4.1.6. Kualitas Air
Selama uji in vivo berlangsung dilakukan pengukuran kualitas air pada awal dan akhir pengamatan meliputi pengukuran suhu, pH, oksigen terlarut dan
total amoniak nitrogen. Data kisaran kualitas air selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Tabel. 3 berikut ini.
Perlakuan Kisaran Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharaan
Suhu °C pH
DO mgl NH3-N mgl
Kontrol Negatif 25-27
6,93-7,54 4,10-6,15
0,016-0,041 Kontrol Positif
25-27 6,98-7,50
4,10-6,11 0,009-0,035
Pengobatan 25-27
6,67-7,61 4,16-6,54
0,012-0,043 Pencegahan
25-27 6,54-7,45
4,90-6,49 0,015-0,046
Kandungan oksigen terlarut mgl pada semua perlakuan selama penelitian berlangsung masih berada dalam batas toleransi yaitu lebih dari 3 mgl.
Dimana menurut Allen 1976 dalam Stickney 1993, ikan Channel catfish yang dipelihara dalam tangki, kadar oksigen terlarut yang direkomendasikan minimal 3
mgl. Suhu °C pada semua perlakuan berkisar antara 25-27°C, hal ini masih
berada dalam batas toleransi ikan lele. Ikan Channel catfish akan tumbuh lebih cepat pada kisaran suhu air antara 26-30ºC Andrews et al., dalam Stickney,
1993. Kisaran nilai pH pada semua perlakuan masih berada dalam batas toleransi
ikan lele. Nilai pH amat mempengaruhi proses bio-kimiawi perairan misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Kandungan pH yang paling baik
berkisar antara 6,5-8,5 Walsh, 1986. Kandungan amoniak nitrogen TAN pada semua perlakuan masih berada
dalam batas toleransi ikan lele. Menurut Effendi 2003 kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mgl.
4.2. Pembahasan 4.2.1. Respon Makan dan Pertumbuhan Bobot
Berdasarkan hasil uji in vivo pada perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan pengobatan dan perlakuan pencegahan memiliki respon makan
yang cukup baik sebelum dilakukan penyuntikan. Namun sesaat setelah dilakukan penyuntikan PBS untuk kontrol negatif dan bakteri A. hydrophila untuk kontrol
positif, perlakuan pengobatan dan perlakuan pencegahan respon nafsu makan ikan mulai menurun. Ikan lele pada perlakuan kontrol negatif mulai makan secara
normal pada hari ke-10 hingga akhir pengamatan. Ikan pada perlakuan pencegahan mulai memiliki respon nafsu makan secara normal kembali pada hari
ke-11. Ikan pada perlakuan pengobatan mulai makan secara normal pada hari ke- 13, sedangkan ikan pada kontrol positif mulai makan secara normal pada hari ke-
14. Menurunnya respon nafsu makan pada ikan dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada kegiatan metabolisme di dalam tubuh ikan akibat penyuntikan.
Pada perlakuan kontrol positif, pengobatan dan pencegahan menurunnya respon nafsu makan ikan dapat diakibatkan karena terjadinya kerusakan organ dalam
berupa pembengkakan atau peradangan pada hati,ginjal dan empedu pasca penyuntikan bakteri A. hydrophila. Menurut Kabata 1985 bahwa respon nafsu
makan ikan yang rendah merupakan salah satu gejala infeksi bakteri A. hydrophila. Bakteri A. hydrophila dapat menyebabkan pendarahan pada organ hati
Runnels et al., 1985. Hati merupakan salah satu organ target A. hydrophila, dimana terganggunya hati dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme tubuh
Cipriano et al., 1984. Hati merupakan pusat metabolisme tubuh, kerena di dalam organ hati glikogen dan lemak disimpan. Hati menghasilkan cairan empedu
sebagai emulsifikator lemak yang berperan penting dalam proses pencernaan makanan sehingga lemak dapat diserap oleh dinding usus Lagler et al., 1977
yang berfungsi sebagai metabolisme karbohidrat, lemak dan protein Affandi dan Tang, 2002. Absorpsi makanan di dalam usus dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu
kondisi permukaan usus, motilitas usus serta keterlibatan enzim pencernaan. Penurunan fungsi saluran pencernaan yang terjadi secara fisiologis, tidak
mempunyai dampak pada proses absorpsi zat makanan, sehingga tidak menyebabkan malnutrisi. Malnutrisi terjadi apabila penurunan fungsi saluran