Fakta kerusakan alam dan Isu Global
8. 7. Fakta kerusakan alam dan Isu Global
Permasalahan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan pencemaran udara, menjadi isu global karena meliputi seluruh permukaan bumi. Tidak ada satu bangsa dan Negara pun yang dapat menghindari dari dampak tersebut. Masalah lingkungan juga berkaitan dengan ekonomi global sehingga merupakan masalah yang rumit. Karena kerumitan tersebut dan sifatnya yang global, penanganan masalah lingkungan membutuhkan solidarisasi dan kerjasama antara bangsa.
Permasalahan lingkungan tidaklah bertentangan dengan pembangunan, bahkan pembangunan dibutuhkan untuk mengatasi masalah lingkungan, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Tata ekonomi dunia saat ini merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan. Misalnya, untuk membayar kembali hutangnya dan untuk mengingatkan pembangunan, negara-negara yang sedang berkembang terpaksa harus mengekploitasi sumber dayanya secara membabi-buta sehingga akan semakin memperparah rusaknya lingkungan negara- negara tersebut.
Sistem proteksionisme di negara maju juga mempunyai dampak yang sama, karena mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar pada negara-negara sedang berkembang. Dengan demikian, baik kerena sifat masalah lingkungan yang global maupun karena keterkaitannya dengan ekonomi dunia yang telah mengalami globalisasi, masalah lingkungan pun kini bersifat global. Tidak ada satu negara pun di dunia yang dapat menangani masalah lingkungan sendiri tanpa campur tangan negara lain, walaupun sebagai negara adikuasa. Untuk menangani masalah lingkungan dibutuhkan solidaritas dunia, karena sifatnya yang global dan berkaitan pada perekonomian global.
Masalah lingkungan yang menjadi isu global antara lain pemanasan global, lubang ozon dan hujan asam.
8.7.1. Pemanasan global.
Pemanasan global sangat besar dampaknya bagi lingkungan. Dampak tersebut berupa perubahan iklim di bumi dan naiknya permukaan air laut. Diperkirakan, akan terjadi peningkatan curah hujan pada suatu daerah sementara di daerah lain akan sangat kekurangan curah hujan. Hal itu tentu akan mengacaukan sistem pertanian. Selain itu, frekuensi dan intensitas badai topan akan meningkat.
Naiknya permukaan air laut akan mengakibatkan tenggelamnya daerah dataran rendah, meningkatnya erosi pantai (abrasi), meningkatnya intrusi air laut. Pemanasan global umumnya diakibatkan oleh adanya gas rumah kaca (GRK), yaitu uap air (H 2 O), Karbondioksida (CO 2 ), Metana (CH 4 ), Dinitrogen oksida (N 2 O) dan Clorofluorocarbon (CFC) di atmosfer. Untuk mengurangi bahaya pemanasan global, emisi GRK harus dikendalikan. Usaha itu meliputi penghematan energi pada industri, transportasi dan rumah tangga, pendauran ulang CO 2 dengan menggunakan energi biomassa dan pengembangan energi yang tidak menghasilkan CO 2 (energi
angin, energi surya atau energi alternatif).
8.7.1.1. Gas Rumah Kaca
Di samping uap air dan CO 2 , terdapat GRK lain, yaitu metana (CH 4 ), Ozon (O 3 ), Dinitrogen oksida (N 2 O) dan Chlorofluorocarbon (CFC). CFC merupakan sekelompok zat buatan manusia yang banyak digunakan dalam industri dan kehidupan sehari-hari. GRK lainnya terbentuk di alam secara langsung maupun sebagai akibat dari pencemaran.Masing-masing GRK mempunyai sifat absorbsi sinar infar merah dengan sangat intensif sehingga hal ini dengan sangat efektif menaikan suhu muka bumi.
Masa tinggal GRK di atmosfer juga memengaruhi efektifitasnya dalam meningkatkan suhu muka bumi. Semakin panjang masa tinggal gas di atmosfer, semakin efektif pengaruhnya terhadap kenaikan suhu muka bumi.
GRK sebahagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi, gas alam) untuk rumah tangga industri dan transportasi. GRK yang dihasilkan terutama
Karbon dioksida (CO 2 ), Metana (CH 4 ), Dinitrogen oksida (N 2 O), Ozon (O 3 ).
8.7.1.2. Efek Rumah Kaca (ERK)
Efek Rumah Kaca (ERK) disebut juga green house effect. Pada siang hari dalam kondisi cuaca yang cerah, tanpa alat pemanas pun, suhu di dalam rumah berdinding kaca akan lebih tinggi dibanding suhu di luarnya, yang terjadi adalah radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan melalui dinding kaca dipantulkan kembali oleh benda-benda yang berada di dalam ruangan sebagai gelombang/radiasi panas berupa sinar inframerah. Oleh karena itu udara di dalam rumah kaca meningkat suhunya, dan panas yang dihasilkan terperangkap dalam rumah kaca tersebut dan tidak bercampur dengan udara di luar ruangan.
Dipancarkan radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi (setelah melalui penyerapan dari berbagai gas di atmosfer), sebagian diserap oleh permukaan bumi, dan sebagian lain dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan lagi oleh permukaan bumi sebagai sinar inframerah yang bergelombang panjang. Sinar tersebut di atmosfer kembali diserap oleh GRK, sehingga tidak terlepas ke angkasa luar, dan mengakibatkan panas terperangkap di troposfer. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca. Dengan adanya ERK, suhu rata-rata di permukaan bumi akan meningkat menjadi ± 33°C, bila tidak ada ERK suhu di permukaan bumi – 18°C, suhu permukaan bumi sesuai untuk kehidupan manusia.
Dengan demikian meningkatnya GRK di atmosfer di luar kemampuan untuk absorbsi, mengakibatkan suhu permukaan bumi akan menjadi lebih tinggi. Kenaikan intensitas ERK akibat peningkatan kadar GRK, terutama diakibatkan oleh pencemaran udara. Hal itu akan mengakibatkan terjadinya pemanasan global, yaitu peningkatan suhu permukaan bumi dan kenaikan permukaan air laut.
8.7.2. Fenomena El Nino dan La Nina
El Nino dan La Nina adalah gejala yang terjadi karena ada interaksi atmosfer dan laut yang aktivitasnya terletak pada daerah 120° BT-180° BT dan 5° LU-10° LS. El Nino merupakan fase panas di mana suhu muka laut Samudera Pasifik sekitar ekuator bagian tengah dan timur naik sampai 4° C di atas normal.
Pada saat El Nino udara bergerak turun di atas wilayah Indonesia, dan karena udara yang bergerak turun itu bersifat kering dan panas, maka gejala alam ini ditandai oleh tekanan dan suhu udara yang berbeda di atas normal dan cuaca yang cerah. Beberapa wilayah di daerah tropika secara langsung dipengaruhi oleh kodisi kekeringan. Hal ini akan mempermudah kebakaran hutan dan kegagalan panen.
La Nina merupakan fasa dingin di mana suhu muka laut samudera Pasifik sekitar ekuator bagian tengah dan timur lebih rendah di bawah normal. Di Indonesia mengakibatkan peningkatan pembentukan awan di sekitar ekuator, yang mengakibatkan meningkatnya jumlah curah hujan. Beberapa wilayah di Indonesia mengalami curah hujan di atas normal dan dampaknya terjadi banjir. Dampak berikutnya muncul penyakit muntah-berak, gatal-gatal, penyakit saluran pernapasan. Di samping itu juga kegagalan panen, hancurnya infrastruktur. Kegagalan panen akan berdampak timbulnya bahya kelaparan, dan krisis pangan yang berkepanjangan akan meningkat kriminalitas.
Pada kejadian El Nino yang lemah, suhu permukaan laut bagian tengah dan timur Samudera Pasifik di ekuator naik hanya beberapa derajat dan meliputi daerah yang relatif kecil saja. Sementara itu, El Nino yang besar mengakibatkan terjadi peningkatan suhu permukaan laut yang besar pula dengan daerah cakupan yang luas sepanjang ekuator di Samudera Pasifik.
Walaupun fenomena tersebut terjadi berulang, tetapi dengan periode yang tidak tetap dan tidak ada dua kejadian El Nino atau La Nina yang sama persis karena secara alamiah fenomena tersebut merupakan hasil interaksi antara laut dan udara yang sangat kompleks.
El Nino dan La Nina disebabkan oleh perubahan angin di atas permukaan Samudera Pasifik bagian tropis yang mengakibatkan perubahan pool arus laut di daerah tersebut dan pada akhirnya menyebabkan perubahan (kenaikan atau penurunan) suhu permukaan air laut. Pola perubahan suhu tersebut akan mengakibatkan perubahan pola cuaca dan iklim dalam skala global. Oleh karena itu fenomena ini menarik minat banyak ahli untuk mencoba mengerti dan menjelaskan serta berusaha memprediksi fenomena tersebut.
8.7.3. Lubang Ozon
Di lapisan stratosfer Ozon (O 3 ) yang melindungi kehidupan di muka bumi dari sinar ultraviolet bergelombang pendek dan berenergi tinggi. Penurunan konsentrasi Ozon yang terjadi pada lapisan stratosfer disebut lubang ozon. Lubang ozon dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah penyakit kanker, penyakit katarak mata, menurunkan daya imunitas tubuh dan menurunkan produksi pertanian dan perikanan.
Penyebab utama lapisan ozon berlubang ialah zat Chlorofluorocarbon (CFC) suatu zat kimia buatan manusia yang biasa digunakan untuk aerosol (gas pendorong), alat pendingin udara
(kulkas/AC), industri plastik, karet busa, dan styrofoam. Oleh karena itu penggunakan CFC harus dibatasi dan dicairi zat pengganti, sehingga akhirnya dapat dihentikan.
Ozon dalam lapisan stratosfer berfungsi melindungi makhluk hidup di muka bumi dari sinar ultraviolet matahari, sedangkan ozon dalam lapisan troposfer mempunyai dampak lain terhadap makhluk hidup di muka bumi, walaupun susunan kimianya sama. Ozon di troposfer bersifat racun dan merupakan salah satu dari GRK.
Ozon merupakan oksidan yang kuat, beracun dan merupakan zat pembunuh jasad renik yang kuat, oleh karena itu ozon digunakan untuk mensterilkan air minum dalam kemasan plastik. Di lapisan stratosfer, ozon terbentuk secara lamiah dari molekul oksigen (O 2 ) yang terkena sinar ultraviolet dalam gelombang pendek. Ozon yang terbentuk tinggal di atmosfer sebagai lapisan yang menyelimuti bumi, pada ketinggian 12-25 km. Oleh karena ozon berasal dari gas oksigen, sebelum ada oksigen di atmosfer bumi, tidak ada ozon di lapisan stratosfer.
Pada saat itu sinar ultraviolet yang bergelombang pendek dengan leluasa samapai di permukaan bumi sinar ultraviolet yang berenergi tinggi itu masuk sel hidup sehingga pada saat itu kehidupan di atas daratan tidak mungkin. Kehidupan hanya ada di dalam air yang cukup dalam. Di dalam air yang dalam tersebut makhluk hidup terlindung dari sinar ultraviolet.
CFC adalah segolongan zat kimia yang terdiri atas tiga jenis unsur, yaitu chlor (Cl), Fluor (F) dan Karbon (C). CFC tidak dijumpai di alam, merupakan zat rekayasa manusia, tidak beracun, tidak mudah terbakar dan sangat stabil karena tidak mudah bereaksi. Oleh karena itu CFC merupakan zat yang sangat ideal untuk industri pembuatan plastik busa untuk bantal kursi dan jok mobil, plastik pelindung dalam kemasan, piring dan gelas plastik. Banyak pula digunakan sebagai bahan pendingin (refrigerant) pada kulkas dan AC. Kebutuhan plastik busa meningkat sejak digunakan sebagai bahan isolasi panas atau dingin, karena meningkatnya harga energi untuk memanasi/mendinginkan ruangan. CFC merupakan bahan utama sebagai gas pendorong (aerosol), yaitu bahan yang dikemas dalam kaleng bertekanan tinggi (misalnya untuk parfum, pewangi ruangan, hairspray dll). Dalam industri elektronika, CFC digunakan sebagai zat untuk pembersih permukaan microchip dari berbagai jenis kotoran dan digunakan pula dalam proses dary cleaning.
Mengingat sifat CFC yang stabil, maka CFC tidak akan mengalami dekomposisi dengan melepaskan atom C1yang sangat reaktif. Atom C1 yang sangat reaktif ini akan merusak ozon. CFC di lapisan troposfer tidak bereaksi dengan zat lain dan tidak mengalami penguraian.
8.7.4. Hujan Asam.
Pembakaran bahan bakar fosil mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam nitrat. Asam – asam ini dapat diseposisikan pada hutan, tanaman pertanian, danau, dan gedung, sehingga mengakibatkan kerusakan dan kematian organisme hidup. Kerusakan mejadi lebih parah dengan terbentuknya ozon yang beracun dari pencemar NO x .
Untuk mengurangi kerugian tersebut, perlu dilakukan berbagai usaha, antara lain:
a. Menggunakan bahan bakar dengan kadar belerang yang rendah.
b. Mengurangi kadar belerang dalam bahan bakar sebelum dibakar.
c. Melakukan penghematan energi. Hujan yang normal adalah yang tidak tercemar, mempunyai pH sekitar 5,6 jadi agak bersifat asam. Hal ini disebabkan terlarutnya asam karbonat (H 2 CO 3 ) yang terbentuk dari gas CO 2
dalam air hujan. Asam karbonat in bersifat asam lemah sehingga tidak merendahkan pH air hujan. Bila air hujan terkontaminasi oleh asam kuat pH, air hujan turun menjadi di bawah 5,6 dan hujan yang demikian disebut hujan asam
8.8. Peraturan perundang-undangan
Dalam rangka pengelolaan sumber daya hayati dan ekosistemnya, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun Keputusan Menteri. Berbagai peraturan tersebut hendaknya diketahui dan dimengerti oleh warga negara Indonesia, mengingat warga negara atau manusia Indonesia lah yang bertindak sebagai pengelola dan pemanfaat dari sumber daya hayati Indonesia dan ekosistemnya tersebut. Berikut, diinformasikan beberapa peraturan yang terkait dengan sumber daya hayati dan ekosistemnya, perlindungan hutan, dan peraturan yang terkait dengan penerimaan negara bukan pajak (Departemen Kehutanan, 2004).
1. UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2. UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
3. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
4. Peaturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang Perburuan Satwa Buru.
5. Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1994 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
6. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa.
7. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar.
8. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Rencana Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfatan Hutan dan Penggunaan Kawasan.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 45 tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan
10. Surat Keputusan Mentri Kehutanan No. 447/Kpts-II/2003 Tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa liar.
11. UU RI No. 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
12. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1997 Tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.
13. Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1997 Tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.
14. Peraturan Pemerintah RI No. 59 Tahun 1998 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
15. Keputusan Menteri Keuangan RI No.656/KMK.06/2001 Tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan Penyetoran Pungutan dan Iuran Bidang PHKA.
16. Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 28/Kpts-/2003 Tentang Pembagian Rayon di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam dan Taman Buru Dalam Rangka Pengenaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
17. Keputusan Menteri Kehutanan RI No. SK.223/Menhut-II/04 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 28/Kpts-II/2003 Tentang Pembagian Rayon di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam dan Taman Buru Dalam Rangka Pengenaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
8.9. Konservasi di Indonesia.
Konservasi, sering dimaknai sebagai upaya menjaga keberadaan anekaragam makhluk hidup, tanpa dapat dimanfaatkan oleh manusia. Padahal, keberadaan makhluk hidup di alam merupakan jejaring yang saling memanfaatkan. Dengan demikian, sudah barang tentu, keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia sudah seharusnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia itu sendiri. Namun, perlu diingat bahwa untuk menjamin kesejahteraan manusia akan berlangsung secara terus menerus, maka daya dukung lingkungan, termasuk keanekaragaman hayatinya, harus dijaga keberadaan dan komposisinya. Menurut Supriatna (2008), dikatakan bahwa sebagian ahli biologi konservasi menghendaki tidak boleh ada spesies yang punah. Namun, lebih lanjut Supriatna mengatakan bahwa pada kenyataannya, spesies punah setiap hari. Langkah- langkah apa yang harus dilakukan agar dapat menekan laju kepunahan spesies dengan melihat kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan keuangan yang ada.
Perlu diketahui, beberapa jenis fauna seperti harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau bali (Panthera tigris balica) merupakan contoh fauna yang telah punah. Meskipun sampai Maret 1998, Indonesia telah memiliki 375 kawasan konservasi, termasuk 30 taman nasional (Supriatna, 2008), namun kepunahan masih terus terjadi. Lebih lanjut Supriatna menjelaskan, bahwa strategi terbaik pelestarian jangka panjang bagi keanekaragaman hayati adalah perlindungan populasi dan komunitas alami di habitat alami, yang dikenal sebagai pelestarian in-situ. Namun, jika populasi berukuran kecil, sementara habitat alaminya dalam kondisi terancam, maka tindakan pelestarian ex-situ (pelestarian di luar habitat alaminya) harus diambil. Taman Nasional merupakan salah satu contoh dari konservasi in-situ, sementara itu kebun binatang dan kebun raya merupakan contoh dari konservasi ex-situ.
Harapan
Demikian pembahasan bahan ajar terkait dengan Bangsa, Negara dan Lingkungan Hidup. Dari Buku Ajar III, yang masih bersifat berbasis konten dan Pemicu-pemicu yang bersifat konstektual, diharapkan dapat merasakan manfaat pengetahuan yang didapat sebagai bekal yang akan datang sebagai pemimpin bangsa. Dengan kesadaran dan mendalami pengetahuan dasar yang tertuang dalam buku-buku ajar (I s/d III) ini harapan para penulis dapat menjadikan alumni Universitas Indonesia menjadi warganegara yang bertanggung jawab menuju keberlangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan kokoh, mandiri, dan bermartabat.