Ikhtisar NILAI EKONOMI EROSI

Tabel 32. Perubahan Biaya Off-Site Erosi Rpm 3 pada Waduk Senguruh λ 2 t+1 – λ 2 t dan Waduk Sutami λ 4 t+1 – λ 4 t Tahun Sengguruh Sutami ρ λ 2 t ρ λ 2 t+1- ρ λ 2 t ρ λ 4 t ρ λ 4 t+1- ρ λ 4 t 2004 97.43 89.00 2005 88.57 -8.86 80.91 -8.09 2006 80.52 -8.05 73.55 -7.36 2007 73.20 -7.32 66.87 -6.69 2008 66.55 -6.65 60.79 -6.08 2009 60.50 -6.05 55.26 -5.53 2010 55.00 -5.50 50.24 -5.02 2011 50.00 -5.00 45.67 -4.57 2012 45.45 -4.55 41.52 -4.15 2013 41.32 -4.13 37.74 -3.77 2014 37.56 -3.76 34.31 -3.43 2015 34.15 -3.42 31.19 -3.12 2016 31.04 -3.10 28.36 -2.84 2017 28.22 -2.82 25.78 -2.58 2018 25.66 -2.57 23.44 -2.34 2019 23.32 -2.33 21.31 -2.13 2020 21.20 -2.12 19.37 -1.94 Sumber: Olahan data 2. Harga bayangan air yang masuk dari daerah sub-sub DAS Metro ke WadukSutami Vma M sama dengan harga bayangan kapasitas tampungan waduk Vkp 1 maupun air yang tersimpan dalam WadukSutami Vsa 2 . 3. Harga bayangan sedimen yang masuk ke Waduk Sengguruh Vms sama dengan harga bayangan kapasitas tampungan WadukSutami Vkp 2 . Dengan demikian, maka untuk menduga OFCE bisa didasarkan pada harga bayangan kapasitas waduk atau air yang tersimpan dalam waduk.

8.5. Ikhtisar

Ketersediaan sumberdaya ketebalan lapisan tanah soil depth atau SD intertemporal membentuk kurva yang mempunyai kelerengan slope negatif, sedangkan pada ekstrasinya soil loss atau SL mempunyai slope positif. Bentuk kedua kurva tersebut adalah linier; yakni dengan perubahan ekstrasi intertemporal SL yang konstan. Pengurangan SD ditentukan oleh SL yang merupakan hasil bagi antara tingkat erosi yang terjadi dan berat jenis tanah. Perubahan SL yang konstan menyebabkan perubahan volume sedimen yang tertahan dalam waduk yang konstan pada setiap periode. Dengan demikian pengurangan kapasitas tampungan mati mempunyai perubahan yang konstan. Biaya on-site erosi didekati dengan PV dari pendapatan bersih yang diperoleh pada periode t+1 yang sejalan dengan terjadinya SL karena aktivitas pola tanam selama periode t. Pendapatan pengelolaan komoditas apel lahan tegal II di daerah Sub-sub DAS Sumber Brantas pada tahun 2004 sebesar Rp 6.55 juta per mm SL. Besaran pendugaan biaya on-site erosi tersebut belum mempertimbangkan investasi konservasi tanah. Dari hasil analisis menunjukkan tendensi bahwa biaya on-site erosi semakin menurun antar periode. Dari pemecahan optimasi intertemporal dari model daerah tangkapan air Model-DTA dapat diperoleh gambaran fenomena biaya implisit erosi atau harga bayangan ketebalan lapisan tanah atau user cost of soil erosion UCSE sebagai berikut: 1. Pendugaan nilai nominal maupun nilai sekarang semakin menurun dengan semakin bertambahnya periode dengan perubahan yang semakin besar. 2. Bervariasi menurut paket pola tanam, klasifikasi fungsi lahan dan daerah Sub-sub DAS. 3. Tingkat erosi yang tinggi tidak selalu diikuti dengan UCSE yang tinggi. Kecenderungan semakin menurunnya UCSE selama horizon waktu ditunjukkan oleh kurva dengan kelerengan negatif. Kodisi tersebut mencerminkan biaya kesempatan SD semakin menurun antar periode, dan perubahan UCSE semakin besar. Tendensi UCSE yang semakin menurun antar waktu karena SD yang terdapat pada lokasi penelitian relatif tebal. Hal tersebut sejalan dengan hasil kajian peneliti sebelumnya bahwa semakin tebal SD 12 inchi, besarnya UCSE tahun berjalan semakin menurun. Dari pengganda Lagrange rumusan optimasi dinamik problem diskrit dapat diinterpretasikan bahwa setiap perubahan satu cm SL akibat akivitas pola tanam ke-j pada lahan ke-i di daerah ke-k pada periode t akan menyebabkan perubahan manfaat sosial bersih marginal of social net benefit DTA Bendungan Sutami- Sengguruh UCSE pada periode t+1, yaitu sebesar λ 1ijk t+1. Keragaman UCSE yang terjadi di DTA Bendungan Sengguruh-Sutami disebabkan oleh perbedaan nilai produk marjinal di setiap komoditas yang membentuk paket pola tanam menurut lokasi. Hal tersebut karena tingkat erosi setiap komoditas berbeda antar daerah menyebabkan produk fisik marjinal bervariasi, meskipun diasumsikan bahwa tingkat teknologi sama di seluruh wilayah Sub-sub DAS. Dengan demikian, walaupun tingkat harga diasumsikan sama akan didapatkan nilai produk marjinal beragam. Pada skala tingkat usahatani, hasil kajian peneliti sebelumnya dapat diiventarisasi beberapa faktor yang mempunyai sumbangan terhadap besaran UCSE. Faktor-faktor tersebut adalah: 1 ketebalan solum, 2 harga komoditas, 3 produk marjinal fisik dari kehilangan lapisan tanah, 4 harga input, 5 nilai produk marjinal dari input produktif pf 1 , dan 6 tingkat bunga. Pada skala DTA Bendungan Sutami-Sengguruh diperoleh hasil bahwa besaran UCSE juga ditentukan oleh besaran user cost kendala transformasi kapasitas tampungan Waduk Sengguruh dan Sutami; yakni λ 2 t+1 dan λ 4 t+1. Berdasarkan hasil kajian peneliti sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat perubahan UCSE ijk 1 λ , yaitu: 1 tingkat bunga berpengaruh positif, 2 kontribusi SD terhadap pendapatan per ha pada periode t berpengaruh positif, 3 kontribusi SD terhadap pendapatan per ha pada periode t+1 berpengaruh negatif, dan 4 nilai marjinal SD terhadap penurunan produktivitas pada periode t+1. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan UCSE, λ 1ijk t+1 - λ 1ijk t di DTA Bendungan Sutami- Sengguruh adalah: 1 UCSE periode t+1 atau λ 1ijk t+1, 2 perubahan kontribusi SD terhadap pendapatan per ha pada periode t+1 karena erosi SL atau ∂z⋅∂S ijk t, 3 harga komoditas PC i dan luas lahan optimal X ijkt , dan 4 produk marginal SD pada periode t atau ∂Y⋅∂S ijk t. Alokasi lahan intertemporal di daerah sub-sistem hulu waduk dapat menghasilkan sedimen yang tertahan dalam Waduk Sutami sebesar 0.75 juta m 3 ; volume tersebut jauh lebih kecil daripada sedimen yang terjadi setiap tahun 3.96 juta m 3 . Selama periode horizon waktu terjadi pengurangan tampungan mati sebesar 5. Dari pemecahan optimasi menjadikan volume stok air Vsa 1 dari Waduk Sengguruh setiap tahun mengalami penurunan sebesar 0.45 juta m 3 , karena digantikan oleh sedimen yang masuk kedalam waduk; yakni sebesar bertambahnya volume stok sedimen Vss 1 . Untuk mendapatkan manfaat sosial bersih maksimal, aktivitas pengerukan sedimen dilakukan sejak tahun 2007 sebesar 0.24 juta m 3 ; serta dari tahun 2008 hingga 2019 dilakukan pengerukan sedimen sebesar volume sedimen baru yang masuk. Massa sedimen yang konstan setiap periode menyebabkan perubahan volume sedimen yang tertahan dalam waduk menjadi konstan. Deskripsi hubungan antara stok dan tingkat ekstrasi sumberdaya pada sub-sistem ekologi bendungan-Waduk Sutami, dicerminkan dari kapasitas tampungan mati yang dianalogikan sebagai stok sumberdaya dan kumulatif volume sedimen baru yang dianalogikan sebagai ekstrasi sumberdaya. Volume sedimen baru yang tertahan dalam waduk setiap periode yang konstan menjadikan pengurangan kapasitas tampungan mati adalah konstan. Biaya off-site erosi Off-site Cost of Erosion atau OFCE mencerminkan biaya kesempatan setiap m 3 air yang tersimpan pada tahun ke-t; yakni sebesar λ 2 t+1 untuk Waduk Sengguruh dan λ 4 t+1 untuk Waduk Sutami. Sebagai contoh, OFCE Waduk Sengguruh tahun 2004 atau λ 2 t+1 sebesar 97.43; yang bisa diartikan bahwa setiap satu meter kubik air yang tersimpan pada akhir periode tahun 2003 mempunyai biaya kesempatan sebesar Rp 97.43. Biaya kesempatan air yang tersimpan dalam waduk mengekspresikan nilai ekonomi air waduk. Terjadi fenomena bahwa PV dari OFCE semakin menurun antar waktu. Hasil pendugaan OFCE dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan pungutan iuran retibusi dari masyarakat untuk menjaga kelestarian dan konservasi DTA. Penetapan retribusi menggunakan prinsip: 1 pengguna air waduk yang membayar, dan 2 penghasil eksternalitas erosi yang membayar. Perhitungan besarnya pungutan kepada pengguna air waduk didasarkan pada persamaan 6.11b dan 5.11c; sedangkan untuk penghasil eksternalitas erosi dari persamaan 8.1 dan 8.2. Secara normatif retribusi yang harus dibayar oleh produsen listrik PLTA Sengguruh adalah 7.74 PE 1 dan PLTA Sutami sebesar 23.40 PE 2 ; sedangkan dari pengairan dan industri masing-masing adalah 28.77 PI dan 2.06 PM. Pada DAS Kali Brantas terdapat beberapa bendungan yang tersebar di bagian hulu, tengah dan hilir, maka besarnya persentase tersebut tidak berlaku umum di seluruh daerah DAS Kali Brantas. Hal itu karena pada setiap bendungan mempunyai karakteristik fisik waduk yang berbeda, sehingga besarnya persentase bersifat spesifik lokasi. Dengan demikian besarnya pungutan iuran nominal akan bervariasi menurut dimensi ruang dan waktu; karena karga air baku untuk berbagai penggunaan akan selalu berubah menurut waktu. Berdasarkan data rata-rata harga listrik di tingkat produsen tahun 2002 dan 2003 didapatkan fenomena bahwa besarnya retribusi dari produsen listrik secara normatif lebih besar daripada retribusi riil yang telah dipungut oleh pihak otorita pada tahun 2003. Oleh karena itu metode penetapan pungutan retribusi tersebut perlu disosialisasikan kepada pengambil keputusan dan dikaji lebih mendalam kemungkinan diaplikasikannya metode penetapan retribusi tersebut. Penetapan biaya eksternal erosi per hektar lahan yang berada di daerah Sub-sub DAS Metro didasarkan pada persamaan : 0.58 KVS ∗ SDR 5 ∗ e ij5 ∗ λ 4 t+1. Penetapan biaya eksternal erosi untuk daerah Sub-sub DAS selain Metro didasarkan pada persamaan : {0.40 KVS ∗ SDR k ∗ e ijk ∗ λ 2 t+1} + {0.58 KVS ∗ SDR k ∗ e ijk ∗ λ 4 t+1}. Dasar penetapan tersebut berlaku juga untuk menduga biaya eksternal erosi dari lahan non-budidaya intensif; yakni dengan notasi tingkat erosi E ijk dan luas lahan L ijk . Dimana i adalah lahan pekarangan, semak dan hutan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa besaran biaya eksternal erosi per hektar lahan ditentukan oleh variabel teknis ET, KVS, SDR, e ijk atau E ijk dan harga air baku menurut penggunaannya PE 1 , PE 2 , PI dan PM. Pungutan iuran dengan prinsip penghasil eksternalitas yang membayar tidak saja dibebankan pada pengelola lahan budidaya intensif, namun juga pada lahan non-budidaya intensif. Oleh karena sumber sedimentasi Waduk Sengguruh juga berasal dari sampah rumah tangga, maka metode penetapan pungutan tersebut dapat dikembangkan untuk diterapkan pada penghasil sampah utama. Untuk itu perlu penelitian lanjutan yang terkait dengan sumber sedimentasi waduk selain yang berasal dari erosi lahan.

IX. DAMPAK PERUBAHAN VARIABEL EKONOMI DAN TEKNIS