Latar Waktu Hubungan Intertekstual WSB dan LBW
118
intertekstual mempunyai pengertian yang lebih dari itu. Berbagai kemungkinan interpretasi memungkinkan kehadiran suatu teks dapat memberikan warna
terhadap kehadiran suatu teks tersebut melalui cara penempatan dan memberlakukanya.
Sayuti 2007:1 berpendapat bahwa jika ingin mengkaji teks-teks sastra secara total tidak bisa terlepas dari konsep intertekstualitas. Tujuan utamanya,
perspektif intertekstualitas adalah mengkaji sekaligus memberikan makna teks yang dikaji secara lebih penuh, dalam konteks-konteks yang memungkinkan.
Saduran dipandang sebagai bentuk resepsi yang sekaligus diartikan adanya kreasi. Seno Gumira Ajidarma telah meresepsi LBW kemudian mengubahnya dari komik
ke dalam sebuah novel modern menjadi WSB maka di dalamnya tidak menutup kemungkinan terjadi sebuah kreasi dan inovasi dengan pola-pola tertentu sesuai
konstruksi dramatik karya sastra. Untuk melakukan kegiatan transformasi atau perubahan dari teks satu ke teks
yang lain, pengarang tidak semata-mata melakukan duplikasi atau menyalin, menyadur atau penterjemahkan. Bentuk transformasi ditandai dengan suatu proses
tertentu baik secara langsung ataupun tak langsung menggambarkan tanggapan pengarang terhadap teks asing yang diambilnya sebagai latar karya sastranya.
Junus 1985:89 mengatakan tentang bagaimana seseorang pengarang memperlakukan teks asing ke dalam karyanya, yaitu mengekalkannya atau
menyalin apa adanya, kemudian mengubahnya di bagian tertentu ataukah melakukan perombakan. Deskripsi unsur alur, tokoh dan latar berfungsi untuk
mengetahui bentuk transformasi, maka digunakan pola-pola tertentu antara lain :
119
1 pengubahan yaitu pengarang melakukan perubahan pada bagian-bagian tertentu, 2 pembaruan atau perombakan sekaligus pertentangan terhadap karya
sebelumnya dengan tujuan sebagai langkah membangun unsur-unsur karya sastra, 3 pengekalan yaitu mengambil atau melakukan pemindahan unsur instrinsik ke
dalam bentuk baru tetapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi perubahan terhadap unsur-unsur yang dipindahkan tersebut.
Pada bagian pembahasan bentuk-bentuk transformasi terdapat tiga pola, yaitu pola pengubahan, pembaruan, dan pengekalan. Pola pengubahan adalah unsur-
unsur tokoh, plot dan latar pada LBW dipindahkan sebagian tidak mencakup semua ke dalam unsur tokoh, plot dan latar WSB misalnya, pengubahan nama
tempat, nama panggilan dan sebagainya. Pola bentuk transformasi yang kedua adalah pola pembaruan. Pola yang semacam ini merefleksikan gejala-gejala atau
fenomena baru pada WSB yang tidak terdapat pada LBW. Dengan demikian inovasi kreasi semacam itu terdapat secara menyeluruh baik dalam unsur alur,
tokoh maupun latar. Pola yang terakhir adalah pengekalan, yaitu segala unsur tokoh, alur dan latar pada LBW yang kembali disajikan oleh SGA ke dalam WSB
dengan bentuk yang berbeda tetapi tidak menuntup kemungkinan di dalam pengekalan tersebut terdapat adanya perubahan.
Pembaruan WSB melalui alur, tokoh, dan latar terhadap alur, tokoh, latar LBW memang benar-benar sesuatu yang baru misalnya, dalam aspek penokohan, tokoh
Sri Kresna dan Wisanggeni dihadirkan dengan ciri fisik dan kebiasaan yang mengarah pada perilaku menyimpang tidak seperti tokoh dunia wayang.
Perubahan selain unsur tokoh juga terlihat pada unsur alur, dan latar. Secara