Tanggung Jawab Pendidikan Intelektual

5. Buka internet 6. Korespondensi 7. Ikut kajian 8. Ikut seminar 59 Menurut ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah, jika menurut syara, orang yang melalaikan pencarian ilmu atau tidak mengajarkannya di ancam siksa, jika orang-orang yang menyembunyikan ilmu yang bermanfaat akan di ikat dengan sabuk neraka pada hari kiamat, tidaklah semua ini menjadi bukti bahwa islam itu agama yang mewajibkan menurut dan mengajarkan ilmu pengetahuan. 60 2. Tanggung jawab kesadaran berpikir Diantara sejumlah tanggung jawab besar dan berat yang diamanatkan Islam kepada orang tua adalah meningkatkan kesadaran berpikir anak sejak dini sehingga ia mencapai usia cerdik dan matang. Menurut DR. Abdullah Nashih Ulwan : Tanggung jawab kesadaran berpikir adalah mengikat erat anak dengan Islam sebagai agama dan negara, Al- Qur’an sebagai pedoman dan aturan hukum, dengan sejarah yang jaya dan mulia, kebudayaan Islam secara sepiritual dan intelektual dan keterkaitan terhadap dakwah Islam. 61 Orang tua bertanggung jawab mengajari anak akan hakikat Islam bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yang bernilai abadi dan universal sehingga Allah mewariskan kepada hambanya bumi serta isinya, anak diserahkan kepada guru pembimbing yang ikhlas, peka, dan mengerti betul tentang Islam, mereka disuguhi sejumlah buku yang bermutu yang membahas segala hal yang berhubungan dengan peraturan-peraturan Islam, baik akidah, modal, ekonomi, politik maupun yang menjelaskan bahaya 59 Nuraida. Rihlah Nur Aulia,” Character Building”, Jakarta: Aulia Publishing House, 2007 h.92 60 DR.Abdullah Nasih Ulwan, Mengembangkan Kepribadian Anak, Terj. Dari Tarbiyatul Aulad fil Islam, oleh Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, Bandung:Remaja Rosda Karya,1990 h.65 61 Ibid., h. 95 tipu daya Zionisme, kolonialisme, komunisme, salibisme, dan bahaya paham-paham materialisme lainnya yang bertentangan dengan Islam dan kaum muslimin. Dan juga memilihkan bagi anak-anak mereka, teman- teman sepermainan yang baik, terpercaya, memahami Islam, berpikir lurus, dan mengerti kebudayaan Islam secara utuh dan menyeluruh. 62 3. Kesehatan Akal Diantara sejumlah tanggung jawab yang diamanat Islam diatas pundak orang tua adalah tanggung jawab memperhatikan kesehatan akal anak-anak. Mereka dapat menentukan dan memelihara tanggung jawab dibidang ini sehingga pemikiran anak-anak tetap sehat, otak mereka tetap bersih, dan pemikiran merekla tetap matang. 63 Hubungan baik orang tua dan anak yang kukuh merupakan sebaik- baik jaminan untuk kesehatan akal dan jasmaninya, juga untuk kelanjutan proses kematangn anggotanya. Kesuburan akal perasaan yang dapat betrlangsung dalam suasana tenang dan aman sehingga matang sempurna. 64 Dapat disimpulakan bahwa kewajiban mengajar penadaran berfikir dan kesehatan akal merupakan tanggung jawab yang paling menonjol di dalam mendidik intelektualisasi anak-anak. Jika para orang tua, pendidik dan pengajar meremehkan berbagai kewajiban dan tanggung jawab ini, maka Allah Swt akal memperhitungkan akibat dari sikap meremehkan itu. Alangkah malunya kepada Aallah, jika mereka mendapatkan kebenaran, namun mereka meremehkannya. Dan nalangkah celakanya mereka pada hari akhir nanti, jika jawaban mereka dihadapan Tuhan semesta alam adalah: 62 Ibid., h.98-103 63 Ibid., h106 64 Amina Hj.Noor, “Mendidik Anak Pintar Cerdas Bermula dari Alam Rahim....”Kuala lumpur:Darul Nu’man,1995 h.101-102                  Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari jalan yang benar. Ya Tuhan Kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar. 65 6. Tanggung Jawab Pendidikan Psikis Yang dimaksud dengan pendidikan pesikis ialah sejak mulai bisa berpikir, seorang anak harus dididik untuk berani mengatakan yang hak, lugas, merasa mampu, mencintai orang lain, dapat mengendalikan amarah dan berhias diri dengan semua keutamaan jiwa dan moral”. Tujuan pendidikan ini tidak lain untuk membentuk pribadi anak dan menyempurnakannya sehingga ia, bila sudah mencapai usia taklif, dapat mengemban segala kewajiban yang diamanatkan kepadanya dengan cara yang baik dan sempurna. Jika seorang anak sejak dilahirkan merupakan amanat di tangan para orang tua, maka Islam menyuruh mereka dan sangat menekannkan mereka menanamkan pada anak-anak sejak mulai membuka kedua belah matanya, dasar-dasar kesehatan jiwa yang dapat mencetaknya kelah menjadi Insan yang berpikiran matang, berpikir sehat, mempunyai pertimbangan dan kemauan tinggi. Begitu juga mereka berkewajiban membebaskan anak dari segala bentuk yang dapat meredupkan kemuliaan dan daya efaluatifnya dari segala yang meruntuhkan kepribadiannya sehingga berpandangan negatif, dendam, dan benci terhadap kehidupan. Sejumlah faktor penting bagi para orang tua ialah membebaskan anak- anaknya dari sifat : 1. Minder 65 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman pendidikan Anak dalam Islam , Terj. Dari Tarbiyatul Aulad fi al-Islam, oleh Saifullah Kamalie, Heri Noer Ali, Semarang: Penerbit Asy-Syifa, 1998 h.323 Sebagaimana diketahui, gejala minder merupakan salah satu tabiat anak. Biasanya sifat ini dimulai sejak usia 4 bulan. Setelah usianya lewat satu tahun, sifat malu ini semakin tampak pada dirinya. Ia segera memalingkan wajahnya, atau memejamkan kedua matanya, atau menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya bila ada orang lain yang belum dikenalnya mengajak bicara atau menegurnya. Pada saat berusia tiga tahun, anak kecil akan merasa malu bila mengunjungi rumah yang masih asing baginya. Oleh karena itu, seringkali ia bersembunyi dipangkuan ibunya , atau di sampingnya, sepanjang wakltu berkunjung, dan bibirnya selalu terkatup rapat 66 Penanggulangan terhadap sifat ini hanya akan berhasil dengan membiasakan anak-anaknya berkumpul dengan orang banyak, baik mengunjungi teman-teman secara rutin ataupun mengikuti orang tua mereka mengunjungi kerabat dan teman sejawat, atau menyuruhnya dengan lembut berbicara didepan orang lain baik dihadapan orang dewasa ataupun dihadapan anak-anak yang sebaya. Pembiasaan ini, tidak diragukan lagi, akan mengurangi gejala malu pada jiwa mereka. Sebaliknya, rasa percaya diri mereka akan tumbuh dan akan selalu mendorongnya berbicara benar serta tidak takut di cela oleh para pencela. 67 2. Takut Takut merupakan kondisi kejiwaan yang menjangkiti anak kecil dan orang dewasa, laki-laki dan perempuan. Sering kali gejala ini dianggap gejala alamiah anak karena hal ini bisa menjadi sarana dalam upaya menjaga dirinya dari kejadian-kejadian yang tidak menguntungkan dan menghindari dari berbagai kesalahan. Akan tetapi, jika takut meningkat 66 .Abdullah Nasih Ulwan, Mengembangkan Kepribadian Anak, Terj. Dari Tarbiyatul Aulad fil Islam, oleh Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, Bandung:Remaja Rosda Karya,1990 h.109-110 67 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman pendidikan Anak dalam Islam , Terj. Dari Tarbiyatul Aulad fi al-Islam, oleh Saifullah Kamalie, Heri Noer Ali, Semarang: Penerbit Asy-Syifa, 1998 h.325-326 keluar dari batas-batas kewajaran dan melanggar batas-batas alamiah, maka hal itu akan menyebabkan jiwa anak menjadi gunjang. Orang tua mendidik anak sejak dini atas dasar iman kepada Allah swt, maka bila di uji kelak ia tidak akan takut dan tidak akan gentar bila ditimpa musibah. Memeberinya kebebasan mengatur diri mengemban tanggung jawab, mengerjakan permasalahan-permasalahan menurut kapasitas pertumbuhan dan tahap-tahap perkembangannya. Tidak menakut-nakuti dengan makluk-makluk aneh, sehingga anak terbebas dari rasa takut dan akan tumbuh dengan keberanian. 68 3. Rendah Diri Rasa rendah diri merupakan kondisi pesikis yang menghantui sewbagian anak karena cacat fisik, penyakit, faktor-faktor pendidikan, atau karena faktor ekonomi. Gejala-gejala ini merupakan gejala psikis yang paling membahayakan yang membelenggu anak-anak, menyelewengkannya, dan yang akan menyebabkannya hina, menderita dan jahat. Munculnya perasaan rendah diri pada anak-anak antara lain adalah dicerca dan dihina, dimanja secara berlebihan, tindakan diskriminatif orang tua dalam memberikan kasih sayang terhadap anak-anaknya, cacat fisik, keyatiman, dan kemiskinan. 69

7. Tanggung Jawab Pendidikan Seks

Berbicara masalah seksualitas, ada anggapan sementara dari sebagian masyarakat, bahwa masalah tersebut merupakan masalah yang tabu. Masalah yang kotor, jijik, dan tak patut untuk diperbincangkan. Apa lagi bila masalah tersebut dikaitkan dengan masalah diniyah keagamaan. Sifat kotor dan jijik yang melekat pada masalah seksual, hawatir melekat dan mencemari kesucian nilai-nilai ajaran addin agama. 70 68 Abdullah Nasih Ulwan, Mengembangkan Kepribadian Anak, Terj. Dari Tarbiyatul Aulad fil Islam, oleh Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, Bandung:Remaja Rosda Karya,1990 h. 116-118 69 Ibid., h.125 70 Ayip Syarifuddin,”Islam dan Pendidikan Seks Anak”,solo: Cv.Pustaka Mantio,1992 h.25 Adapun yang dimaksud dengan pendidikan seksual itu, yaitu memberikan pelajaran dan pengertian kepada anak baik laki-laki maupun perempuan sejak ia mulai memasuki usia balig, serta berterusterang kepadanya tentang masalah- masalah yang berhubungan dengan seks, naluri dan perkawinan. Sehingga ia tumbuh menjadi remaja dan memahami masalah-masalah kehidupan, ia telah mengerti akan hal-hal yang halal dan yang haram. Dan ia akan senantiasa bertingkah laku yang Islami, serta tidak akan memperturutkan hawa nafsu dan tidak pula menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. 71 Yang dimaksud dengan pendidikan seks disini adalah masalah mengajarkan, memberi pengertian, dan menjelaskan masalah-masalah yang menyangkut seks, naluri, dan perkawinan kepada anak sejak akalnya mulai tumbuh dan siap memahami hal-hal di atas. Dengan demikian, ketika anak mencapai usia remaja dan dap[at memahami persoalan hidup, ia mengetahui mana yang halal dan mana yang haram. Bahkan tingkahlaku Islam yang luhur menjadi adat dan tradisi bagi anak tersebut. Ia tidak mengikuti kehendak syahwat, hawa nafsu, dan tidak menempuh jalan yang sesat. 72 Islam telah memberikan pedoman yang bersifat praktis dalam masalah seksualitas ini. Islam, sebagai agama universal yang mengatur seluruh kehidupan manusia, menata hubungan sesama manusia agar harmonis dan berjalan seimbang. Oleh karena itu, faktor pendidikan mutlak diperlukan guna menanamkan nilai- nilai moral. Arahan pendidikan Islam yang utama adalah terbentuknya individu yang mampu secara konsisten mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya sehari-hari. Individu yang siap mewarisi jejak langkah perjuangan para Rosul dan Nabi Allah. Oleh sebab itu, kalbu dan pikirannya harus senantiasa hidup dan disirami cahaya keimanan. Maka, dari sanalah kelak terpancar akhlak mulia. Akhlak yang bersendikan kepada Al- Qur’an dan sunnah Rosulullah. 73 71 Utsman Ath-Thawill,Ajaran Islam tentang FenomenaSeksual, Terj. Dari At-Tarbiyyah al-Jinsiah lil Fitayaat wal Fitayaan fil Islam, oleh Saefudin Zuhri Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.1997 h. IX 72 Dr.Hassan Hathout, Dr.Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Seks, Terj. Dari Tarbiyatul Aulad fil Islam, oleh Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, Jalaludin Rakhmat, Bandung: Remaja Rosda Karya,1992 h. 1 73 Syarifuddin, op. cit ., h.35-36 DR. Abdullah Nashih Ulwan merinci adanya tahap-tahapan dalam pendidikan seks bagi anak, yaitu : 1. Tahap tamyiz pembeda, yakni saat anak berusia 7-10 tahun. Saat ini anak diajari menutup aurat, tidur terpisah antara laki-laki dan perempuan dan meminta izin bila akan memasuki kamar orang tua disaat- saat “aurat”. 2. Tahap Murohaqoh 10-14 pada fase ini anak harus dijauhkan dari rangsangan-rangsangan seks. Seperti, orangtua harus slalu mengawasi anaknya dalam tontonan televisi yang kurang baik, orang tua mengawasi anaknya dalam mengunakan media. 3. Tahak baligh 14-16. Pada saat ini anak sudah benar-benar siap menanggung dosa dan pahala. 4. Tahap dewasa 16 tahun keatas. Pada fase ini anak dipersiapkan tentang tata cara Jima’, hak dan kewajiban suami istri jika akan menikah dan disuruh berpuasa manakala belum mampu menikah. 74 Kenapa mesti ditanamkan pendidikan seksual kepada anak? a Karena masalah seks merupakan cela paling rentan, yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok anti Islam, setelah mereka mengalami kegagalan demi kegagalan dalam misi menjauhkan pemuda muslim dari agamanya. b Karena masalah seksual apaila tetap tertutup bagi seorang anak sampai ia mencapai usia dewasa, maka berdampak negative terhadap perkembangan jiwanya. Masalah tersebut tetap akan menjadi rahasia abadi, dan senantiasa merupan sebuah teka-teki yang tak pernah terjawab. Sehingga menyebabkan timbulnya perasaan khawatir, perasaan bersalah dan berdosa yang berlebihan di dalam dirinya, di samping ia akan mengalami berbagai macam komplikasi jiwa lainnya. 74 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman pendidikan Anak dalam Islam , Terj. Dari Tarbiyatul Aulad fi al-Islam, oleh Saifullah Kamalie, Heri Noer Ali, Semarang: Penerbit Asy-Syifa, 1998 h.572