143
D. Refleksi Kateketis 1. Pengertian Katekese
Dalam anjuran apostolik Catechesi Tradendae artikel 1, Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa: Katekese adalah usaha dalam Gereja atau suatu
bentuk pelayanan kenabian Gereja untuk memperoleh murid-murid, untuk membantu umat mengimani bahwa Yesus itu adalah Putra Allah, supaya dengan
beriman mereka beroleh kehidupan dalam nama-Nya dan membina serta mendidik mereka dalam perihidup itu dan dengan demikian membangun Tubuh Kristus
dalam hidup sehari-hari. Dipertegas pula pada artikel 18, katekese adalah suatu tahap evangelisasi bagi pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang
dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen.
2. Tujuan Katekese
Paus Yohanes Paulus II dalam Catechesi Tradendae, menguraikantujuan katekeseyaitu:
a. Dalam artikel 5, dikatakan bahwa melalui katekese bukan saja
menghubungkan umat dengan Yesus Kristus, melainkan mengundang mereka untuk memasuki persekutuan hidup yang mesra dengan-Nya.
b. Dalam artikel 19, melalui katekese sebagai momen awal Injil yang mengantar
kepada pertobatan, mempunyai sasaran yakni mematangkan iman awal dan membina murid Kristus yang sejati melalui pengertian yang lebih mendalam
dan lebih sistematis tentang pribadi maupun amanat Tuhan kita Yesus Kristus. c.
Dalam artikel 20, tujuan khas katekese adalah berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari
144
mengembangkannya menuju kepenuhannya serta semakin memantapkan perihidup umat beriman, muda maupun tua. Yang berarti merangsang, pada
taraf pengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan benih iman yang ditaburkan melalui pewartaan awal, dan yang dikurniakan secara efektif
melalui baptis. d.
Dalam artikel 25, melalui katekese mengembangkan, mematangkan, meneguhkan iman maupun bagi kesaksian umat Kristen di tengah masyarakat,
tujuannya adalah mendampingi umat Kristen untuk meraih kesatuan iman serta pengertian akan Putera Allah, kedewasaan pribadi manusia dan tingkat
pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, melalui perjumpaan dengan Yesus Kristus.
Dengan kata lain maksud dari keempat artikel yang diuraikan ini, katekese ingin mengembangkan pemahaman orang beriman terhadap misteri Kristus, agar
lebih tekun dan serius dalam menghayati imannya di dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka secara utuh dapat mengikuti Kristus.
Tujuan katekese secara khusus bertujuan untuk mendewasakan iman, memelihara, merawat, dan mempertumbuhkan iman dalam pengetahuan dan
dalam hidup Kristen pada umumnya, serta ingin mengembangkan pemahaman orang beriman terhadap misteri Kristus, dan sekaligus mendorong mereka agar
lebih tekun dan serius menghayati imannya di dalam kenyataan hidup sehari-hari Heryatno, 2013: 51. Dengan kata lain tujuan katekese adalah membantu umat
mengembangkan atau mendewasakan hidup berimannya baik secara individu
145
maupun persekutuan, agar umat sungguh-sungguh mengenal, mencintai, dan setia mengikuti Yesus Kristus di dalam seluruh hidup mereka.
3. Isi Katekese
Katekese dipahami sebagai momen penting dalam pewartaan, maka isi katekese tidak berbeda dengan isi pewartaan Injil. Isi katekese yang paling pokok
adalah kabar gembira Yesus Kristus yang mewartakan dan mewujudkan keselamatan manusia. Katekese harus bersifat Kristosentris yaitu berpusat pada
Yesus Kristus. Di dalam katekese harus mendedikasikan dan mengabdikan diri pada Kristus bukan pada gagasan dan pandangan sendiri. Yang dikomunikasikan
adalah Kristus, bukan dirinya sendiri. Untuk dapat mewartakan Kristus yang diimani dan diwartakan oleh Gereja, maka para pewarta harus akrab dengan Kitab
Suci dan memahami Tradisi Gereja, karena keduanya merupakan salah satu sumber utama dalam katekese.
Isi pokoknya adalah seluruh misteri hidup Yesus Kristus, mulai dari peristiwa inkarnasi, seluruh karya dan sabda-Nya, terutama sampai peristiwa
Paskah-Nya: wafat dan kebangkitan-Nya Catechesi Tradendae artikel 6. Karena yang menjadi pusat, pelaku utama adalah Yesus Kristus sebagai pusat atau jantung
dalam katekese. Oleh karena itu para pewarta harus mengimani, mengikuti teladan dan sikap hidup-Nya dalam kehidupan sehari-hari, agar terwujud sifatnya yang
Kristosentris dalam mempersatukan manusia secara mesra dengan-Nya. Yesus Kristus sendirilah sabda yang menjelma dan sebagai Anak Allah, Dia yang
membimbing kita dalam Roh Kudus dan membantu kita mengambil bagian dalam Tritunggal Mahakudus.
146
4. Tugas dan Peranan Katekese
Heryatno 2013:70 menegaskan bahwa tugas katekese adalah membantu mendidik dan meneguhkan identitas umat sebagai jemaat, menghilangkan
keraguan, ketidakpastian, dan kebingungan yang muncul sebagai akibat dari perubahan dan perkembangan zaman, serta diharapkan membantu jemaat agar
tetap bergembira dan teguh di dalam imannya. Tugas utama katekese yakni:
a. Katekese memberitakan sabda Allah yang hadir secara penuh di dalam diri
Yesus Kristus. Katekese mewartakan Kristus agar jemaat semakin mengenal, mencintai dan mengikuti-Nya, serta semakin peka mengenali kehadiran-Nya
di dalam hidup sehari-hari, oleh karena itu katekese harus bersifat Kristosentris.
b. Katekese mendidik jemaat supaya semakin beriman. Peranan katekese
membantu, menyemangati, dan meneguhkan jemaat supaya makin beriman. c.
Katekese mengembangkan Gereja, tidak hanya dilakukan oleh katekese tetapi juga oleh liturgi, pewartaan, dan pelayanan Gereja lainnya karena Gereja
merupakan tanggungjawab seluruh jemaat.
5. Aspek Kateketis dalam Kompetensi Guru
Berkat sakramen baptis, kita diangkat menjadi anak-anak Allah dan dirahmati sekaligus dipanggil untuk mengambil bagian di dalam tugas perutusan
Yesus Kristus membangun kerajaan kasih Allah. Panggilan-Nya dapat ditanggapi
147
dengan berbagai macam bentuk pelayanan kemuridan. Bagi kita, panggilan-Nya itu kita tangggapi antara lain dengan penyelenggaraan pendidikan sebagai guru
Katolik di sekolah dan sebagai katekis di lingkungan jemaat serta pelayanan kelompok profesi di lingkup lingkungan lainnya Heryatno, 2010: 80.
Menghadapi pergolakan zaman saat ini, Gereja berusaha terus-menerus mewartakan Kristus sesuai dengan keadaan dan perkembangan hidup orang
zaman ini. Katekese harus mengangkat dan menyapa dunia dan permasalahan yang dihadapi pada saat ini khusunya kaum muda. Maka pembaharuan katekese
suatu keharusan sesuai dengan metode dan bahasanya Catechesi Tradendae artikel 17, agar katekese dapat diterima oleh kaum muda, maka perlu
menggunakan metode, model, dan media yang cocok sehingga dapat membangkitkan minat kaum muda di dalam berkatekese yang tidak lain untuk
membimbing, membantu, mengarahkan, menghayati dan memberi dasar pendidikan iman yang sejati berupa pewahyuan Yesus Kristus sebagai sahabat dan
teladan yang dapat dikagumi dan diteladani. Maka sebagai calon katekis harus siap membantu perkembangan iman
umat dan sebagai mercusuar yang menyinari perjalanan memberi jalan bagi anak-anak, remaja, kaum muda dan orang dewasa yang penuh dengan tantangan,
masalah dalam perubahan sosial. Sebagai pelayanan pendidikan yang dijalankan oleh para pendidik dengan
bersumber pada kasih Yesus membentuk spiritualitas sebagai guru agama Katolik yang menghayati tugas tesebut dengan cara sebagai berikut:
148
a. Menyadari bahwa setiap peserta didik adalah pribadi yang dikasihi Tuhan,
diciptakan menurut citra dan gambarnya. Sebagai pribadi yang dikasihi, Tuhan telah melimpahkan segala berkat dan rahmat-Nya pada mereka untuk
mengetahui, mencintai, dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Semua karya Tuhan adalah baik, dengan kata lain tak ada dari antara para peserta didik yang
bodoh. Oleh karena itu, peranan sebagai pendidik adalah membantu mereka untuk memperkembangkan setiap bakat talenta yang telah dilimpahkan oleh
Tuhan. b.
Bekerja atas dasar kasih sehingga dalam kehidupan sehari-hari di sekolah terjalin relasi dari hati ke hati personal, relasi yang dekat dengan sesama
khususnya dengan rekan kerja guru dan terutama dengan para peserta didik. Pelayanan berdasar hati perlu kita tanam dalam diri kita. Karena hatilah yang
menjadi inti kehidupan sekaligus tempat di mana Allah bersemayam. Pendidikan hati inilah yang akan memberikan segala kegiatan di sekolah
dengan buah-buah Roh yaitu kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, pengampunan dan
penguasaan diri Gal 5: 22-23. c.
Bukan hanya hati yang dikembangkan, tetapi juga pikiran dan ketrampilan perilaku. Pikiran, hati, dan perilaku merupakan bagian pokok yang
membentuk pendidikan menjadi bersifat utuh. Inilah model pendidikan yang sungguh memberi ilham yang mendorong setiap peserta didik dapat
berkembang sesuai dengan kemampuan dan bakatnya sendiri.Dengan kata lain isi yang baik tidak dipisahkan dari proses dan suasana penyelenggaraannya
149
yang harus bersifat kondusif bagi semua siswa agar dapat memperkembangkan hidupnya. Pendidik juga perlu mempercayai mereka dan berusaha
menciptakan suasana yang penuh kegembiraan dan kebebasan agar semua peserta didik dapat menemukan cara yang sesuai dalam memperkembangkan
hidupnya sendiri. d.
Memberikan diri, melayani siapa saja yang membutuhkan terutama peserta didik yang lemah. Karena disinilah pendidik harus peka pada mereka yang
paling membutuhkan, sehingga menghindari kompetisi yang selalu menguntungkan, mendahulukan yang pandai dan mengabaikan yang lemah.
e. Memiliki kesediaan dan menyadari bahwa dirinya diundang untuk
berkembang menuju persatuan yang personal dengan Kristus, sehingga mampu mendampingi peserta didik menuju perkembangannya yang utuh.
f. Melalui kesaksian hidup membawa Yesus Kristus kepada seluruh rekan kerja
dan peserta didik. Kesaksian hidup dan keteladanan menjadi cara yang utama untuk menghayati spiritualitas sebagai pendidik guru agama Katolik di
sekolah. g.
Dengan penuh dedikasi dan dengan semangat cinta para pendidik menyadari bahwa Yesus sendiri di dalam Roh Kudus-Nya menjadi guru utama dan
pertama. Pendidik mengenakan apa yanma. Pendidik mengenakan apa yang dikatakan oleh Yohanes Pembaptis: “Ia harus makin besar, tetapi aku harus
makin kecil” Yoh 3: 30.
150
6. Aspek Kateketis dalam Minat Belajar Siswa
Sesuai dengan keprihatinan Deklarasi pendidikan Kristen, refleksi yang dilakukan oleh konggregasi suci untuk pendidikan Kristen memiliki perhatian
khusus pada kaum muda. Dewasa ini kaum muda karena mudahnya mendapat informasi mengetahui banyak hal. Tetapi mengetahui banyak tidak berarti kaum
muda dimampukan untuk bersifat kritis, selektif, mempertimbangkan serta mengambil makna positif dari fenomena dan dan peristiwa-peristiwa yan sedang
berlangsung. Oleh karena itu sekolah harus merupakan lingkungan yang kondusif bagi setiap peserta didik untuk memperkembangkan hidupnya. Pendidikan juga
harus memperkembangkan kedalaman batin, mengundang dan menyemangati anak untuk kreatif dan berpikir sendiri.Maka dari itu kelas seharusnya
menumbuhkan suasana bebas, kepercayaan, kekeluargaan. Maksudnya supaya mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan bakat-bakat serta minat yang
mereka miliki. Belajar seharusnya merupakan tindakan yang menyenangkan, bukan merupakan siksaan.
Dalam kaitannya dengan Pendidikan Agama Katolik, salah satu unsurpokok yang perlu ditekankan oleh sekolah-sekolah Katolik adalah dimensi
religius, tentu saja menurut iman kristiani. Segi ini bagi sekolah Katolik menjadi cara yang perlu senantiasa diusahakan supaya mereka dapat disebut sebagai
sekolah Katolik yang hendak mendidik para siswa-siswinya menurut nilai-nilai kristiani. Dimensi-dimensi tersebut terdapat dalam suasana pendidikan,
perkembangan pribadi semua peserta didik individu dan persekutuan, hubungan
151
yang terjalin erat antara kebudayaan dan injil, penerangan segala pengetahuan oleh cahaya iman Heryatno, 2010: 15
Dalam Deklarasi Konsili Vatikan II,GEartikel 25 dikatakan bahwa sekolah Katolik mengusahakan suatu suasana sekolah yang dijiwai oleh Roh cinta kasih dn
kebebasan injili, yang diresapi oleh semangat dan sikap hidup Yesus sendiri. Suasana sekolah semacam ini akan membuat para peserta didik merasa
martabatnya dihormati, permasalahan hidupnya dipahami, pertanyaan dan keluhannya diperhatikan. Sekolah juga perlu mengusahakan suasana kekeluargaan
antara guru dengan peserta didik, orang tua dengan para guru dan sekolah, lebih- lebih antar para peserta didik sendiri sungguh tercipta. Dengan suasana sekolah
semacam ini sangat membantu para peserta didik merasa aman, krasan, diterima, menyenangkan karena semua pihak saling memperhatikan dan membantu.
Untuk mewujudkan harapan-harapan itu sekolah-sekolah Katolik berusaha untuk mengubah gambaran dirinya dari sekolah sebagai lembaga menjadi sekolah
sebagai komunitas. Gambaran sekolah semacam ini hendak menjauhi semangat kompetisi yang tidak sehat, yang meyebabkan yang kuat selalu menang,
sedangkan yang bodoh selalu disingkirkan. Untuk itu, sekolah Katolik menekankan pentingnya dibangun kerjasama antara sekolah, orang tua, Gereja,
dan kelompok-kelompok yang mengusahakan pendidikan bagi kaum muda. Di samping itu, pendidikan tidak dibatasi pada perkembangan segi intelektual tetapi
juga menyangkut perkembangan perasaan, dan tindakan konkret. Pendidikan Katolik mengusahakan pendidikan yang bersifat holistik, utuh dan menyeluruh ke
arah kebijksanaan hidup dan kehidupan peserta didiknya.
152
E.Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis mengalami beberapa tantangan, kekurangan dan keterbatasan sebagai berikut:
1. Data yang diperoleh diasumsikan bahwa responden menjawab sesuai dengan
keadaan dan pengalaman yang sebenarnya sehingga kebenaran data dapat diukur dengan baik. Bila responden dalam mengisi angket tidak sesuai dengan
realita dan pengalaman yang sebenarnya, kesimpulan dapat berbeda dan kebenaran data tidak dapat diukur dengan baik.
2. Dalam mengisi angket tentang kompetensi pedagogik guru PAK di kelas,
responden menilai berdasarkan pengalaman, sehingga tidak sesuai dengan indikator yang peneliti maksudkan.
3. Peneliti mempunyai keterbatasan waktu sehingga saat pengisian angket,
peneliti tidak ikut mengawasi responden. Petunjuk yang ada dalam angket bisa kurang dimengerti oleh responden, sehingga jawaban angket bisa keliru.
4. Peneliti mengalami keterbatasan waktu untuk mengadakan penelitian di
lapangan, karena terbentur dengan agenda sekolah yakni pendalaman materi di SD Sang Timur.
5. Sampel yang digunakan terbatas pada siswa-siswa kelas VI dari SD Sang
Timur, SD Joannes Bosco dan SD Pangudi Luhur, yang masing-masing sekolah diambil 30 orang siswa, sehingga hasil penelitian tidak dapat
digeneralisasikan untuk siswa-siswi kelas VI.
153
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V penulis akan memaparkan kesimpulan dan saran dari keseluruhan permasalahan skripsi ini, kesimpulan lebih berkaitan dengan rangkuman dari hasil
penelitian dan pembahasannya, juga merupakan jawaban dari permasalahan yang dikemukakan sebelumnya. Sedangkan saran akan mengemukakan usulan yang
berkaitan dengan pengembangan pendidikan agama Katolik di masa mendatang.
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kompetensi Pedagogik guru PAK Kompetensi pedagogik guru pendidikan agama Katolik adalah
kemampuan guru pendidikan agama Katolik yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam mengajar dan mendidik para peserta didik pada pelajaran
pendidikan agama Katolik di sekolah agar menjadi pribadi yang utuh, sungguh kristiani, matang dalam iman. Oleh karena itu, guru agama Katolik harus memiliki
kompetensi pedagogik dalam mengajar dan mendidik para siswa guna mencapai tujuan yang diharapkan dari suatu proses pembelajaran pendidikan agama Katolik.
2. Minat Belajar Minat belajar merupakan suatu rasa tertarik yang lebih pada suatu hal yang
muncul dalam diri atau yang dipengaruhi oleh hal-hal di luar diri yang membuat