Teori Belajar Vygotsky Teori Belajar Ausabel

2.1.3.2 Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky adalah salah satu tokoh konstruktivis. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Vygotsky, sebagaimana dikutip oleh Trianto 2007: 27, mengemukakan bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak-anak bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari. Namun, tugas-tugas tersebut masih berada dalam zone of proximal development mereka. Zone of proximal development adalah daerah tingkat perkembangan di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Teori Vygotsky yang lain, sebagaimana dikutip oleh Trianto 2007: 27, adalah scaffolding. Scaffolding adalah pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar, segera setelah anak mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberi guru dapat berupa petunjuk, peringatan, serta dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan peserta didik dapat mandiri. Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya, yaitu menghendaki setting kelas kooperatif sehingga peserta didik dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development. Dalam penelitian ini, implikasi dari teori belajar Vygotsky adalah dengan adanya kelompok-kelompok belajar yang memungkinkan peserta didik untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah dengan saling bertukar ide dan saling berdiskusi menyelesaikan tugas proyek membuat alat peraga. Guru dalam proses ini hanya membantu proses penemuan jawaban jika terjadi suatu kesulitan.

2.1.3.3 Teori Belajar Ausabel

Teori belajar Ausabel dibedakan menjadi dua yaitu, pertama, kegiatan belajar yang bermakna meaningful learning jika peserta didik mencoba menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya. Ketika pengetahuan yang baru tidak berkaitan dengan pengetahuan yang ada maka pengetahuan yang baru itu akan dipelajari peserta didik sebagai hafalan. Kedua, kegiatan belajar tidak bermakna rote learning di mana peserta didik hanya menghafal apa yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui apa makna yang dihafal. Inti dari teori Ausabel dalam Trianto 2007: 25 tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Menurut Ausabel dalam membantu peserta didik menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik yang berkaitan dengan konsep yandg akan dipelajari. Menurut Anni 2011: 210-211, menjelaskan bahwa David Ausabel mengajukan empat prinsip pembelajaran yaitu, sebagai berikut. 1. Kerangka cantolan Advance Organizer menjelaskan bahwa pada saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu pokok bahasan sebaiknya pendidik mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. 2. Diferensiasi progresif dimana proses pembelajaran dimulai dari umum ke khusus. Jadi unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail. 3. Belajar superordinat menjelaskan bahwa proses struktur kognitif mengalami pertumbuhan ke arah deferensiasi. Hasil ini akan terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan inklusif. 4. Penyesuaian integratif dimana pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga pendidik dapat menggunakan hierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Dalam penelitian ini, pada kegiatan awal pembelajaran diawali dengan serangkaian pertanyaan yang mengingatkan peserta didik akan materi sebelumnya dan membimbing peserta didik masuk ke materi yang akan diberikan. Sebagai contoh pada materi Dimensi tiga, guru menunjukkan alat peraga yang akan menjadi tugas proyek dan memberikan serangkaian pertanyaan yaitu dari benda yang dipegang, “ Manakah yang disebut ruas garis”, “Apa definisi ruas garis?”.

2.1.4 Model Pembelajaran

Dokumen yang terkait

Upaya peningkatan hasil belajar IPS melalui project based learning (pembelajaran berbasis proyek) pada siswa kelas V di SD Islam Al-Syukro Universal

1 26 253

EFEKTIVITAS MODEL PROJECT BASED LEARNING PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII SMP N 2 WELAHAN EFEKTIVITAS MODEL PROJECT BASED LEARNING PADA MATERI

2 14 144

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING BERORIENTASI SOFT SKILLS PADA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN ANIMASI 2 DIMENSI

2 26 202

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MODEL MMP BERBANTUAN CABRI 3D TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIFMATEMATIS SISWA KELAS X SMA PADA MATERI DIMENSI TIGA

0 6 349

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROJECT BASED LEARNING DENGAN MODEL INQUIRY PADA MATERI POKOK PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KELAS X SMA NEGERI 1 STABAT TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016.

0 4 21

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING DENGAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN.

0 2 10

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI.

2 11 23

Keefektifan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas X pada Materi Dimensi Tiga Berbantuan CD Pembelajaran.

0 0 1

PENGARUH MODEL PROJECT BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

0 2 9

PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN TIGA DIMENSI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN DIMENSI TIGA KELAS X

1 2 6