Penyabar dan tidak pemarah

           “ Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga di perbatasan negerimu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”.QS.Ali Imran: 200 12

3. Lemah lembut dan tidak kasar

Rasulullah saw bersabda, ”sesungguhnya Allah Maha lembut dan suka kepada sifat lembut. Allah akan memberikan kepada orang yang ramah sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang kasar dan sesuatu yang tidak Allah berikan kepada yang lainnya ”.HR. Muslim. 13 Sifat demikian juga telah ditunjukan oleh para salafus shalih dalam bermuamalah. Di antaranya adalah kejadian yang pernah dialami oleh budak lelaki Imam Zainal ‘Abidin cicit Sayidina Ali. Pada suatu hari budak itu menuangkan air minum kegelas minumannya Imam Zainal Abidin dari poci yang terbuat dari porselin. Tiba- tiba poci itu jatuh dan mengenai kaki sang Imam hingga berdarah. Buru-buru pelayan it u berkata,”Wahai Tuan, Allah telah berfirman, “Dan mereka itu adalah orang- orang yang bisa menahan kemarahan”. Mendengar itu beliau berkata,”ya, saya tahan kemarahan saya.” 12 Abdussalam, op. cit., h.96-99 13 Ibid., h.105 “dan juga pemaaf kepada manusia”. Kata budak itu membaca lanjutan firman Allah ta di. “Ya, saya pun telah memaafkan kamu.”kata Imam Zainal Abidin. “Dan Allah mencintai orang-orang yangb berbuat kebajikan.” Lanjut budak itu menyempurnakan bunyi firman allah tersebut. “sudah, kamu saya merdekakan karena Allah.”Kata Imam Zainal ‘Abidin.

4. Hatinya penuh rasa kasih sayang

Orang muslim itu penyayang, dan kasih sayang adalah salah satu akhlaknya, sebab sumber kasih sayang ialah jiwa yang bening dan hati yang bersih. Dalam mengerjakan kebaikan, mengerjakan amal shalih, menjauhi keburukan, dan menghindari kerusakan, orang muslim selalu berada dalam keadaan hati yang bersih dan jiwa yang baik. Barang siapa keadaanya seperti itu, maka sifat kasih sayang tidak berpisah dengan hatinya. 14 Sulaiman Malik Ibnu Al-Huwairits pernah tinggal untuk nyantri bersama Rosulullah saw. Dengan teman-teman sebayanya selama dua puluh malam. “kami dapati beliau sebagai seorang yang sangat penyayang dan pengasih,” cerita Al-Huwairits. “Setelah beliau melihat bahwa kami sudah rindu kepada keluarga, beliau bertanya tentang siapa saja orang-orang yang kami tinggalkan di rumah. Kami pun memberitahukannya. Lalu, kami diperintahkan agar pulang.” Beliau menasihati, “Pulanglah kepada keluarga kalian, tinggallah bersama mereka, ajari mereka, berbuatlah baik kepada mereka, dan shalatlah kamu seperti ini di waktu demikian, shalatlah begini di saat demikian Jika tiba waktu shalat, salah seorang harus adzan dan yang paling tua menjadi imam.”Muttafaq’alaih. Rasulullah saw. Bersabda, 14 Al-Jazairi, op. cit., h. 237 “Sesungguhnya setiap pohon itu berbuah. Buah hati adalah anak. Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak sayang kepada anaknya. Demi Dzat yang jiwakuada di Tangan-Nya, tidak akan masuk surga kecuali orang yang bersifat penyayang.”

5. Memilih yang termudah di antara dua perkara selagi tidak berdosa

Aisyah berkata, “Tidaklah dihadapkan kepada Rasulullah antara dua perkara melainkan akan dipilihnya perkara yang paling mudah selama hal itu tidak berdosa. Jika itu berdosa maka beliaulah orang yang paling jauh meninggalkannya. Dan, beliau tidak mendendam sama sekali terhadap dirinya kecuali jika dirinya melanggar larangan Allah. Maka beliau akan menghukum dirinya sendiri karena allah”.Muttafaq’alaih

6. Tidak pemarah

Dalam pendidikan, sifat pemarah dan emosional harus dijauhi. Sifat demikian bahkan menjadi faktor kegagalan dalam pendidikan anak. 15 Jika anda sedang sangat marah, maka berhentilah dari berbicara, karena kemarahan dari setan. Kemarahan menyebabkan ketertutupan akal. Kemarahan adalah penyebab kesalahan dalam perbuatan dan ucapan. Berhentilah berbicara jika anda sedang marah. Berwudhulah anda dan duduklah anda jika sedang berdiri. Bersilalah jika anda sedang duduk. Berlindunglah kepada Allah dari setan hingga kemarahan itu hilang dari diri. 16 15 Suwaid, op. cit., h.18-20 16 Syaikh Musthafa al- ‘Adawy,Fikih Akhlak, Terj. Dari Fiqh al-Akhlak wa al-Mu’amalat baina al- Mu’minin, oleh Salim Bazemool dan Taufik Damas Lc, Jakarta: Qisthi Press. 2009 h. 222