BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Khalafullah 2002:19 penggunaan metode pendekatan sastra dalam menafsirkan kisah-kisah Al-Qur’an masih tergolong baru. Melalui
pendekatan metodologis semacam ini akan banyak terungkap dimensi seni dan sastra yang dimiliki Al-Qur’an sebagai salah satu bukti kemukjizatannya.
Kata
ﺔ ا
al-qi
ṣṣ
atu secara etimologis berasal dari kata
-
qa
ṣṣ
a-yaqu
ṣṣ
u yang artinya ‘memotong, menceritakan, mengikut, riwayat, cerita atau kisah’ Ali, 2003:1452.
Menurut Imam Zuhair Hafizh 1990:13 kisah dalam Al-Qur’an adalah :
و ﺮ قﺎ ﺔ او رﻮ ﻷ ﻮه ﺮﻜ ا ن ﺮ ا
نا ا
ﺎ ا
لﺎ نﺎﻜ نﺎ و
ﺎ ا ا ﺔ ﺎ و ﺪ ﻬ ا ﺔ ﺰ و
ل روو نﻮ ا ﻪ مﻮ ﺎ نﺎ و ﺔ اﺪﻬ ا ﺔ ﺎ و
ا ه
ا ﻰ إ ةﺎ ﺪ ا آ
Inna qa
ṣ
a
ṣ
a al-Qur āni al-karīmi huwa qa
ṣ
a
ṣ
un lium ūrin wāqi‘atin
yus āqu li al-`ibari wa i‘iţāi al-am āli, wa bayāni makāni a
ḍ
-
ḍ
āllīna wa manzilati al-muhtad
īna, wa‘āqibāti a
ḍ
-
ḍ
al āli wa `āqibāti al-hidāyati, wa
bay āni mā yaqūmu bihi an-nabiyyūna wa waraahum kullu ad-du‘aāti ila
al-haqqi‘Kisah-kisah dalam Al-Qur’an Al-Karim merupakan peristiwa- peristiwa nyata yang diceritakan kembali untuk mengarahkan manusia
mengambil pelajaran darinya sekaligus memberikan perumpamaan bagi manusia serta menjelaskan perihal orang-orang sesat dan tempat yang akan
mereka huni dan perihal orang-orang yang mendapat petunjuk serta ganjaran yang akan diterima, selain itu kisah dalam Al-Qur’an Al-Karim
menjelaskan perjuangan para nabi dan dilanjutkan oleh para da‘i yang menyeru kepada jalan kebenaran.’
Defenisi tersebut dilegitimasi Al-Qur’an dengan firman Allah swt dalam
surat Yusuf ayat 111 :
ﻪْﺪ ْ يﺬﱠا ﺪْ ﻜـ و ىﺮ ْ ﺎ ﺪ نﺎآ ﺎ بﺎ ْﻷا ْوﺄﱢ ةﺮْ ْ ﻬ نﺎآ ْﺪ
آ ْ و
نﻮ ْﺆ مْﻮ ﱢ ﺔ ْ رو ىﺪهو ءْ
Laqad k āna fĩ qa
ṣ
a
ṣ
ihim ‘ibratun li ulil al-b āb, mā kāna hadĩsan yuftarā
wa l ākinna tasdĩqa al-lażĩ baina yadaihi wa taf
ṣ
ĩla kulli syai`in wa hudan wa rahmatan li-qaumi yu`min
ūna. ‘Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka para nabi terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman.’
Universitas Sumatera Utara
Dalam menyampaikan sebuah kisah, Al-Qur’an menggunakan metode gaya bahasa dan deskripsi tersendiri. Kejadian kisah dalam Al-Qur’an merupakan
deskripsi sastra yang memiliki nuansa kejiwaan, dengan kesimpulan yang disusun atas dasar kekuatan perasaan yang mampu menggugah dan menarik perhatian
sehingga kisah Al-Qur’an diharapkan dapat menggugah jiwa pendengarnya sehingga mau berfikir dan memahami kebesaran Allah swt.
Khalafullah secara terperinci menjelaskan tentang model-model kisah, unsur-unsur kisah dan tujuan kisah, sebagai berikut:
2.1
ﺔ ﻘﻟا ﺮ ﺎ ﻋ
‘an ā
ṣ
iru al-qi
ṣṣ
ati ’Unsur-Unsur Kisah’
Menurut Khalafullah 2002:101 unsur-unsur kisah yaitu :
ﺔ ا
al-syakh
ṣ
iyyatu ’Tokoh’ adalah pemeran utama kisah di mana semua peristiwa dan pemaparan dan hal-hal yang terjadi dalam
kisah berputar pada dirinya.
ﺔ دﺎ ا
al-h ādi atu ’Peristiwa-peristiwa kisah’ adalah hal-hal yang
dialami oleh para tokoh dalam kisah.
ﺮ ا
د
al-sardu ’Pemaparan’ adalah sarana untuk melukiskan gejolak-gejolak kejiwaan para tokoh dalam kisah.
ا
ﺎ رﺪ ا و
al-qada wa al-qa
ḍ
ar ’Qada dan qadar’ adalah nasib atau takdir para tokoh yang telah ditentukan dalam kisah.
ﻮ ت
ا
ṣ
autu al-qalbi ’Suara hati’ adalah ungkapan hati para tokoh untuk dirinya sendiri agar didengar orang lain.
Sedangkan menurut Jaudah 1991:42-47 unsur-unsur kisah yaitu :
ﺔ دﺎ ا
al-h ādi atu ’Peristiwa’ adalah sekumpulan peristiwa yang
terikat dan teratur kemudian membentuk susunan sebab akibat dalam kisah.
ﺮ ا
د
al-sardu ’Pemaparan’ adalah sarana untuk memindahkan sesuatu peristiwa yang nyata dalam kisah ke dalam bentuk tulisan.
ﺎ اوا ﺔﻜ ا
al-habkah au al-bin ā’a ‘Jalan cerita atau alur’
adalah urutan atau rangkaian peristiwa yang terjadi dalam kisah.
Universitas Sumatera Utara
ﺔ ا
al-syakh
ṣ
iyyatu ’Tokoh’ adalah yang menjadi pelaku dan mengalami peristiwa-peristiwa dalam kisah.
نﺎﻜ او نﺎ ﺰ ا
al-zam ānu wa al-makānu ‘Setting Waktu dan
tempat’ adalah untuk menjelaskan kapan dan dimana kisah itu terjadi.
ةﺮﻜ ا
al-fikratu ‘Ide cerita’ adalah pikiran utama yang menjadi dasar suatu kisah.
Dalam penelitian ini unsur kisah yang akan dijelaskan lebih terperinci adalah unsur
ا ﺔ
al-syakh
ṣ
iyyatu ’Tokoh’. Menurut Jaudah 1991:45
ﺔ ا
al-syakh
ṣ
iyyatu ’tokoh’ dalam sebuah kisah harus memiliki dua sisi, yaitu: zhahir dan bathin. Adapun sisi zhahir
adalah:
ﻮهﺮهﺎ ﺎ مﺎ ا
او ا
سﺎ
J ānibu zāhirin huwa wā
ḍ
ihun am āma an-nāsi. ’Sisi zahir adalah sisi
tokoh yang tampak secara jelas dalam pandangan manusia atau penonton.’ Sedangkan sisi bathin adalah:
نﻮ ﺮ ا ا ﻪ ﻜ ﻮه ﻰ ﺎ
J ānibu khafiyyin huwa lā yaksyifuhu illa al-muqarrabūna.’Sisi bathin
adalah sisi tokoh yang tidak terlihat jelas kecuali hanya diketahui oleh orang-orang tertentu.’
Jaudah 1991:45 menyebutkan bahwa pembagian tokoh berdasarkan
aliran Romantisme sastra ada dua, yaitu:
ﺔ ﺔ
syakh
ṣ
iyyatun musa ţahatun ‘tokoh datar’. Tokoh
ini biasanya diperankan untuk sifat, kepribadian dan pikiran yang tetap dari awal sampai akhir. Tokoh seperti ini sudah sempurna
sejak awal kisah.
ﺔ ﺎ ﺔ
syakh
ṣ
iyyatun n āmiyatun ‘tokoh berkembang’.
Tokoh ini adalah tokoh yang belum diketahui ciri-cirinya pada awal kisah akan tetapi sedikit demi sedikit terlihat, sesuai dengan
peristiwa yang ditampilkan, sehingg ia semakin jelas dan berkembang.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian Jaudah 1991:45-46 menambahkan bahwa tokoh
ﺔ ﺎ ﺔ
syakh
ṣ
iyyatun n āmiyatun ‘tokoh berkembang’ dikategorikan menjadi dua bagian
lagi, yaitu:
ﺔ ﺔ
syakh
ṣ
iyyatun man ţiqiyyatun ‘tokoh logis’ adalah
sifat dan gaya hidup tokoh dapat diterima oleh akal. Tokoh ini berkembang dan berubah-ubah sesuai dengan peristiwa yang
dialaminya, berdasarkan pengaruh kausalitatif dan lingkungannya
ﺔ ﺮ ﺔ
syakh
ṣ
iyyatu ghairu man ţiqiyyatin ‘tokoh
tidak logis’ adalah sifat dan gaya hidup tokoh yang tidak dapat diterima oleh akal. Tokoh ini memiliki dua sisi sifat yang berbeda
dalam dirinya dan saling bertolak belakang. Menurut Khalafullah 2000:207 salah satu dari unsur terpenting dalam
kisah adalah ’tokoh’. Tokoh-tokoh yang dimaksudkan dalam kisah sastra bukanlah tokoh-tokoh yang berwujud manusia saja, akan tetapi lebih luas dan
umum. Artinya setiap tokoh dalam kisah adalah para pemeran utama kisah di mana semua pembicaraan, peristiwa dan pemikiran-pemikiran, hal-hal yang
terjadi dalam kisah terkait dan berputar pada dirinya. Maka dengan demikian tokoh-tokoh dalam Al-Qur’an termasuk di dalamnya para malaikat, jin, berbagai
jenis hewan seperti burung dan hewan melata, manusia baik dia laki-laki maupun perempuan.
Tokoh manusia laki-laki dalam kisah-kisah Al-Qur’an sangat banyak, termasuk di dalamnya para nabi dan rasul seperti: Nabi Adam as, Nabi Nuh as,
Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi Muhammad saw, dan lain-lainnya. Selain itu ada juga tokoh-tokoh manusia biasa atau para raja misalnya, Lukman, Fir‘aun,
Azar, dan putra Nabi Nuh. Tokoh utama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tokoh laki-laki
yang diperankan oleh Nabi Musa as. Allah swt menceritakan tentang keberadaan Nabi Musa dalam Al-Qur’an
terdapat pada surat Al-A’raaf ayat 103:
umma ba‘a n ā min ba’dihim mūsā biāyātinā ilā fir‘auna wa malaihi fa
ẓ
alam ū biha fa un
ẓ
ur kaifa k āna ‘āqibatu al-mufsidĩnā ‘Kemudian Kami
Universitas Sumatera Utara
utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Fir`aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari
ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan.’
2.2
ﺔ ﻘﻟا عاﻮ ا
anw ā‘u al-qi
ṣṣ
ati ’Model-Model Kisah’
Menurut Khalafullah 2002:101 ada tiga model dalam menganalisis kisah-kisah Al-Qur’an yang berlaku pada dunia sastra yaitu :
ﺔ ا
رﺎ ا ﺔ
al-qi
ṣṣ
atu al-t ārikhiyyatu ’model kisah sejarah’
yaitu suatu kisah yang menceritakan tokoh-tokoh sejarah tertentu seperti para nabi dan rasul dan beberapa kisah yang diyakini orang-
orang terdahulu sebagai sebuah realitas sejarah. a.
ﺔ ا
ا ﺔ
al-qi
ṣṣ
atu al-ma aliyyatu ’Model kisah perumpamaan’ yaitu kisah-kisah yang menurut orang terdahulu, kejadiannya
dimaksudkan untuk menerangkan dan menjelaskasn suatu hal atau nilai-nilai sebagai sebuah realitas sejarah..
b.
c.
ﺔ رﻮ ا ﺔ
ا
al-qi
ṣṣ
atu al-us ţūriyyaţu ’Model kisah legenda
atau mitos’ yaitu kisah yang diambil dari mitos-mitos yang dikenal dan berlaku dalam sebuah komunitas sosial.
Dari ketiga model kisah di atas, hanya dua model kisah saja yang bisa dianalisis sesuai dengan kisah dalam Al-Qur’an, yaitu:
ﺔ ا
رﺎ ا ﺔ
al-qi
ṣṣ
atu al-t
ārikhiyyatu dan
ﺔ ا
ﺔ ا
al-qi
ṣṣ
atu al-ma aliyyatu. Sedangkan model kisah
ﺔ رﻮ ا ﺔ
ا
al-qi
ṣṣ
atu al-us ţūriyyaţu, tidak ditemukan dalam Al-
Qur’an. Dalam menganalisis kisah Nabi Musa as versus Fir‘aun dalam Al-Qur’an
ini, penulis lebih menfokuskan pada
ﺔ ا
ﺔ رﺎ ا
al-qi
ṣṣ
atu al-t ārikhiyyatu
’model kisah sejarah’.
ﺔ ا
ﺔ رﺎ ا
al-qi
ṣṣ
atu al-t ārikhiyyatu ’model kisah sejarah’ adalah
suatu kisah yang menceritakan tokoh-tokoh sejarah tertentu seperti para nabi dan rasul dan beberapa kisah yang diyakini orang-orang terdahulu sebagai sebuah
realitas sejarah. Maksud dari model kisah ini adalah kisah dari kejadian sejarah yang benar-benar terjadi. Dengan demikian kita akan mengetahui cara Al-Qur’an
Universitas Sumatera Utara
menceritakan sebuah kejadian sejarah dan pendeskripsian tokoh-tokohnya, dengan tujuan untuk memberikan pelajaran dan petunjuk atau untuk menceritakan sebuah
realitas sejarah kepada generasi berikutnya. Khalafullah, 2002:101 Sementara itu Jaudah 1991:46 menambahkan satu model kisah lagi,
yaitu:
ﺔ ا
ﺔ ا
al-qi
ṣṣ
atu al-syakh
ṣ
iyyatu ‘model kisah tokoh’. Model kisah ini maksudnya adalah sebuah kisah dimana tokohnya menjadi poros utama
dalam kisah tersebut dan pengikat di antara tokoh-tokoh lainnya, juga antar semua peristiwa penting dalam kisah tersebut.
Setiap alur cerita sebuah kisah dalam Al-Qur’an disusun berdasarkan situasi dan tujuan kisah itu sendiri. Misalnya susunan alur kejadian yang ada
dalam kisah-kisah surat Al-Baqarah disesuaikan dengan tujuan dasarnya yaitu sebagai peringatan bagi kaum Yahudi atas nikmat Allah swt yang telah
dianugerahkan kepada mereka sebelumnya agar mereka mau mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw dan terdorong untuk masuk Islam. Maka dari itu, dalam
surat Al-Baqarah tidak ditemukan kejadian yang pernah dialami bangsa Yahudi secara runtut dan detail.
2.3.
ﺔ ﻘﻟا فﺪه
hadfu al-qi
ṣṣ
ati ’Tujuan Kisah’
Khalafullah 2002:162-164 mengatakan tujuan kisah dalam Al-Qur’an adalah :
a. Meringankan beban jiwa atau tekanan jiwa Nabi Muhammad saw dan orang-orang beriman.
Adakalanya beban yang diemban oleh para nabi sangat berat, seperti ucapan kasar orang-orang musyrik dan perilaku serta sikap mereka yang suka
mendustakan para nabi dan Al-Qur’an yang berarti juga mendustakan ajaran agama Allah.
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dimaksudkan untuk menghibur hati para nabi dan hati orang-orang yang beriman dan juga memotifasi sikap percaya diri
dalam diri mereka dan menumbuhkan ketenangan pada jiwa-jiwa mereka, sehingga hilanglah keraguan dan kegundahan yang membebani hati mereka,
dengan itu pula tumbuhlah sikap sabar dan istiqamah, sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
mengantarkan mereka meraih sebuah kemenangan atas orang-orang yang menentang.
Misalnya firman Allah swt dalam surat Huud ayat 110:
Wa laqad ātaynā mūsa al-kitāba fa ikhtulifa fīhi. Wa lawlā kalimatun
sabaqat min rabbika laqu
ḍ
iya baynahum. Wa innahum laf ī syakkin minhu
mur ībin ’Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kitab Taurat
kepada Musa, lalu diperselisihkan tentang kitab itu. Dan seandainya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Tuhanmu, niscaya telah ditetapkan
hukuman di antara mereka, dan sesungguhnya mereka orang-orang kafir Mekah dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap Al Quran.’
Ayat ini bertujuan untuk menghibur dan meringankan beban jiwa Nabi
Muhammad saw sewaktu beliau menghadapi tantangan terhadap Al-Qur`an oleh orang kafir Mekah. Allah menceritakan bahwa Taurat yang dibawa Nabi Musa as
dahulupun juga mendapat tantangan oleh orang-orang Yahudi. b. Menguatkan keimanan dan keyakinan terhadap akidah Islam,
sekaligus mengobarkan semangat berkorban baik jiwa maupun raga di jalan Allah swt.
Firman Allah swt dalam surat Al-Qashash ayat 3-4:
Natl ū ‘alaika min naba`i mūsā wa fir‘auna bi al-
ḥ
aqqi li qawmin yu`min
ūna.3 Inna fir‘auna ’alā fī al-ar
ḍ
i wa ja‘ala ahlah ā syia‘ān
yasta
ḍ
‘ifu ţā`ifatan minhum yużabbi
ḥ
u abn ā’ahum wa yasta
ḥ
y ī nisā’ahum.
Innah ū kāna mina al-mufsidīna ‘Kami bacakan kepadamu Muhammad
Universitas Sumatera Utara
sebagian dari kisah Nabi Musa dan Fir‘aun dengan benar bagi orang-orang yang beriman.3 Sesungguhnya Fir‘aun telah berbuat sewenang-wenang
di muka bumi dan menjadikan penduduknya terpecah belah, dengan menindas sebagian dari mereka dan membiarkan anak-anak perempuan
mereka. Sesungguhnya Fir‘aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.4’
Ayat di atas bertujuan untuk menguatkan keimanan dan keyakinan kepada Allah swt karena apabila tidak mengikuti petunjuk-Nya, maka akan menerima
hukuman seperti yang diterima oleh Fir‘aun dan kaumnya yang ingkar dan berbuat kerusakan.
Al-Qur’an adalah cahaya dan petunjuk. Sebagian isi Al-Qur’an menjelaskan tentang permisalan yang terdapat pada setiap surat dan ayat-ayatnya.
Kilauan mutiara pemisalan yang ada di dalamnya seakan-akan hadir dan begitu nyata dalam kehidupan kita. Sehingga bagi orang yang hatinya hidup,
pendengarannya tidak tuli, dan matanya tidak buta, Allah akan memudahkan baginya untuk mengambil pelajaran. Sungguh, benar- benar dalam kisah-kisah
para nabi terdapat ibrah cerminan hidup bagi orang-orang yang memiliki mata hati
ūlu al-bab.
Universitas Sumatera Utara
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN