Tanggung Jawab Pendidikan Iman

2. Menanamkan keimanan kepada Malaikat Menanamkan keimanan kepada Malaikat amat penting bagi kehidupan dunia dan akhirat. Pentingnya ialah untuk membina kejujuran, kedisiplinan dan semangat berbuat baik dalam diri anak. Sebab dengan mempercayai adanya Malaikat, yang salah satu tugasnya adalah mencatat segala macam ucapan dan tingkah laku manusia, akan terdidik anak menjaga diri dari berbuat tidak baik. Karena kalau berbuat tidak baik, Malaikat akan mencatatnya dan kelak perbuatan tersebut akan merugikan dirinya pada hari akhirat. 27 3. Menanamkan keimanan kepada kitab-kitab Allah Cara menanamkan keimanan kitab-kitab Allah kepada Anak diantaranya adalah: a Mempertebal keyakinan terhadap Nabi Muhammad saw. Karena dengan meyakini al- Qur’an sebagai kitab Allah, kepercayaan terhadap kebenaran Nabi saw bertambah. b Menambah ilmu pengetahuan, karena dalam suci al-Qur’an terdapat banyak menerangkan hal pokok tentang ilmu pengetahuan serta mendorong umat manusia untuk dapat mengembangkan dan memperluasnya sesuai dengan kemajuan. c Belajar isi kitab suci Al-Qur’an, agar manusia hidup bahagia di Dunia dan di akhirat. d Memberikan pemahaman kepada anak tentang ketuhanan, siapa Allah dan di mana Allah. Menanamkan keimanan kepada kitab-kitab Allah agar anak terbimbing menjalani hidup dengan berpedoman dengannya. 28 4. Menanamkan keimanan kepada Rasul Allah. Dengan beriman kepada rasul-rasul Allah, kita memperoleh kepastian apa yang menjadi tolak ukur keadilan dan kebenaran. Selain itu akal kita memperoleh petunjuk yang jelas tentang apa yang baik dan buruk, yang maslahat dan yang merugikan bagi manusia dalam kehidupan di dunia ini dan 27 Ibid., h. 370 28 Ibid., h.375 kelak sesudah matinya. Karena akal manusia tidak akan sanggup untuk mengetahuai rahasia kehidupan pada masa datang sesudah mati, tanpa penjelasan yang diperoleh dari rosul-rosul Allah. Adalah menjadi tanggung jawab orang tua untuk menanamkan keimanan kepada rosul Allah tersebut di atas supaya putra putrinya memperoleh pedoman dan contoh tauladan secara jelas dalam kehidupan sehari-hari. 29 5. Menanamkan keimanan kepada Hari Akhirat Menanamkan keimanan kepada Hari Akhirat pada anak adalah keteladanan orang tua. Keimanan kepada akhirat itu oleh orang tua dibuktikan dengan sikap kehati-hatiannya menjauhi larangan-larangan agama dan kesetiaannya mematuhi perintah-perintah agama. Sikap kehati-hatian orang tua dijelaskan kepada anak mereka dapat menghayati perlunya mempersiapkan diri menghadapi akhirat. 30 6. Menanamkan keimanan kepada takdir Sebelum manusia lahir, Allah telah menetapkan kapan dia akan lahir dan dimana dia akan mati. Ketetapan Allah sebelum terjadi ini dinamakan qadla sedangkan ketetapan Allah yang sudah dijalani oleh manusia dinamakan qadar. 31 Orang tua hendaknya menanamkan qadla dan qadar dengan cara-cara praktis. Misalnya, ketika anak haus, disuruh minum atau diberi minum. Sesudah itu, diberi tahu bahwa dengan minum, haus dapat dihilangkan. Inilah yang disebut dengan ketetapan umum at au qadla’. Manusia tidak tahu apa yang telah menjadi ketetapan Allah sebelum kepada dirinya. Karena itu, manusia diperintahkan untuk selalu berikhtiar. Setiap orang tidak tahu nasibnya yang akan datang. Akan tetapi, dia ingin masa depannya baik. Yang dia usahakan dari sekarang adalah berusaha sebaik-baiknya supaya cita-citanya itu tercapai. Akan tetapi, ada kalanya upaya yang diusahakannya itu gagal. Kegagalan atau 29 Ibid., h. 378 30 Ibid., h 445 31 Ibid., h.446 keberhasilan setelah upaya yang sungguh-sungguh dan benar disebut takdir atau qadar. 32 Setelah orang tua menanamkan keimanan kepada anak, selanjutnya orang tua mendidik anak melaksanakan rukun-rukun Islam yaitu shalat, puasa, zakat dan haji bagi yang mampu. 1. Mengajak dan mendidik anak menjalankan shalat Kedua orangtua bisa memulai membimbing anaknya untuk solat dengan cara-cara mengajaknya untuk melaksanakan solat disampingnya. Hal ini dimulai ketika anak sudah mulai bisa membedakan tangan kanan dan tangan kiri.ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dari abdullah bin Habib bahwa Rosulullah bersabda, َّل ب ْ ر ف ل ش ْن ْي ي غْل فرع ذإ “jika seorang anak sudah mengenal dan mampu membedakan tangan kanan dan tangan kirinya maka perintahkan ia untuk melakukan sholat”. Abu dawud meriwayatkan dari Muadz bin Abdullah bin Habib al- Juhani bahwa ia meriwayatkan dari Nabi Saw. Pernah ditanyakan kapan anak itu mulai diajak melakukan sholat, maka bneliaupun bersabda, “jika ia telah mengenal tangan kanan dan kirinya, maka perintahkan untuk menunaikan shalat.” 33 Rosulullah saw memerintah orang tua untuk mendidik anak- anaknya mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun. Bila anak- anak telah mencapai umur 10 tahun dan mereka tidak mau mengerjakan shalat, maka orang tua diperbolehkan untuk memukul mereka sebagai peringatan akan kewajiban menjalankan shalat. 34 Abu Dawud meriwayatkan dari Sibrah bin Ma’bad al-Juhanira bahwa ia berkata, Rosulullah bersabda, 32 Ibid., h.449 33 Suwaid, op. Cit., h.218-219 34 Thalib, op. Cit., h. 267 “Perintahkanlah anak kalian untuk melakukan shalat jika mereka sudah menginjak usia tujuh tahun, dan apabila telah berusia sepuluh tahun pukulah ia jika sampai mengabaikannya.” 35 Shalat merupakan tiang utama agama Islam. Bila orang teguh dalam menjalankan shalatnya , maka berarti dia menjaga agamanya dengan baik. Sebaliknya orang-orang yang mengabaikan shalat, berarti telah menghancurkan tiang utama agama. 36 Pendidikan shalat pada anak sangat ditekankan untuk diberikan sejak dini. Pendidikan yang dilakukan sejak dini akan membentuk ikatan yang tangguh pada anak. Sehingga diusia dewasa anak telah tegak dengan dasar yang kokoh sebagaimana pohon-pohon yang kuat siatas akar-akarnya yang menghujam dalam. Secara keseluruhan shalat mengajarkan anak untuk bersopan-santun, berdisiplin dan tekun melakukan sesuatu pekerjaanamal tertentu, pada waktu yang tertentu pula. 2. Mendidik dan melatih anak berpuasa Ibadah puasa merupakan ibadah ruhani sekaligus juga jasmani. Dengan berpuasa anak-anak akan belajar arti ke ikhlasan hakiki kepada Allah Swt. Dan juga akan selalu merasa diawasi olehNya dalam kesendiriannya. Keinginan seorang anak akan terdidik menahan diri dari hasrat kepada makanan sekalipun ia lapar, dan dari keinginan untuk minum sekalipun ia haus. Puasa juga akan menguatkan daya kontrol anak terhadap segala keinginan. Anak akan terbiasa sabar dan tabah. 37 35 Suwaid, op. Cit., h. 219 36 Thalib, op. Cit., h. 268 37 Suwaid, op. Cit., h.233 3. Menanamkan kesadaran berzakat Salah satu bentuk pembinaan ibadah lain adalah mengenalkan anak kepada rukun ibadah , yaitu mengeluarkan zakat fitrah yang merupakan bentuk kewajiban setiap muslim. Tidak memandang umur atau jenis kelamin. Dengan mengeluarkan zakat ini, anak dikenalkan pada bentuk penyucian harta dan diri. Anak akan belajar mengenal arti tolong menolong yang merupakan kewajiban setiap manusia. Karena harta yang dikeluarkan akan disalurkan kepada mereka yang membutuhkannya. Berikut ini ayat Al- Qur’an yang menjelaskan tentang hukum zakat harta dan zakat fitrah:        .. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka ”. 38 Tujuan orang tua menanamkan kesadaran berzakat kepada anak- anak adalah untuk membina sifat belas kasih kepada orang-orang lemah. Selain itu, untuk menyadarkan mereka bahwa harta kekayaan yang ada ditangan setiap orang adalah titipan Allah yang kelak dipertanggung jawabkan dihadapan Allah. Anak-anak perlu dididik untuk selalu menyadari bahwa kita punya tanggung jawab untuk saling tolong-menolong secara riil dengan memberikan bantuan materi kepada pihak-pihak yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam. 39 4. Mengenalkan haji Tujuan mengenalkan ibadah haji kepada anak-anak adalah untuk menanamkan kesadaran kepada mereka mengenai mata rantai dari rukun Islam yang berpuncak pada ibadah haji. Dengan tertanamnya kesadaran tentang kelima rukun Islam ini, anak-anak diharapkan memiliki 38 Hafizh, op. Cit.,h 167 39 Thalib, op. Cit., h.305 pemahaman utuh mengenai ajaran Islam yang mutlak dilaksanakan oleh setiap orang Islam. Dengan demikian, sejak kanak-kanak mereka menyadari bahwa Islam itu merupakan satu kesatuan. Artinya, ajaran Islam itu tidak boleh dipilih mana yang enak, dikerjakan dan mana yang berat, ditinggalkan. 40 Oarng tua setelah mengikat anak dengan dasar-dasar Iman dan melaksanakan rukun-rukun Islam juga harus menanamkan dasar- dasar syari’at Islam. Menurut DR. Abdullah Nashil Ulwan, “Dasar-dasar Syari’at ialah setiap yang berhubungan dengan sistem Rabbani dan ajaran-ajaran Islam seperti aqidah, ibadah, akhlak, perundang-undangan, peraturan-peraturan dan hukum”. 41

2. Tanggung Jawab Pendidikan Moral

Banyak orang tua yang merasa sedih, kecewa. Resah dan menyesali sikap dan perilaku anak-anaknya. Betapa tidak? Buah hati yang mereka asuh dan sayangi sejak kecil tiba-tiba menjadi seorang pembangkang. Setiap nasehat, perintah dan larangan menjadi angin lalu. Masuk ke telinga kanan langsung ke telinga kiri. Anak-anak tidak menampakkan wajah manis dan santun. Kecemasan dan rasa takut orang tua mencapai puncaknya ketika anak mulai beranjak dewasa. Tingkah lakunya tidak lagi terkendali. Pola pergaulannya pun tak tentu arah. Bentuk-bentuk kenakalan berubah menjadi tindakan kejahatan yang tidak hanya meresahkan orang tua, tapi juga masyarakat dan negara. Para orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak-anak untuk kebaikan dan membekali mereka dengan pendidikan moral. Maksud pendidikan moral adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebisaan oleh 40 Ibid., h. 347 41 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman pendidikan Anak dalam Islam , Terj. Dari Tarbiyatul Aulad fi al-Islam, oleh Saifullah Kamalie, Heri Noer Ali, Semarang: Penerbit Asy-Syifa, 1998 h.151 anak sejak masa analisa hingga ia menjadi seorang mukallaf, pemuda yang mengarungi lautan kehidupan. Tidak diragukan lagi bahwa keutamaan-keutamaan moral, perangai dan tabiat merupakan salah satu buah iman yang mendalam, dan perkembangan religius yang benar. Jika sejak masa kanak-kanaknya, anak tumbuh berkembang dengan berpijak pada landsan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu takut, ingat, bersandar, meminta pertolongan dan berserah diri kepada-Nya, ia akan memiliki potensi dan respons secara instingtif di dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping terbiasa melakukan akhlak mulia. Sebab, benteng pertahanan religius yang berakar pada hati sanubarinya, kebiasaan mengingat Allah yang telah dihayati dalam dirinya dan introspeksi diri yang telah menguasai seluruh pikiran dan perasaannya, telah memisakan anak dari sifat-sifat negatif, kebiasaan-kebiasaan dosa dan tradisi-tradisi jahiliyyah yang rusak. Bahkan penerimaannya terhadap setiap kebaikan akan menjadi salah satu kebiasaan dan kesenangannya terhadap keutamaan, dan kemuliaan akan menjadi akhlak dan sifat yang paling menonjol. Hal ini telah dibuktikan oleh berhasilnya eksperimen secara praktis yang dilakukan oleh kebnyakan orang tua beragama bersama anak-anaknya, dan kebanyakan pendidik bersama murid-muridnya. Jika pendidik anak jauh daripada akidah Islam, terlepas dari arahan religius tidak berhubungan dengan Allah, maka tidak dirgukan lagi bahwa anak akan tumbuh dewasa di atas dasar kefsikan, penyimpangan, kesesatan dan kekafiran. Bahkan ia akan mengikuti hawa nafsu dan bergerak dengan motor nafsu negatif dan bisikan-bisikan setan, sesuai dengan tabiat, fisik, keinginan, dan tuntutannya yang rendah. Kalau tabiat fisik itu termasuk tipe yang pasif dan menyerah, maka ia akan hidup sebagai orang yang bodoh dan dungu. Hidupnya seperti mati, bahkan keberadaannya seperti tidak ada. Tiada seorang pun yang merasa perlu akan hidup, dan kematiannya tidak akan mempunyai arti apapun. Keadaannya ini seprti orang yang digambarkan oleh seorang pujangga: Itulah orang yang jika hidupnya tidak dimanfaatkan, dan jika mati tidak akan ditangisi oleh krabatnya. Kemudian, jika sifat-sifat kebinatangan dapat mengalahkan dirinya, dengan sendirinya ia akan mengejar segala kesenangan dan kelezatan dengan jalan apa saja, sekalipun jalan haram ia tidak akan merasa malu melakukannya, bahklan hati dan akalnya tidak akan menghalanginya. Abu Nawas pernah berdendang : Dunia ini hanya berisi makan-makan, minum-minum dan mabuk- mabukan. Sekiranya engkau tinggalkan semua itu, maka akan selamatlah dunia ini. 42 Pendidikan akhlak merupakan tanggung jawab para orang tua dan guru.untuk mensukseskan pendidikan akhlak ini, seorang anak selayaknya menemukan teladan baik dihadapannya, bailk di rumah maupun di sekolah. Sehingga, teladan tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupannya. Oleh karena itu, keluarga dan sekolah memiliki tanggung jawab yang sangat benar terhadap pendidikan moralitas anak. Berikut ini beberapa program yang diusulkan tentang pendidikan akhlak yuang diterapkan pada anak. Program tersebut adalah: 1. Melatih anak melaksanakan berbagai kewajibannya dengan penuh ketaatan, seperti: sholat pada waktunya dan bersedekah pada pakir miskin. 2. Berbincang-bincang dengan anak tentang ketaatan kepada orang tua, karena keridhaan orang tua merupakan jalan menuju surga. Mengajarkan anak tentang bagaimana cara menghormati orang dewasa, 43 jangan sekali-kali berbicara sesuka hati kita. Jagalah perkataan kita agar tidak menyakiti hatinya. Bila kita duduk bersamanya jangan sekali-kali kita duduk di tempat yang lebih tinggi dari pada mereka dan jangan pula memakai celana dalam pendek karena perbuatan seperti itu tidak sopan. 44 menyambung tali silaturrohim terhadap kerabat dekat, karena silaturahim termasuk diantara prilaku-prilaku mulia yang dianjurkan dalam Islam. Kemudian, menjelaskan 42 Ibid., 174-175. 43 Musthafa, op. Cit., h.27. 44 Ny.H.Hadiyah Salim,”Tuntunan Akhlak bagi Anak-anak Muslim”,Bandung: Sinar Baru,1992 h. 11