VII. ALOKASI INTERTEMPORAL
7.1. Pola Tanam Riil dan Hasil Optimasi
Dari 73 aktivitas alternatif Tabel 13 yang dimasukan dalam perumusan optimasi dinamik model daerah tangkapan air Model-DTA, dihasilkan 26 paket
pola tanam sebagai aktivitas optimal. Dari setiap jenis klasifikasi fungsi lahan hanya terdapat satu paket pola tanam optimal Tabel 14. Luas alokasi lahan
pola tanam optimal tidak menunjukkan variasi menurut periode tahun, serta sama dengan luas lahan yang tersedia. Nilai sekarang present value atau PV
manfaat bersih DTA selama horizon waktu sebesar Rp 52.20 milyar; dengan rata-rata manfaat sosial bersih tahunan sebesar Rp 2.95 milyar. PV manfaat
sosial bersih yang diperoleh dari aktivitas awal horizon waktu adalah Rp 5.70 milyar dan pada akhir horizon waktu sebesar Rp 1.23 milyar. Manfaat sosial
bersih tersebut terdiri atas: 1 pendapatan total lahan budidaya intensif dari sub- sistem hulu waduk sebesar 69.12, 2 nilai air baku outflow dari sub-sistem
ekologi bendungan-waduk sebesar 30.69, dan 3 nilai air yang masih tertampung pada waduk pada akhir horizon waktu sebesar 0.29.
Manfaat bersih dari sub-sistem hulu waduk diperoleh dari lahan budidaya intensif seluas 102 904 ha yang tersebar pada lima Sub-sub DAS Tabel 14.
Adapun manfaat bersih dari sub-sistem ekologi bendungan-waduk berasal dari debit outflow optimal dari Waduk Sengguruh sebesar 26.74 m
3
det dan Sutami sebesar 36.94 m
3
det Tabel 21; serta dari nilai volume air baku yang tertahan dalam waduk pada tahun 2020 sebesar 146 juta m
3
kolom 8 Tabel 24. Kondisi optimal tersebut dipandang mampu menghasilkan manfaat sosial
bersih yang lebih tinggi daripada kondisi yang ada existing condition. Hal itu karena secara normatif: 1 paket pola tanam yang terpilih sebagai aktivitas
optimal mempunyai pendapatan yang paling tinggi daripada pola tanam yang
diterapkan oleh masyarakat pada umumnya Tabel 15, dan 2 lahan yang tersedia secara keseluruhan dialokasikan untuk pola tanam optimal. Sedangkan
pada kondisi riil lahan yang tersedia dipergunakan untuk berbagai pola tanam Tabel 14. Disadari bahwa pada penelitian ini belum menganalisis manfaat
sosial bersih dari pola tanam yang diterapkan oleh masyarakat secara riil; sehingga pada kesempatan ini belum bisa mendeskripsikan dengan baik
perbedaan tingkat kesejahteraan antara kondisi optimal dan riil. Paket pola pergiliran tanaman padi dan kubis Pd-Pd-Sy dipilih sebagai
pola tanam optimal pada lahan sawah dengan klasifikasi kemiringan
I 0–15
hampir di seluruh Sub-sub DAS. Pola tanam optimal tersebut secara riil diusahakan di seluruh Sub-sub DAS, hanya saja persentase luas arealnya relatif
beragam. Dari sebaran luas areal berbagai pola tanam yang disajikan pada Lampiran 1 hingga Lampiran 5 dapat deskripsi bahwa pola tanam Pd-Pd-Sy
pada Sub-sub DAS: 1. Bango merupakan pola tanam dominan 32.69 pada lahan sawah I
diantara pola tanam yang lain. 2. Sumber Brantas hanya mempunyai sebaran 16.11, pola tanam dominan
adalah Pd-Pd-Pd 63.08. 3. Amprong dan Lesti hanya terdapat sekitar 3 hingga 4 dan lahan sawah
klasifikasi I didominasi oleh pola tanam Pd-Pd-Pd 76 hingga 89. 4. Metro merupakan pola tanam urutan ketiga 18.23 setelah pola tanam Pd-
Pd-Jg 37.39; dan pola tanam dominan adalah Pd-Pd-Pd 42.57. Paket pola tanam Pd-Pd-Sy juga merupakan pilihan optimal untuk lahan
sawah dengan klasifikasi kemiringan II 15; khususnya pada Sub-sub DAS Sumber Brantas. Sedangkan pola tanam optimal dari Sub-sub DAS Metro adalah
paket tanaman tunggal Jeruk, karena di wilayah tersebut tidak terdapat pola
tanam Pd-Pd-Sy atau pola tanam optimal tersebut dipilih karena mempunyai pendapatan net benefit relatif paling besar.
Tabel 14. Paket Pola Tanam Optimal dan Luas Lahan Menurut Sub-sub DAS ha
Fs. Lahan, Klasifikasi kelerengan
Pola tanam Notasi
Sub-sub Daerah Aliran SungaiDAS k i j
B S
A L
M Sawah I 0 – 15
1 3 689
16 095 4 267 14 548 5 368
− Pd-Pd-Pd 1
− Pd-Pd-Jg 2
√ − Pd-Pd-Sy
3 √
√ -
√ √
− Tebu 4
Sawah II 15 2
- 72
- -
94 − Pd-Pd-Jg
5 - -
- − Pd-Pd-Sy
6 - √
- -
-
− Tebu 7 -
- - − Jeruk
8 - -
- √
Tegal I 0 – 15 3
7 174 4 939
6 952 7 992
3 442 − Jg-Jg-Sy
9 √
√ √
− Pd-Jg-Kacang Tnh
10 − Kentang-Wortel
11 √
√ - - -
− Tebu 12
Tegal II 15 4
211 628
- 835
434 − Jg-Jg-Sy
13 - -
√ √
− Pd-Jg-Kacang Tnh 14
√ - -
− Kentang-Wortel 15 -
- -
- − Tebu
16 -
-
− Apel 17 -
√ -
- - Kebun I 0 – 15
5 646
1 856 674
6 050 2 101
− Tebu
18 √
√ − Apel
19 √
√ - - -
− Jeruk 20
- - - - √
− Kopi 21 -
- -
Kebun II 15 6
44 3 015
4 189 7 250
411 −
Tebu 22
- √
− Apel 23
√ √
√ - -
− Jeruk 24 -
- -
√ − Kopi
25 - -
- Keterangan: B = Bango, S = Sumber Brantas, A = Amprong, L = Lesti, M = Metro,
√ : pola tanam sebagai aktivitas optimal
Paket pola pergiliran tanaman Kentang dan Wortel merupakan pola tanam optimal pada lahan tegal dengan klasifikasi kemiringan I
0–15
. Paket pola tanam Jg-Jg-Sy dipilih sebagai pola tanam optimal pada wilayah yang tidak
terdapat pola tanam Kentang-Wortel. Pada lahan tegal kemiringan II 15 terjadi tendensi yang sama seperti lahan tegal I, yakni pola tanam Jg-Jg-Sy
dipilih sebagai pola tanam optimal pada wilayah yang tidak terdapat pola tanam Kentang-Wortel. Apabila suatu wilayah tidak terdapat pola tanam Kentang-
Wortel dan Jg-Jg-Sy; yang menjadi pola tanam optimal adalah pola pergiliran komoditas padi, jagung dan kacang tanah Pd-Jg-Kacang Tanah.
Sementara itu, paket pola tanam optimal pada jenis lahan kebun didominasi oleh apel dan diikuti oleh tebu. Pada Sub-sub DAS Metro, tanaman
jeruk lebih dipilih daripada tanaman tebu. Adapun pada Sub-sub DAS Sumber Brantas tanaman apel lebih dipilih daripada tanaman jeruk.
Dari persamaan fungsi tujuan nampak bahwa penetapan atau pemilihan aktivitas optimal ditentukan oleh manfaat bersih atau tingkat pendapatan setiap
aktivitas paket pola tanam; dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh: 1 tingkat eros, 2 harga komoditas, dan 3 biaya dari setiap aktivitas pola tanam.
Peran beberapa variabel tersebut dalam penentuan pola tanam optimal dapat dicermati dalam Tabel 15 dan 16.
Merujuk dalam satu klasifikasi fungsi dan kemiringan lahan yang terdapat pada Tabel 15 dan 16, tampak bahwa pemilihan paket pola tanam optimal tidak
selalu didasarkan pada tingkat pendapatan paling besar dengan tingkat erosi rendah, namun juga bisa terjadi pada tingkat pendapatan paling besar dengan
tingkat erosi relatif paling tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada pola tanam optimal Pd-Pd-Sy pada lahan sawah kemiringan I 0–15 dan Pd-Jg-Kacang
Tanah pada lahan tegal kemiringan II 15 di wilayah Sub-sub DAS Bango. Hal yang sama juga terjadi pada Sub-sub DAS Lesti; yakni pola tanam Jg-Jg-Sy
pada lahan tegal klasifikasi kemiringan I dan aktivitas pola tanam Tebu pada lahan kebun klasifikasi kemiringan II. Pola pergiliran tanaman jagung dan kubis
Jg-Jg-Sy pada lahan tegal kemiringan I 0–15 di wilayah Sub-sub DAS Lesti terpilih sebagai aktivitas optimal walaupun mempunyai tingkat relatif paling tinggi
diantara aktivitas yang terdapat dalam klasifikasi lahan tersebut .
Tabel 15. Tingkat Pendapatan, Erosi dan Biaya Berbagai Paket Pola Tanam di Sub-Sub DAS Bango dan Sumber Brantas pada Awal
Horizon Waktu
Fs. Lahan, Klas kelerengan ,
Pola tanam Biaya
Sub-sub DAS Bango Sub-sub DAS Sb. Brantas
Penrm Pendpt Erosi Penrm Pendpt Erosi
. . . . ribu Rpha . . . . tonha
ribu Rpha tonha
Sawah I 0– 5 − Pd-Pd-Pd
9 996 29 895
19 901 0.50
29 830 19 834
0.50 − Pd-Pd-Jg
9 996 16 976
16 976 0.50
25 333 18 939
0.40 − Pd-Pd-Sy
11 416 51 554
51 554
0.60 61 399
49 983
0.50 − Tebu
9 679 7 754
7 754 6.10
16 962 7 282
6.20 Sawah
II 15
− Pd-Pd-Jg 8 144
- -
- 21 664
13 519 0.60
− Pd-Pd-Sy 13 763
- -
- 55 469
41 706
0.80 − Tebu
6 380 -
- -
13 499 7 118
5.04 − Jeruk
29 646 -
- -
24 314 3 668
2.52 Tegal
I 0–15
− Jg-Jg-Sy 17 028
44 099 27 070
45.80 43 757
26 728 10.35
− Pd-Jg-Kc. Tnh
5 484 14 288
8 803 46.20
14 245 8 760
28.80 − Kentang-Wortl 43 800
112 854
69 053
46.06
111 805
68 004
19.70 − Tebu
7 051 13 410
6 358 7.07
13 396 6 344
34.00 Tegal
II 15
− Jg-Jg-Sy 17 326
- -
- 33 683
16 356 50.40
− Pd-Jg-Kc Tnh
5 187 12 303
7 116
81.7 12 374
7 187 37.10
− Kentang-Wortl 33 751 -
- -
95 642 61 890
29.35 − Tebu
6 511 12 563
6 052 16.15
- -
- − Apel
20 623 -
- -
84 749 64 126
13.30 Kebun
I 0–15
− Tebu 7 051
13 410 6 358
5.33 13 396
6 344 3.80
− Apel 36 465
95 139 58 673
2.65 95 073
58 608
2.98 − Jeruk
19 263
- - - - - - − Kopi
1 390
- - - - - - Kebun
II 15
− Tebu 6 511
12 563 6 052
19.85 -
- -
− Apel 20 623
99 070 78 447
9.90 83 822
63 199
6.20 − Jeruk
13 386 -
- -
65 824 52 438
6.20 − Kopi
1 120
- - - - - - Sumber: Olahan data
Pada Tabel 15 dan 16 juga terdapat tendensi bahwa jenis paket pola tanam optimal dari satu klasifikasi lahan yang sama cenderung tidak bervariasi
antar wilayah. Hal tersebut diduga karena biaya aktivitas per hektar tidak berbeda antar Sub-sub DAS.
Tabel 16. Tingkat Pendapatan, Erosi dan Biaya Berbagai Paket Pola Tanam di Sub-Sub DAS Lesti dan Metro pada Awal Horizon
Waktu
Fs. Lahan, Klas kelerengan ,
Biaya Sub-sub DAS Lesti
Sub-sub DAS Metro Penrm Pendpt Erosi Penrm Pendpt Erosi
Pola tanam
. . . . ribu Rpha . . . . tonha
ribu Rpha tonha
Sawah I 0–15 − Pd-Pd-Pd
9 996 29 815
19 818 0.50
29 769 19 773
0.50 − Pd-Pd-Jg
9 996 23 307
16 914 0.50
24 096 17 702
0.50 − Pd-Pd-Sy
11 416 62 500
51 083
0.60 61 068
49 651
0.50 − Tebu
9 679 17 414
7 734 4.30
16 947 7 267
6.30 Sawah
II 15
− Pd-Pd-Jg 8 144
- -
- 21 623
13 478 0.20
− Pd-Pd-Sy 13
763 - - - - - -
− Tebu 6 380
- -
- 13 499
7 104 17.16
− Jeruk 29 646
- -
- 69 717
49 071
7.40 Tegal
I 0–15
− Jg-Jg-Sy 17 028
43 680 26 651
20.00 43 461
26 432
48.80 − Pd-Jg-Kc.
Tnh 5 484
14 235 8 750
17.20 14 205
8 720 25.65
− Kentang-Wortl 43 800
- - - - - - − Tebu
7 051 89 281
6 340 8.27
186 456 179 404
26.20 Tegal
II 15
− Jg-Jg-Sy 17 326
46 242 28 916
9.60 33 386
16 060
29.00 − Pd-Jg-Kc
Tnh 5 187
12 259 7 072
130.20 -
- -
− Kentang-Wortl 33 751
- - - - - - − Tebu
6 511 12 546
6 034 37.20
12 536 6 024
36.30 − Apel
20 623
- - - - - - Kebun
I 0–15
− Tebu 7 051
13 392 6 340
3.80 13 382
6 330 13.80
− Apel 36
465 - - - - - -
− Jeruk 19 263
- -
- 70 509
51 245 7.07
− Kopi 1 390
7 648 6 258
1.80 -
- -
Kebun II
15 − Tebu
6 511 12 546
6 034
28.08 12 536
6 024 17.16
− Apel 20
623 - - - - - -
− Jeruk 13 386
- -
- 65 765
52 379 9.16
− Kopi 1 120
6 743 5 622
14.04 -
- -
Sumber: Olahan data
Besarnya biaya usahatani yang terdapat pada kedua tabel tersebut di atas diberlakukan untuk keseluruhan Sub-sub DAS. Asumsi biaya usahatani
tidak bervariasi menurut Sub-sub DAS dimaksudkan untuk menyederhanakan penyusunan program analisis, mengingat aktivitas yang dipertimbangkan dalam
struktur model relatif banyak. Hasil data primer menunjukkan bahwa biaya usahatani bervariasi berdasarkan lokasi wilayah Sub-sub DAS, terutama untuk
pengelolaan komoditas tanaman semusim. Biaya produksi yang beragam bisa disebabkan oleh tingkat harga dan perbedaan penerapan aplikasi input produksi
per hektar karena perbedaan agroekologi. Biaya usahatani aktivitas tanaman tunggal relatif tidak bervariasi menurut Sub-sub DAS karena sebagian besar
responden sebagai peserta program intensifikasi tebu rakyat; dan pada tanaman apel dikarenakan pihak produsen sarana produksi pestisida menjual langsung
pada petani dengan membuat demontrasi percontohan di lokasi. Pada aktivitas dan biaya usahatani yang sama dapat diperoleh manfaat
bersih pendapatan per hektar yang beragam menurut Sub-sub DAS. Hal itu karena adanya perbedaan tingkat ketebalan lapisan tanah soil depth atau SD
dan tingkat erosi. SD secara langsung mempengaruhi tingkat produksi, dan tingkat erosi akan mengurangi SD sehingga menyebabkan tingkat produksi tahun
berikutnya menurun. Keragaman tingkat produksi akan menjadikan tingkat pendapatan per hektar bervariasi antar Sub-sub DAS.
7.2. Alokasi Optimal pada Sub-sistem Hulu Waduk