Sejarah TQN Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah TQN

bertindak sebagai mursyid yang tidak terikat kepada mursyid yang lain, dengan demikian berdirilah kemursyidan baru yang independent. 57 Syekh Abd. Karim Banten merupakan Syekh terakhir yang secara nyata masih menyatukan pucuk pimpinan seluruh tarekat ini. Paling tidak pengarahannya masih dipatuhi oleh sesama khalifah Syekh Ahmad Khatib. Namun setelah ia wafat, tarekat ini terpecah menjadi cabang-cabang yang satu dengan yang lainnya tidak lagi saling bergantung. 58 Khalifah Syekh Ahmad Khatib yang ada di Cirebon yaitu Syekh Thalhah yang mengembangkan tarekat ini secara mandiri. Kemursyidan yang telah dirintis oleh Syekh Thalhah kemudian dilanjutkan oleh khalifahnya, Abdullah Mubarak Ibn Nur Mubarak. Dia kemudian menyebarkan tarekat ini didaerah Tasikmalaya Suryalaya, sebagai basisnya didirikanlah Pondok Pesantren Suryalaya, dan belakangan nama beliau lebih dikenal dengan Abah Sepuh. Kepemimpinan tarekat yang berada di Suryalaya ini setelah meninggalnya Abah Sepuh digantikan Abah Anom. Ia adalah putra Abah Sepuh yang bernama Shahibul Wafa Tajul Arifin. Beliau memimpin pesantren dan tarekat ini sampai sekarang. Dibawah kepemimpinan Abah Anom ini tarekat qadiriyah wa Naqsabandiyah berkembang sangat pesat. Beliau mempunyai wakil talqin yang cukup banyak dan tersebar di tiga puluh lima daerah, termasuk dua diantaranya Singapura dan Malaysia. 59 Di Banten, khalifah Syekh Abd. Karim yang utama tampaknya adalah Kiai Asnawi Caringin w. 1937. Dalam konteks pemberontakan 1888 memang disebut beberapa nama-nama lainnya, seperti Kiai Arsyad Thowil, Kiai Arsyad Qadir dan Syekh Marzuqi, namun tidak jelas apakah mereka betul-betul khalifah atau badal saja, yang boleh memimpin dzikir tetapi tidak boleh membaiat murid baru. Dan setelah pemberontakan mereka dibuang ke Indonesia bagian timur oleh Pemerintah Hindia Belanda. Kiai Asnawi lebih muda dari pada Kiai-kiai yang disebutkan tadi, ia pulang dari Makkah menjelang penghujung abad ke-19 dan kelak dalam dasawarsa-dasawarsa 57 Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat indonesia, sebagaimana yang dikutip oleh Sururin, Perempuan dalam duni Tarekat, Studi tentang Pengalaman Beragama Perempuann Anggota Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, h.83 58 Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat indonesia, h. 93 59 Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat indonesia, sebagaimana yang dikutip oleh Sururin, Perempuan dalam duni Tarekat, Studi tentang Pengalaman Beragama Perempuann Anggota Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, h.84 berikutnya menjadi ulama’ yang berpengaruh di Banten. Dalam batas tertentu, kharismanya yang besar telah dimanfaatkan oleh para perancang pemberontakan “komunis” di Banten pada tahun 1926. Salah satu putra Kiai Asnawi K.H. Khozim lahir th.1912 masih hidup dan mengajar Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Menes dekat Labuan. Menurut pengakuan Kiai Kozhim, ayahnya hanya memiliki satu orang khalifah dengan ijazah penuh, yaitu Kiai Ahmad Suhari di Cibeber Cilegon. Kiai kozhim sendiri tidak pernah diberi ijazah oleh ayahnya, ia belakangan dilantik sebagai khalifah oleh Kiai Ahmad Suhari. Pada saat ini, Kyai Kozhim adalah guru Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang paling berpengaruh di Banten. Wakil Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang paling dikenal hingga belum begitu laam berselang di Banten adalah Kyai Amin dari Cibuntu, dekat Pandeglang wafat menjelang akhir tahun 1988. Ia sangat masyhur karena kemampuannya menyembuhkan penyakit dan melakukan berbagai pekerjaan lain dengan memakai kekuatan ghaib, dan ramai dikunjungi orang baik dari daerah sekitarnya maupun dari tempat-tempat yang jauh untuk memohon pertolongannya. Ia adalah kemenakan dari Kyai Asnawi dan belajar dasar- dasar tarekat mula-mula sekali dari pamannya. 60 Pusat penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang tidak kalah pentingnya adalah Pondok Pesantren Futuhiyah Mranggen, Jawa Tengah. Tarekat ini berkembang melalui Syekh Abd. Karim al-Bantani, K.H. Ibrahim al-Brunggungi adalah khalifah Syekh Abd. Karim yang membawa tarekat ini ke wilayah Jawa Tengah, beliaubertindak sebagai mursyid yang mandiri. KH. Muslih adalah putra KH. Abdurrahman pendiri Pondok Pesantren Futuhiyah ini berbaiat kemursyidan kepada KH. Ibrahim dan KH. Abdurrahman Menur bukan ayahnya. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah berkembang sangat pesat dibawah kemursyidan KH. Muslih Ibn Abdurrahman, karena beliau memberikan kelonggaran dan kebebasan kepada para khalifahnya untuk mandiri. Khalifah yang mandiri ini disebut khalifah kubra. Bahkan melalui beliau banyak para kiai yang akhirnya menjadi mursyid dan mengembangkan 60 Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat indonesia, h. 95 tarekat ini, khususnya di Jawa Timur. Setelah KH. Muslih, estafet kepempinan tarekat ini dipegang putranya, M. Luthfi Hakim sampai saat ini. 61 KH. Muslih menulis beberapa risalah yang ternyata dibaca secara luas, dan iapun dihormati oleh syekh-syekh tarekat lainnya di Jawa, bahkan oleh mereka yang bukan muridnya. KH.Muslih memiliki garis keguruan ganda dengan Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Dalam tulisan-tulisannya sendiri, ia lebih mengutamakan garisnya yang ke Banten, dari Abd. Karim melalui Kiai Asnawi Banten dan Kiai Abd Al-Lathif al-Banteni. 62 Adapun di Jawa timur pusat penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang paling besar adalah Pondok Rejoso Jombang. Disini Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah menyebar keberbagai penjuru tanah air, bahkan sampai keluar negri. Berjuta-juta orang di Indonesia telah masuk tarekat ini melalui silsilah kemursyidan yang ada disini. Menurut penjelasan para khalifah KH. Ahmad Dimyati Romli, pengikut tarekat ini ada di 27 provinsi dan sampai hampir ke setiap kecamatan yang keseluruhan anggotanya diperkirakan 20 juta. Tarekat ini berkembang melalui Syekh Ahmad Hasybu, Khalifah syekh Ahmad Khatib yang berasal dari Madura, tetapi beliau juga tinggal di Mekkah hingga wafatnya. Tarekat ini dibawa ke Jombang oleh KH. Kholil dari Madura, beliau menantu KH. Romli Tamim. Setelah KH. Kholil wafat 1937 kepemimpinan tarekat dilanjutkan oleh iparnya, KH.Romli Tamim yang sebelumnya menerima ijazah irsyad langsung dari KH. Kholil yang memungkinkannya menjadi mursyid. Padamasa KH. Romli Tamim Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyahmulai berkembang melalui jaringan alumni Pesantren Darul Ulum. Kepemimpinan KH. Romli Tamim w.1958 kemudian diteruskan oleh Kiai Muata’in Romli dan KH. Utsman al-Ishaqi an nadi. Kiai Utsman kemudian pindah ke Sawahpulo, Surabaya dan diteruskan, putranya Kiai Asrori Utsman yang kemudian mendirikan Pesantren al-Fithroh. Ketika Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Rejoso di pimpin Kiai Musta’in 61 Sururin, Loc. cit, h.84 62 Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat indonesia, h. 96 Romli, tarekat ini menunjukkan perkembangan yang pesat. Pada masa kepemimpinan ini terjadi kegoncangan ditubuh Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Jawa Timur, karena KH. Musta’in menyeberang dan mengarahkan “umatnya” untuk berafiliasi ke Golkar pada tahun 1977, kebijakan ini membawa dampak pada perpecahan, banyak para khalifah Kiai Musta’in yang kemudian murfaraqah, sehingga beberapa diantaranya bertindak sebagai mursyid dengan baiat kemursyidan kepada KH. Muslih Ibn Abdurrahman. Peristiwa ini yang menyebabkan lahirnya keputusan pengurus wilayah NU Jawa Timur untuk mengangkat mursyid di setiap Kabupaten atau daerah tingkat II, dan lahirnya Jam‟iyyah Ahli Thariqah al-Mu‟tabarah al- Nahdliyah. Sementara, setelah Kiai Musta’in wafat, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Rejoso ini dipimpin oleh KH. Rifa’i Romli yang menerima ijazah isyarat dari saudaranya Kiai Musta’in Romli. Kepempinan tarekat ini kemudian dilanjutkan oleh KH. A. Dimyati Romli hingga sekarang. 63 Apabila kita melihat perkembangan tarekat ini di wilayah Bandung, sejak awal pertumbuhannya, khususnya di wilayah Kotamadya Bandung, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah terus berkembang sedemikian luas hingga mampu menyentuh berbagai lapisan sosial serta diterima berbagai lapisan masyarakat yang tingkat kemampuan pengetahuan keagamaannya relatif awam, meskipun dalam bidang pengetahuan lainnya, ada kecenderungan sebaliknya, yaitu memiliki latar belakang yang relatif tinggi. Dianatara orang-orang Sunda di Jawa Barat, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah pun berkembang pesat, khussunya di Kabupaten Bogor dan Cianjur. Jumlah pengikutnya tampaknya telah membengkak luar biasa disini setelah letusan Gunung Krakatau yang mengejutkan itu pada tahun1883, yang menimbulkan harapan-harapan akhir zaman diseluruh Jawa Barat. 64 63 Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat indonesia, sebagaimana yang dikutip oleh Sururin, Perempuan dalam duni Tarekat, Studi tentang Pengalaman Beragama Perempuann Anggota Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, h.85 64 Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat indonesia, h. 107

b. Ajaran-ajaran TQN

Pada dasarnya pengamalan ajaran dan ritual dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah itu wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang telah dibaiat tanpa mengenal perbedaan jenis kelamin. Mengingat didalam ajaran islam sangatmenjunjung tinggi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, maka keduanya senantiasa mendapatkan tempat dan kesempatan yang sama untuk mendekatkan diri pada Allah, hingga sampai pada tingkatan ma‟rifatullah. Secara hakiki tarekat merupakan metode untuk taqarrub mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam upaya pendekatan tersebut sudah barang tentu setiap tarekat memiliki cara khusus yang dipandang paling efektif dan efisien oleh Syekh mursyid maupun pengikutnya. Demikian pula ajaran dasar Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah bertujuan untuk mendapatkan jiwa yang bersih dengan jalan tazkiyat al-nafs. Dengan bersihnya jiwa dari berbagai macam penyakit akan secara otomatis menjadikan seseorang dekat kepada Allah SWT. 65 Mengenai ajaran dasar Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah setidaknya ada empat, yakni : Kesempurnaan suluk, Adab para murid, Dzikir, dan Muraqabah. 66 Berikut ini adalah penejlasan dari keempat ajaran tersebut : a Kesempurnaan Suluk Ajaran yang sangat ditekankan dalam ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah adalah suatu keyakinan bahwa kesempurnaan Suluk merambah jalan kesufian, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, adalah jika berada dalam tiga dimensi keislaman, yaitu : islam, iman dan ihsan. Akan tetapi ketiga term tersebut biasanya dikemas dalam suatu ajaran trhree in one yang sangat populer dengan istilah, syari’at, tarekat dan hakikat. Syariat adalah dimensi perundang-undangan dalam islam. Ia adalah ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’ Allah, melalui Rasul- Nya Muhammad SAW. Baik yang berupa perintah maupun larangan. Tarekat merupakan dimensi pengamalan syar’at tersebut. Sedangkan hakikat adalah dimensi penghayatan, dalam pengamalan tarekat 65 Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat indonesia, sebagaimana yang dikutip oleh Sururin, Perempuan dalam duni Tarekat, Studi tentang Pengalaman Beragama Perempuann Anggota Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, h.86 66 Kharisudin Aqib, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa naqsabandiyah, h. 60 tersebut. Dengan penghayatan atas pengamalan syar’at tersebut, maka seseorang akan mendapatkan manisnya iman yang disebut dengan ma‟rifat. 67 Dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah diajarkan bahwa seorang salik tidak mungkin dapat berhasil tanpa memegangi syari’at, melaksanakan tarekat dan menghayati hakikat. Ia tidak akan mendapatkan ma‟rifat kepada Allah, tanpa berada dalam syari’at dan masuk dalam tarekat. Setiap anggota Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah berkeyakinan bahwa tarekat diamalkan justru harus dalam rangka menguatkan syari’at. Karena bertarekat dengan mengabaikan syari’at, ibarat bermain diluar sistem. Tidak mungkin mendapatkan sesuatu darinya, kecuali kesia-siaan. Ia tidak mungkin mendapatkan hakikat yang hakiki. Pemahaman samacam ini biasa digambarkan dengan sebuah lingkaran, itulah syari’at. Dan jari-jari yang menghubungkan antara lingkaran dengan porosnya adalah tarekat. Sedangkan titik poros itulah pusat pencarian yaitu hakikat. 68 Jadi dalam tarekat ini diajarkan, bahwa seorang salik orang yang meniti jalan kesufian, dalam rangka mendapat ma‟rifat billah, tidak mungkin dapat berhasil tanpa memegangi syari’at, melaksanakan tarekat dan mengahayati hakikat. Seorang isalik tidak mungkin melepaskan ketiga dimensi keislaman itu. Ia tidak akan mendapatkan ma‟rifat kepada Allah, tanpa berada dalam syari’at dan masuk daalm tarekat. Dari penggambaran atas pemahaman-pemahaman tersebut, dapat dikatakan, bahwa suluk adalah upaya atau proses untuk mendapatkan ma‟rifat kepada Allah SWT, dan mendekatkan diri kepada-Nya yang dilakukan dalam sebuah sistem yang telah ditetapkan oleh Allah melalui Rasul-Nya. 69 b Adab para murid 67 Ibid, h.62 68 Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat indonesia, sebagaimana yang dikutip oleh Sururin, Perempuan dalam duni Tarekat, Studi tentang Pengalaman Beragama Perempuann Anggota Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, h.89 69 Kharisudin Aqib, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa naqsabandiyah, h. 63 Kitab yang sangat populer dikalangan sunni dan menjadi rujukan bagi sebagian besar tarekat yang ada termasuk tarekat qadiriyah wa naqsabandiyah adalah Tanwir al- Qlulub fi mu‟ammalati „allam al-Guyub, karya Muhammad Amin al-Kurdi dan kitab al-Anwar al-Qudsiyah, karya seorang sufi yang terkenal, Syekh Abdul Wahhab al- Sya’rani, di samping kitab karya pendiri tarekat Qadiriyah sendiri Syekh Abd. Qadir al-Jailani, yang berjudul al-Gunyah li Talibi Tariq al-Haq. Didalam ketiga kitab tersebut, diuraikan panjang lebar tentang adab bagi para murid orang-orang yang menghendaki “bertemu” Tuhan. Dalam kitab tersebut dijelaskan betapa pentingnya memperbaiki adab, dan ini merupakan unsur ajaran pokok yang ada dalam madzhab tasawuf. Secara garis besar seorang murid salik ataupun ahli tarekat, harus menjaga empat adab yaitu : Adab kepada Allah, kepada Syekh Mursyid dan Guru, kepada Ikhwan, dan adab kepada diri sendiri 1 Adab kepada Allah Seorang murid harus senantiasa menjaga adab lahir dan batin dengan sebaik-baiknya. Demikian juga adabnya kepada Allah. Dan diantara adab murid kepada Allah SWT adalah mensyukuri semua karunia dan pemberian Allah atas dirinya dalam setiap waktu dan kesempatan, serta senantiasa menjaga kesadaran untuk bersyukur dan tidak melupakannya. 70 Setiap ahli Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dalam mendekatkan diri kepada Allah harus selalu menjaga adabnya, manakala berdo’a atau bermunajat kepada-Nya. Kemudian pada saat memohon kepada Allah harus memastikan dalam kondisi suci lahir batin, kesucian yang bersifat lahiriah dengan memastikan suci busana dan tempatnya. Sedangkan kesucian batiniah meliputi segala sesuatu yang dikonsumsi harus dari barang yang halal, karena dengan suci batin ini akan memiliki kekuatan besar untuk mencapai hati yang terang tanwirul qulub. 71 70 Ibid, h.66 71 Martin Van Bruinessen, Tarekat Masyarakat indonesia, sebagaimana yang dikutip oleh Sururin, Perempuan dalam duni Tarekat, Studi tentang Pengalaman Beragama Perempuann Anggota Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, h. 90 Juga termasuk adab seorang murid kepada Tuhan-Nya adalah tidak bersembunyi dari seseorang, kecuali karena uzur. Tidak menunda pemberian kepada orang yang meminta pada waktu lain. Tidak sekali-kali menolak orang yang meminta-minta, kecuali karena hikmah, bukan karena kikir dan bakhil. Berusaha mengeluarkan kecenderungannya kepada selain Allah dari dalam hati. Mengutamakan kepentingan saudaranya sesama muslim dengan apa yang dimilikinya. Menjauhi sesuatu yang diagungkan diperebutkan oleh kebanyakan manusia, termasuk didalamnya adalah berbuat yang tidak jelas hukumnya. 72 2 Adab kepada Mursyid Adab kepada mursyid Syekh merupakan ajaran yang sangat prinsip dalam tarekat, bahkan merupakan syarat dalam riyadat seorang murid. Disamping itu juga diyakini para ahli tarekat bahwa ada 3 hal yang dapat mengantarkan seseorang dapat wusul sampai kepada Allah dalam arti ma‟rifat, yaitu dzikr sirri dan dzikr khafi dzikir dalam hati, muraqabah kontemplasi, dan senantiasa hadir , rabitah dan khidmad kepada mursyidnya. 73 Diantara kitab pegangan murid tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah ada yang menyebutkan secara rinci tentang adab seorang murid kepada syekhnya. Adab tersebut dirumuskan secara terperinci dalam sepuluh point, yaitu : a Seorang murid harus memiliki keyakinan bahwa maksud dan tujuan suluknya tidak mungkin berhasil tanpa perantara gurunya. b Seorang murid harus pasrah, menurut dan mengikuti bimbingan guru dengan rela hati, serta harus melayani guru dengan rasa senang, rela dan ikhlas hatinya hanya karena Allah. c Apabila seorang murid berbeda pendapat dengn guru, baik dalam masalah kulliyat maupun juziyat, masalah ibadat maupun adab, maka murid harus mutlak mengalah dan menuruti pendapat gurunya karena menentang guru itu menghalangi berkah dan menjadi sebab su‟ul khatimah. 72 Kharisudin Aqib, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa naqsabandiyah, h. 67 73 Ibid, h. 68

Dokumen yang terkait

Tarekat tijaniyah di Pondok Pesantren Al-Umm dan pengaruhnya dalam kehidupan ekonomi di Cempaka Putih Ciputat

3 24 92

Tasawuf dan perubahan sosial di Cirebon: kontribusi tarekat syattariyah terhadap perkembangan institusi keraton, pondok pesantren, dan industri batik

5 125 0

METODE ZIKIR TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH PONDOK PESANTREN AL-MANSHUR KLATEN Metode Zikir Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Pondok Pesantren Al-Manshur Klaten.

1 7 11

METODE ZIKIR TAREKAT NAQSYABANDIYAH KHALIDIYAH PONDOK PESANTREN AL-MANSHUR KLATEN Metode Zikir Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Pondok Pesantren Al-Manshur Klaten.

2 5 10

PERAN PONDOK PESANTREN TERHADAP PENDIDIKAN DAN KESEJAHTERAAN Peran Pondok Pesantren Terhadap Pendidikan Dan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Pondok Pesantren Baitul Musthofa Mojosongo, Jebres, Surakarta).

0 1 17

PERAN PONDOK PESANTREN MA’AHID KUDUS DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN MASYARAKAT Peran Pondok Pesantren Ma’ahid Kudus Dalam Meningkatkan Pendidikan Masyarakat (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Ma’ahid Kudus).

0 1 14

Dinamika Sufi Tarekat Naqsyabandiyyah di Kota Padang 1084 - 2008.

0 1 6

DINAMIKA PSIKOLOGIS TAFAKUR PADA ANGGOTA THARIQAH QADIRIYYAH WA NAQSYABANDIYYAH DI Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 33

PERAN PENDIDIKAN TARIKAT QADIRIYYAH WA NAQSABANDIYAH: STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN DARUL FALAH PAGUTAN MATARAM

0 0 19

PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF PADA TAREKAT QADIRIYYAH WA NAQSYABANDIYYAH DI PONDOK PESANTREN SURYABUANA DUSUN BALAK DESA LOSARI KECAMATAN PAKIS KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 SKRIPSI

0 1 181