2.1.4 Permasalahan-Permasalahan dan Faktor-Faktor Pembatas PMDH
Menurut Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia APHI dalam Pujo 1997 permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan IUPHHK-HA Bina Desa
Hutan : 1
Tidak semua IUPHHK-HA mempunyai atau berdekatan dengan perkampungan.
2 Tidak semua bentuk perambahan hutan atau perladangan berpindah di
areal berhutan murni dilakukan oleh masyarakat asli setempat. 3
Pembangunan dan perubahan yang menyangkut adat kebiasaan memerlukan waktu dan proses yang lama.
4 Permasalahan yang ada harus diatasi sangat luas dan kompleks karena
menyangkut berbagai aspek kehidupan dengan kondisi sosial ekonomi yang kurang memadai dan keterbatasan sarana serta prasarana umum.
Menurut Dirjen RRL dalam Pujo 1997, adapun permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembinaan masyarakat desa hutan, antara lain:
1 Kondisi masyarakat yang akan dibina pada umumnya masih
memperlihatkan kehidupan dan kelompok-kelompok kecil dengan jarak pemukiman antar kelompok yang cukup berjauhan, serta tingkat
pendidikan dan pola pikir yang masih rendah. 2
Para pemegang IUPHHK-HA masih belum sepenuhnya menaruh perhatian terhadap kegiatan PMDH disamping adanya keterbatasan kemampuan
sebagian IUPHHK-HA. 3
Adanya kekurangan tenaga ahliberpengalaman yang sesuai dengan bidang tugas yang diperlukan untuk melaksanakan atau memberikan penyuluhan
maupun bimbingan teknis dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan.
2.2 Struktur Sosial Budaya dan Strategi Pembangunan Desa
Struktur sosial merupakan pola hubungan sosial yang terpola secara permanen dalam ruang dan waktu, dengan segenap atribut sosial budaya yang
menyatu dalam masyarakat itu. Proses pembangunan pedesaan yang ditujukan untuk masyarakat lokal, sangat tergantung pada kesiapan sosial budaya dari
masyarakat itu dalam mendukung proses tersebut. Konteks kesiapan sosial budaya itu membuat struktur sosial dari masyarakat menjadi faktor penting untuk
mewujudkan keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan desa Soetrisno, 1990.
Masyarakat lokal yang hidup di hutan-hutan di luar Jawa ini sebagian besar masyarakat peladang dan juga pekebun atau pengumpul hasil hutan. Sistem
pertanian dengan sistem ladang atau sistem tebas dan bakar, dimana pohon-pohon ditebang dan dibakar sehingga tanah bisa ditanami tanpa pembajakan disebut
pertanian ladang shifting cultivation. Corak bercocok tanam tersebut muncul di tempat-tempat, dimana tanah ditutupi hutan, biasanya di daerah tropis, dan
dimana kesuburan tanah merosot dengan cepat sesudah ditanami. Tanah yang dibuka tersebut setelah ditanami beberapa musim, dan sesudah kesuburan
tanahnya menurun dan rumput merajalela, kemudian bidang-bidang tanah ditinggalkan untuk mencari tanah baru. Hak atas tanah didasarkan atas adat suku
atau masyarakat setempat. Tanah itu menjadi miliknya karena ia telah membukanya atau karena ia telah mengusahakannya terus-menerus, dan akan
menjadi miliknya selama ia masih menggunakannya Mosher, 1987. Berdasarkan kondisi sosial ekonomi budaya tersebut, rekayasa kegiatan
pembangunan atau kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan hendaknya dapat memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Ada atau sudah dikenal masyarakat, sehingga segera dapat berjalan dengan
lancar, karena sejalan dengan dinamika sosial ekonomi budaya setempat. 2.
Mempunyai potensi sumber-sumber produksi yang memadai atau kalaupun belum memadai sumber-sumber tersebut masih dapat
dikembangkan. 3.
Mempunyai potensi pasar yang memadai atau dapat dikembangkan. 4.
Sejalan dengan kepentingan pelestarian sumberdaya, khususnya sumberdaya hutan dan pelestarian lingkungan hidup setempat, sejalan
dengan kebijaksanaan pembangunan nasional dan berbagai kepentingan hubungan internasional.
Pengembangan kegiatan pembangunan desa meliputi kegiatan-kegiatan penyuluhan, pembinaan, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, peningkatan
pendidikan dalam arti luas, kesehatan, peningkatan keterampilan teknis manajemen, leadership dan pengembangan teknologi tepat guna. Dalam
pengembangan kegiatan tersebut di samping perlu ditunjang dengan penyediaan sarana dan prasarana produksi, permodalan, fasilitas kelembagaan ekonomi
seperti pasar, juga diperlukan penciptaan iklim atau tatanan politik, ekonomi dan sosial budaya yang mendukung Soehoed, 1992.
Mosher 1987 menyatakan bahwa dalam pembangunan masyarakat pedesaan, diperlukan lima macam tindakan pemerintah yang dapat menjamin
petani menguasai tanah mereka secara efektif dan memungkinkan bertani efisien. Kelima tindakan tersebut yaitu pemetaan tanah dan pendaftaran hak milik
pemagaran tanah untuk menghindarkan penggembalaan sewenang-wenang, penyatuan pemilikan tanah yang terpencar-pencar, redistribusi tanah untuk
membentuk satuan-satuan manajemen yang efisien; dan pengubahan syarat-syarat penyakapan.
Selanjutnya dalam rangka mempercepat pembangunan pedesaan perlu memperhatikan syarat-syarat pokok dan faktor-faktor pelancar pembangunan
pertanian Mosher, 1987. Syarat-syarat pokok pembangunan pertanian meliputi: 1. Pasar untuk hasil-hasil pertanian.
Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan produksi hasil- hasil usahatani. Untuk menampung hasil-hasil tersebut harus tersedia pasar serta
harga yang menguntungkan untuk membayar kembali pengorbanan dan daya upaya yang telah dikeluarkan oleh petani sewaktu memproduksinya. Tanpa
adanya pasar dan harga yang kompetitif ini maka petani akan sulit untuk menerima
atau mengembangkan
inovasiperubahan-perubahan dalam
berusahatani sehingga proses pembangunan pun akan tersendat-sendat. 2. Teknologi yang selalu berubah.
Untuk dapat meningkatkan produksi pertanian harus tersedia teknologi atau cara-cara yang baik, seperti cara-cara penebaran benih, pemeliharaan
tanaman, pemungutan hasil, pemeliharaan ternak dan sebagainya. Termasuk di dalamnya benih unggul, pupuk, obat-obatan hamapenyakit, obat-obatan ternak
dan lain-lain, termasuk juga diversifikasi dalam pengelolaan usahataninya. Teknologi yang berubah-ubah ini sangat diperlukan untuk menjamin
keberlangsungan proses pembangunan. 3. Tersedianya bahan-bahan dan alat produksi
Dalam penerapan suatu inovasiteknologi diperlukan penggunaan bahan- bahan dan alat-alat produksi yang khusus untuk petani. Alat-alat dan bahan-bahan
produksi tersebut harus tersedia dan dapat diperoleh dengan mudah di berbagai tempat serta dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan petani. Sehingga
para petani tersebut dapat memenuhi kebutuhannya untuk meningkatkan produksi pertanian.
4. Perangsang produksi bagi petani Petani mau menerapkan suatu inovasiteknologi baru apabila ada harapan
akan diperolehnya keuntungan bagi dirinya dan keluarganya. Perangsang yang dapat secara efektif mendorong petani tersebut terutama hal-hal yang bersifat
ekonomis antara lain relasi harga yang menguntungkan, pembagian hasil yang wajar untuk petani penyakap dan tersedianya barang dan jasa yang diperlukan
oleh para petani dan keluarganya. 5. Pengangkutan
Pengangkutan merupakan faktor kunci dalam proses pembangunan pertanian. Pengangkuatan ini diperlukan untuk membawa alat-alat dan bahan-
bahan produksi usahatani serta membawa hasil-hasil pertanian ke konsumen di pusat-pusat pemasaran lokal maupun kota besarkecil. Tanpa adanya sarana dan
jaringan pengangkutan yang efisien dan murah, ke tempat syarat mutlak di atas tidak mungkin dapat diadakan secara efektif.
2.3 Ekonomi Rumah Tangga Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan