VIII. NILAI EKONOMI EROSI
Pada bab ini akan dibahas tentang pengukuran nilai ekonomi dampak erosi lahan budidaya intensif terhadap on-farm di sub-sistem hulu waduk serta
eksternalitas yang terjadi pada sub-sistem ekologi bendungan-waduk. Pengukur- an nilai ekonomi didekati dengan konsep biaya on-site maupun off-site erosi
serta harga bayangan ketebalan lapisan tanah melalui konsep user cost. Pembahasan nilai ekonomi erosi diawali dengan deskripsi dinamika cadangan
atau stok dan ekstrasi sumberdaya ketebalan lapisan tanah soil depth atau SD dan kapasitas tampungan waduk.
8.1. Cadangan dan Ekstrasi Sumberdaya
Dinamika stok ketebalan lapisan tanah ditunjukkan dalam kolom SD; dan tingkat ekstrasinya diwakili oleh variabel kehilangan lapisan tanah kumulatif
CSL pada setiap periode Tabel 22 dan 23. Dinamika stok kapasitas waduk diwakili oleh volume tampungan mati yang belum terisi Vsa
2b
dan ekstrasi setiap periode digambarkan oleh volume sedimen baru yang masuk ke dalam
waduk setiap tahun Vms sebagaimana seperti yang terdapat pada Tabel 24.
Berdasarkan dinamika kondisi fisik ketebalan lapisan tanah pada Tabel 22 dapat diperoleh gambaran bahwa ekstrasi SD setiap periode di wilayah Sub-
sub DAS Sumber Brantas paling tinggi terjadi pada lahan tegal, kemudian secara berurutan diikuti oleh lahan kebun dan sawah. Pada akhir horizon waktu 2020,
CSL yang dihasilkan paket pola tanam apel pada lahan tegal relatif lebih besar daripada lahan kebun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada wilayah
Sub-sub DAS yang sama dapat terjadi CSL yang bervariasi menurut klasifikasi fungsi dan kemiringan lahan dan pola tanam.
Tabel 22. Ketebalan Lapisan Tanah dan Kumulatif Kehilangan Tanah Setiap Periode dari Aktivitas Optimal Sub-Sub DAS Sumber Brantas Menurut
Klasifikasi Fungsi dan Kemiringan Lahan
Tahun
Sawah I Sawah II
Tegal I Tegal II
Kebun I
Pd-Pd-Sy Pd-Pd-Sy Kentang-Wortel
Apel Apel
SD CSL SD CSL SD CSL SD CSL SD CSL cm mm cm mm cm mm cm mm cm mm
2003 87.04 87.04
87.04 87.04
87.04 2004 87.04 0.03 87.03
0.05 86.91
1.31 86.95
0.89 87.00 0.41 2005 87.03 0.07 87.03
0.11 86.78
2.63 86.86
1.77 86.96 0.83 2006 87.03 0.10 87.02
0.16 86.65
3.94 86.77
2.66 86.92 1.24 2007 87.03 0.13 87.02
0.21 86.51
5.25 86.69
3.55 86.87 1.65 2008 87.02 0.17 87.01
0.27 86.38
6.57 86.60
4.43 86.83 2.07 2009 87.02 0.20 87.01
0.32 86.25
7.88 86.51
5.32 86.79 2.48 2010 87.02 0.23 87.00
0.37 86.12
9.19 86.42
6.21 86.75 2.89 2011 87.01 0.27 87.00
0.43 85.99
10.51 86.33
7.09 86.71 3.31 2012 87.01 0.30 86.99
0.48 85.86
11.82 86.24
7.98 86.67 3.72 2013 87.01 0.33 86.99
0.53 85.73
13.13 86.15
8.87 86.63 4.13 2014 87.00 0.37 86.98
0.59 85.60
14.45 86.06
9.75 86.59 4.55 2015 87.00 0.40 86.98
0.64 85.46
15.76 85.98
10.64 86.54 4.96 2016 87.00 0.43 86.97
0.69 85.33
17.07 85.89
11.53 86.50 5.37 2017 86.99 0.47 86.97
0.75 85.20
18.39 85.80
12.41 86.46 5.79 2018 86.99 0.50 86.96
0.80 85.07
19.70 85.71
13.30 86.42 6.20 2019 86.99 0.53 86.95
0.85 84.94
21.01 85.62
14.19 86.38 6.61 2020 86.98 0.57 86.95
0.91 84.81
22.33 85.53
15.07 86.34 7.03
Sumber: Olahan data
Ekstrasi SD setiap periode pada paket pola tanam kentang-wortel yang terjadi di wilayah Sub-sub DAS Bango relatif jauh lebih tinggi daripada di wilayah
Sumber Brantas Tabel 23; yakni 0.31 cmth untuk Sub-sub DAS Bango dan 0.13 cmth untuk Sumber Brantas. Kehilangan ketebalan lapisan tanah Soil
Loss atau SL setiap periode maupun kumulatifnya CSL pada paket pola tanam Jg-Jg-Sy yang terjadi di wilayah Sub-sub DAS Metro menunjukkan angka yang
paling tinggi; urutan berikutnya ditempati wilayah Lesti dan Amprong. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pola tanam yang sama pada lahan tegal
kemiringan I 0–15 akan terjadi keragaman CSL menurut Sub-sub DAS. Keragaman tersebut tidak hanya terjadi pada lahan tegal kemiringan I, namun
juga pada klasifikasi fungsi lahan yang lain. Hal itu terjadi karena adanya keragaman tingkat erosi menurut wilayah. Dari kondisi tersebut selanjutnya perlu
digali deskripsi hubungan antara tingkat erosi dan biaya erosi; yakni deskripsi
yang mencerminkan apakah suatu paket pola tanam yang menghasilkan tingkat erosi tinggi akan mempunyai biaya erosi yang tinggi. Untuk itu dapat ditinjau dari
harga bayangan ketebalan lapisan tanah yang diuraikan pada sub-bab 8.3. Tabel 23. Ketebalan Lapisan Tanah dan Kumulatif Kehilangan Tanah
Setiap Periode dari Aktivitas Optimal pada Lahan Tegal Kemiringan I Menurut Sub-Sub DAS cm
Tahun
Bango
Sb Brantas Amprong
Lesti Metro
Kentang-Wortel Kentang-Wortel Jg-Jg-Sy
Jg-Jg-Sy Jg-Jg-Sy
SD CSL SD CSL SD CSL SD CSL SD CSL 2003 89.65
0 87.04 89.25
86.46 0 84.84 0
2004 89.34 0.31 86.91 0.13
89.15 0.10
86.33 0.13 84.51
0.33 2005 89.04 0.61 86.78
0.26 89.05
0.20 86.19
0.27 84.19 0.65
2006 88.73 0.92 86.65 0.39
88.95 0.30
86.06 0.40 83.86
0.98 2007 88.42 1.23 86.51
0.53 88.85
0.40 85.93
0.53 83.54 1.30
2008 88.11 1.54 86.38 0.66
88.75 0.51
85.79 0.67 83.21
1.63 2009 87.81 1.84 86.25
0.79 88.64
0.61 85.66
0.80 82.89 1.95
2010 87.50 2.15 86.12 0.92
88.54 0.71
85.53 0.93 82.56
2.28 2011 87.19 2.46 85.99
1.05 88.44
0.81 85.39
1.07 82.24 2.60
2012 86.89 2.76 85.86 1.18
88.34 0.91
85.26 1.20 81.91
2.93 2013 86.58 3.07 85.73
1.31 88.24
1.01 85.13
1.33 81.59 3.25
2014 86.27 3.38 85.60 1.44
88.14 1.11
84.99 1.47 81.26
3.58 2015 85.97 3.68 85.46
1.58 88.04
1.21 84.86
1.60 80.94 3.90
2016 85.66 3.99 85.33 1.71
87.94 1.31
84.73 1.73 80.61
4.23 2017 85.35 4.30 85.20
1.84 87.84
1.41 84.59
1.87 80.29 4.55
2018 85.04 4.61 85.07 1.97
87.74 1.52
84.46 2.00 79.96
4.88 2019 84.74 4.91 84.94
2.10 87.63
1.62 84.33
2.13 79.63 5.21
2020 84.43 5.22 84.81 2.23
87.53 1.72
84.19 2.27 79.31
5.53
Sumber: Olahan data
Apabila dinamika perubahan SD dan CSL setiap periode tersebut Tabel 22 dan 23 disajikan dalam bentuk grafik, maka dapat diperoleh kecenderungan
hubungan antara stok dan ekstrasi ketebalan lapisan tanah. Dalam hal ini CSL dianalogikan sebagai tingkat ekstrasi SD selama horizon waktu. Dalam bentuk
grafik dinamika SD dan CSL pada lahan tegal kemiringan I dengan pola tanam Jg-Jg-Sy di wilayah Sub-sub DAS Metro disajikan pada Gambar 8. Kurve CSL
berbentuk linier mencerminkan perubahan ekstrasi intertemporal yang konstan, sehingga menjadikan bentuk kurva SD juga linier, karena proporsi menurunnya
SD ditentukan oleh kendala transisi pada persamaan 6.2. SL adalah konstan
karena besaran SL merupakan hasil bagi antara tingkat erosi dan berat jenis tanah; sementara tingkat erosi setiap hektar lahan tetap pada setiap periode.
Gambar 8. Dinamika Cadangan dan Ekstrasi Ketebalan Lapisan Tanah Lahan Tegal Kemiringan I 0– 5 pada Pola Tanam Pd-Pd-Sy
di Wilayah Sub-Sub DAS Metro
Volume stok air Vsa
1
dari Waduk Sengguruh setiap tahun mengalami penurunan sebesar 0.45 juta m
3
Tabel 24 karena digantikan oleh sedimen yang masuk kedalam waduk; yakni sebesar bertambahnya volume stok sedimen
Vss
1
. Sementara itu, agar manfaat bersih sosial menjadi maksimal, pengeru- kan sedimen yang dilakukan tahun 2007 adalah 0.24 juta m
3
. Pada kondisi riil di lapangan, pengerukan telah dilakukan setiap tahun sejak beberapa tahun
sebelum 2003 PJT I, 1998. Volume sedimen yang masuk Waduk Sengguruh pada tahun 2004 sampai
2006 menggantikan volume stok air sebesar 0.45 juta m
3
. Khusus pada tahun 2007, volume sedimen yang masuk Waduk Sengguruh sebagian menggantikan
volume stok air Vsa
1
sebesar 0.21 juta m
3
dan sebagian yang lain 0.24 juta m
3
dikeruk. Volume stok air Vsa
1
berkurang dan volume stok sedimen bertambah Vss
1
, yakni sebesar volume sedimen baru yang masuk. Pengerukan sedimen
10 20
30 40
50 60
70 80
90
2000 2005
2010 2015
2020 2025
Periode Tahun Soi
l De pt
h Soi
l Lo s
s cm
setiap periode dari tahun 2008 hingga 2020 sebesar volume sedimen baru yang masuk waduk Tabel 24, yaitu sebesar 0.45 juta m
3
. Tabel 24. Pendugaan Volume Stok Air dan Volume Sedimen pada Waduk
Sengguruh dan Sutami
Tahun
Sengguruh Sutami
Vsa
1
Vss
1
Vks
1
Wo
1
Vsa
2
Vss
2
Vsa
2
a Vsa
2
b Wo
2
. . . juta m
3
. . . m
3
det . . . juta m
3
. . . m
3
det 2003 2.00 0.32
. 26.74
175.12 61.00 146.12
29.00 36.95 2004 1.55 0.77
. 26.74
174.37 61.75 146.12
28.25 36.95 2005 1.10 1.22
. 26.74
173.62 62.50 146.12
27.50 36.95 2006 0.66 1.67
. 26.74
172.87 63.25 146.12
26.75 36.95 2007 0.21 2.11 0.24
26.73 172.12
64.00 146.12 26.00 36.94
2008 . 2.32
0.45 26.73
171.37 64.75 146.12
25.25 36.93
2009 . 2.32
0.45 26.73
170.62 65.50 146.12
24.50 36.93
2010 . 2.32
0.45 26.73
169.87 66.26 146.12
23.75 36.93
2011 . 2.32
0.45 26.73
169.12 67.01 146.12
23.00 36.93
2012 . 2.32
0.45 26.73
168.36 67.76 146.12
22.24 36.93
2013 . 2.32
0.45 26.73
167.61 68.51 146.12
21.49 36.93
2014 . 2.32
0.45 26.73
166.86 69.26 146.12
20.74 36.93
2015 . 2.32
0.45 26.73
166.11 70.01 146.12
19.99 36.93
2016 . 2.32
0.45 26.73
165.36 70.76 146.12
19.24 36.93
2017 . 2.32
0.45 26.73
164.61 71.51 146.12
18.49 36.93
2018 . 2.32
0.45 26.73
163.86 72.26 146.12
17.74 36.93
2019 . 2.32
0.45 26.73
163.11 73.01 146.12
16.99 36.93
2020 2.32 .
19.90 162.36
73.76 146.12 16.24 .
Sumber: Olahan data
Batas fasilitas operasi minimal Waduk Sengguruh adalah elevasi operasi 291.40 m, yakni dengan volume sebesar 1.36 juta m
3
Tabel 4. Secara teknis, volume stok sedimen Vss
1
lebih besar dari 1.36 juta m
3
akan dilakukan pengerukan sedimen. Pengerukan dilakukan agar turbin pada PLTA Sengguruh
tetap berfungsi. Pada tabel 24 tampak bahwa Vss
1
pada tahun 2006 sebesar 1.67 juta m
3
volume tersebut lebih besar daripada volume stok sedimen yang diperbolehkan. Agar turbin pada PLTA Sengguruh masih tetap berfungsi,
semestinya pada tahun 2006 ada aktivitas pengerukan sedimen sebanyak 0.31 juta m
3
. Hasil pendugaan volume sedimen yang dikeruk VKS
1
yang terdapat dalam Tabel 24 didasarkan pada rumusan kendala pada persamaan 6.3b. Hal
tersebut belum mencerminkan batas fasilitas operasi minimal Waduk Sengguruh
pada elevasi 291.40 m. Oleh karena itu, maka dalam perumusan optimasi dinamik perlu ditambahkan persamaan batas atas dari variabel Vss
1
sebesar 1.36 juta m
3
. Dari Tabel 24 juga dapat diinformasikan bahwa: 1 pendugaan volume air
yang tersimpan pada tampungan efektif Waduk Sutami selama horizon waktu sebesar volume yang dipertahankan 146.12 juta m
3
, 2 kapasitas tampungan mati Waduk Sutami pada setiap periode Vsa
2
bt – Vsa
2
b t+1 semakin berkurang sebesar 0.75 juta m
3
, yakni sebesar perubahan volume stok sedimen dalam waduk Vss
2
t–Vss
2
t+1, dan 3 kapasitas tampung mati Waduk Sutami yang belum terisi hingga akhir horizon waktu sebesar 16.24 juta m
3
. Hasil pendugaan volume sedimen yang tertahan dalam Waduk Sutami
yang terjadi setiap periode 0.75 juta m
3
tersebut jauh lebih kecil dari kondisi riil di lapangan. Rata-rata yang diperoleh dari data sekunder menunjukan bahwa
sedimen yang terjadi tiap tahun sebesar 3.96 juta m
3
Tabel 5. Hal tersebut terjadi karena tingkat erosi setiap paket pola tanam yang dipergunakan sebagai
dasar pendugaan relatif kecil bila dibandingkan dengan keadaan riil. Perubahan volume kapasitas tampungan mati Waduk Sutami selama
horizon waktu disajikan pada Gambar 9. Dengan membandingkan dua periode dapat diinterpretasikan bahwa volume tampungan mati Waduk Sutami Vsa
2
b selama periode perencanaan terjadi perubahan sebesar 5. Volume air yang
tersimpan dalam tampungan efektif Vsa
2a
adalah konstan sepanjang periode perencanaan, yakni 146.12 juta m
3
yang merupakan asumsi untuk mempertahankan kapasitas tampung Waduk Sutami sepanjang horizon waktu.
Gambar 9. Pendugaan Volume Tampungan Efektif dan Tampungan Mati Waduk Sutami pada Tahun 2003 dan 2020
Deskripsi hubungan antara stok dan ekstrasi sumberdaya di DTA Waduk Sutami-Sengguruh disajikan pada Gambar 10. Sebaran stok sumberdaya
selama horizon waktu membentuk kurva linier dengan kelerengan slope negatif, sedangkan ekstraksi sumberdaya mempunyai slope positif.
Massa sedimen yang konstan pada setiap periode menghasilkan perubah- an volume sedimen yang tertahan dalam Waduk Sutami Vss
2
menjadi konstan, yakni sebesar 0.75 juta m
3
. Kapasitas tampungan mati yang belum terisi dianalogikan sebagai stok sumber-daya, sedangkan kumulatif volume sedimen
baru yang tertahan dalam Waduk Sutami pada setiap periode kumulatif perubahan Vss
2
dianalogikan sebagai ekstrasi stok sumberdaya. Dengan volume stok sedimen Waduk Sutami yang konstan pada setiap periode,
menjadikan pengurangan kapasitas tampungan mati juga konstan Tabel 24. Kurva cadangan dan ekstrasi tampungan mati Waduk Sutami pada
Gambar 10 mendeskripsikan hubungan antara kapasitas tampungan mati yang a. Kondisi tahun 2003
b. Kondisi tahun 2020
Vsa
2
b =12
Vsa
2
a = 62 Vss
2
= 26 Vsa
2
b = 7
Vsa
2
a = 62 Vss
2
= 31
belum terisi Vsa
2
b dan kumulatif sedimen yang masuk kumulatif perubahan Vss
2
setiap periode. Stok sumberdaya yang cenderung semakin kecil antar waktu; dan ekstrasi stok sumberdaya tampak semakin besar. Deskripsi yang
terjadi tersebut diharapkan mampu menggambarkan dinamika stok dan ekstrasi sumberdaya pada sub-sistem ekologi bendungan-waduk.
Gambar
10. Dinamika Cadangan dan Ekstrasi Tampungan Mati Waduk
Sutami Pengaruh perubahan aktivitas pola tanam terhadap perubahan kapasitas
tampungan waduk secara matematis dapat dilihat melalui persamaan 6.10a untuk Waduk Sengguruh dan persamaan 6.10b untuk Waduk Sutami. Dari
persamaan tersebut dapat mendeskripsikan fenomena arah perubahan yang terjadi serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan. Apabila terjadi
peningkatan aktivitas pola tanam seluas satu hektar X
ijk
akan menyebabkan: 1 inflow air meningkat sebesar d
s
, dan 2 kapasitas tampungan waduk menurun sebesar volume sedimen baru yang tertahan. Besarnya magnitude perubahan
kapasitas tampungan waduk dipengaruhi oleh berat jenis sedimen KVS, rasio transportasi sedimen SDR setiap Sub-sub DAS, dan tingkat erosi per hektar
dari paket pola tanam yang dikelola e
ijk
.
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00
2000 2005
2010 2015
2020 2025
Periode tahun TM yg
b e
lu m
te ri
si
E k
str a
s i TM
ku mu
la tif
ju ta
m3
Kumulatif perubahan VSS
2
Tampungan mati yg blm terisi VSA
2
B
8.2. Pendugaan Biaya On-Site Erosi