`akh āfu `an yaqtulūni 14 qāla kallā fa ażhabā bi `āyātinā innā ma’akum
mustami’ ūna 15 ‘Berkata Musa: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut
bahwa mereka akan mendustakan aku.12 Dan karenanya sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku, maka utuslah Jibril kepada Harun.13
Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.14 Allah berfirman: “Janganlah takut mereka tidak akan
dapat membunuhmu, maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat- ayat Kami mukjizat-mukjizat”, Sesungguhnya Kami bersamamu
mendengarkan apa-apa yang mereka katakan.15.’ Ayat di atas menjelaskan rasa takut Nabi Musa as ketika diperintahkan
Allah swt untuk menyeru Fir‘aun. Hal itu dikarenakan Nabi Musa as pernah melakukan kesalahan terhadap Fir‘aun, yaitu ketika ia membunuh orang Qibthy
dan kemudian melarikan diri. S
urat Thaha ayat 67-68:
Fa `aujasa f ī nafsihī khīfatan mūsā 67 qulnā lā takhaf innaka anta al-
`a’l ā 68 ‘Maka Musa merasa takut dalam hatinya 67 Kami berkata:
Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul menang.68
Ayat di atas menjelaskan rasa takut yang dialami oleh Nabi Musa as ketika
melihat kehebatan sihir para ahli sihir Fir‘aun. Akan tetapi Allah swt meyakinkan beliau dengan memberikan mukjizat berupa tongkat yang berubah menjadi ular
dan membinasakan sihir-sihir mereka.
3.1.2.6 Keinginan Nabi Musa as Melihat Allah swt
Al-Magrhubi 2009:492-496 mengatakan bahwa sebagian para salaf berpendapat, ketika Nabi Musa as diperintahkan untuk bermunajat pada Allah swt
di bukit Thursina selama 40 hari, yakni sebulan penuh pada bulan Zul’qaidah ditambah dengan 10 hari di bulan Zulhijjah, Nabi Musa as dalam keadaan
berpuasa. Ketika itu, Allah swt berbicara pada Nabi Musa as, tepatnya pada hari Idul Adha dan pada hari yang sama, Allah swt menyempurnakan agamaNya untuk
Nabi Muhammad saw dengan menegakkan dalil-dalil-Nya dan bukti-bukti-Nya. Dijelaskan juga bahwa Allah swt berbicara dengan Nabi Musa as dari balik hijab
tabir, sehingga Nabi Musa as berkeinginan untuk melihat Allah swt secara langsung. Kemudian Allah swt menjelaskan dalam firman-Nya bahwa Nabi Musa
as tidak akan sanggup untuk melihat-Nya dan Allah swt memberikan bukti dengan menampakkan diri-Nya pada sebuah gunung, maka seketika itu juga
Universitas Sumatera Utara
gunung tersebut hancur dan luluh dan Nabi Musa as pun jatuh tidak sadarkan diri. Kemudian, ketika ia sadar, beliau pun mohon ampunan dan bertaubat pada Allah
swt.
Kisah ini dilegitimasi dalam Al-Quran surat Al-A’raaf ayat 143:
Wa lamm ā jā`a mūsā limīqātinā wa kallamahū rabbuhū qāla rabbi arinī
an
ẓ
ur ilayka.Q āla lan tarānī walākin un
ẓ
ur ila al-jabali fa in istaqarra mak
ānahū fa saufa tarānī. Fa lammā tajallā rabbuhū li al-jabali ja’alahū dakkan wa kharra m
ūsā
ṣ
a’iqan.Fa lamm ā afāqa qāla sub
ḥ
ānaka tubtu ilayka wa ana awwalu al-mu`min
īna ‘Dan tatkala Musa datang untuk munajat dengan Kami pada waktu yang telah Kami tentukan dan
Tuhannya telah berfirman langsung kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah diri Engkau kepadaku agar aku dapat melihat
kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “ Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke gunung itu, maka jika ia tetap di tempatnya
sebagai sediakala niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri di gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh
dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “ Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang
yang pertama-tama beriman.” 3.1.2.7
Nabi Musa as Marah dan Sedih Hati kepada Nabi Harun as dan Kaumnya
Kemarahan Nabi Musa as adalah sifat yang manusiawi, dikarenakan kaumnya Bani Israil tidak lagi taat pada perintahnya untuk menyembah Allah swt,
bahkan mereka menyembah patung berbentuk sapi, saat ia sedang bermunajat di bukit Thursina untuk menerima wahyu dari Allah swt. Kemarahan Nabi Musa as
juga ia sampaikan kepada saudaranya, Nabi Harun as. Ia marah kenapa Nabi Harun as tidak menghalangi kaumnya untuk menyembah selain Allah swt, hingga
Universitas Sumatera Utara
Nabi Musa as pun merasa sedih hatinya melihat kekufuran yang dilakukan oleh kaumnya.
Sebagaimana Al-Quran menceritakannya dalam beberapa surat, yaitu: dalam surat Al-A’raaf ayat 150:
Wa lamm ā raja’a mūsā ilā qawmihī ga
ḍ
b āna asifan qāla bi`samā
khalaftum ūnī min ba’dī. A’ajiltum amra rabbikum. Wa alqa al-alwāḥa wa
akha ża bi ra`si akhīhi yajurruhū ilayhi. Qāla ibnu umma inna al-qawma
ista
ḍ
’af ūnī wa kādū yaqtulūnanī falā tusymit biya al-a’dā`a wa lā taj’alnī
ma’a al-qawmi al- ẓālimīna ‘Dan tatkala Musa telah kembali kepada
kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku Apakah
kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musa pun melemparkan luh-luh[572] Taurat itu dan memegang rambut kepala saudaranya
Harun sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir
mereka membunuhku. Oleh sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh- musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam
golongan orang-orang yang zalim. Surat Thaha ayat 86:
Universitas Sumatera Utara
Fa raja’a m ūsā ilā qawmihī ga
ḍ
b ānī asifan. Qāla yā qawmi alam
ya’idkum rabbukum wa’dan
ḥa
sanan. Afa
ṭ
āla ‘alaikumu al-‘ahdu am arattum an ya
ḥ
illa ‘alaikum ga
ḍ
abun min rabbikum fa`akhlaftum mau’id ī
‘Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. berkata Musa: Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan
kepadamu suatu janji yang baik? Apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu
menimpamu dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?
Surat Thaha ayat 92-94:
Q āla yā hārūnu mā mana’aka iż ra`aytahum
ḍ
all ū 92 Allā tattabi’ani
afa’a
ṣ
ayta amr ī 93 Qāla yabna`umma lā ta`khuż bi li
ḥ
yat ī wa lā bi ra`sī.
Inn ī khasyītu an taqūla farraqta bayna banī isrā`īla wa lam tarqub qawlī
94 ‘Berkata Musa: Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat,92, sehingga kamu tidak mengikuti
aku? Maka apakah kamu telah sengaja mendurhakai perintahku?93 Harun menjawab, Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku
dan jangan pula kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata kepadaku: Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu
tidak memelihara amanatku.94
3.2. ﻟ
رﺎ ﻟا ﺔ ﻘ ﺔ ﺨ
ا al-qi
ṣṣ
atu al-t ārīkhiyyatu ’Model Kisah Sejarah’
ﺔ ا
رﺎ ا ﺔ
al-qi
ṣṣ
atu al-t ārīkhiyyatu ’model kisah sejarah’ adalah
suatu kisah yang menceritakan tokoh-tokoh sejarah tertentu, seperti para nabi dan rasul dan beberapa kisah yang diyakini orang-orang terdahulu sebagai sebuah
realitas sejarah. Maksud dari model kisah ini adalah kisah dari kejadian yang benar-benar terjadi menyejarah. Dengan demikian, kita akan mengetahui cara
Al-Qur’an menceritakan sebuah kejadian sejarah dan pendeskripsian tokoh- tokohnya, dengan tujuan untuk memberikan pelajaran dan petunjuk atau untuk
menceritakan sebuah realitas sejarah kepada generasi berikutnya. Khalafullah, 2002:101
Universitas Sumatera Utara