Pemerintahan di Indonesia

4. 3. Pemerintahan di Indonesia

Membahas sistem politik dan pemerintahan di Indonesia perlu menyimak latar belakang perkembangan politik di jaman modern tidak hanya di Indonesia tetapi di beberapa negara Eropa. Hal ini erat kaitannya dalam perjalanan politik bangsa Indonesa (baru) yaitu sebelum dan setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Sistem politik di negara kita sangat dipengaruhi oleh proses politik di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

Politik nasional merupakan asas, haluan, usaha serta kebijakan tindakan dari negara tentang pembinaan dan penggunaan secara totalitas segenap potensi nasional, baik yang masih potensial maupun yang efetif untuk mencapai tujuan nasional. UUD 1945 (asli) dapat ditarik kesimpulan bahwa GBHN merupakan gambaran arah politik nasional. Namun mulai tahun 2004 (hasil Pemilu) akan tergambar bahwa arah politik nasional kita tidak/kurang jelas. Hal ini disebabkan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat yang akan datang tidak akan mengeluarkan Ketetapan MPR RI.

4. 3. 1. Undang-undang Dasar. Undang-undang Dasar juga dikenal sebagai konstitusi. Namun kita menganut istilah UUD diangkat dari pengertian Grondwet (Belanda) atau Grundgesetz (Jerman) yang mengandung pengertian berarti tertulis, sedangkan istilah konstitusi dianggap undang-undang 4. 3. 1. Undang-undang Dasar. Undang-undang Dasar juga dikenal sebagai konstitusi. Namun kita menganut istilah UUD diangkat dari pengertian Grondwet (Belanda) atau Grundgesetz (Jerman) yang mengandung pengertian berarti tertulis, sedangkan istilah konstitusi dianggap undang-undang

a. Periode 1945-1949. Pada periode ini perangkat/lembaga politik belum dapat dipenuhi sebagai syarat suatu Negara, meskipun 3 syarat utama telah ada. Negara Kesatuan Republik Indonesia dianggap sebagai jelmaan fasis “baru”. Untuk melengkapinya institusi politik, dikeluarkan Maklumat Wakil Presiden No X yang merupakan jawaban dari tuduhan negara pemenang perang. Sebagai akibatnya NKRI tidak konsekuen melaksanakan UUD 1945. Menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden, dengan demikian Pemerintahan bersifat parlementer. Dalam kurun waktu tersebut Pemerintahan parlementer dihentikan oleh Presiden sehubungan adanya keadaan darurat, yaitu pada saat adanya penculikan PM Sutan Syahrir, Jatuhnya Kabinet Syahrir dan adanya Pemberontakan PKI.

b. Periode 1950–1959. Pada periode ini demokrasi parlementer makin menonjol hal ini disebabkan alam politik dunia sedang dalam pertarungan 2 blok (Barat dan Timur). Meskipun ketiga UUD tidak menyebutkan adanya partai politik, namun kenyataannya partai-partai politik yang memegang peranan penting pada percaturan politik di Indonesia. Perubahan UUD di Indonesia dianggap kaku karena forum untuk penentuannya harus 2/3 anggota hadir.

c. Namun para Penyusun UUD–1945 mempunyai pandangan mengenai fleksibilitas dengan penjelasan sebagai berikut: UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan pokok, sedangkan aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabut.

d. Pada masa Orde Baru (1966-1998). Pemerintah RI berupaya, melaksanakan UUD-1945 secara murni dan konsekuen. Lembaga Tinggi Negara yang belum ada, dibentuk melalui UU. Demikian pula pasal 3 UUD-1945 (tentang Ketetapan Garis Besar Haluan Negara) dibuat rancangannya sejak dini. Pembuatan Rancangan GBHN oleh Dewan Pertahanan Keamanan Nasional beserta tokoh masyarakat dan perguruan tinggi. Demikian juga Badan Pekerja MPR berupaya memonitor apakah GBHN yang sedang berjalan dapat dilaksanakan dengan tepat, sehingga dapat mengoreksi rancangan GBHN mendatang. Pada saat pelantikan/pengesahan Anggota MPR/DPR (baru) pada bulan Oktober mereka telah menerima rancangan GBHN dari Presiden. Sementara itu, pada masa persidangan MPR para anggota MPR membahas rancangan yang telah cukup lengkap dan siap.

e. Pada masa Orde Reformasi tampaknya agak “kacau”, pembuatan GBHN singkat dan tidak begitu jelas. Pada masa ini amandemen UUUD-1945 telah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali, yang nampaknya kurang dikaji secara ilmiah. Dari 4 kali perubahan jelas arah negara kita menuju kepada negara federal. Terbukti dengan perubahan pasal yang intepretasinya mengarah ke federalisme yaitu pasal 2 ayat (1) UUD 1945 (baru) menyebutkan bahwa MPR terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

f. UUD-1945 yang telah dirumuskan oleh para pendiri Negara Kesatuan mencakup: Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan-penjelasan. Namun berdasarkan amandemen

IV pada sidang tahunan MPR, bagian ketiga telah dihapuskan. UUD-1945 telah mengakomodasi konsep-konsep dasar penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang meliputi: (1) hak asasi bangsa/rakyat merdeka, (2) hak asasi manusia, (3) negara kesatuan/persatuan, (4) negara republik, (5) negara hukum, (6) demokrasi, (7) sistem pemerintahan negara, dan (8) penyelenggaraan negara.

4. 3. 2. Badan Eksekutif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh Kepala Negara (Presiden) dan para menteri. Dalam arti luas badan Eksekutif meliputi birokrasi (pegawai negeri dan militer). Dalam sistem presidensiil menteri merupakan Pembantu Presiden, sedangkan dalam sistem parlementer dipimpin oleh oleh Perdana Menteri. Dasar pemikiran ini adalah bahwa “raja tidak dapat bersalah”. Jumlah anggota badan eksekutif + 20 orang sedangkan anggota legislatif dapat mencapai 1000 orang.

Tugas badan eksekutif berdasarkan tafsiran tradisional asas trias politica, hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dirumuskan dan menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Namun, pada masa modern pemisahan seperti yang dikehendaki oleh asas trias politika tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu wewenang badan eksekutif menjadi lebih luas. Keberhasilan pelaksanaan menuju welfare state tergantung dari kreatifitas dan kemampuan para eksekutif. Wewenang Badan Eksekutif kini mencakup beberapa bidang: (1) diplomatik (hubungan dengan negara lain), (2) administratif (melaksanakan UU dan penyelenggaraan administrasi negara), (3) militer (mengatur TNI, menyelenggarakan perang serta keamanan), (4) yudikatif (memberi grasi, amnesti dan lain sebagainya), serta (5) legislatif (merancang UU dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi UU).