MODEL SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR

III. MODEL SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR

Sebagaimana telah diuraikan di bagian sebelumnya bahwa sub-sistem bendungan-waduk merupakan satu kesatuan dengan sub-sistem hulu waduk. Aktivitas yang terjadi pada sub-sistem hulu waduk yang secara simultan mempengaruhi aktivitas sub-sistem ekologi bendungan dan waduk. Dalam rangka pengembangan pengelolaan kedua sub-sistem tersebut telah banyak dilakukan kajian yang terkait dengan sumberdaya lahan maupun sumberdaya air waduk. Pada pengelolaan lahan termasuk didalamnya adalah fungsi lahan dan pengaturan pola tanam. Deskripsi beberapa kajian optimasi sumberdaya lahan maupun sumberdaya air yang disajikan pada bab ini khusus yang diaplikasikan pada unit analisis tingkat wilayah landscape. 3.1. Alokasi Sumberdaya Lahan Dengan mempertimbangkan dimensi waktu, model optimasi pengunaan lahan di sub-sistem hulu waduk, dapat dirumuskan dengan sistem pendekatan statik ataupun dinamik. Model statik seperti telah dilakukan oleh Wade Heady 1977, Hermanto 1983, Soemarno 1991 dan Tjoneng 1999; sedangkan model dinamik telah diterapkan oleh Fleming 1981 dan Barbier 2001. Aktivitas yang dipertimbangkan dalam perumusan model optimasi meliputi produksi pertanian, teknik konservasi, kegiatan reboisasi dan pemukiman kembali, serta proses hidrologi. Model akan memilih luas areal optimal; yang menjadi variabel keputusan adalah luas penggunaan lahan. Teknik pemecahan solution problem optimasi yang digunakan terdiri atas program linier Linear Programming, Goal Programming dan model dinamik yang dilengkapi dengan post optimal. Pada beberapa kajian, variabel erosi dipergunakan sebagai penentu kesesuaian agroteknologi maupun pola tanam. Pada kajian yang lain, variabel erosi dan sedimentasi dipertimbangkan sebagai kendala. Kajian Wade dan Heady 1977 didasarkan pada fenomena perkembangan permintaan komoditas pertanian yang menimbulkan beban sedimen dari lahan budidaya cropland. Pemenuhan permintaan yang terus berkembang memaksa perubahan struktur pertanian yang mengarah pada perubahan kualitas lingkung- an, yakni melalui transmisi perubahan tataguna lahan yang menyebabkan soil loss dan sedimentasi. Penyesuaian perubahan sistem produksi pertanian di satu daerah dari suatu negara bagian diimbangi oleh penyesuaian teknologi produksi daerah lain dalam menyediakan produk pertanian. Dengan demikian proses yang dipandang sebagai suatu masalah lokal mempunyai banyak implikasi nasional dan antar daerah secara serentak. Berdasarkan latar belakang tersebut Wade dan Heady 1977 mengevalusi pengaturan perubahan tataguna lahan, penerapan teknologi pada lahan serta pengaturan jenis tanaman yang diproduksi di atasnya. Alternatif penggunaan lahan optimal didasarkan pada analisis skenario melalui perubahan kendala sedimen; yakni tanpa kendala sedimen sebagai model dasar, sedimen minimal, T-limit, PA-limit dan DAS-limit. Perumusan model optimasi mempertimbangkan proses sedimentasi antar lokasi lahan. Proses sedimentasi meliputi sistem pelepasan, pengangkutan dan pengendapan yang terjadi antar lahan budidaya dan antar daerah. Sistem pelepasan dan pengangkutan sedimen untuk wilayah produksi ke-i diungkapkan dengan persamaan 3.1 sampai 3.3. Pelepasan sedimen dari daerah produksi ke-i adalah: 3.1 [ i k j ij ij i ijk ijk j i XD XA SA s X S D = + + ∑ ∑ ∑ dimana X ijk adalah luas aktivitas produksi ke-k pada kualitas lahan klas ke-j acre; S ijk adalah berat kotor kehilangan lapisan tanah soil loss atau SL dari aktivitas ke-k pada kualitas lahan klas ke-j per unit lahan tonacre; sj adalah berat kotor SL untuk total lahan ton. XA ij adalah luas lahan budidaya cropland pada kualitas lahan klas ke-j acre; SA ij adalah berat SL per acre lahan lahan non-budidaya non-cropland pada kualitas lahan klas ke-j tonacre; Di adalah proporsi gros SL yang menjangkau sungai, dan XD i ialah berat suspensi sedimen yang dilepaskan ton. Sedimen yang diangkut pada arealwilayah produksi ke-i yang mempunyai aliran sedimen: 3.2 dimana XD l adalah sedimen yang dilepas dari daerah produksi hulu sungai ke-i; XT k ialah sedimen yang diangkut melalui daerah hulu ke-k dengan aktivitas ke-i; Ti adalah proporsi perpindahan sedimen pada batas daerah produksi ke-i’, yaitu yang diangkut melalui daerah produksi ke-j; dan Xt i ialah sedimen yang diangkut. Muatan sedimen total XS i’ pada outflow masing-masing daerah sungai adalah: XS i’ = XT i’ +XD i’ 3.3 dimana XS i’ adalah penjumlahan dari sedimen yang dilepas dari sedimen yang diangkut sampai daerah produksi terakhir atau ke-i suatu DAS. Fleming 1981 dalam Hufschmidt 1990 telah menerapkan model dinamik dalam mengkaji alokasi penggunaan lahan optimal di DTA Phewa Tal Nepal. Fungsi tujuan yang dirumuskan adalah maksimasi nilai sekarang dari ∑ ∑ → → = + i l i l i l l i XT Xt XD T ] [ penerimaan bersih present value net revenue wilayah dengan memperhatikan adanya perubahan produktivitas lahan berteras. Tabel 7. Aktivitas, Variabel Keputusan dan Teknik Analisis Optimasi Beberapa Kajian Daerah Tangkapan Air DTA Kajian Lokasi Aktivitas Variabel Keputusan Model Analisis Optimasi Wade Heady 1977 Beberapa negara bagian USA Permintaan produksi pertanian peternakan, praktek pengolahan tanah, teknik konservasi luas penggunaan lahan Program Linier Fleming 1981 dlm. Hufschmidt et al. 1996 Daerah Tangkapan Air Phewa Tal Nepal Produksi pertanian manajemen teras alokasi lahan menurut penerapan manajemen teras Model Dinamik Hermanto 1984 DAS Way Rarem Lampung Produksi pert, kegiatan reboisasi pemukiman kembali luas penggunaan lahan perkebun- an Program Linier Soemarno 1991 DAS Konto Kab. Malang Jawa Timur Pergiliran tanaman, teknik konservasi luas penggunaan lahan Goal Programming Tjoneng 1999 Daerah Tangkapan Air Datara Bili-bili Sulawesi Sel. rotasi tanaman dan proses hidrologi luas penggunaan lahan dan unsur hidrologi Program Linier Barbier 2001 Sub-DAS di Honduras Produksi pertanian, ternak dan hasil hutan alokasi lahan alokasi uang tunai Model dinamik Sumber: diolah dari berbagai sumber Untuk menangkap fenomena adanya perbedaan alokasi pemanfaatan lahan antara adanya program dan tidak ada program pertanian, sepertinya Fleming melakukan analisis post optimal. Kondisi tanpa program pertanian didasarkan pada asumsi bahwa lahan teras, tanah ternak dan belukar meningkat sebesar pertumbuhan penduduk. Pada Tabel 8 tampak bahwa luas areal hutan dalam jangka waktu lima tahun akan habis terkonversi menjadi jenis pemanfaatan yang lain jika tidak ada program; jika ada program konservasi, maka areal hutan dapat dilestarikan. Di samping itu, hasil kajian menggambaran bahwa total presen value of benefit dari alokasi pemanfaatan lahan di DTA Phewa Tal Nepal tanpa program relatif lebih kecil daripada dengan program peningkatan produktivitas lahan pertanian. Tabel 8. Pemanfaatan Lahan yang Diproyeksikan Tanpa dan Dengan Program Manajemen dengan Selang 5 Tahun di DTA Phewa Tal, Nepal, 1980 Uraian 1978 1983 1988 1993 1998 A. Tanpa Program Manajemen: Tanah teras Tanah ternak Tanah rumput Tanah belukar Hutan 5 238 1 180 71 924 2 666 5 770 1 300 71 1 018 1 921 6 354 1 431 71 1 121 1 102 6 999 1 576 71 1 234 200 7 707 1 736 71 565 B. Dengan Program Manajemen: Teras Lahan peternakan tdk dikelola Lahan rumput dikelola Belukar tdk dikelola Hutan Pemerintah tdk dikelola Hutan Pemerintah dikelola Hutan kebun dikelola 5 238 1 180 71 924 2 616 - - 5 238 229 1 022 241 1 743 873 633 5 238 1 251 341 1 243 784 1 222 5 238 1 251 341 743 1 000 1 506 5 238 1 251 341 363 1 380 1 506 Sumber: Hufschmidt, et al. 1990 Fungsi tujuan yang dirumuskan oleh Hermanto 1983 pada persamaan 3.4 adalah memaksimalkan keuntungan agregat usaha tani dari berbagai kemampuan lahan dengan memasukan biaya sosial yang diakibatkan oleh erosi dan manfaat air yang disumbangkan oleh areal lahan ke inflow waduk. Rumusan tersebut dilengkapi dengan kendala pada persamaan 3.5 yang bersifat obyektif jumlah lahan pertanian, jumlah tenaga kerja dan faktor produksi serta kendala yang bersifat normatif. Kendala yang bersifat normatif meliputi: 1 Kebijakan untuk menurunkan tingkat erosi sampai pada tingkat tertentu, 2 Pengaturan besarnya aliran air permukaan, 3 Pengurangan kepadatan penduduk, dan 4 Program reboisasi. Aktivitas produksi pertanian yang dimasukan dalam model analisis sebanyak 54, yaitu kombinasi antara 14 pola tanam monokultur maupun tumpangsari dan lima klasifikasi kelas kemampuan lahan. Maks Z = ∑∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑∑ ∑∑ + − − − − j k jk jk j k jk jk jk k k k k k j k jk jk j k j jk jk A W W A E e R r F f A C H A Y . . . . . . . . . Rumusan fungsi tujuan adalah memaksimalkan Z yang terdiri dari komponen: total nilai produksi, total biaya produksi, total biaya reboisasi, total biaya pemukiman kembali, total biaya erosi dan total nilai air irigasi. Adapun formulasi beberapa kendala adalah: 1. Produksi pertanian: ∑ ∑ = = j k d jk jk Q A Y Q . persamaan identitas 3.5a 2. Modal kerja: ∑ ∑ ∑ − ≥ j k l jk jkl K A C M . 3.5b 3. Tenaga kerja: ∑ ∑ + − ≥ j k r s jk jk l l A l L . 3.5c 4. Resettlement: ∑ ≥ k k k r R r S . 3.5d 5. Reboisasi: ∑ ≥ k k k f F f S . 3.5e 6. Debit air: ∑ ∑ ≥ j k jk jk w A W C . 3.5f 7. Erosi Tanah: ∑ ∑ ≥ j k jk jk e A e T . 3.5g dimana: Z = fungsi tujuan, memaksimalkan keuntungan wilayah DTAS Way Rarem Rptahun Q jk = Jumlah produksi komoditi j, pada kelas kemampuan lahan k tontahun hQ jk = harga merupakan fungsi dari jumlah produksi komoditas j, pada kelas kemampuan lahan k Rphatahun C jk = biaya tidak tetap untuk memproduksi satu hektar komoditas j, pada kelas kemampuan lahan k Rphatahun 3.4 A jk = jumlah luas lahan pertanian untuk tanaman j pada kelas kemampuan lahan k ha f k = biaya reboisasi per hektar pada kelas kemampuan lahan k Rpha F k = areal yang dihutankan pada kelas kemampuan lahan k ha r k = biaya pemukiman kembali untuk satu Kepala Keluarga R k = jumlah KK yang dimukimkan kembali e jk = laju erosi pada areal yang ditanam tanaman j kelas kemampuan lahan k tonhatahun E jk = nilai eksternalitas erosi Rptonha w jk = dugaan terhadap aliran air permukaan pada areal yang ditanami tanaman j pada kelas kemampuan lahan k m 3 hatahun W = nilai air yang disubsidikan ke areal irigasi Waduk Way Rarem Rpm 3 Ÿ jk = produksi rata-rata komoditas j pada kelas kemampuan lahan k tonhatahun H j = harga bayangan komoditas j Rpton M = modal komulatif masyarakat yang tersedia untuk usaha pertanian Rptahun K = jumlah kredit untuk usaha pertanian Rptahun l jk = jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk produksi tanaman j pada kelas kemampuan lahan k HOKhatahun l s = jumlah tenaga kerja sewa dari luas DTAS Way Rarem HOK l r = jumlah tenaga kerja yang dimukimkan kembali L = jumlah tenaga kerja yang tersedia di DTAS Way Rarem HOKtahun S r = jumlah dana subsidi pemerintah yang tersedia untuk kegiatan pemukiman kembali Rptahun S f = jumlah dana subsidi pemerintah yang tersedia untuk kegiatan reboisasi Rptahun Ċ w = dugaan rata-rata debit sungai Way Rarem m3tahun T e = jumlah erosi yang dapat ditoleransi oleh Waduk Way Rarem tontahun Hasil kajian yang didasarkan pada empat skenario adalah: 1 apabila kendala erosi dilonggarkan, maka luas areal yang direboisasi akan menurun dan akan terjadi kenaikan pada luas areal komoditas komersial khususnya kopi, debit air dan erosi, 2 jika pembatas erosi diperketat akan terjadi kondisi yang sebaliknya dengan besaran magnitude yang relatif lebih besar pada luas areal, erosi dan debit selain reboisasi, 3 apabila harga output dinaikan sebesar 15 tidak berpengaruh terhadap keputusan alokasi, dan 4 apabila harga output dinaikan sebesar 30 akan terjadi penurunan areal kopi monokultur dan kenaikan pola tumpangsari dengan padi; serta tidak berpengaruh pada areal reboisasi. Di samping itu, kajian juga menghitung nilai eksternalitas tanah yang tererosi baik di areal tanaman maupun di waduk, hanya saja nilai tersebut diperlakukan sebagai variable eksogen didapatkan di luar sistem persamaan. Fungsi tujuan yang dirumuskan oleh Soemarno 1991 adalah memi- nimumkan total beberapa kendala sasaran yang memperhatikan kepentingan berbagai pihak multi party. Hasil pemecahan fungsi tujuan selanjutnya dipergunakan untuk menentukan alokasi luas penggunaan lahan optimal pada masing-masing Sub-sub DAS dengan mempertimbangkan: 1 pola tanam yang aman erosi, 2 pemenuhan kebutuhan hidup, 3 penyediaan kesempatan kerja, dan 4 pemenuhan debit air sungai pada kondisi maksimal ataupun minimal. Di samping itu, juga dicari beberapa alternatif lain dari alokasi luas penggunaan lahan optimal dengan menerapkan analisis post optimal; yakni dengan skenario perubahan luas kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi konversi, kebun campuran, kebun kopi, tegalan, sawah dan pemukiman atau pekarangan. Fungsi tujuan yang dirumuskan oleh Tjoneng 1999 adalah maksimisasi keuntungan. Luas areal pola tanam optimal dari berbagai skenario selanjutnya dipergunakan untuk menganalisis perubahan hidrologi di DAS Dataran Sulawesi Selatan. Dengan menerapkan metode program tujuan ganda goal programming, hasil kajian Soemarno 1991 menunjukkan bahwa simpangan yang cukup besar pada kendala erosi, debit air sungai, kesempatan kerja dan penerimaan. Hal tersebut mengindikasikan adanya perilaku orientasi ekonomi dalam jangka pendek dan tidak memperhatikan aspek-aspek ekologi. Dalam jangka panjang, alokasi lahan optimal yang didasarkan pada pola tanam rumusan lebih mampu mencapai sasaran kendala erosi daripada pola tanam yang telah ada diterapkan oleh masyarakat. Model pemrograman problem non-linier multi-periode telah dibuat oleh Barbier 2001, yaitu untuk mengkaji bagian hulu suatu DAS. Pada aktivitas pertanian memasukan pengaruh erosi tanah pada produksi tanaman. Fungsi tujuan yang dirumuskan adalah memaksimalkam kegunaan agregat dari seluruh wilayah dengan horizon waktu time horizon multi-tahun. Utilitas didefinisikan sebagai nilai diskonto pendapatan bersih yang akan datang + nilai ternak + nilai stok kayu di hutan + biaya kesempatan opportunity cost waktu luang. Tingkat diskonto yang ditetapkan ialah tingkat bunga riil di wilayah. Variabel keputusan luas areal meliputi 2 unit klasifikasi. Klasifikasi unit dilakukan dalam dua tahap. Pertama, didasarkan pada kombinasi antara ketinggian tempat dan luas penguasaan lahan disebut dengan Land Management Unit LMU. Dalam model Honduras dibedakan 3 klas ketinggian tempat dan 2 kelompok usaha tani. Klas ketinggian tempat adalah di atas 1 100 m, di bawah 800 m dan diantaranya. Dua kelompok usaha tani dicirikan dari ukurannya: 10 ha dan 10 ha. Tiga klas ketinggian tempat dan dua kelompok usaha tani menghasilkan 6 LMU. Masing-masing LMU dapat diperhatikan satu usaha tani besar large farm; dan dicirikan oleh suatu stok awal dari sifat sosial- ekonomi, seperti jumlah orang, sapi dan mules, mesin dan modal. Sifat yang melekat dari masing-masing LMU berubah secara eksogenous secara lintas waktu. Masing-masing LMU dicirikan oleh jarak spesifik dari jalan utama, yang berperan penting membedakan waktu perjalanan antar LMU. Tahap kedua, dari unit LMU diklasifikasikan menurut kelerengan lahan yang sebut dengan Land Production Units LPU; mengingat fungsi produksi tanaman dispesifikasikan oleh kemiringan lahan. Pembagian klas slope terdiri atas: 1 10, 2 25, dan 3 10 – 25. Dengan demikian terdapat 18 LPU kombinasi dari 3 klas ketinggian tempat, 2 kelompok petani dan 3 klas slope. Pada masing-masing LPU dapat mempunyai perbedaan kombinasi dari tataguna lahan seperti hutan, padang gembala, pakan ternak, tanaman dan struktur konservasi lahan. Kendala yang dipertimbangkan dalam struktur model tersebut meliputi kendala kebutuhan air, tenaga kerja, modal uang tunai dan jumlah produksi yang bisa dipasarkan. Air yang diperlukan untuk kegunaan domestik, irigasi dan usaha ternak. Model merinci spesifikasi kebutuhan air menurut kelompok usaha tani maupun ketinggian tempat; serta mempertimbangkan ketersediaan air menurut musim dan prioritas pembagiannya. Air yang tidak digunakan dari satu sektor dialirkan ke sektor berikutnya yang berada di lokasi ketinggian tempat yang lebih rendah. Hal itu mengikuti analisis dari pengaruh kenaikan penggunaan air oleh satu sektor terhadap sektor lain di wilayah hilir. Pada kendala ketersediaan tenaga kerja diasumsikan terjadi mobilitas antar lokasi atau LMU dalam wilayah DAS. Tingkat kelahiran dan kematian diperlakukan sebagai exogenous pada model. Kepadatan penduduk ditetapkan sebagai endogenous dalam model, karena arus migrasi dapat mempengaruhi ukuran penduduk. Migrasi permanen atau sementara merupakan variabel yang membatasi populasi tahunan. Dalam kendala uang tunai memperhatikan keseimbangan aliran uang tunai, karena beberapa uang tunai tidak diinvestasikan kembali atau dikonsumsi- kan pada akhir musim namun disimpan untuk musim selanjutnya. Pendapatan bersih keuangan pada akhir tahun juga menentukan konsumsi keuangan keluarga di tahun berikutnya. Kendala pasar diperlukan mengingat petani yang memproduksi sayuran mempunyai ikatan dengan sedikit pedagang. Jika kendala tersebut tidak dimasukkan, dari model terdapat solusi memproduksi tanaman tertentu tanpa pasar. Estimasi produksi tanaman tidak hanya mempertimbangkan tingkat produksi pada masing-masing Land Production Units LPU, namun juga memperhatikan pengaruh pupuk dan erosi terhadap produksi serta kecukupan ketebalan lapisan tanah soil depth. Penerapan fungsi produksi untuk masing-masing tipe tanaman dan masing-masing horizon waktu. Seluruh variable endogenous dipertimbangkan dalam model dirumuskan dengan persamaan 3.6 berikut: TPROD c,t = yield c,d,t CROP c,t + ∑ = D d 1 effnpk d,c FERT c,d,t 3.6 - ∑ = E e 1 efferos e,c EROSION c,d,t - ∑ = F f 1 effdef c,f SOILDEF c,d,t Dimana TPROD c,t adalah total produksi untuk tanaman C dalam periode t; yield c,d,t dan CROP c,t berturut-turut ialah hasil potensial dan areal tanam; FERT c,d,t dan EROSION c,d,t masing-masing adalah pengaruh pemupukan dan pengaruh erosi; SIOLDEF c,d,t pengaruh ketidakcukupan kedalamam tanah. Tanda d, e dan f mengindikasikan batas segmen pada x-axis. Kendala transisi penggunaan lahan budidaya yang meliputi perluasan NEWCROP c,t atau pengurangan CUTCROP c,t dari areal budidaya awal CROP c,t-1 . Persamaan 3.7 adalah formulasi keseimbangan lahan budidaya. CROP c,t = CROP c,t-1 + NEWCROP c,t - CUTCROP c,t 3.7 Adapun persamaan 3.8 adalah kendala transisi lahan non-budidaya LAND t . LAND t = LAND t-1 + NEWLAND t - CUTLAND t 3.8 Variabel LAND, mewakili areal non-budidaya seperti hutan dan padang gembala. NEWLAND dan CUTLAND masing- masing adalah perluasan dan pengurangan lahan non- budidaya. Erosi pada masing-masing LPU digambarkan sebagai tingkat erosi dasar, dikurangi pengaruh dari struktur konservasi dan pemupukan. Persamaan 3.9 merupakan rumusan total erosi. ∑ = E e 1 EROSION c.d = eros CROP c.t – effcons c CONSER c,t – ∑ = D d 1 effert d,c FERT c,d,t 3.9 Dimana EROSION c.d ialah tingkat erosi potensial; eros c adalah rata-rata volume tanah yang tererosi per hektar pada lahan tanpa struktur konservasi maupun pemupukan; CROP c,t ialah luas areal lahan budidaya; effcons c adalah koefisien volume pengurangan erosi per unit lahan konservasi; CONSER t ialah luas areal lahan konservasi; effert d.c adalah koefisien volume tanah yang tidak tererosi sebagai hasil penerapan satu ton pupuk; dan FERT c.d.t ialah kuantitas pupuk dalam ton. Perumusan keseimbangan volume erosi lahan budaya disajikan pada persamaan 3.10a. VOLCROP t = VOLCROP t-1 – ∑ ∑ = = C c E e 1 1 EROSION c,e,t – VOLCROP t-1 Σ c CROP c-1 ∑ = C c 1 CUTCROP c,t + VOLAND t-1 LAND t-1 NEWCROP c,t 3.10a Dimana VOLCROP t dan VOLCROP t-1 masing-masing adalah volume topsoil di areal lahan budidaya pada tahun ke-t dan periode sebelumnya; VOLAND c,t ialah volume topsoil dari lahan non-budidaya hutan dan lahan rumput. Variabel yang lain sebagaimana telah didefinisikan pada persamaan sebelumnya. Persamaan 3.10b merupakan perumusan keseimbangan erosi lahan non-budidaya mengakomodasi volume erosi dari areal baru dan pengurangan areal. VOLAND t = VOLAND t-1 – VOLAND t-1 LAND t-1 CUTLAND t + VOLCROP t-1 Σ c CROP c-1 NEWLAND t 3.10b Penjelasan variabel mengikuti didefinisikan pada persamaan sebelumnya. Dari beberapa persamaan erosi yang disajikan di atas, nampak bahwa perumusan model optimasi telah mempertimbangkan proses sistem sedimentasi, khususnya adalah transfer atau pengangkutan volume erosi antar lahan budidaya maupun antara lahan budidaya dan non- budidaya. 3.2. Alokasi Sumberdaya Air Kajian yang berkaitan dengan pengaturan pola tanam yang dikombinasikan dengan berbagai alternatif strategi irigasi telah dilakukan oleh Evers at al. 1998. Adapun tujuan kajian adalah membangun metode yang inovatif dan menyatu integrated untuk mengoptimalkan alokasi air waduk reservoir dalam situasi defisit pengairanirigasi. Deskripsi umum arah kajian adalah model dibangun dan diterapkan untuk situasi pengelolaan irigasi secara hipotetis. Karakteristik fisik dan parameter digabungkan dengan situasi yang didasarkan pada wilayah irigasi aktual untuk memunculkan suatu sekenario yang realistik. Fungsi tujuan dirumuskan untuk memaksimalkan net revenue dalam horizon waktu yang direncanakan dengan kendala kondisi fisik tertentu. Asumsi yang mendasari permodelan Evers at al. 1998 adalah: 1. Kegunaan tunggal dari waduk reservoir untuk irigasi dengan ukuran daerah tangkapan air untuk pasokan supply irigasi dari air limpasan. 2. Permintaan dan pasokan air bervariasi menurut lintas waktu intra- and inter- seasonally. 3. Secara potensial cukup untuk kebutuhan air pada musim kemarau hingga disimpan dalam waduk hingga lebih dari satu tahun carry-over storage. 4. Asumsi kunci meliputi: a. Lahan yang sesuai untuk irigasi. b. Areal lahan pengairan dapat dibagi kedalam sejumlah ukuran unit homogen secara layak. c. Pembuat keputusan adalah tunggal. Dalam kerangka permodelan, Evers at al. 1998 mengintegrasikan atau mempadukan empat komponen model analisis secara menyeluruh. Keempat model analisis yaitu: 1 Model hidrologi Precipition Runoff Modeling System atau PRMS, 2 Model simulasi pertumbuhan tanaman Erosion Productivity Impact Calculator atau EPIC, 3 program linier, dan 4 model program dinamik. Dengan kata lain, hasil analisis masing-masing ketiga model tersebut dijadikan masukan input untuk menyusun kerangka analisis program dinamik. Dari model komponen hidrologi PRMS akan diperoleh hasil informasi besarnya aliran permukaan run-off secara berurutan time series; yaitu yang dipergunakan untuk menjelaskan inflow waduk selama horizon waktu. EPIC untuk menentukan besarnya hasil yield tanaman dan kebutuhan air secara historis sepanjang horizon waktu menurut jenis tanah dan strategi irigasi. Analisis dilakukan pada 40 kombinasi, yakni kombinasi antara dari 4 jenis tanah, 2 jenis tanaman dan 5 strategi irigasi. Hasil analisis EPIC beserta informasi penerimaan bersih dari masing-masing kombinasi dan ketersediaan air dalam waduk selanjutnya dianalisis dengan program linier. Hasil dari program linier adalah alternatif rencana usaha tani farm plan, yakni mulai dari rencana usaha tani yang menggambarkan pola tanam tanpa irigasi tadah hujan yang merefleksikan penerimaan bersih terendah hingga pola tanam yang menghasilkan penerimaan bersih tertinggi namun menggunakan air terbanyak hampir menguras cadangan air waduk. Analisis program dinamik Dynamic Proramming atau DP didasarkan pada hasil PRMS dan berbagai alternatif rencana usaha tani. Penerapan model DP untuk mencari serangkaian seluruh alternatif irigasi potensial yang akan menghasilkan nilai saat ini dari penerimaan bersih present value of net revenue yang maksimal dengan memperhatikan horizon waktu. Dari rumusan DP, tersirat bahwa Evers at al. 1998 menetapkan kapasitas waduk sebagai state variable dan alternatif rencana usaha tani sebagai variabel keputusan decision variable. Variasi lain yang dilakukan dalam analisis adalah simulasi dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama didasarkan pada asumsi pengetahuan sempurna terhadap iklim waktu yang akan datang sepanjang horizon waktu. Dengan demikian pada pendekatan pertama pemilihan rencana usaha tani didasarkan pada alternatif yang optimal pada awal horizon waktu. Pendekatan kedua didasarkan pada asumsi adanya ketidakpastian iklim atau informasi iklim tidak diketahui sebelumnya; sehingga rencana usaha tani yang dipilih bisa jadi tidak optimal pada tahun pertama. Hasil kajian untuk panjang horizon waktu yang sama adalah semakin sedikitnya cadangan air pada saat awal akan menyebabkan: 1 semakin rendahnya permintaan air dari rencana usaha tani optimal, 2 penerimaan bersih semakin kecil, dan 3 keragaman kurva probabilitas-penerimaan dari ber- bagai rencana usaha tani optimal semakin menurun. Hal tersebut dapat diinter- pretasikan bahwa keputusan rencana usaha tani pada kondisi cadangan air waduk penuh cenderung mempunyai akibat ekonomi yang lebih besar daripada pada kondisi cadangan air waduk dikosongkan secara parsial. Dengan membandingkan panjangnya horizon waktu, yakni antara periode tiga tahun dan 20 tahun, diperoleh hasil: 1 perbedaan panjang horizon waktu cenderung kurang membedakan variasi akumulasi penerimaan bersih dari rencana usaha tani optimal, 2 horizon waktu yang lebih panjang mempunyai fleksibilitas untuk mengimbangi keputusan yang tidak diinginkan pada periode awal, 3 dari fakta studi kasus diperoleh kesan bahwa horizon waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 tahun. Program kompromi dinamik Dynamic Compromise Programming telah dilakukan oleh Opricovi ć 1993 untuk merumuskan optimasi multiguna air waduk. Formulasi didasarkan pada multikriteria dari sistem dinamik dengan memadukan tiga tujuan, yaitu: 1 meminimalkan defisit pasokan air, 3 memaksimalkan manfaat irigasi, dan 2 memaksimalkan manfaat pembangkit listrik. Pemecahan permasalahan optimasi dirumuskan dalam bentuk diskrit. Komponen yang membangun problem multi-kriteria dinamik terdiri atas Opricovi ć, 1993: 1 persamaan transformasi dari vektor state variable, 2 vektor kriteria, 3 fungsi tujuan multi-kriteria dan individu, 4 rumusan vektor kendala transisi, serta 5 parameter terpenuhinya tujuan kelompok multi- kriteria. Komponen model matematis dari cadangan air waduk secara diskrit meliputi: 1. Persamaan 3.11 adalah keseimbangan sumberdaya yang terkuras state equation; yakni keseimbangan air waduk. ∑ − + = = − L l lt t t t w q V V 1 1 ; t = 1, . . . ,T 3.11 Dimana V t dan V t-1 adalah volume air waduk pada awal dan akhir dari interval waktu ke-t dalam bulan; q t ialah inflow waduk pada bulan ke-t; w lt adalah volume air yang didistribusikan pada pengguna ke-l pada bulan ke-t. T total jumlah bulan dalam horizon waktu, dan L adalah jumlah kriteria pengguna langsung. 2. Kendala pada the state dan the control variable pada persamaan 3.12. V min ≤ V t ≤ V maks ; t= 1, . . . ,T 3.12a ≤ w lt ≤ U it ; t= 1, . . . , T; i= 1, . . . , I 3.12b Dimana V min . adalah tampungan mati dead storage waduk; V maks. adalah kapasitas waduk; dan U lt ialah permintaan air dari pengguna ke-i pada bulan ke-t. 3. Fungsi kriteria dari masing-masing pengguna pemanfaatan, terdiri atas: 1 pasokan distribusi air baku untuk wilayah perkotaan w 1 , 2 irigasi wilayah hulu bendungan w 2 , dan 3 untuk pembangkit tenaga hidro w 3 . Volume air penggunaan w 3 sebagian atau seluruhnya juga untuk irigasi wilayah hilir bendungan. Secara matematis fungsi distribusi dirumuskan pada persamaan 3.13. Fungsi kriteria untuk pasokan air wilayah perkotaan ∑ − = = T t t t w U w f 1 2 1 1 1 1 3.13a Dimana U 1t adalah permintaan pasokan air wilayah perkotaan. Fungsi kriteria untuk irigasi hulu bendungan: ∑ = = T t t w w f 1 2 2 2 3.13b Fungsi kriteria untuk irigasi wilayah hilir: ∑ = = T t t w w f 1 3 3 3 3.13c Fungsi kriteria untuk pembangkit listrik tenaga air: ∑ = = T t t t t t H b w f 1 3.13d Dimana H t adalah dayalistrik yang dihasilkan pada bulan ke-t; b t manfaat benefit energi per unit yang dihasilkan pada bulan ke-t. Nilai b t adalah gabungan dari nilai b p , yaitu manfaat per unit energi pada masa puncak peak dan nilai b d , ialah manfaat per unit energi setelah masa puncak. Nilai-nilai tersebut ditentukan berdasarkan sistem tarif listrik nasional. Persamaan 3.14 adalah bentuk umum rumusan permasalahan dinamik multi- kriteria. ,..., , ,..., , 1 1 } { T T o W w w w V V V R maks T ∈ − 3.14 Dengan menghadirkan parameter p dan vector kontrol kompromi, maka rumusan meminimalkan fungsi VF,p menjadi persamaan 3.15. ∑ − = = I i p p i i w V f f p F R 1 1 } ] , {[ , 3.15 dengan kendala persamaan 3.9 hingga persamaan 3.12; dimana p = 1 menjelaskan terpenuhinya utilitas kelompok; dan p = ∞ menjelaskan tercapainya kriteria individu tunggal, maka besarnya f i diduga dengan persamaan 3.16. ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ∑ = − = ∈ − t t t T t it W w i w V V B maks f i , , [ 1 1 ; i= 1, . . . ,I 3.16 Beberapa kesimpulan dari kajian tersebut adalah: 1 optimasi tujuan ganda dapat dirumuskan dalam aspek teknis maupun nilai penerimaan, 2 dari program dinamik dengan algoritma optimasi kriteria tunggal didapatkan pemecahan optimal air baku untuk penggunaan irigasi daerah hulu dan hilir bendungan serta untuk pembangkit listrik tenaga air, 3 algoritma program kompromi dinamik untuk mendapatkan: a nilai total permintaan air dengan ketentuan permintaan minimal berbagai kriteria penggunaan, dan b memaksimalkan permintaan penggunaan irigasi wilayah hilir dengan memenuhi volume permintaan pembangkit daya listrik tenaga air, 4 dengan menghadirkan variabel dummy memungkinkan salah satu tujuan tidak tercapai, yakni memaksimalkan utilitas total atau meminimalkan maupun memaksimalkan utilitas secara individu, 5 keputusan akhir tergantung pada pendapat dan atau kekuatan posisi tawar dari pembuat kebijakan, dan 6 optimisasi kriteria ganda memungkinkan pelaksanaan analisis fungsi kriteria yang tidak terukur, misalnya manfaat pengendalian banjir.

IV. APLIKASI EKONOMI DAMPAK EROSI