan SD Pangudi Luhur Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif berbentuk regresi. Populasi dari penelitian ini adalah para siswa kelas VI SD Sang Timur, SD Joannes Bosco dan SD Pangudi Luhur sebanyak 85 responden. Instrumen yang digunakan adalah skala Likert yang dikembangkan dalam 20 pernyataan mengenai kompetensi pedagogik guru PAK dan 20 pernyataan mengenai minat belajar siswa. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 85 siswa dengan nilai kritis 0,213 terdapat 40 item valid. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,892 yang berarti reliabilitas instrumen cukup tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mean kompetensi pedagogik guru pendidikan agama Katolik adalah 66,1059 dan mean minat belajar siswa adalah 62,1259. Kedua mean tergolong baik. Dari hasil uji regresi linear sederhana dengan taraf signifikansi 5%, diperoleh nilai r2 sebesar 0,648 (64,8%) yang berarti terdapat pengaruh positif dari kompetensi pedagogik guru PAK (X) terhadap minat belajar siswa kelas VI (Y). Persamaan regresinya yaitu Y=7,432+0,828X. Artinya setiap penambahan nilai kompetensi pedagogik guru PAK 1 poin, maka nilai minat belajar siswa bertambah 7,432+0,828. Nilai signifikansi 0,000 artinya Ha diterima dan H0 ditolak. Maka disarankan perlunya meningkatkan
(2)
viii
THE INFLUENCE OF THE CATHOLIC RELIGION EDUCATION TEACHER’ COMPETENCES TOWARDS GRADE 6 STUDENTS’ LEARNING INTEREST IN
PARTICIPATING IN CATHOLIC RELIGION EDUCATION IN SANG TIMUR ELEMENTARY SCHOOL, JOANNES BOSCO ELEMENTARY SCHOOL AND PANGUDI
LUHUR ELEMENTARY SCHOOL, YOGYAKARTA
This title has been selected and itwas based on the curiosity of the writer which will contribute on pedagogical competence of the Catholic religion teachers towards students learning interest it is necessary to facilitate teachers to implement the Catholic Religion Education in Sang Timur Elementary School, Joannes Bosco Elementary School and Pangudi Luhur Elementary School.
Pedagogical competence of teachers of Catholic religion education is the ability of Catholic religious education teachers which includes knowledge, attitudes and skills in teaching and educating students in Catholic religious education classes at school in order to be truly Christian, mature in faith, and have integrity. One of the indicators to bring students to achieve persons who are interest personality is knowing their interest in the subject itself. Learning interest is an integral on an object interested to the learners. Learning interest is influenced by many factors, and one of them is the ability of teachers to coordinate and manage their methods of teaching students and to use a variety of teaching strategies or methods and to umderstand modern media.
Based on the above ideas the writer made a complete research and the result of this will be formulated in a hypothesis as follow, H0: There is no influence of teachers'
pedagogical competence on Catholic religion education (PAK) on grade 6 students interest’ at Sang Timur Elementary School, Joannes Bosco Elementary School and Pangudi Luhur Elementary School, Yogyakarta. Ha: there is influence of pedagogical competence of Caholic
religion teachers (PAK) on grade 6 students interest’ at the Sang Timur Elementary School,
Joannes Bosco Elementary School and Pangudi Luhur Elementary Yogyakarta.
This research is a quantitative form of regression. The focus of this study and research were grade 6 students from 3 elementary schools as mentioned above. From each elementary school the writer got 85 respondents. The instrument used was a Likert scale that was developed in the 20 statements about teachers' pedagogical competence on Catholic religius
education (PAK) and 20 statements on students’ interest. Validity of the test results at a significance level of 5%, N 85 students with the critical value of 0.213 there were 40 valid items. While the reliability test results obtained an alpha coefficient of 0.892 which means the reliability of the instrument is quite high.
The results showed that the mean value of pedagogical competence of Catholic religious education teachers is 66.1059 and mean student interest is 62.1259. Both mean quite good. From the results of simple linear regression test with significance level of 5%, the value of r2 of 0.648 (64.8%) which means that there is a positive effect of teachers' pedagogical competence on Catholic religius education (PAK) is (X) to grade 6 students
interest’ (Y). Regression equation is Y= 7.432 + 0,828X. This means that any additional value pedagogical competence of Catholic religion teachers (PAK) 1 point, then the value increases student interest 7.432 + 0.828. Significance value of 0.000 means Ha accepted and
H0 is rejected.
As final result the writer raises a concern about the need to improve teachers' pedagogical competence Catholic religious education in all Catholic schools, especially in the three schools where the writer made her research of study.
(3)
PENGARUH KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA KELAS VI DALAM MENGIKUTIPELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SD SANG TIMUR, SD JOANNES BOSCO, DAN SD PANGUDI LUHUR
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Maria Gabriela Kale NIM: 101124040
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2015
(4)
(5)
(6)
iv
PERSEMBAHAN
Dari hati yang tulus, kupersembahkan skripsi ini kepada Hati Terkudus Tuhan
Yesus, Guru dan Sahabatku, Pendamping dan Penolong Utama dalam penulisan
skripsi ini.
Bunda Maria Penolong Abadi yang selalu setia membimbing, menuntun,
menopang dan menguatkanku dalam penulisan skripsi ini.
Kedua orangtuaku, bapak Philipus Meze dan ibu Philomena Maja pada usia
perkawinan mereka yang ke-25 tahun, 17 April 2015.
Kedua adikku, Melkior Kaju dan Kristoforus Talo atas doa dan dukungan dalam
penulisan skripsi ini.
Dominikus Duli Kalang, yang dengan cinta dan perhatiannya telah membantu dan
mendukung selama penulisan skripsi ini.
Kepada para dosenku yang selalu setia membimbing dan menuntun saya selama
studi di Universitas Sanata Dharma. Kepada kampusku, rumah keduaku tempat
aku merajut masa depan.
Kepada Tata Mia Kalang, para sahabatku Sr. Auxilia, CIJ, Fransisca Anida Dyan
Kusuma, Veronica Dwi Lestari, Bernadetha Linda K., Franciska Arindika,
Florentina Hastriyani, Anselina Mabin, Maria Vinsensia, Serviana Mea, Susana
(7)
v
MOTTO
Tuhan...
jika hidupku adalah salib, dan Salib adalah lambang kemenangan,
maka aku akan menjadikan hidupku sebagai sebuah kemenangan bagi-Mu,
hanya demi kemuliaan nama-Mu.
Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Agung atas segala rahmat dan
kasih karunia-Nya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul PENGARUH KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA
KELAS VI DALAM MENGIKUTI PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK DI SD SANG TIMUR, SD JOANNES BOSCO DAN SD PANGUDI
LUHUR YOGYAKARTA.
Skripsi ini disusun sebagai bentuk keikutsertaan penulis sebagai calon
guru PAK akan perkembangan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di
masa mendatang. Tidak dapat dipungkiri bahwa guru PAK belum maksimal
terutama dalam menguasai kompetensi pedagogik yang berakibat pada
menurunnya minat belajar siswa terhadap pelajaran PAK. Maka melalui
penguasaan kompetensi pedagogik seperti yang penulis paparkan, diharapkan
guru PAK semakin mampu meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap
pelajaran PAK, serta tujuan PAK semakin dapat didekati dan dicapai secara
maksimal.
Penulis percaya bahwa terselesainya skripsi ini berkat kebaikan Tuhan
melalui dukungan dan perhatian banyak pihak. Maka, menyadari semua itu, pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada
(13)
xi
1. Bapak F.X. Dapiyanta, SFK.,M.Pd selaku dosen pembimbing akademik dan
sebagai dosen pembimbing skripsi atas kesabaran, ketelitian dan kesetiaannya
dalam membimbing penulis selama masa penulisan skripsi ini.
2. Romo, Dr. B.A. Rukiyanto, SJ, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dan mendampingi penulis selama masa perkuliahan.
3. Bapak L. Bambang Hendarto, M.Hum., yang telah memberi dukungan kepada
penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Para dosen, petugas sekretariat dan staf perpustakaan serta seluruh karyawan
IPPAK yang telah mendampingi, memberi kemudahan dan perhatian selama
penulis belajar di IPPAK.
5. Kedua orangtuaku yang berbahagia, bapak Philipus Meze dan ibu Philomena
Maja yang dengan segala doa, cinta kasih dan pengorbanannya mengantar
penulis hingga pada jenjang pendidikan S1. Terimalah kasih dan doaku selalu.
6. Kedua adikku, Melkior Kaju dan Kristoforus Talo untuk segenap cinta dan
dukungannya yang memampukan penulis untuk terus melangkah dan berkarya.
7. Dominikus Duli Kalang yang dengan penuh kesabaran, perhatian, cinta dan doa
yang mendukung penulis untuk menyelesaikan penulisan karya agung ini.
8. Kakak suster terkasih, Auxilia, CIJ (Benedikta Boleng Kelen) yang dengan
segala kemurahan hatinya membantu dan memotivasi penulis agar tetap setia
(14)
(15)
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR SINGKATAN ... xx
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penulisan ... 10
D. Manfaat Penulisan ... 11
E. Metode Penulisan ... 12
(16)
xiv
BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 14
A. Guru Pendidikan Agama Katolik ... 14
1. Pendidikan Agama Katolik ... 14
a. Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah ... 14
b. Ruang Lingkup Materi PAK ... 16
c. Proses PAK Di Sekolah... 17
d. Tujuan PAK Di Sekolah ... 18
2. Guru PAK Di Sekolah ... 19
a. Guru PAK sebagai Pendidik Iman ... 21
b. Guru PAK sebagai Pewarta Iman ... 23
1)Spiritualitas Guru PAK ... 23
2) Kepribadian Guru PAK ... 26
3) Pengetahuan Guru PAK ... 27
4) Kemampuan Berkomunikasi Guru PAK ... 28
B. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik ... 31
1. Kompetensi Guru Secara Umum ... 31
a) Kompetensi Pedagogik Guru ... 33
b) Kompetensi Kepribadian ... 49
c) Kompetensi Profesional ... 52
d) Kompetensi Sosial ... 53
2. Kompetensi Pedagogik Guru PAK ... 55
a)Kompetensi Pedagogik Guru PAK menurut Undang-Undang ... 55
(17)
xv
b)Kompetensi Pedagogik Guru PAK Menurut
Dokumen Gereja ... 63
C. Makna Belajar dan Minat Belajar... 72
1. Makna Belajar ... 72
2. Pengertian Minat ... 76
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar ... 78
4. Peranan Minat dalam Belajar ... 79
5. Minat Mengikuti PAK ... 80
D. Penelitian yang Relevan ... 80
E. Kerangka Pikir dan Hipotesis ... 82
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 84
A. Jenis Penelitian ... 84
B. Disain Penelitian ... 84
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 85
1. Tempat Penelitian ... 85
2. Waktu Penelitian ... 86
D. Populasi dan Sampel ... 86
E. Variabel Penelitian... 87
1)Identifikasi Variabel ... 87
2) Definisi Konseptual Variabel ... 88
3) Definisi Operasional Variabel ... 89
F.Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 89
1) Teknik Pengumpulan Data ... 89
(18)
xvi
3) Kisi-Kisi Penelitian ... . 91
4) Pengembangan Instrumen ... . 94
G. Uji Persyaratan Analisis ... 98
H. Uji Hipotesis ... 100
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 101
A. Hasil Penelitian ... 101
1. Uji Persyaratan Analisis ... 101
a. Uji Normalitas ... 102
b. Uji Linearitas... 106
c. Uji Homokedastisitas ... 118
2. Deskripsi Data ... 110
a. Kompetensi Pedagogik Guru PAK ... 110
b. Minat Belajar Siswa ... 121
B. Uji Hipotesis ... 129
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 136
D. Refleksi Kateketis ... 143
1)Pengertian Katekese ... 143
2) Tujuan Katekese ... 143
3) Isi Katekese ... 145
4) Tugas dan Peranan Katekese ... 146
5) Aspek Kateketis dalam kompetensi Guru ... 146
6) Aspek Kateketis dalam Minat Belajar Siswa ... 150
(19)
xvii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 153
A. Kesimpulan ... 153
B. Saran ... 156
DAFTAR PUSTAKA ... 158
LAMPIRAN ... 160
Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)
Lampiran 2 : Instrumen Penelitian ... (4)
Lampiran 3 : Contoh Instrumen Penelitian ... (8)
Lampiran 4 : Hasil Analisis Variabel Kompetensi Pedagogik Guru PAK .... (12)
Lampiran 5 : Hasil Analisis Variabel Minat Belajar Siswa ... (16)
Lampiran 6 : Hasil Analisis SPSS ... (20)
Lampiran 7 : Keseluruhan Data Variabel X dan Y ... (22)
(20)
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Responden ... 87
Tabel 2 Skor Alternatif Jawaban Variabel X dan Y ... 90
Tabel 3 Kisi-Kisi Instrumen Variabel Kompetensi Pedagogik Guru PAK ... 91
Tabel 4 Kisi-kisi instrumen Variabel Minat Belajar Siswa ... 92
Tabel 5 Reliability Statistics... 96
Tabel 6 Kriteria Kategori Variabel X... 97
Tabel 7 Kriteria Kategori Variabel Y... 98
Tabel 8 Test of Normality ... 103
Tabel 9 Anova ... 107
Tabel 10 Rangkuman Statistik Deskripsi Kompetensi Pedagogik Guru PAK .. 110
Tabel 11 Statistik Mengelola Proses Belajar-Mengajar ... 111
Tabel 12 Deskripsi Mengelola Proses Belajar-Mengajar... 112
Tabel 13 Statistik Memahami Perkembangan Peserta Didik ... 113
Tabel 14 Deskripsi Memahami Perkembangan Peserta Didik ... 114
Tabel 15 Statistik Memanfaatkan Strategi, model, media dan metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan IPTEK ... 116
Tabel 16 Deskripsi Memanfaatkan Strategi, model, media dan metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan IPTEK ... 117
Tabel 17 Statistik Mengevaluasi Proses Pembelajaran PAK ... 118
Tabel 18 Deskripsi Mengevaluasi Proses Pembelajaran PAK ... 119
Tabel 19 Rangkuman Statistik Minat Belajar Siswa pada PAK ... 121
Tabel 20 Statistik Rasa ingin tahu terhadap PAK ... 122
Tabel 21 Deskripsi Rasa ingin tahu terhadap PAK ... 123
Tabel 22 Statistik Senang Belajar PAK ... 125
Tabel 23 Deskripsi Senang Belajar PAK ... 126
Tabel 24 Statistik Mau belajar sesuatu yang baru dari PAK ... 127
Tabel 25 Deskripsi Mau belajar sesuatu yang baru dari PAK ... 128
(21)
xix
Tabel 27 Model Summary ... 130
Tabel 28 Anovab ... 132
Tabel 29 Coefficientsa ... 133
(22)
(23)
(24)
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Konsep ini mengandung
beberapa hal penting yaitu pertama, guru adalah tenaga pendidik yang profesional,
artinya seorang guru adalah tenaga pengajar yang sungguh-sungguh menguasai
bidang kerjanya yang diperoleh dengan menempuh berbagai jenjang pendidikan
yang menunjang keahliannya. Kedua, tugas utama seorang guru adalah
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik lewat proses
mengajarnya. Ketiga, guru merupakan salah satu komponen penentu keberhasilan
dan peningkatan mutu pendidikan peserta didik melalui berbagai proses
pengajaran yang dilaksanakan di sekolah, sebab guru merupakan ujung tombak
yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar.
Kondisi tenaga pendidik di negeri ini, khususnya pada beberapa tahun
terakhir belum sesuai dengan ketentuan dan harapan undang-undang di atas.
Penyebab ketidaksesuaian harapan undang-undang dengan tenaga pendidik di
(25)
penyelenggaraan pendidikan nasional selama ini cenderung menuruti garis
petunjuk dari atas atau indoktrinasi. Segala sesuatu telah disiapkan dalam bentuk
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sehingga tidak ada tempat untuk
berpikir alternatif (Kompas, 10 Oktober 1998). Sejumlah tokoh pendidikan
mengkritik secara tajam sistem pendidikan di Indonesia yang serba seragam, baik
dalam kurikulum, ujian akhir, maupun kegiatan belajar mengajar di sekolah yang
berakibat pada kurang optimalnya peran guru dalam merealisasikan
kompetensi-kompetensi yang dimilikinya (Kompas, 26 Juni 1998).
Kedua, guru merupakan salah satu komponen penentu keberhasilan dalam
dunia pendidikan. Oleh karena itu Komarudin Hidayat berpendapat bahwa “yang
paling menentukan keberhasilan sebuah sekolah adalah kualitas guru. Guru
yangmenguasai materi bidang studi, guru masuk kelas dengan antusias dan cinta,
serta kreatif dalam menerapkan dan menggali metode yang cocok untuk kondisi
kelasnya” (Kompas, 6 Desember 2005:7). Maka dari itu kemajuan pendidikan ada
pada kualitas guru, yang kemudian akan berandil besar pada kemajuan bangsa.
Sebaliknya rendahnya kualitas guru akan mengakibatkan keterpurukan mutu
pendidikan dan akan menjadi bumerang besar bagi bangsa.
Ketiga, dalam harian Kompas, 5 September 2001, diberitakan bahwa Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) yang pada waktu itu dijabat oleh
Abdul Malik Fajar mengaku kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di
Indonesia terburuk di kawasan Asia. Penilaian tersebut merupakan hasil survei
Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, menyebutkan bahwa Korea
(26)
Selatan memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang, Taiwan,
India, Cina dan Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12 di bawah Vietnam.
(Suparno, 2002:9).
Masalah-masalah dalam dunia pendidikan timbul dari berbagai faktor.
Faktor pertama adalah pemerintah. Dalam menyikapi masalah kependidikan,
pemerintah telah berupaya memperbaiki mutu pendidikan yang masih rendah
dengan mengeluarkan Undang-undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan membentuk BSNP (Badan Standarisasi Nasional Pendidikan,
Kompas 6 Desember 2005:7). Namun upaya standarisasi ujian dan kelulusan
secara nasional justru menimbulkan masalah karena tingkat pendidikan di tanah
air amat beragam. Penetapan standarisasi ujian nasional untuk peningkatan mutu
pendidikan tersebut melahirkan berbagai pandangan dan bahkan penolakan
terhadap Ujian Nasional (UN) sendiri. Menurut Udin S.Winataputra, Dekan
FIKIP UT, pendidikan yang serba seragam itu perlu dikaji ulang karena tidak
sesuai dengan kemampuan manusia yang tidak seragam dan keadaan daerah yang
tidak sama. Sementara Abdul Hadi, seorang sastrawan, berpendapat bahwa
“pendidikan yang serba seragam itu tidak perlu. Pendidikan harus menghargai keberagaman, termasuk kurikulum.” Selain itu keterbatasan kemampuan dan
wawasan pengajar serta perbedaan fasilitas pendidikan di pusat dan di daerah
telah menyebabkan hasil kegiatan belajar pun berbeda (Kompas, 22 Oktober
2005:12).
Banyak orang atau lembaga menilai keberhasilan peserta didik diukur
(27)
Mereka banyak melupakan hal-hal yang mengembangkan rasa, kepekaan hati,
imajinasi, unsur sosial: solidaritas dan keterlibatan. Bila peserta didik tidak
memperoleh nilai yang tinggi dikatakan tidak akan memiliki masa depan yang
cerah. Keadaan ini semakin sulit dibenahi oleh karena suasana kreatif dan bebas
berpikir tidak dikondisikan di sekolah. Dari pihak siswa, tidak ada usaha bertanya,
atau menantang pelajaran. Prestasi peserta didik terbatas pada memproduksi
informasi yang telah didapat. Akibatnya peserta didik tidak termotivasi belajar
mandiri. Proses semacam ini bukan merupakan cara untuk membantu peserta
dalam mengembangkan diri, membebaskan diri dan menjadi dirinya sendiri
sehingga dapat berpikir secara kritis dan kreatif.
Oleh karena itu, H.Moh.Ansyar (Kompas 3/4-1998) mengatakan bahwa
“Proses belajar-mengajar di sekolah dari pendidikan dasar hingga sekolah
menengah umum di Indonesia, belum menciptakan cara belajar yang bermakna.
Kurikulum hanya dilihat sebagai substansi pengetahuan, tidak sebagai proses
untuk mengetahui, sehingga yang dihasilkan dunia pendidikan hanya jago hafal”.
Selanjutnya dikatakan: “Kurikulum kita berpusat pada deposito pengetahuan dan
mengabaikan perhatian pada upaya belajar sendiri. Proses belajar-mengajar yang
berwarna indoktrinasi dan otoriter yang mengakibatkan tertanamnya sikap bahwa
materi yang diajarkan dalam buku teks seolah-olah merupakan suatu kebenaran
tanpa syarat. Guru di sini bukan sebagai tenaga pendidik tetapi hanya sebagai
pemberi informasi.
Selain pemerintah dengan kurikulum yang diberlakukannya, keberhasilan
(28)
kemaksimalan peran dan fungsi setiap komponen pendidikan yang terlibat di
dalamnya. Salah satu komponen yang berpengaruh di antaranya adalah guru
sebagai pengelola dan pelaksana pendidikan itu sendiri. Itu berarti bahwa guru
memiliki peran dan pengaruh yang besar dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peran yang besar dan
strategis. Hal ini disebabkan karena guru menjadi “garda depan” yang langsung
berhadapan dengan peserta didik dalam proses pelaksanaan pendidikan dalam
mentransformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus mendidik
pribadi-pribadi manusia dengan nilai-nilai konstruktif (Janawi, 2012:10). Untuk
melaksanakan tugasnya secara baik, guru perlu menguasai berbagai kompetensi
terutama kompetensi pedagogik dan kompetensi profesionalnya di samping
kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian yang juga penting.
Guru dalam proses belajar harus memiliki kompetensi tersendiri guna
mencapai harapan yang dicita-citakan dalam melaksanakan pendidikan pada
umumnya dan proses pembelajaran pada khususnya. Untuk itu dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, guru semestinya harus dapat membina dan
mengembangkan kemampuan peserta didik secara profesional dalam setiap proses
pembelajaran. Dalam membina kemampuan peserta didik, seorang guru harus
memiliki kompetensi tersendiri. Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru antara lain kompetensi personal, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial,
dan kompetensi profesional. Namun dari keempat kompetensi ini yang menjadi
(29)
kompetensi ini merupakan jenis kompetensi yang sangat melekat pada diri
seorang guru dan memiliki daya pengaruh yang sangat besar terhadap
keberlangsungan proses pendidikan.
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Berdasarkan pengelompokkan kompetensi pedagogik ini, maka
seorang guru memiliki tugas yang sangat berat. Realita membuktikan bahwa
dalam menjalankan tugas itu tidak semua guru dapat menjalankan tugas
pengajaran dengan baik sehingga dapat meningkatkan minat dan daya serap siswa.
Oleh karena itu, guru dituntut untuk aktif, kreatif, inovatif, dan tidak menunggu.
Guru harus memiliki ide dan kritis dengan situasi yang ada, bergerak dinamis dan
peka terhadap perkembangan zaman (Suparno, 2004:vii) Upaya meningkatkan
kompetensi pedagogik guru dimaksud agar guru dapat mengetahui kompetensi
dirinya sehingga kemampuan yang dimiliki dapat diterapkan dalam gaya mengajar
yang mampu mempengaruhi dan mmperkembangkan siswa dalam belajar. Untuk
mencapai kemahiran dan keterampilan mengajar yang profesional, maka
diharapkan guru mampu menghasilkan siswayang berkualitas sehingga dapat
memasuki dunia kerja yang penuh kompetensi.
Tuntutan untuk meningkatkan kualitas kompetensi pedagogik guru
dimaksudkan agar guru mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman
dan perubahan kurikulum yang harus menjadi perhatian khusus para tenaga
(30)
yang diikutinya. Strategi, pendekatan, dan model pembelajaran yang lama perlu
diubah agar proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
Materi pelajaran yang dirasa sulit dan abstrak perlu dikemas dan disajikan dengan
menyesuaikan pada tingkat kemampuan siswa untuk menerima pelajaran. Kita
dapat melihat contoh kenyataan di dalam kelas ketika guru menjelaskan materi,
siswa ribut dan asyik ngobrol dengan temannya, atau sering keluar kelas dengan
alasan pergi ke toilet, dan lain sebagainya, kita dapat menarik kesimpulan bahwa
materi dan metode penyajian mata pelajaran atau strategi guru tidak lagi diminati
dan menarik perhatian siswa. Materi yang disajikan jauh dari pengalaman hidup
harian siswa, metode penyajian klasikal yang membuat siswa tidak tertarik dan
merasa jenuh.
Cara mengajar guru yang lebih menekankan kepenuhan keinginan dan
minat guru, kini harus diubah dengan menekankan pentingnya memperhatikan
minat dan kebutuhan siswa dalam belajar. Menjawab kebutuhan siswa dalam
belajar menjadi orientasi dasar, karena siswa bukanlah bank tempat menampung segala macam ilmu yang ditransfer oleh guru-gurunya. Kritikan Paulo Freire,
seorang pemerhati pendidikan yang melihat kenyataan bahwa dalam proses
belajar sering terjadi konsep bankingmasih terjadi di sekolah-sekolah jaman ini. Konsep ini menekankan bahwa guru adalah segala-galanya di dalam kelas. Proses
pembelajaran disajikan dengan mentransfer ilmu dari guru kepada siswa. Guru
lebih banyak berperan dan mengesampingkan kebutuhan siswa yang adalah
subyek dalam kelas. Di sini bukan kebutuhan siswa yang dipenuhi tetapi minat
(31)
Pada umumnya, proses pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah
masih berjalan secara klasikal. Seorang guru harus menghadapi sejumlah besar
siswa dalam waktu, dengan materi dan metode yang sama (Suryobroto,
1986:141). Dalam sistem klasikal tidak mudah bagi guru untuk memperhatikan
perbedaan (keunikan setiap siswa) secara lebih cermat. Oleh karena itu seorang
guru sebaiknya berusaha menemukan perbedaan siswanya seawal mungkin
sehingga dapat menindaklanjutinya dengan cepat dan tepat, sehingga dalam
proses pembelajaran siswa memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk aktif
berpartisipasi karena mereka tahu bahwa guru mereka mempertimbangkan
kebutuhan mereka sebagai individu. Patut disadari bahwa siswa adalah seorang
pribadi yang memiliki keunikan dan kekhasan baik yang berasal dari diri sendiri
maupun latar belakangnya. Peserta didik sebagai seorang individu berbeda dalam
banyak hal. Sisi ini sebenarnya yang harus mendapat perhatian dari para guru.
Pengakuan penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan individual anak ini
tentunya akan membawa konsekuensi lebih lanjut yaitu bahwa pendidikan harus
memperhatikan perbedaan-perbedaan itu dan mengembangkan sejauh mungkin
apa yang dimiliki oleh anak itu (Suryobroto, 1986:143).
Dengan memiliki kompetensi pedagogik yang memadai, peran seorang
guru diharapkan memungkinan siswa dapat menaruh minat pada proses
pembelajaran yang dilaksanakan. Demikian juga pada mata pelajaran pendidikan
agama Katolik. Guru agama Katolik harus menempatkan peserta didik sebagai
subyek bukannya obyek belajar. Thomas Groome menekankan tiga hakikat
(32)
pendidikan harus berpusat pada pribadi manusia. Oleh karena itu, pendidikan
iman harus sungguh bersifat manusiawi dan sekaligus ilahi sehingga diharapkan
dapat memperkembangkan nilai-nilai kemanusiaan, artinya memanusiakan
manusia dan memperjuangkan budaya kehidupan (budaya pro life). Hal ini berarti, pendidikan sedapat mungkin memberdayakan peserta didik agar dapat
mencapai kepenuhan dan kesempurnaan hidup seperti yang dikehendaki Allah
sendiri (bdk. Yoh. 10:10b). Kepenuhan hidup berarti segala kerinduan terpenuhi,
mereka bahagia karena dapat dengan bebas menumbuhkembangkan seluruh aspek
hidupnya secara utuh dan menyeluruh. Pendidikan agama di sekolah hendaknya
dilaksanakan untuk memberdayakan peserta didik agar mereka dapat
memperkembangkan head (kepala: intelek, pemikiran, akal budi, kehendak, keyakinan, pengakuan iman), heart (hati: nilai estetis, perasaan, afeksi, kesadaran) dan hand (tangan yang bergerak melakukan tindakan, keterampilan, komitmen, solidaritas).Intinya adalah mendorong siswa untuk menemukan makna atas materi
yang dipelajarinya (Groome, 2003:11-14). Oleh karena itu penulis merasa perlu
mengkaji sejauh mana penguasaan kompetensi pedagogik itu dapat menarik minat
siswa dalam mengikuti PAK yang dipaparkan dalam skripsi dengan judul:
PENGARUH KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA DALAM MENGIKUTI PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SD JOANNES BOSCO, SD SANG TIMUR, DAN SD PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA.
(33)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penulisan di atas ada beberapa permasalahan
yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kompetensi pedagogik guru pendidikan agama Katolik kelas VI di
SD Sang Timur, SD Joannes Bosco dan SD Pangudi Luhur Yogyakarta?
2. Bagaimana minat belajar siswa kelas VI SD Sang Timur, SD Joannes Bosco
dan SD Pangudi Luhur Yogyakarta pada mata pelajaran pendidikan agama
Katolik?
3.Seberapa besar pengaruh kompetensi pedagogik guru pendidikan agama Katolik
terhadap minat belajar siswa kelas VI dalam mengikuti pelajaran pendidikan
agama Katolik di SD Sang Timur, SD Joannes Bosco dan SD Pangudi Luhur
Yogyakarta?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Menguraikan pengertian kompetensi pedagogik guru PAK dan minat belajar
siswa kelas VI dalam mengikuti PAK di SD Sang Timur, SD Joannes Bosco
dan SD Pangudi Luhur Yogyakarta.
2. Mendeskripsikan bagaimana kompetensi pedagogik guru PAK dapat menarik
minat siswa kelas VI dalam mengikuti PAK di SD Sang Timur, SD Joannes
(34)
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh kompetensi pedagogik guru PAK
terhadap minat belajar siswa kelas VI dalam mengikuti PAK di SD Sang
Timur, SD Joannes Bosco dan SD Pangudi Luhur Yogyakarta.
D. MANFAAT PENULISAN
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi Guru Pendidikan Agama Katolik
Memberikan sumbangan gagasan dan menambah pemahaman tentang
minat belajar para siswa dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di
SD Sang Timur, SD Joannes Bosco dan SD Pangudi Luhur Yogyakarta yang
dipengaruhi oleh kompetensi pedagogik guru. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi sumbangan bagi guru Pendidikan Agama Katolik di SD Sang Timur, SD
Joannes Bosco dan SD Pangudi Luhur Yogyakarta untuk meningkatkan
kompetensi pedagogiknya, sehingga dapat menarik minat siswa dalam
pembelajaran PAK.
2. Bagi Lembaga Pendidikan Agama Katolik Prodi IPPAK
Menambah wawasan mahasiswa-mahasiswi IPPAK mengenai perlunya
menguasai kompetensi pedagogik dalam proses pembelajaran terutama dalam
meningkatkan minat belajar siswa terhadap pelajaran pendidikan agama Katolik,
sehingga tujuan dan fungsi pendidikan agama Katolik dapat tercapai dan dapat
memperkaya para calon guru PAK agar kompetensi pedagogik yang dimiliki
(35)
3. Bagi Penulis
Membantu penulis untuk semakin memahami kompetensi pedagogik
sehingga dapat mengembangkan diri untuk menjadi seorang guru yang
sungguh-sungguh profesional dalam proses pembelajaran PAK.
4. Bagi Universitas Sanata Dharma
Sebagai tambahan sumber bacaan perpustakaan Universitas Sanata
Dharma, sebagai acuan bagi penelitian lebih lanjut.
E. METODE PENULISAN
Dalam menulis skripsi ini penulis menggunakan metode analisis
deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah usaha penulis menganalisis
buku-buku sebagai sumber bahan, dan membahasakan kembali gagasan secara
deskriptif dalam bentuk tulisan. Hal yang sama penulis lakukan dalam menggali
konteks pembahasan permasalahan seputar pengaruh kompetensi pedagogik guru
terhadap minat belajar PAK siswa. Untuk mengetahui proses pembelajaran PAK,
penulis melakukan penelitian sederhana dengan metode penelitian regresi
sederhana terhadap siswa kelas VI SD Joannes Bosco, SD Sang Timur, dan SD
Pangudi Luhur. Hasil penelitian akan dijadikan dasar dalam mengembangkan
profesionalitas guru di sekolah.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Skripsi ini mengambil judul PENGARUH KOMPETENSI PEDAGOGIK
(36)
SISWA DALAM MENGIKUTI PELAJARAN PAK DI SD JOANNES BOSCO,
SD SANG TIMUR, DAN SD PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA. Judul
tersebut akan diuraikan dalam lima bab sebagai beikut:
Bab I adalah pendahuluan. Pada bab yang pertama ini penulis
menguraikan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II penulis akan menguraikan kajian pustaka dan hipotesis tentang hal
ikhwal kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru pada umumnya,
kompetensi pedagogik guru pendidikan agama Katolik, Pendidikan Agama
Katolik, dan minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran PAK sebagai landasan
teori dalam penulisan skripsi ini.
Bab III penulis memaparkan mengenai metodologi penelitian yang
mencakup jenis penelitian, desain penelitian tempat dan waktu penelitian,
populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian,
pengembangan instrumen, uji persyaratan analisis serta uji hipotesis.
Bab IV penulis memaparkan hasil penelitian yang mendeskripsikan hasil
penelitian, uji hipotesis, pembahasan hasil penelitian, dan refleksi kateketis serta
keterbatasan dalam penelitian.
Bab V adalah penutup. Dalam penutup ini penulis menguraikan dua hal
yaitu pertama, tentang kesimpulan yang berisikan gagasan-gagasan pokok dari
penulisan skripsi dan kedua, mengenai saran-saran yang kiranya dapat membantu
guru PAK dalam meningkatkan minat belajar siswa pada proses pembelajaran
(37)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Fokus pembahasan bab kedua ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama
penulis membahas mengenai kompetensi pedagogik guru PAK yang terdiri dari
Guru PAK, PAK, kompetensi guru, kompetensi pedagogik, dan kompetensi
pedagogik guru PAK. Sedangkan bagian kedua membahas mengenai minat siswa
dalam mengikuti PAK yang terdiri dari minat belajar, dan minat siswa dalam
mengikuti pembelajaran PAK.
A. Guru Pendidikan Agama Katolik
1. Pendidikan Agama Katolik
a. Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah
Berkenaan dengan pendidikan agama Katolik, negara mengaturnya dalam
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa
negara dan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Mahaesa serta berakhlak mulia, dan Gereja mewujudkannya dalam rangka
pewartaan Injil. Semua itu demi membantu orangtua selaku pendidik pertama dan
utama putera-puteri mereka. Muara dari semua pemikiran itu ialah peserta didik
(Dapiyanta, 2008:1).
Pendidikan agama Katolik secara operasional ialah komunikasi iman atau
(38)
iman antara guru dan para siswa dan antar sesama siswa melalui proses
pembelajaran berdasar pendekatan tertentu dengan bantuan materi, metode, dan
media, yang bertitik tolak dari keadaan awal tertentu menuju tujuan tertentu dalam
pembelajaran pendidikan agama Katolik. Melalui kesaksian hidup yang terjadi
diharapkan baik guru maupun siswa dapat saling membantu sedemikian rupa,
sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna.
Tekanan utamanya terletak pada penghayatan iman, namun pengetahuan tidak
dilupakan. Untuk itulah pembelajaran di kelas diadakan.
Tujuan utama pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spiritual.
Pada akhirnya peserta didik diharapkan memiliki akhlak mulia yang
mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari
pendidikan agama, serta peningkatan potensi spiritual mencakup
pengenalan, pemahaman dan penanaman nilai-nilai keagamaan dalam
kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan
potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi
berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan
(39)
b. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Agama Katolik
Ruang lingkup materi pembelajaran pendidikan agama Katolik mencakup
empat aspek, yakni:
1) Pribadi peserta didik
Dalam aspek peserta didik, dibahas tentang bagaimana peserta didik
memahami diri mereka sebagai makhluk ciptaan Allah, sebagai pria dan wanita
yang diciptakan untuk saling mengasihi, menjaga, dan menghargai satu sama lain.
Sebagai makhluk Allah yang paling mulia, manusia diciptakan berbeda dari
makhluk lainnya yang ada di muka bumi ini. Meskipun demikian, pria dan wanita
memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan kekurangan dalam dirinya
sehingga peserta didik diharapkan dapat saling menghargai dalam berelasi dengan
sesama, dan ikut ambil bagian dalam merawat dan melestarikan alam sekitar.
2) Yesus Kristus
Dalam aspek Yesus Kristus dibahas tentang bagaimana meneladani pribadi
Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah. Pokok
pewartaan kabar gembira adalah Yesus Kristus sendiri. Yesus yang adalah Tuhan
dan juga manusia adalah tokoh utama dalam cerita Kitab Suci. Ia tidak hanya
menggambarkan kepada manusia betapa besarnya kasih Allah kepada manusia,
namun Ia juga telah membuktikannya sendiri dengan memberikan diri-Nya bagi
manusia. Oleh karena itu baik guru PAK maupun peserta didik diharapkan dapat
mengenal, mencintai dan meneladani Yesus secara pribadi dan mewujudkannya
(40)
3) Gereja
Dalam aspek Gereja dibahas tentang makna Gereja, bagaimana
mewujudkan kehidupan menggereja dalam realitas hidup sehari-hari. Gereja hadir
di dunia melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah kepala Gerejanya. Iman
tidak hanya dihayati ketika sedang mengikuti perayaan ekaristi atau perayaan
misa kudus, namun lebih dari itu bahwa iman yang nyata adalah ketika
diwujudkan dalam pikiran, perkataan, dan tindakan dalam hidup manusia
sehari-hari. Oleh karena itu iman diharapkan tidak hanya menjadi buah bibir, tetapi
benar-benar menjadi dasar hidup peserta didik dan guru PAK itu sendiri.
4) Kemasyarakatan
Dalam aspek kemasyarakatan dibahas secara mendalam tentang hidup
bersama dalam masyarakat sesuai dengan firman/sabda Tuhan, ajaran Yesus dan
ajaran Gereja. Perintah utama Yesus adalah kasih. Kasih yang dihayati oleh orang
Kristiani adalah kasih yang diwujudkan kepada siapapun, kapanpun dan
dimanapun, sehingga misi pewartaan Yesus yang adalah menghadirkan Kerajaan
Allah di dunia sungguh-sungguh akan terwujud.
c. Proses PAK di Sekolah
Guru PAK harus menyadari bahwa pelaksanaan pembelajaran pendidikan
agama Katolik di sekolah harus berorientasi pada proses bukan pada penyelesaian
materi. Ini berarti proses tidak dapat dipaksakan. Proses mesti menyediakan
(41)
hati. Dalam memproses PAK itu sendiri, guru diharapkan dapat membangun
komunikasi, keakraban, dan keterlibatan aktif siswa sehingga apa yang menjadi
kebutuhan dalam belajar dan minat siswa dalam PAK dapat terjawab dan
terpenuhi.
Segi lain dalam proses PAK ialah bahwa pendidikan agama Katolik
lebih-lebih mengembangkan perspektifnya (iman) dari pada objek kehidupannya. Ini
berarti mengembangkan kemampuan refleksi dan relasi dengan Yesus yang adalah
tujuan dan pusat pengalaman iman yang dialami dan dihayati oleh guru maupun
peserta didik dalam kehidupan mereka sehari-hari, baik di sekolah, keluarga,
lingkungan bermain, maupun dalam hidup bermasyarakat.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru PAK harus terbuka pada aspek
proses dalam PAK yang berkaitan dengan pendekatan yang bermanfaat dalam
pembelajaran. Artinya guru tidak terpancang pada satu pendekatan saja,
melainkan mencari dan menemukan sedemikian rupa pendekatan yang
mendukung proses pembelajaran PAK. Beberapa contoh pendekatan seperti
pendekatan belajar keterampilam bersikap iman, pendekatan
mempertanggungjawaban iman dan sebagaimana, dapat menjadi acuan bagi guru
dalam mengelola pelajaran agama Katolik (Komkat KWI, 1989, 106-119).
d. Tujuan PAK di Sekolah
Pendidikan agama Katolik yang dilaksanakan di sekolah memiliki dua
arah yang dirumuskan secara luas dan sempit. Menurut Dapiyanta, secara luas
(42)
pergulatan iman (internalisasi), dan memperkaya penghayatan iman dalam
pelbagai bentuk serta memperkembangkan relasi dalam dialog dengan orang yang
beragama lain. Dengan pengetahuan, orang dapat menghayati imannya.
Sedangkan secara sempit arah pendidikan agama Katolik di Indonesia dirumuskan
membantu anak menggulati hidupnya dari sudut pandang Kristen. Dengan itu ia
memperkembangkan pengetahuan dan penghayatan iman dalam kehidupannya
(Dapiyanta, 2008:23).
2. Guru PAK Di Sekolah
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Berdasarkan undang-undang tersebut, guru agama Katolik adalah seorang
pribadi yang memenuhi kualifikasi sebagai tenaga pengajar dan memiliki
wewenang mengajar secara khusus mata pelajaran pendidikan agama katolik baik
di sekolah swasta maupun negeri. Memenuhi kualifikasi artinya untuk menjadi
seorang guru agama katolik, seseorang harus memiliki kemampuan khusus hasil
proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan agama
katolik. Dan wewenang mengajar adalah kuasa mengajar yang diperoleh karena
(43)
demikian guru agama Katolik memiliki hak dan kewajiban layaknya profesi guru
pada umumnya.
Guru PAK di sekolah adalah seorang yang memiliki pekerjaan utama
sebagai seorang pengajar/pendidik iman. Ia mengajar dan menyampaikan sesuatu
yang berhubungan dengan agama Katolik. Dalam hal ini guru agama tidak hanya
menyampaikan tentang pengetahuan agama saja tetapi juga menjadi saksi Kristus
di lingkungan sekolah (Setyakarjana, 1997:69).
Guru PAK di sekolah adalah orang beriman kristiani yang dipanggil secara
khusus dan diutus oleh Allah serta mendapat penugasan dari Gereja melalui
missio canonicadari Gereja terutama ikut ambil bagian dalam karya pewartaan Gereja untuk memperkenalkan, menumbuhkan dan mengembangkan iman peserta
didik di sekolah dan dalam komunitas basis, baik teritorial maupun kategorial.
Dalam mengemban tugas pewartaan itu seorang guru PAK di sekolah berperan
sebagai: penafsir, pewarta, pendamping, penggerak, fasilitator, dan pemberdaya
yang profesional (Komkat KWI, 2005:133).
Guru PAK adalah pembina iman yang mengkhususkan diri untuk
pembinaan peserta didik melalui pembelajaran agama Katolik di sekolah (Marinus
Telaumbanua, 1997:4). Adapun beberapa tugas guru PAK disekolah yang uraikan
oleh Marinus (1997:164) adalah diantaranya: tugas pertama, mengajar dan
mendidik; yaitu menyampaikan ajaran agama dan tujuan pewartaan yang berkisar
pada pengetahuan, supaya peserta didik mengetahui baik ajaran Gereja Katolik
maupun Gereja reformasi. Tugas kedua, mengantar peserta didik ke alam liturgi
(44)
memahami isi perayaan liturgi. Tugas ketiga, mengisahkan sejarah suci dengan
memperkenalkan harta kekayaan iman Gereja. Tugas keempat, mengajarkan
katekismus.
Dalam menjalankan tugasnya, selain sebagai seorang tenaga pendidik,
guru PAK di sekolah adalah seorang pewarta Sabda Allah. Oleh karena itu, dalam
pribadi seorang guru PAK harus ada iman, pengharapan, dan cinta kasih. Iman
seorang guru PAK (1997:173) dapat dipupuk melalui: (a) pembiasaan diri
berkontemplasi, (b) memiliki cita rasa biblis, (c) Memiliki cita rasa liturgis, (d)
memiliki cita rasa teologis. Pengharapan seorang guru PAK dihasilkan dari; (a)
perjuangannya di hadapan Allah, (b) bergulat dengan diri sendiri. Cinta kasih
seorang guru PAK bertujuan pada mengusahakan kemuliaan Allah dengan jalan
memperkenalkan Allah yang mengutusnya. Ia mewartakan sabda Allah kepada
manusia yang merupakan hasil dari; (a) refleksi atas iman guru PAK sendiri, (b)
refleksi atas pengharapan guru PAK, (c) refleksi atas cinta kasih guru PAK.
Identitas dan kekhasan peran guru PAK di sekolah dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Guru PAK Sebagai Pendidik Iman
Seorang guru PAK di sekolah dapat dipandang sebagai seorang pendidik
iman bagi para peserta didik. Dalam menjalankan tugasnya, sebagai seorang
pendidik berarti guru PAK membentuk alam pikir dan nilai-nilai hidup,
membimbing ke arah kebebasan, serta membantu untuk memiliki kemampuan
mengambil keputusan sehingga pada akhirnya ia mampu memberikan penilaian
(45)
Kristus sebagai pusat dan dasar seluruh proses pembelajaran agama dan
memperkenalkan Kristus kepada para peserta didik. Selain itu, guru PAK juga
membimbing peserta didik menuju kepada pertobatan sejati yang berarti menjalin
relasi yang mendalam dengan Kristus sendiri.
Sebagai seorang pendidik iman, maka segala upaya yang dilaksanakan
dalam proses mencapai tujuan PAK haruslah bermuara pada iman, yakni
mengantar orang untuk sampai kepada iman akan Allah yang telah mewahyukan
diri kepada manusia. Jawaban atas wahyu ini secara konkret mesti terwujud dalam
bentuk penyerahan diri manusia secara menyeluruh dan bebas kepada Allah
Pewahyu: “Supaya iman ini ada, perlu uluran tangan dan bantuan rahmat Allah serta pertolongan batin Roh Kudus, yang menggerakkan dan mengarahkan hati
kepada Allah, membuka mata budi serta memberikan kepada semua orang
kenikmatan dalam menyetujui dan mengimani kebenaran” (DV No.5).
Iman merupakan perjumpaan rahmat Allah yang tak terselami dan misteri
kebebasan manusia. Di satu sisi perlu diakui bahwa dalam kenyataan iman
terdapat tindakan atau keterlibatan manusia dalam suasana kebebasan. Di sisi lain,
pertumbuhan dan perkembangan iman merupakan anugerah cuma-cuma Allah
kepada manusia. Iman merupakan rahmat yang penuh misteri. Dalam hal ini, guru
PAK di sekolahlah yang mempunyai proses sentral untuk mendidik dan
(46)
b.Guru PAK sebagai Pewarta Iman
Sebagai pendidik iman para peserta didik, guru PAK di sekolah memiliki
tanggung jawab membina iman peserta didik di sekolah. Seorang pembina iman
harus memiliki kualifikasi atau kemampuan dengan beberapa syarat mutlak yaitu:
pengetahuan, pemahaman, pengalaman iman yang memadai serta kemampuan
untuk mengkomunikasikan iman tersebut kepada para peserta didik atau
orang-orang yang dijumpainya (Setyakarjana, 1997:69). Selain sebagai pendidik iman,
aspek lain yang lebih mendasar ialah guru PAK di sekolah adalah orang beriman
yang dipanggil secara khusus dan diutus Allah serta mendapat penugasan dari
Gereja untuk mewartakan Injil. Karena itu, guru PAK sendiri mesti memiliki
disposisi batin atau komitmen tetap sebagai seorang pewarta Injil atau saksi
Kristus. Ada empat pilar penting yang menentukan efektivitas pewartaan Injil
guru PAK di sekolah, yakni spiritualitas, kepribadian, pengetahuan, dan
kemampuan berkomunikasi.
1) Spiritualitas Guru PAK
Spiritualitas seorang katekis bersumber pada katekis ulung yakni Yesus
Kristus. Dialah Guru sejati, sang gembala agung yang mengajar dengan
sempurna baik perkataan dan perbuatan serta hidup-Nya. Sesuai dengan arti
dasarnya, spirit yang berarti roh, spiritualitas menunjuk pada kehidupan yang
berpusat pada dan digerakkan oleh Roh Kudus. Karena itu, spiritualitas
memberikan identitas religius kepada seorang guru PAK. Seorang guru PAK di
(47)
pewarta Injil-Nya. Panggilan ini dihayati dengan penuh kegembiraan bahkan
menjadi sumber kegembiraan itu sendiri. Ia juga seorang yang rela berkorban,
mencintai tugas, mau berkontemplasi dan bersaksi, memiliki daya pikat dan daya
tahan, bersemangat dalam mencari dan terus mencari pengetahuan (enrichment)
melalui proses pembelajaran tanpa henti agar menjadi pribadi yang berwawasan
luas (Komkat KWI, 2005:152). Di satu pihak hal ini merupakan konsekuensi logis
dari orientasi PAK sebagai proses pendidikan dan pembinaan sikap kristiani. Di
lain pihak pendidikan iman kristiani mengisyaratkan pentingnya sikap-sikap dasar
yang perlu dimiliki oleh guru PAK, yakni: setia kepada Allah dan setia kepada
manusia.
Dengan setia kepada Allah, guru PAK dalam tugasnya senantiasa perlu
meneladani Kristus, sang Guru Sejati dalam mengemban tugas perutusan-Nya
(Yoh 5:36; 4:34; 9:4). Di samping setia kepada Allah, guru PAK harus setia juga
pada panggilan, yakni ikut serta dalam karya Allah sebab sekarang pun Allah
masih bekerja (Yoh 5:17). Penghayatan ini akan menumbuhkan pengharapan
bahwa, daya kerja rahmat Allah akan bekerja dalam diri anak didik yang akan
mempengaruhi semua aspek kehidupannya.
Komisi Kateketik KWI (2005:134-135) dengan jelas menyebut beberapa
aspek spiritualitas, terutama menyangkut spiritualitas kenabian:
a). Memiliki relasi erat dengan Allah Tritunggal dan mampu menafsirkan
kehendak-Nya bagi Gereja dan dunia.
(48)
c). Mencintai tugasnya sebagai panggilan khusus, memiliki kegembiraan dalam
menjalankan panggilan dan perutusan.
d). Memiliki daya pikat, keteladanan dan daya juang.
e). Mau belajar terus-menerus dan terbuka terhadap perkembangan zaman yang
cepat berubah.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa spiritualitas guru
agama Katolik adalah meneladani Yesus Kristus Sang Guru Sejati. Berkat
sakramen baptis, kita diangkat menjadi anak-anak Allah dan dirahmati sekaligus
diundang untuk mengambil bagian di dalam tugas pengutusan Yesus Kristus
membangun Kerajaan Allah. Berkat sakramen Krisma kita dimampukan dengan
bantuan Roh Kudus untuk melaksanakan tugas perutusan-Nya di dunia.
Panggilan-Nya dapat ditanggapi dengan berbagai macam bentuk pelayanan. Bagi
kita, panggilan itu kita tanggapi antara lain dengan melaksanakan proses
pembelajaran sebagai seorang guru PAK di sekolah dan sebagai katekis di
lingkungan jemaat serta pelayanan kelompok profesi di lingkup atau lingkungan
lainnya. Profesi kehidupan itu kita hayati sebagai panggilan Allah. Di samping
profesi guru PAK di sekolah kita memahami bahwa profesi guru PAK adalah
suatu jalan hidup untuk menjadi muridNya. Dengan mengaktualisasikan semua
potensi diri sehingga berdasar rahmatNya hidup para peserta didik dan jemaat
yang kita layani serta hidup kita sendiri dapat berkembang mencapai
(49)
2) Kepribadian Guru PAK
Menjadi guru PAK di sekolah adalah suatu panggilan yang istimewa dan
kudus. seorang guru PAK adalah perantara untuk menyampaikan firman Tuhan
kepada semua makhluk. Dengan kata lain ia harus mewartakan firman Tuhan
kepada setiap peserta didik dan membimbing mereka untuk melaksanakan
kehendak Allah. Kepribadian guru PAK di sekolah merupakan pilar yang
menentukan kredibilitas pewartaan tersebut. Allah sendiri, melalui
pewahyuan-Nya, telah menyatakan diri berpihak dan bersatu dengan manusia. Demikian juga,
guru PAK dalam pewartaannya perlu juga berpihak pada manusia (peserta didik).
Untuk itu, hidup dan kepribadian guru PAK di sekolah sendiri mesti konsisten
dengan apa yang diwartakan. Dan sebelum, meminta peserta didik untuk
melaksanakan isi pewahyuan Allah, guru PAK haruslah terlebih dahulu
memberikan teladan. Oleh karena itu guru PAK di sekolah harus memiliki
kepribadian yang matang dan peka sehingga peserta didik bisa dan lebih mudah
menerima dan menjalankan isi pewartaannya.
Dokumen-dokumen magisterium Gereja yang memuat tentang pewartaan
Injil oleh guru agama menuntut pembinaan dan pendidikan umum maupun
pembinaan dan pendidikan khusus untuk katekis termasuk guru PAK di sekolah.
Dikatakan umum, karena didalamnya ada pengertian bahwa seluruh watak
kepribadian mereka perlu dikembangkan. Dikatakan khusus, karena tugas khusus
yang dituntut dari mereka yaitu mewartakan sabda, baik kepada orang-orang
Kristen maupun bukan Kristen, memimpin umat, memimpin doa-doa liturgi.
(50)
sekolah, terutama menyangkut kematangan pribadi amat diperlukan. Kepribadian
yang baik dan matang akan membuat pewartaan Injil lebih dipercaya, dan dengan
demikian mempermudah misi Gereja yang lebih luas (Komkat KWI, 1997:43).
Selain itu guru PAK di sekolah sebagai tenaga profesional juga dituntut
untuk memiliki kriteria kepribadian sebagaimana yang dimiliki oleh tenaga guru
profesional pada umumnya. Oleh karena itu, guru PAK perlu dipersiapkan melalui
proses pembinaan dan pendidikan secara formal. Terbentuknya kepribadian
seorang guru PAK bagaimanapun akan dipengaruhi oleh seberapa intens
pembinaan dan pendidikan yang dialami, terutama yang berkaitan dengan
kepribadian seorang guru.
3) Pengetahuan Guru PAK
Kepentingan pelayanan dalam Gereja oleh bantuan para katekis/guru
agama diketahui secara resmi semasa Konsili Vatikan II (1962-1965). Salah satu
dokumen Vatikan II yang menekankan pentingnya pelayanan katekis adalah
dekrit tentang tugas pastoral para uskup dalam Gereja “Christus Dominus”.
Dokumen ini menegaskan bahwa hendaklah para uskup mengusahakan, supaya
para katekis/guru agama disiapkan dengan baik untuk tugas mereka, sehingga
mereka mengenal ajaran Gereja dengan jelas, baik secara teoritis maupun praktis
mempelajari kaidah-kaidah psikologi dan pedagogi (CD, art.14).
Selain memiliki spiritualitas yang mantap dan kepribadian yang matang,
guru PAK di sekolah juga harus memiliki pengetahuan yang memadai.
(51)
pengetahuan yang dimiliki diharapkan orang dapat mempertanggungjawabkan
imannya. Guru PAK di sekolah bertugas membantu siswa agar memiliki
pengetahuan tentang iman yang cukup. Oleh karena itu guru PAK dituntut
memiliki pengetahuan yang luas (Komkat KWI, 2005:134-135). Lebih dari itu
guru PAK di sekolah selayaknya belajar terus-menerus untuk menambah
pengetahuan baik pengetahuan umum maupun pengetahuan keagamaan, terutama
hal-hal yang aktual.
Pengetahuan yang memadai dan sikap peka perkembangan zaman (up to date) yang dimiliki akan menunjang tugas panggilannya sebagai guru PAK di sekolah. Selain bidang agama, beberapa bidang pengetahuan lain yang relevan
diantaranya, ilmu-ilmu gerejawi (Kateketik, Pastoral, Teologi, Moral, Kitab Suci,
Hukum Gereja, Liturgi) dan ilmu-ilmu manusia/human sciences (Sosiologi, Psikologi, Pedagogi).
4) Kemampuan Berkomunikasi Guru PAK
Spiritualitas, kepribadian dan memiliki pengetahuan yang memadai
merupakan kunci dalam tugas pewartaan guru PAK di sekolah. Ketiganya
menentukkan otentisitas dan kredibilitas guru PAK di sekolah. Persoalannya
sekarang adalah bagaimana pewartaan disampaikan kepada peserta didik.
Disinilah guru PAK perlu memiliki keterampilan lain yakni, keterampilan
berkomunikasi. Keterampilan ini sangat penting mengingat PAK di sekolah
merupakan salah satu bentuk komunikasi atau interaksi iman antara guru dengan
(52)
baik akan membawa dampak yang baik pula bagi perkembangan iman peserta
didik. Karena itu guru PAK harus mampu mengumpulkan, menyatukan dan
mengarahkan peserta didik sehingga sampai pada suatu tindakan nyata. Guru
PAK di sekolah sendiri harus mampu mengungkapkan diri, berbicara dan
mendengarkan. Kemampuan berkomunikasi berkaitan juga dengan kemampuan
menciptakan suasana yang akan memudahkan peserta didik mengungkapkan diri
dan mendengarkan pengalaman iman orang lain.
Selain keterampilan berkomunikasi, guru PAK di sekolah juga harus
memiliki keterampilan berefleksi. Keterampilan ini dapat ditempuh dengan
langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mengkaji dan mencermati dinamika
pengalamannya untuk menemukan nilai-nilai manusiawi yang bermakna dari
pengalaman/peristiwa hidup sehari-hari, (2) mampu membandingkan serta
mengkonfrontasikan pengalaman hidup dengan Kitab Suci, ajaran gereja serta
tradisi Kristiani serta Tradisi iman Kristiani, (3) menggumuli atau
menginternalisasi nilai-nilai Kristiani tersebut sebagai suatu mentalitas/sikap
dasar dalam kehidupan konkrit (Kristianto, 2004).
Keterampilan berkomunikasi juga ditekankan oleh Komisi Kateketik KWI
(2005:134-135) yang menegaskan bahwa pentingnya katekis termasuk guru PAK
di sekolah memilikinya. Dengan keterampilan ini, maka diharapkan guru PAK
disekolah dapat menyajikan pelajaran agama menjadi menarik/menyenangkan,
efektif dan membuat pelajaran agama bermakna bagi hidup siswa. Beberapa hal
penting yang perlu dimiliki guru PAK di sekolah adalah sebagai berikut:
(53)
b) Keterampilan berefleksi
c) Keterampilan menganalisa
d) Keterampilan menggeluti tanda-tanda zaman dalam terang Kitab Suci
e) Keterampilan menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program
katektik dan pastoral
f) Keterampilan dalam kepemimpinan dan menajemen.
Dari beberapa uraian tentang spiritualitas, kepribadian, pengetahuan, dan
komunikasi, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa guru PAK di sekolah
diharapkan:
a) Memiliki cinta berkobar untuk mewartakan Injil Yesus Kristus kepada semua
orang.
b) Memiliki cinta berkobar kepada umat beriman, khususunya jemaat yang
dilayaninya.
c) Memiliki wawasan tentang ajaran Gereja yang memadai secara sistematis, dan
setia kepada Kitab Suci, ajaran dan Tradisi Gereja.
d) Memiliki keterampilan dalam menyampaikan pewartaan iman dan
pendampingan jemaat.
e) Memiliki perikehidupan dan keteladanan iman yang mantap, terutama tampak
dalam kesaksian hidup rohani dan kehidupan pribadi/keluarga dan sosialnya.
(54)
B. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik
1) Kompetensi Guru secara Umum
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, menyatakan yang dimaksud dengan kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya. Konsep ini berarti dalam melaksanakan proses pembelajaran,
diharapkan guru nantinya tidak hanya menghasilkan lulusan siswa yang memiliki
pengetahuan sebanyak-banyaknya, tetapi juga lulusan yang memiliki serangkaian
keterampilan serta berbagai sikap dan nilai penting, yang tidak hanya berguna
untuk melanjutkan pendidikan tetapi juga (terutama) untuk hidup dan bekerja di
masyarakat.
Lefrancois (dalam Asmani, 2009:37) mengatakan bahwa kompetensi
merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu yang dihasilkan dari proses
belajar. Selama proses belajar, stimulus akan bergabung dengan isi memori dan
menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa kompetensi adalah sesuatu yang berlangsung
lama yang menyebabkan individu mampu melakukan kinerja tertentu.
Sementara itu, Majid (2008:5) mengatakan bahwa kompetensi adalah
seperangkat tindakan penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang
(55)
akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan
terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam
menjalankan fungsinya sebagai guru. Selanjutnya Majid mengungkapkan bahwa
standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan berperilaku layaknya seorang guru
untuk menduduki jabatan fungsional sesuai dengan bidang tugas, kualifikasi, dan
jenjang pendidikan.
Kompetensi menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas
kependidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan.
Performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya diamati, tetapi juga meliputi perihal yang tidak tampak (Hamzah B. Uno, 2008: 61).
“Competence consists of one's possessing knowledge or expertise of a particular subject. If a teacher is to be perceived as competent, he or she is perceived to know what he or she is talking about” (Teven & Hanson, 2004: 39). Menurut Teven & Hanson, kompetensi terdiri dari kepemilikan pengetahuan atau
keahlian dari pelajaran tertentu. Jika guru dianggap berkompeten, dia dianggap
mengetahui apa yang dia bicarakan.
Agar guru mampu mengemban dan melaksanakan tanggung jawabnya
mengajar dan mendidik, maka setiap guru harus memiliki berbagai kompetensi
yang relevan dengan tugas dan tanggung jawab tersebut. Guru harus menguasai
cara belajar yang efektif, harus mampu membuat model satuan pelajaran, mampu
(56)
teladan bagi siswa, mampu memberi nasehat dan petunjuk yang berguna,
menguasai teknik-teknik memberikan bimbingan dan penyuluhan, mampu
menyusun dan melaksanakan prosedur penilaian kemajuan belajar, dan
sebagainya (Oemar Hamalik, 2008: 40).
a. Kompetensi Pedagogik Guru
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
pegagogik guru adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Mengelola pembelajaran mengandung arti bahwa guru yang memiliki kompetensi
pedadogik dapat melaksanakan kegiatan belajar secara interaktif, efektif,
menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik (Daryanto, 2009: 208).
Janawi (2011: 65-96) mengemukakan bahwa kompetensi pedagogik
berhubungan dengan menguasai karakteristik peserta didik, menguasai teori dan
prinsip-prinsip pembelajaran, mengembangkan kurikulum dan rancangan
pembelajaran, menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik dengan
memanfaatkan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk kepentingan
pembelajaran, memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik, mampu
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik,
(57)
hasil evaluasi dan penilaian untuk kepentingan pembelajaran, dan melakukan
tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Secara rinci setiap
sub-kompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial, sebagai berikut:
1) Menguasai Karakteristik Peserta Didik
Menguasai karakteristik peserta didik berhubungan dengan kemampuan
guru dalam memahami kondisi anak didik. Peserta didik dalam dunia pendidikan
harus diposisikan subyek dalam proses pembelajaran. Diposisikan sebagai subyek
berarti bahwa anak merupakan sosok individu yang membutuhkan perhatian dan
sekaligus berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Setiap peserta didik memiliki
karakteristik tersendiri yang berbeda satu dengan yang lainnya baik dari segi
minat, bakat, motivasi, dayas erap mengikuti pelajaran, tingkat perkembangan,
tingkat inteligensi, dan perkembangan sosial tersendiri (Janawi, 2011: 66-67).
Menurut Conny R. Semiawan, manusia belajar, tumbuh dan berkembang
dari pengalaman yang diperolehnya. Setiap anak dilahirkan dengan perbedaan
kemampuan, bakat, minat. Faktor-faktor ini ikut mempengaruhi keberhasilan
belajar anak. Untuk itu, jika anak diberi kesempatan untuk mendapatkan apa yang
diinginkan dalam belajar, anak dapat berkembang seoptimal mungkin sesuai
dengan kemampuan, bakat, dan minatnya masing-masing. Untuk itu guru harus
memahami dan menguasai teori-teori psikologi belajar dan psikologi pendidikan.
Kedua bidang keilmuan yang saling berkaitan tersebut dapat membantu
guru untuk mengetahui dan memahami tentang anak dan tahap-tahap
perkembangannya. Pada setiap tahap perkembangan, anak memiliki karakteristik
(58)
menjadi landasan mengapa guru harus menguasai teori-teori psikologi belajar dan
psikologi pendidikan. Selain itu, dalam proses belajar mengajar, guru harus
menempatkan peserta didik sebagai fokus perhatiannya sekaligus menjadi
individu yang ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran (Janawi, 2011: 67).
2) Menguasai Teori dan Prinsip-prinsip Pembelajaran
Janawi (2011:68) menjelaskan bahwa tujuan mengajar ialah untuk
mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku anak. Dengan
pengajaran, dapat membuat seorang anak menjadi orang lain, dalam hal apa yang
ia lakukan dan yang dapat dicapainya. Perubahan ini biasanya disebabkan oleh
orang yang berada di luar dirinya, seperti seorang guru.
Oleh karena peserta didik memiliki tahap perkembangan yang
berbeda-beda, maka diharapkan guru dapat menggunakan pendekatan yang berbeda untuk
setiap peserta didik. Di satu sisi guru harus memberikan perhatian kepada seluruh
anak yang ada dalam proses pembelajaran di kelas, namun di sisi lain guru harus
memberikan perhatian khusus kepada setiap anak sesuai dengan kebutuhannya.
Oleh karena itu guru harus menguasai teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
dapat membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan baik (Janawi,
69).
Janawi menegaskan bahwa, beberapa asas yang perlu dikuasai oleh guru,
diantaranya adalah asas perhatian, asas aktivitas, asas apersepsi, asas peragaan,
asas ulangan, asas korelasi, asas konsentrasi, asas individualisasi, asas sosialisasi,
(59)
1) Asas Perhatian
Asas perhatian adalah asas membangkitkan perhatian peserta didik pada
pelajaran yang disampaikan guru di kelas atau di luar kelas. Asas ini digunakan
untuk membangkitkan minat belajar anak, karena tidak semua anak memiliki
perhatian yang sama terhadap materi pelajaran yang sama. Dalam asas ini dikenal
dua jenis perhatian, yakni perhatian yang dibangkitkan oleh guru disebut perhatian
sengaja, dan perhatian yang timbul dari peserta didik disebut perhatian spontan.
Dasar dilakukannya perhatian terhadap peserta didik adalah dasar
psikologis. Perhatian adalah suatu gejala kejiwaaan yang ada hubungannya
dengan dorongan minat dan aktivitas itu sendiri. Kemudian perhatian adalah suatu
keadaan, sikap untuk memusatkan kesadaran yang diarahkan pada suatu obyek
tertentu yang disertai reaksi-reaksi organis yang selanjutnya dapat memungkinkan
pengamatan secara tajam dan jelas terhadap obyek tersebut. Perhatian
memungkinkan adanya kesan, tanggapan, pengertian, dan pendapat yang semakin
tajam dan jelas (Janawi, 2011: 69-70).
2) Asas Aktivitas
Asas aktivitas adalah asas yang mengaktifkan jasmani dan rohani peserta
didik. Proses belajar dianggap baik apabila interaksi belajar terjalin antara
pendidik dan peserta didik dan antar sesama peserta didik. Oleh karena itu
pembelajaran yang dilaksanakan hendaknya tidak bersifat verbalis tetapi peserta
didik harus dilatih untuk beraktifitas baik jasmani maupun rohani. Piaget dalam
(60)
berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa berbuat anak tidak berpikir, agar ia berpikir
sendiri ia harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri.
Secara psikologis, segala pengetahuan harus diperoleh siswa dari
pengamatan sendiri dan pengalamannya sendiri. Karena jiwa bersifat dinamis,
memiliki energi sendiri dan dapat menjadi aktif yang didorong oleh
kebutuhan-kebutuhan. Dalam hal ini peran guru adalah merangsang keaktifan dengan cara
menyajikan bahan pelajaran, akan tetapi yang mengolah dan mencerna adalah
peserta didik sendiri sesuai dengan minat, bakat dan latar belakang
masing-masing. Hal ini sebabkan karena belajar adalah suatu proses di mana anak-anak
harus aktif (Janawi, 2011: 70-71).
3) Asas Apersepsi
Asas apersepsi adalah asas yang digunakan guru ketika guru akan memulai
proses pembelajaran. Apersepsi adalah proses pertautan gejala jiwa yang dialami
sebagai proses kesadaran dengan kesan baru yang diterima. Dalam hal ini peran
guru adalah menghubungkan materi yang akan diajarkan dengan pengetahuan
peserta didik sebelumnnya.
Dari sudut pandang psikologis, apersepsi adalah proses pertautan gejala
jiwa lama dengan gejala jiwa baru. Kesan lama dinamakan bahan apersepsi dan
bahan apersepsi itu membangkitkan minat peserta didik. Aplikasinya, sebelum
memberi materi pelajaran yang baru, guru harus memperhatikan materi yang
menghubungkan sesuatu dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya (Janawi,
(61)
4) Asas Peragaan
Asas peragaan adalah asas memperagakan. Asas ini selalu dikaitkan
dengan media atau teknologi pendidikan baik dengan memanfaatkan miniatur
dengan cara mendemonstrasikan gerak tangan, tubuh dan lainnya dalam proses
pembelajaran. Agar peserta didik dapat mengerti dengan baik materi yang hendak
disampaikan, maka materi pelajaran haruslah diperagakan sekonkrit mungkin bagi
pengamatan mereka. Peragaan dapat dengan peragaan langsung maupun peragaan
tak langsung. Peragaan langsung dapat ditampilkan dengan cara memperlihatkan
sesuatu yang akan diperagakan, sedangkan peragaan tak langsung dengan cara
menunjukkan benda-benda tiruan, misalnya gambar, film, dan lainnya. Melalui
asas peragaan, pembelajaran akan berawal dari pengalaman dan pengamatan yang
membutuhkan alat-alat indera (Janawi, 2011: 72).
5) Asas Ulangan
Asas ulangan adalah asas mengadakan latihan-latihan secara periodik yang
mempermudah reproduksi tanggapan yang membutuhkan asosiasi antar
tanggapan-tanggapan yang muncul. Latihan-latihan ini dapat berupa ulangan
harian, pekerjaan rumah, atau tugas lainnya. Asas ini perlu dipertimbangkan
secara matang dan dilakukan secara teratur, agar peserta didik tidak merasa jenuh
dengan tugas-tugas yang diberikan guru. Ulangan dibagi dalam dua kategori yaitu:
ulangan okasional bersifat kebetulan dan ulangan sistematis(Janawi, 2011: 72-73).
(62)
6) Asas Korelasi
Asas korelasi merupakan asas mengadakan hubungan dengan pelajaran
lain. Guru dalam hal ini harus mampu menghubungkan pelajaran yang satu
dengan pelajaran yang lainnya. Misalnya pelajaran agama dengan pelajaran
kewarganegaraan, pengetahuan sosial, dan sebagainya.
Secara psikologis, asosiasi dan apersepsi menggali kesadaran anak agar
dapat membangkitkan minat belajar anak. Aplikasinya, pelajaran akan mudah
diterima bila guru menghubungkan pelajaran dengan masalah-masalah pokok
dalam kehidupan peserta didik sehari-hari.
7) Asas Konsentrasi
Asas konsentrasi adalah pemusatan pada pokok suatu permasalahan
tertentu. Fokus tertentu mendorong munculnya perhatian pemusatan pada pokok
masalah tertentu. Asas ini memiliki tiga tahap, yaitu tahap inisisasi, pengembangan, dan kulminasi. Pada tahap inisisasi, guru berusaha menstimulasi peserta didik melalui alat peraga untuk menarik perhatian peserta didik dan
peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok. Tahap pengembangan, masing-masing kelompok mengumpulkan data sesuai dengan data yang ingin
dikumpulkan, dan tahap kulminasi, masing-masing kelompok menyampaikan laporannya dan diberi kesempatan bagi setiap kelompok untuk menanggapinya
(Janawi, 2011: 73).
8) Asas Individualisasi
Asas individualisasi merupakan asas penyesuaian pada minat dan bakat
(63)
mampu memberikan perhatian khusus terhadap peserta didik, karena pesera didik
memiliki minat, bakat, dan irama perkembangan sendiri. Proses pembelajaran
hendaknya disesuaikan dengan keadaan sifat, bakat, minat, kemampuan peserta
didik masing-masing.
9) Asas Sosialisasi
Asas sosialisasi adalah asas menciptakan atau menyesuaikan pada
lingkungan sekitar. Sosialisasi dibutuhkan karena, selain peserta didik sebagai
makhluk individu, mereka juga merupakan makhluk sosial yang selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Dalam proses pembelajaran, peserta didik
membutuhkan suasana hidup bersama, bekerja bersama, dan berinteraksi dengan
sesamanya. Dalam hal ini, guru hendaknya membantu para siswa unutk
mengembangkan sifat sosialnya melalui pembentukan kelompok sehingga suasana
soail dapat tercipta.
10) Asas Evaluasi
Asas evaluasi merupakan asas pengadaan penilaian yang obyektif.
Evaluasi dilakukan secara periodik dan menjadi feed back (umpan balik) dalam proses pembelajaran. Evaluasi dilakukan dengan cara yang bervariasi sesuai
dengan tuntutan zaman dan evaluasi yang dibutuhkan. Evaluasi dapat berguna
bagi guru, yakni sebagai dasar penilaian mengenai tingkat penguasaan peserta
didik terhadap proses pembelajaran tertentu, dan juga bagi peserta didik yakni
mereka dapat menilai kemampuannya sehingga dapat menilai dirinya.
Secara psikologis, evaluasi dan penilaian diberikan secara obyektif guna
(64)
oleh gurunya. Evaluasi dapat dilakukan dengan memberi tes (ujian) agar peserta
didik mengetahui hasil belajarnya. Hasil penilaian perlu didokumentasikan demi
kepentingan melihat sejauh mana tingkat perkembangan kemampuan anak
(Janawi, 2011: 74-75).
3) Mengembangkan Kurikulum
Menurut Zamroni, salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan adalah mempertimbangkan dua model, yaitu memperkuat hidden curriculum dan mengembangkan teknik refleksi diri (self-reflection) (Zamroni, 2000: 79). Hidden curriculum adalah proses penanaman nilai-nilai dan sifat-sifat pada diri peserta didik. Proses tersebut dilakukan melalui proses pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru. Oleh karena itu dalam hal ini guru hendaknya
melakukan proses pembelajaran yang baik, menjadi panutan bagi peserta didik,
dan rekan sejawat. Sedangkan self-reflection adalah suatu kegiatan untuk mengevaluasi proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan untuk memperoleh
umpan balik (Janawi, 2011: 75-76).
Guru dalam melaksanakan pembelajaran, harus sungguh-sungguh
mencermati kurikulum yang berlaku dan bersiap menghadapi perubahan baik dari
segi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Perubahan kurikulum menuntut
guru untuk selalu menerima perubahan yang membawa perbaikan dalam berbagai
aspek pembelajaran. Oleh karena perubahan zaman lebih cepat dibandingkan
(65)
harus mampu beradaptasi dengan dinamika perkembangan zaman, terutama
tuntutan dan kebutuhan zaman (Janawi, 2011: 80).
Perubahan kurikulum selalu menimbulkan rumor di masyarakat bahwa
“Ganti Menteri Pendidikan Ganti Kurikulum”. Bahkan perubahan kurikulum
kadang-kadang cenderung menjadi konsumsi politis. Sebagai konsekuensinya
perubahan kurikulum menuntut penyediaan anggaran yang cukup besar. Namun,
bila perubahan kurikulum dilihat dari sudut pandang non-politis, pergantian
kurikulum merupakan suatu hal yang biasa dan suatu kemutlakan dalam rangka
merespon perkembangan masyarakat yang cepat.
4) Menyelenggarakan Pembelajaran yang Mendidik
Buber dalam Conny R. Semiawan (2002: 5) menyatakan bahwa paham
psikologi kontemporer memahami belajar sebagai sebuah proses konstruktivisme.
Belajar adalah mengkonstruksikan pengetahuan yang terjadi from within. Belajar dilakukan dengan proses dialog dan bercirikan pengalaman dua sisi (two sided experiences). Belajar tidak semata-mata mentransformasikan pengetahuan ke dalam kepala anak. Artinya, penekanan belajar tidak lagi pada kuantitas materi,
melainkan pada upaya agar anak mampu menggunakan peralatan mentalnya
(otaknya) secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif
belaka, melainkan keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif (Janawi, 2011: 85).
Goleman mengisyaratkan bahwa manusia memiliki dua segi mental:
pertama, berasal dari kepala (head) dengan ciri kognitif, dan kedua, berasal dari hati sanubarinya (heart), dengan ciri afektif. Antara kehidupan kognitif dan
(1)
(2)
(3)
(20) LAMPIRAN 6. HASIL ANALISIS SSPS
HASIL ANALISIS SPSS
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation
Kompetensi Pedagogik 85 66.1059 8.63413
Minat Belajar Siswa 85 62.1529 8.87547
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .805a .648 .644 5.29388
a. Predictors: (Constant), Kompetensi Pedagogik b. Dependent Variable: Minat Belajar
ANOVAb
Model Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 4290.922 1 4290.922 153.109 .000a Residual 2326.090 83 28.025
Total 6617.012 84 a. Predictors: (Constant), Kompetensi b. Dependent Variable: Minat
(4)
(21) Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.432 4.460 1.666 .099
Kompetensi .828 .067 .805 12.374 .000
a. Dependent Variable: Minat
Correlations
Kompetensi Minat Kompetensi
Pearson Correlation 1 .805
Sig. (1-tailed) .000
N 85 85
Minat
Pearson Correlation .805 1
Sig. (1-tailed) .000
N 85 85
(5)
(6)