mempertimbangkan biaya investasi. Namum oleh karena keterbatasan peneliti dalam pengumpulan data dan kesulitan perhitungan nilai satuan air untuk
industri, maka manfaat air untuk penggunaan industri didasarkan pada tarif tersebut.
5.2. Perumusan Kerangka Model Analisis Optimasi Dinamik
5.2.1. Manfaat sosial bersih pengelolaan lahan
Manfaat bersih lahan pertanian yang dipertimbangkan dalam fungsi tujuan adalah total pendapatan usaha tani dari areal lahan budidaya intensif yang ber-
ada di seluruh wilayah Sub-sub DAS. Pendapatan usaha tani merupakan selisih antara total nilai produksi dan total biaya produksi. Formulasi manfaat bersih
pengelolaan lahan di DTA pada persamaan 5.5 memperhatikan klasifikasi fungsi dan kemiringan lahan, keragaman paket pola tanam dan Sub-sub DAS.
BL X
ijk
t = 5.5
Dimana BL adalah besarnya total manfaat bersih yang dapat diperoleh dari berbagai paket pola tanam menurut klasifikasi fungsi dan kemiringan lahan
sepanjang horizon waktu T juta Rpton; X
ijkt
adalah luas areal dari klasifikasi
jenis lahan i dengan paket pola tanam j dan Sub-sub DAS k pada tahun t Ha.
Sedangkan P
C
t adalah harga masing-masing komoditas yang membentuk paket pola tanam ke-j juta Rpton; dan a, b
1
ialah koefisien regresi fungsi produksi tonha; dan R merupakan estimasi parameter fungsi respon SD
terhadap produksi. SD ialah kedalaman lapisan tanah cm. CF
ij
adalah biaya usaha tani per hektar per tahun pada suatu paket pola tanam menurut klasifikasi
kemiringan lahan juta Rpha.
5.2.2. Nilai outflow waduk untuk operasi PLTA
[ ]
⎭ ⎬
⎫ ⎩
⎨ ⎧
− −
+
∑∑∑
= =
=
1
1 6
1 25
1 5
1
t CF
R b
a t
P t
X
ij SDjk
i i
C i
j k
ijk
Berdasarkan besarnya total produksi daya listrik PLTA Sengguruh dan Sutami dari persamaan 5.3c dan 5.3e, maka total nilai air baku untuk listrik
periode tahunan adalah: NML
Wo
l
t = PE
1
∗ 2 ∗ {1.22 ∗ Wo
1
t} + PE
2
∗ 3 ∗ {2.46 ∗ Wo
2
t} 5.6
Dimana NML ialah nilai manfaat air baku yang digunakan untuk pembangkit listrik pada tahun ke-t juta Rp; PE
1
dan PE
2
masing-masing merupakan harga daya listrik dari unit PLTA Sengguruh dan Sutami RpkWh; Wo
l
t adalah debit operasi outflow per detik pada tahun ke-t m
3
det. Harga daya listrik setiap unit PLTA tersebut didekati dengan rata-rata dari
harga bulanan selama tahun 2003 dari setiap entitas pembangkit. Hal itu karena data tingkat pembayaran per kWh bervariasi menurut bulan dan entitas
pembangkit. Perbedaan tersebut dikarenakan kuantitas produksi daya listrik selama kurun waktu satu bulan dari setiap turbin berbeda. Sebagaimana telah
diuraikan di depan bahwa unit PLTA Sengguruh terdapat 2 turbin dan Sutami terdapat 3 turbin.
5.2.3. Nilai air baku untuk pengairan dan industri
Pendugaan besarnya nilai air baku untuk pengairan dan industri dalam kurun satu hari adalah:
NMP =
PI ∗ V
p
= PI
∗ 110
6
D
p
∗ cv
1
= PI
∗ 110
6
sh
p
∗ Wo
2
∗ cv
1
= 0.02484
∗ PI ∗ Wo
2
5.7a NMI
= PM
∗V
m
= PM
∗ 110
6
D
m
∗ cv
1
= PM
∗ 110
6
∗ sh
m
∗ Wo
2
∗ cv
1
= 0.00177984 ∗ PM ∗ Wo
2
5.7b Dimana NMP dan NPI masing-masing adalah nilai manfaat air baku bulanan
untuk pengairan dan industri yang berasal dari outflow Waduk Sutami dalam juta Rphr; V
p
dan V
m
ialah volume air baku untuk pengairan dan industri juta m
3
bl; D
p
dan D
m
adalah debit air baku untuk pengairan dan industri m
3
dt; sh
p
dan sh
m
adalah sumbangan debit outflow Waduk Sutami terhadap pengairan; Wo
2
merupakan debit outflow Waduk Sutami m
3
det. PI dan PM yaitu nilai air baku untuk pengairan dan iuran air baku untuk industri Rpm
3
. Besarnya PI ditentukan dengan rumus pada persamaan 5. 4; dan besarnya PM didasarkan
pada tarif air baku untuk industri yang dibayarkan kepada PERUM Jasa Tirta I. Besaran cv
1
merupakan faktor konversi satuan debit m
3
det disetarakan dengan satuan volume harian sebesar 86 400 m
3
det. Konversi dimaksudkan untuk menyamakan satuan antara debit m
3
det dan dalam satuan volume harian m
3
det. Angka pembagi 10
6
dimaksudkan untuk menyetarakan volume air dalam juta meter kubik. Koefisien 0.02484 pada persamaan 5.8a dan
0.00177984 pada persamaan 5.8b masing-masing merupakan hasil perkalian antara sh
p
maupun sh
m
pada Lampiran 7 baris kedua dengan faktor konversi debit cv
1
. Dari persamaan 5.7a dan 5.7b dapat dirumuskan manfaat tahunan dari air baku untuk pengairan dan industri sebagai berikut:
NMP
t
= 365 ∗ 0.02484 ∗ PI ∗ Wo
2
= 9.07
∗ PI ∗ Wo
2
5.8a NMI =
365 ∗ 0.00177984 ∗ PM ∗ Wo
2
= 0.65
∗ PM ∗ Wo
2
5.8b Besaran harga air untuk kegiatan pertanian berdasarkan factor income
method FIM sebagaimana telah dirumuskan pada persamaan 5.4. Hasil pendugaan harga air pengairan dapat dilihat pada Lampiran 7 baris ke-1.
5.2.4. Struktur biaya sosial
Biaya pada sub-sistem ekologi bendungan-waduk meliputi investasi fisik bendungan per tahun, investasi baru untuk kelestarian bendunganwaduk dan
biaya pengerukan. Secara eksplisit dalam model perumusan biaya sosial hanya mempertimbangkan biaya pengerukan; secara implisit biaya sedimentasi
dihasilkan dalam model. Untuk mempertahankan daya tampung kapasitas Waduk Sengguruh telah
dilakukan pengerukan terhadap sedimen. Berdasarkan data yang dikumpulkan, kegiatan pengerukan pada Waduk Sutami tidak dilakukan. Besarnya biaya
pengerukan persamaan 5.9 merupakan perkalian antara volume sedimen yang dikeruk dan biaya per unit. Biaya pengerukan sedimen CK per satuan
didasarkan pada perhitungan yang telah dilaksanakan oleh pihak otorita. Dalam penentuannya, biaya tersebut terdiri atas komponen: 1 nilai satuan kehilangan
daya listrik per m
3
sedimen dan 2 harga satuan pengerukan. Satuan biaya pengerukan yang dimasukan dalam model adalah nilai riil terdeflasi hasil
penentuan tahun 1998. BS =
5.9 Dimana VSkt ialah volume sedimen yang dikeruk dari Waduk Sengguruh pada
tahun ke-t juta m
3
. Volume optimal sedimen yang dikeruk ditentukan dalam model optimasi. Biaya pengerukan dalam satuan Rpm
3
. Besarnya biaya pengerukan sedimen per unit yang dipertimbangkan dalam model didasarkan
pada hasil kajian Perum Jasa Tirta I yang telah dilakukan tahun 1998. Hal itu karena data tahun terakhir waktu pelaksanaan penelitian tidak diperoleh.
5.2.5. Manfaat bersih tahunan
Manfaat sosial bersih MSB tahunan pada persamaan 5.10 merupakan selisih antara manfaat sosial social benefit dan biaya sosial social cost.
1
t Vks
CK
Manfaat sosial dari sistem DTA pada persamaan 5.10 merupakan penjumlahan dari manfaat sosial bersih dari pengelolaan lahan dan nilai outflow Waduk
Sengguruh dan Sutami. Kegunaan air baku Waduk Sengguruh yang dipertimbangkan hanyalah untuk operasi PLTA, karena pola waduk tersebut
bersifat harian serta seluruh outflow masuk ke Waduk Sutami. Adapun manfaat air baku Waduk Sutami yang dipertimbangkan dalam fungsi tujuan meliputi
kegunaan untuk operasi PLTA, pengairan dan untuk industri. MSB X
ijk
t, S
ik
t, Wo
l
t, Vkp
l
t =
1
t Vks
CK
{ }
{ }
+ ∗
∗ ∗
+ ∗
∗ ∗
46 .
2 3
22 .
1 2
2 2
1 1
t Wo
PE t
Wo PE
− ∗
∗ +
∗ ∗
65 .
07 .
9
2 2
t Wo
PM t
Wo PI
[ ]
+ ⎭
⎬ ⎫
⎩ ⎨
⎧ −
− +
∑∑∑
= =
=
1
1 6
1 25
1 5
1
t CF
R b
a t
P t
X
ij SD
i i
c i
j k
ijk
jk
5.10
Dimana: MSB
= manfaat sosial bersih juta Rpth X
ijk
t = luas areal lahan komoditaspola tanam ke-i pd kemiringan ke-j
Sub-sub DAS ke-k pada tahun t ha P
C
t = harga komoditas pada tahun t juta Rpton
S
ik
t = ketebalan lapisan olah dari paket pola tanam ke-i pada Sub-sub
DAS ke-k pada tahun t cm CF
ij
t = biaya usaha tani per ha dari pola tanam ke-i pd kemiringan ke-j pada tahun t juta Rpha
Wo
1
t = debit outflow Waduk Sengguruh pada tahun t m
3
det Wo
2
t = debit outflow Waduk Sutami pada tahun t m
3
det PE
l
= harga daya listrik RpkWh PI
= nilai air baku untuk pengairan Rpm
3
PM = harga air baku untuk industri Rpm
3
CK = biaya pengerukan Rpm
3
Vks
1
t = volume sedimen yang dikeruk pada tahun t juta m
3
a,b
1
,R = koefisien regresi fungsi produksi masing-masing komoditas yang membentuk paket pola tanam ke-j pada klasifikasi fungsi dan
kemiringan lahan ke-i i
= klasifikasi fungsi lahan, 1 = Sawah I, 2 = Sawah II, 3 = Tegal I, 4 = TegalI, 5 = Kebun I, 6 = Kebun II, I = kemiringan 0 – 15,
II = kemiringan 15 j
= paket pola tanam,
k =
Sub-sub DAS, 1 = Bango, 2 = Sumber Brantas, 3 = Amprong, 4 = Lesti, 5 = Metro,
l = jenis wadukPLTA, 1 = Sengguruh, 2 = Sutami,
Vkp
l
t = kapasitas waduk ke-l pada tahun t 10
6
m
3
5.2.6. Fungsi tujuan
Fungsi tujuan sistem DTA persamaan 5.11 adalah memaksimalkan PV manfaat bersih tahunan dan PV nilai air yang tersimpan dalam waduk pada akhir
horizon waktu. Perumusan fungsi tujuan didasarkan pada bentuk umum model discrete-time dengan finite horizon problem pada persamaan 4.12 dan model
aplikasi pada persamaan 4.14d, 4.17a dan persmaan 4.20. Max.
PVMSB =
{X
ijk
t, S
ik
t, Wo
l
t, Vkp
l
t }
= MSB
t
{X
ijk
t, S
ik
t, Wo
l
t, Vsa
l
t, Vss
l
t} + fVsa
2
T . . . . . . 5.11
∑
− =
1 1
T t
t
ρ ,
, ,
1 1
T Vsa
F t
Vkp t
Wo t
S t
X N
l T
T t
l l
ik ijk
t
ρ ρ
+
∑
− =
T
ρ
Dimana ρ adalah diskon faktor, X t ialah luas areal paket pola-tanam ha, St
adalah ketebalan lapisan tanah cm, Wt ialah outflow waduk m
3
detik, Vsa
l
t adalah volume air yang tersimpan dalam waduk ke-l juta m
3
, dan Vss
l
t ialah volume sedimen yang tertahan juta m
3
; serta t adalah setiap periode keputusan tahun. Adapun FVsa2T ialah nilai cadangan air yang tersimpan dalam
Waduk Sutami pada akhir horizon waktu. Nilai akhir sumberdaya yang dipertimbangkan dalam model adalah nilai akhir yang tersimpan dalam waduk.
Pada akhir horizon waktu belum mempertimbangkan PV dari nilai lahan. Mengingat data ataupun informasi dari harga jual lahan setelah terjadi erosi atau
deplesi SD relatif sulit didapatkan. Fungsi tujuan optimasi dinamik yang disusun oleh McConnell 1983, Segarra dan Taylor 1987 dan Syaukat et al. 1992
telah mempertimbangkan PV harga jual lahan pada akhir periode perencanaan. Nilai volume air yang masih tersimpan dalam Waduk Sutami pada akhir
horizon waktu T didasarkan pada harga air yang digunakan untuk listrik, irigasi dan industri. Nilai stok air dalam waduk pada T dari persamaan 5.12
didasarkan pada kuantitas produksi daya listrik per hari pada persamaan 5.3d serta nilai air baku per hari untuk pengairan dan industri pada persamaan 5.7a
serta persamaan 5.7b. NAT =
PM sh
PI sh
cv T
V H
cv T
V PE
m p
sa ef
sa
+ +
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
2 2
2 2
2 2
94 .
78
5.12
PM PI
cv T
Vsa cv
T Vsa
PE 0206
. 02875
. 87
. 741
6
2 2
2 2
2
+ +
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
=
Dimana NAT ialah nilai stok air pada akhir periode juta Rp; Vsa
2
T adalah volume stok air pada akhir horizon waktu yang ditentukan dalam model juta m
3
; dan variabel yang lain seperti yang telah dijelaskan pada persamaan 5.7.
5.2.7. Kendala
Rumusan kendala yang menyertai fungsi tujuan di atas terdiri atas kendala persamaan transisi motion equation dan kendala dengan kuantitas tertentu
given. Kendala persamaan transisi terkait dengan sumberdaya yang terkuras, yaitu kendala yang mencerminkan perubahan stok sumberdaya. Persamaan
transisitransformasi terdiri atas: 1 keseimbangan ketebalan lapisan tanah serta 2 keseimbangan kapasitas tampungan Waduk Sengguruh dan Waduk Sutami.
Kendala pada kuantitas tertentu meliputi: 1 kondisi awal ketebalan lapisan tanah, 2 kondisi awal kapasitas tampungan, 3 kondisi awal stok air dan
sedimen, 4 kondisi awal kapasitas tampungan Waduk Sutami yang dipertahankan pada setiap periode, 5 batas atas dan bawah debit outflow
waduk dan 6 total luas areal berbagai klasifikasi fungsi dan kemiringan lahan pada masing-masing Sub-sub DAS.
5.2.7.1. Ketebalan lapisan tanah
Perumusan kendala yang mencerminkann ketebalan lapisan tanah SD dalam kajian ini didasarkan pada perumusan yang dipakai oleh Papendick et al. 1985
seperti yang telah dirumuskan pada persaman 4.10. Dalam penelitian disertasi ini tidak mempertimbangkan ketebalan lapisan bentukan baru regenerasi
karena dalam kurun waktu satu tahun lapisan baru tersebut relatif sangat kecil, sehingga dalam kasus khusus lapisan atas yang terbentuk pada tahun ke-t dapat
dianggap sama dengan nol Segara dan Taylor, 1987. Dengan demikian rumusan persamaan transisi dari SD untuk masing-masing pola tanam ke-i, pada
Sub-sub DAS ke-k adalah: S
ijk
t+1 = S
ijk
t – Z
ijk
t 5.13a
S
ijk
0 = S
ijk o
5.13b
Dimana S
ijk
t+1 dan S
ijk
t masing-masing adalah ketebalan lapisan atas tanah pada tahun ke-t +1 dan tahun ke-t, dan Z
ijk
t lapisan atas tanah yang hilang pada tahun ke-t dari klasifikasi fungsi dan kemiringan lahan ke-i dengan paket
pola tanam ke-j di wilayah sub-sub DAS ke-k cm; S
ijk
0 adalah ketebalan lapisan atas tanah pada awal periode. Satuan masing-masing variabel adalah
cm. Pada persamaan 5.12c merupakan bentuk konversi Z
ijk
t dari tingkat erosi pada setiap aktivitas.
Z
ijk
t =
t 5.13c
Dimana e
ijk
adalah tingkat erosi dari komoditaspola tanam ke-i dengan klasifikasi fungsi dan kemiringan ke-j pada sub-sub DAS ke-k tonha;
sedangkan BD10
3
merupakan berat jenis tanah 1.50 dikalikan konversi dari satuan massa ton menjadi satuan luas ha.
5.2.7.2. Kapasitas tampungan Waduk Sengguruh
Kendala transisi kapasitas tampungan waduk didasarkan pada pendekatan konsep arus flow dan stok reserve sebagaimana yang disajikan pada
Lampiran 8. Sementara itu, persamaan keseimbangan kapasitas tampungan waduk didasarkan pada mekamisme perilaku masing-masing waduk seperti yang
terdapat pada Lampiran 9. Waduk Sengguruh merupakan waduk harian, maka arus air keluar sama dengan arus air masuk. Kapasitas waduk yang
dipertahankan adalah pada elevasi 292.50 meter, sehingga aliran air ke luar dari waduk diupayakan pada volume tampungan di atas elevasi tersebut. Dalam
rangka menanggulangi pendangkalan pada Waduk Sengguruh, pihak otorita telah melakukan aktivitas pengerukan sedimen. Oleh karena itu, maka pada
perumusan keseimbangan waduk dimasukan variabel volume sedimen yang dikeruk Vks
1
. Sebagaimana telah diuraikan pada sub-bab 2.4, bahwa efisiensi penangkapan Waduk Sengguruh sebesar 40 dari total volume sedimen yang
3
10 BD
e
ijk
berasal dari wilayah hulu waduk. Berdasarkan berbagai kondisi tersebut dapat dirumuskan kendala transisi keseimbangan Waduk Sengguruh sebagai berikut:
Vkp
1
t+1 ≤ Vsa
1
t + Vma
1
t – 31.53 ∗ Wo
1
t + Vss
1
t + 0.4 ∗ Vmst – Vks
1
t 5.14a
Vss
1
t+1 = Vss
1
t + 0.4 ∗ Vmst – Vks
1
t 5.14b
Vsa
1
t = Vkp
1
t – Vss
1
t 5.14c
Dimana Vkp
1
t+1 adalah kapasitas Waduk Sengguruh juta m
3
; Vsa
1
t ialah volume air tersimpan pada tahun ke-t juta m
3
; Vma
1
t adalah volume air masuk inflow pada tahun ke-t juta m
3
; Wot adalah debit outflow m
3
detik; Vss
1
t ialah volume sedimen tersimpan pada tahun ke-t juta m
3
; Vmst adalah volume sedimen baru yg berasal dari wilayah hulu Waduk Sengguruh pada tahun
ke-t juta m
3
; dan Vks
1
t merupakan volume sedimen yang dikeruk pada tahun ke-t dalam satuan juta m
3
. Angka pengali 31.53 merupakan faktor konversi dari volume outflow tahunan dalam satuan juta m
3
menjadi satuan debit m
3
det. Total
volume inflow Waduk Sengguruh Vma
1
pada persamaan 5.14d berasal dari debit sungai yang berada di wilayah hulu, yakni yang meliputi Sub-
sub DAS Bango, Sumber Brantas, Amprong dan Lesti. Hamparan lahan budidaya maupun non-budidaya intensif mempunyai peran terhadap debit
sungai. Secara eksplisit volume inflow Waduk Sengguruh dalam kurun waktu satu tahun dipengaruhi oleh luas areal dan debit sungai.
⎭ ⎬
⎫ ⎩
⎨ ⎧
∗ +
∗ =
∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑
= =
= =
= =
4 1
4 1
2 1
4 1
25 1
6 1
1 k
k ijk
sk j
i ijk
sk j
i ma
t L
d t
X d
t V
5.14d Dimana V
ma1
t adalah volume inflow pada tahun ke-t juta m
3
; d
sk
adalah sumbangan per hektar lahan terhadap volume inflow pada Sub-sub DAS ke-k
juta m
3
ha; X
ijk
ialah luas lahan budidaya intensif yang ditentukan dalam model klasifikasi fungsi dan kemiringan lahan ke-i dengan paket pola tanam ke-j
pada wilayah Sub-sub DAS ke-k pada tahun ke-t ha; sedangkan L
ijk
adalah luas lahan non-budidaya intensif menurut fungsi ke-i dengan klasifikasi kemiringan ke-
j dari wilayah Sub-sub DAS ke-k pada tahun ke-t ha. Pendugaan sumbangan per hektar lahan terhadap volume inflow d
sk
didekati dengan hasil perkalian antara total volume inflow satu tahun dan rasio luas Sub-sub DAS ke-k terhadap luas wilayah hulu Sengguruh. Berdasarkan
asumsi bahwa setiap hektar lahan mempunyai tingkat inflow yang sama, dalam pengertian tingkat inflow tidak berbeda menurut jenis tanaman, fungsi dan
kemiringan lahan. Total volume inflow merupakan hasil kali antara luas areal optimal X
ijk
dan tingkat inflow d
sk
. Rata-rata volume inflow setiap periode diasumsikan konstan sepanjang horizon waktu; serta belum mempertimbangkan
variasi atau perubahan karakteristik hidrologi pada periode yang akan datang. Asumsi tersebut merupakan penyederhanaan dari fenomena hidrologi yang
bervariasi setiap tahun karena perubahan curah hujan dan kerapatan maupun jenis vegetasi.
Besarnya volume sedimen yang berasal dari wilayah hulu Waduk Sengguruh Vms berasal dari massa sedimen yang dihasilkan dari lahan
budidaya intensif Vms
P
maupun lahan non-budidaya intensif Vms
N
yang tersebar di empat wilayah Sub-sub DAS Persamaan 5.14e. Wilayah hulu
Waduk Sengguruh meliputi Sub-sub DAS Bango, Sumber Brantas, Amprong, dan Lesti.
Vmst = Vms
P
t + Vms
N
t 5.14e
= 110
6
∗ kp ∗ 1 kk ∗ {M
msP
t + M
msN
t}
= 110
6
∗ kp ∗ 1 kk ∗ { SDR
k
X
ijk
t e
ijk
+ SDR
k
L
ijk
E
ijk
} Dimana Vms t adalah volume sedimen yang berasal dari bagian hulu Waduk
Sengguruh pada tahun ke-t juta m
3
; kp merupakan koefisien penyesuaian massa sedimen antara hasil pengukuran dan perhitungan, yakni sebesar 0.78
Lampiran 7 baris ke-5. Besaran kk ialah koefisien konversi sedimen dari massa ke volume sedimen atau berat spesifik kering sedimen, yakni sebesar 0.95
tonm
3
Priatminto, 1986; SDR
k
adalah rasio tranportasi sedimen Sediment Delivery Ratio dari Sub-sub DAS ke-k; X
ijk
t ialah luas areal menurut paket pola tanam pada lahan budidaya intensif ha; L
ijk
adalah luas areal menurut jenis lahan nonbudidaya intensif Ha; e
ijk
dan E
ijk
merupakan tingkat erosi pada lahan budidaya intensif menurut aktivitas paket pola tanam dan tingkat erosi pada
lahan non-budidaya intensif menurut jenis fungsi lahan pada berbagai kemiringan
dan Sub-sub DAS tonha.
5.2.7.3. Kapasitas tampungan Waduk Sutami
Perumusan kendala keseimbangan kapasitas tampungan Waduk Sutami persamaan 5.15, mempertimbangkan hubungan seri antara Waduk Sengguruh
dan Sutami, sehingga outflow Sengguruh merupakan inflow dari Waduk Sutami. Volume inflow Waduk Sutami tidak hanya berasal dari Waduk Sengguruh, namun
juga berasal dari remaining basin Sub-sub DAS Metro. Dengan demikian, volume sedimen yang masuk ke Waduk Sutami yang berasal dari pengelolaan lahan
bagian hulu Waduk Sengguruh dan dari Sub-sub DAS Metro. Pola Waduk Sutami bersifat tahunan, sehingga outflow berkisar pada posisi antara elevasi
246.00 hingga 272.50 m Lampiran 9. Beberapa kondisi lain yang menyertasi dalam perumusan keseimbangan Waduk Sutami adalah kapasitas: 1
∑∑ ∑
= = = 6
1 25
1 4
1 i
j k
∑∑∑
= =
= 4
1 2
1 4
1 i
j k
tampungan efektif antara elevasi 246.00 hingga 272.50 m, dan 2 tampungan mati elevasi kurang dari 246.00 m.
Pada saat kapasitas tampungan mati belum penuh, maka volume stok air terdiri atas air yang tertampung pada: 1 antara elevasi 246.00 hingga 272.50
meter Vsa
2a
t, dan 2 kapasitas tampungan mati yang belum terisi Vsa
2b
t. Perilaku tersebut didasarkan mekanisme stok air dan sedimen yang terdapat
pada Lampiran 9. Vkp
2
t+1 = Vsa
2
t + 31.53 ∗Wo
1
t + Vma
M
t – 31.53 ∗ Wo
2
t + Vss
2
t + 0.60
∗ 0.93 ∗ Vmst + 0.93 ∗ Vms
M
t 5.15a
Vsa
2
t = Vsa
2a
t + Vsa
2b
t 5.15b
Vss
2
t+1 = Vss
2
t + 0.60 ∗ 0.93 ∗Vmst + 0.93 ∗ Vms
M
t 5.15c
Dimana Vkp
2
t+1 merupakan kapasitas Waduk Sutami juta m
3
; Vsa
2
t adalah volume air tersimpan pada tahun ke-t juta m
3
; Vma
M
t ialah volume inflow Waduk Sutami dari remaining basin Sub-sub DAS Metro pada tahun ke-t juta
m
3
; Wo
1
t dan Wo
2
t masing-masing adalah debit outflow Waduk Sengguruh dan Sutami pada tahun ke-t m
3
det; koefisien 0.60 merupakan efisiensi trap efficiency sedimen yang berasal dari wilayah hulu Waduk Sengguruh; Vms t
dan Vms
M
t ialah volume sedimen baru yg berasal dari wilayah hulu Sengguruh dan Sub-sub DAS Metro pada tahu ke-t juta m
3
. Sedimen yang masuk diasumsikan hanya tertahan pada tampungan mati; yakni dengan efisiensi
penangkapan sebesar 0.93. Telah diuraikan pada sub-bab 2.4 bahwa sedimen terdistribusi pada tampungan mati sebesar 0.07.
Volume inflow air dari wilayah Sub-Sub DAS Metro pada persaman 5.15d
berasal dari lahan budidaya intensif maupun non- budidaya intensif.
⎭ ⎬
⎫ ⎩
⎨ ⎧
∗ +
∗ =
∑ ∑
∑ ∑
= =
= =
2 1
5 5
4 1
5 25
1 5
6 1
j ij
s i
ij j
s i
M
t L
d t
X d
t Vma
5.15d Dimana Vma
M
t ialah volume inflow dari wilayah Sub-sub DAS Metro pada tahun ke-t juta m
3
; d
s5
adalah sumbangan per hektar lahan terhadap volume inflow pada Sub-sub DAS Metro 10
6
m
3
ha; X
ij5
ialah luas lahan budidaya intensif yang ditentukan dalam model pada klasifikasi fungsi dan kemiringan
lahan ke-i dengan paket pola tanam ke-j dari wilayah Sub-sub DAS Metro pada tahun ke-t ha; sedangkan L
ij5
adalah luas lahan non-budidaya intensif menurut fungsi ke-i dengan klasifikasi kemiringan ke-j dari wilayah Sub-sub DAS Metro
pada tahun ke-t ha. Persamaan 6.15e menjelaskan besarnya volume sedimen yang berasal
dari wilayah Sub-sub DAS Metro yang meliputi massa sedimen yang dihasilkan dari lahan budidaya intensif M
MP
dan lahan non-budidaya intensif M
MN
. Vms
M
t = Vms
MP
t + Vms
MN
t 5.15e =
110
6
∗ kp ∗ 1kk ∗ M
MP
+ M
MN
= 110
6
∗ kp ∗ 1kk ∗ {
∑ ∑
= =
25 1
6 1
j i
SDR
5
∗ X
ij5
∗ e
ij5
+
∑ ∑
= =
25 1
6 1
j i
SDR
5
L
ij5
E
ij5
} Dimana Vms
M
t adalah volume sedimen baru yang berasal dari Sub-sub DAS Metro pada tahun ke-t juta m
3
; Vms
MP
dan Vms
MN
masing-masing adalah volume sedimen yang berasal dari lahan budidaya intensif dan non-budidaya
intensif. Koefisien kp dan kk seperti penjelasan pada persamaan 5.14e. Koefisien penyesuaian volume sedimen kp pada persaman 5.14e dan
5.14e dimaksudkan untuk mengoreksi hasil pendugaan volume sedimen potensial perhitungan yang didasarkan pada tingkat erosi yang dihitung dengan
metode USLE. Mengingat metode tersebut sebetulnya untuk mendeskripsikan
kerusakan fisik setempat skala plot, sehingga kurang tepat bila dipergunakan untuk menghitung tingkat erosi skala hamparan landscape. Besaran koefisien
kp didasarkan hasil kajian yang dilaksanakan oleh Tim Peneliti Jurusan Teknik Pengairan 2003
b
.
5.2.7.4. Kendala total luas areal berbagai fungsi lahan
Kendala total luas areal dari masing-masing Sub-sub DAS terdiri atas: lahan sawah, tegal dan kebun menurut klasifikasi kemiringan, yakni kemiringan I
≤15 dan klasifikasi II 15. Pada persamaan 5.16 adalah total luas areal aktivitas pola tanam optimal pada setiap Sub-sub DAS sama dengan total luas
lahan yang tersedia pada setiap Sub-sub DAS.
X
1jk
t ≤ TL
1k
t 5.16a
X
2jk
t ≤ TL
2k
t 5.16b
X
3jk
t ≤ TL
3k
t 5.16c
X
4jk
t ≤ TL
4k
t 5.16d
X
5jk
t ≤ TL
5k
t 5.16e
X
6jk
t ≤ TL
6k
t 5.16f
Dimana X
ij
t adalah luas areal pola tanam optimal menurut klasifikasi fungsi dan kemiringan lahan ke-i dengan paket pola tanam ke-j pada tahun ke-t; TL
1k
t dan TL
2k
t merupakan luas lahan yang tersedia pada Sub-sub DAS ke-k untuk jenis lahan sawah dengan klasifikasi kemiringan I dan II; TL
3k
t dan TL
4k
t adalah lahan tegal dengan klasifikasi kemiringan I dan II yang tersedia pada Sub-sub
∑
= 4
1 j
∑
= 8
5 j
∑
= 17
13 j
∑
= 12
9 j
∑
= 25
22 j
∑
= 21
18 j
DAS ke-k; TL
5k
t dan TL
6k
t masing-masing adalah total luas lahan kebun yang
tersedia pada Sub-sub DAS ke-k untuk klasifikasi kemiringan I dan II. 5.2.8. Batas awal periode, batas atas dan bawah setiap periode
5.2.8.1. Ketebalan lapisan tanah awal
Kendala ketebalan lapisan diklasifikasikan menurut fungsi dan kemiringan lahan, yakni terdiri atas: lahan sawah, tegal serta lahan kebun dengan klasifikasi
kemiringan I dan II persamaan 5.17. Ketebalan lapisan tanah pada awal periode dari suatu wilayah Sub-sub DPS diasumsikan tidak bervariasi menurut
klasifikasi fungsi dan kemiringan lahan. Hal tersebut dikarenakan data sekunder ketebalan lapisan tanah yang didapat dalam bentuk angka kisaran.
S
ik
= S
o ik
i = 1,2, …, 6 dan k = 1,2, …, 5 5.17
Dimana S
ik
0 ialah ketebalan lapisan tanah pada awal tahun periode dari lahan sawah, tegal dan kebun dengan klasifikasi kemiringan lahan I
≤15 dan II 15 pada Sub-sub DPS ke-k. Sedangkan S
o ik
adalah konstanta ketebalan lapisan tanah.
5.2.8.2. Kondisi kapasitas tampungan waduk
Dalam rangka menunjang kelestarian waduk, kapasitas waduk diperta-hankan sepanjang horizon waktu. Kapasitas
waduk merupakan penjumlahan antara volume stok air dan sedimen dalam waduk. Kapasitas waduk yang dipertahankan adalah volume pada kondisi
tahun pelaksanaan penelitian, yakni tahun 2003. Selama horizon waktu 2003 hingga 2020, kapasitas waduk yang dipertahankan setiap tahun
sebesar:
Vkp
1
t = 2.64 x 10
6
m
3
Vkp
2
t = 236.12 x 10
6
m
3
5.18 Dimana Vkp
1
t dan Vkp
2
t masing-masing adalah kapasitas Waduk Sengguruh dan Sutami. Volume kapasitas yang dipertahankan dalam Waduk Sengguruh
tersebut merupakan penjumlahan antara stok air pada elevasi 292.50 m sebanyak 2.32 juta m
3
dan stok sedimen sebesar 0.32 juta m
3
Lampiran 9. Sedangkan pada Waduk Sutami, merupakan penjumlahan antara stok air pada
tahun 2003 sebesar 175.61 juta m
3
dan sedimen yang telah mengisi tampungan mati sebesar 60.51 juta m
3
.
5.2.8.3. Kondisi awal periode dari stok air dan sedimen serta batas atas stok sedimen
Pada persamaan 5.18a hingga 5.18e mendiskripsikan rumusan kendala kondisi awal periode horizon stok air dan sedimen dari masing-masing waduk
yang didasarkan pada Lampiran 9. Sedimen Waduk Sengguruh akan dikeruk apabila volume stok sedimen melebihi elevasi 2391.50 m 1.36 juta m
3
. Khusus pada Waduk Sutami, stok air dipilah menjadi dua bagian, yakni air yang
tersimpan dalam tampungan efektif Vsa
2a
dan yang terdapat pada tampungan mati Vsa
2b
. Pemilahan tersebut dimaksudkan untuk menangkap perilaku stok air pada saat tampungan mati belum terisi penuh oleh sedimen.
Vsa
1
0 = Vsa
1
“2003” = 2.00 x 10
6
m
3
5.18a Vss
1
0 = Vss
1
“2003” = 0.32 x 10
6
m
3
5.18b Vsa
2
0 = Vsa
2
“2003” = 175.61 x 10
6
m
3
5.18c Vsa
2b
0 = Vsa
2b
“2003” = 29.49 x 10
6
m
3
5.18d Vss
2
0 = Vss
2
“2003” = 60.51 x 10
6
m
3
5.18e
Dimana Vsa
1
0 dan Vss
1
0 ialah volume stok air dan sedimen dalam Waduk Sengguruh pada awal time horizon; Vsa
2
0 dan Vss
2
0 ialah volume stok air dan sedimen dalam Waduk Sengguruh pada tahun 2003.
Berdasarkan rancangan konstruksi, kapasitas tampungan mati Waduk Sutami sebesar 90.0 juta m
3
. Dengan demikian batas atas stok sedimen setiap periode dapat diformulasikan sebagai berikut:
Vss
2
.UPt = 90.00 x 10
6
m
3
5.18f Vsa
2a
.FIXt = 146.12 x 10
6
m
3
5.18g Dimana Vss
2
.UPt merupakan batas maksimal stok sedimen setiap periode tahun ke-t. Volume tampungan efektif Vsa
2a
yang dipertahankan selama horizon waktu.
5.2.8.4. Batas debit operasi PLTA
Penentuan batas atas debit operasi PLTA Sengguruh maupun Sutami didasarkan pada debit maksimum turbin sebagaimana yang terdapat pada
batasan fasilitas operasi dalam Tabel 4. Batas bawah debit operasi PLTA Sengguruh didasarkan pada inflow terkecil yang terjadi pada tahun 2003.
Dengan demikian batas atas dan bawah dari debit operasi adalah: Wo
1
.UPt = 91.50 m
3
det 5.19a
Wo
1
.LOt = 19.90 m
3
det 5.19b
Wo
2
.UPt = 51.39 m
3
det 5.19c
Dimana Wo
1
.UPt dan Wo
2
.UPt merupakan batas atas maksimum debit Waduk Sengguruh dan Sutami setiap periode tahun ke-t; Wo
1
.LOt ialah batas bawah debit Waduk Sengguruh setiap periode tahun ke-t. Batas bawah debit
tidak diaplikasikan pada Waduk Sutami karena sebagaian besar inflow berasal dari outflow Waduk Sengguruh.
5.2.9. Perubahan parameter
Perubahan parameter dimaksudkan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan keempat sebagaimana yang telah diuraikan pada sub-bab 1.3. Skenario
perubahan tingkat harga komoditas dalam model perumusan optimasi dinamik dimaksudkan untuk menangkap kondisi riil dinamika perubahan aktivitas pola
tanam optimal yang dipengaruhi oleh perubahan harga komoditas. Hal tersebut didasarkan pada fenomena pengambilan keputusan tingkat mikro petani
sebagaimana yang diungkapkan oleh Barbier 1995, bahwa ketidakmenentuan
harga output maupun input dapat mempengaruhi pilihan petani pada jenis tanaman praktek budidaya. Perubahan harga komoditas untuk kepentingan
skenario dipilih pada sebagian komoditas tertentu. Pertimbangan yang menyertai hal tersebut adalah pendapat Burt 1991, bahwa kenaikan yang
proporsional seluruh harga komoditas dan biaya akan tidak berdampak pada alokasi optimal intertemporal dari sumberdaya lahan .
Skenario atau
analisis post optimal terhadap perubahan tingkat bunga
dipergunakan untuk mengakses fenomena pengaruh tingkat bunga terhadap total PV dari manfaat bersih dalam keseluruhan horizon waktu maupun tambahan nilai
sekarang dari manfaat bersih setiap periode tahun. Hal tersebut didasarkan pada pandangan Randall 1981 bahwa hubungan antara perubahan tingkat
bunga dan perubahan nilai sekarang manfaat bersih akan mempengaruhi keputusan pemilihan aktivitas alokasi sumberdaya lintas waktu.
Pengurangan luas lahan hutan produktif dan menambah hutan penyangga dimaksudkan untuk menangkap perilaku kecepatan pendangkalan waduk dari
dimensi waktu.
VI. METODE PENELITIAN