3. Geostrategi dalam Praktek Kenegaraan
5. 2. 3. Geostrategi dalam Praktek Kenegaraan
Negara maju (terutama Imperium Barat) sangat terpengaruh oleh teori Haushoffer dan Mahan, sehingga mereka berusaha mengupayakan ruang hidup yang “cukup”. Upaya itu dilaksanakan dengan bentuk kolonisasi atas negara yang mereka anggap masih kurang berbudaya (budaya diartikan sebagai hasil upaya manusia untuk meningkatkan kehidupan-nya). Dengan Negara maju (terutama Imperium Barat) sangat terpengaruh oleh teori Haushoffer dan Mahan, sehingga mereka berusaha mengupayakan ruang hidup yang “cukup”. Upaya itu dilaksanakan dengan bentuk kolonisasi atas negara yang mereka anggap masih kurang berbudaya (budaya diartikan sebagai hasil upaya manusia untuk meningkatkan kehidupan-nya). Dengan
Gambaran tersebut tersirat bahwa geopolitik Imporium Barat berupaya menguasa dunia. Geostrategi yang digelarnya adalah strategi global yang menitik beratkan pada kemampuan teknologi bangsanya. Inggris dan Belanda melalui teknologi maritim sehingga menitik beratkan pada doktrin kekuatan laut sedangkan Perancis melalui doktrin kekuatan darat. Jerman yang bersatu (akhir abad XIX) berupaya bangkit sehingga untuk melebarkan ruang hidupnya kurang berarti dibandingkan Inggris dan Perancis. Spanyol dan Portugal yang bangkit lebih dulu mengalami surut. Sedangkan Rusia setelah kekalahannya dengan Jepang menitik beratkan geostrateginya pada penguasaan daratan (doktrin Mackinder).
Perang Dunia (PD) I pada hakikatkannya adalah upaya imperium Perancis dan Inggris untuk mengecilkan, Austria-Hungaria, Jerman (dan Turki) dan mengikat Rusia agar tidak mencari daerah panas dengan membantu Balkan yang sedang kacau. Aliansi ini ikut berupaya memerdekakan Yunani dan memerangi rakyat Balkan yang ingin mendirikan negara nasional (Hirst, 2001: 95). Akhir PD I seperti kita ketahui bersama kemenangan ada dipihak sekutu (Inggris dan Perancis) yang dibantu Amerika Serikat. Mereka membagi wilayah Turki, yang dikenal sebagai The Ottoman Heritage (Robert, 2002: 932-944). Geostrategi yang diterapkan semboyan “hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri”.Pada kenyataannya imperium Barat memperkenalkan sistem protektorat, sebagai kontra dari konsep Rusia (Komunis) yang ingin memerdekan rakyat terjajah.
Untuk tetap mempertahankan sistem negara liberal moderen, imperium Barat menekankan tetap perlunya mepertahankan keeksklusifan teritorial (Hirst, 2001: 83), yang meliputi: perdamaian internal, legitimasi pendinastian dan sistem perdagangan. Jerman mencoba bangkit dengan mempraktekkan teori geopolitik Haushoffer dengan mengajak Italia dan Jepang untuk bergabung dengan mendirikan persekutuan poros (Axis). Oleh karenanya Perang Dunia II tidak dapat dihindarkan dan lebih dahsyat, yang pada hakikatnya merupakan pelaksanaan geopolitik dari negara Axis, yaitu mencari pusat-pusat sumber daya alam. Jerman memperluas wilayahnya ke arah
Timur dengan semboyan “Drang nach Osten” (Sunardi, 2004: 164), sedangkan Jepang dan Italia ke arah Selatan, yaitu Asia Timur dan Afrika Utara bagian Timur.
Demikian gambaran geopolitik dan geostrategi negara-negara yang berdaulat hingga pada akhir PD II. Pasca PD II, dunia seolah dibagi dua yakni blok negara-negara liberal (Negara Barat) dan blok negara-negara sosialis (Negara Sosialis). Kedua blok ini pada PD II dikenal sebagai sekutu (Alien) melawan blok Axis (poros). Negara Jerman Barat dan Jepang kini menjadi Blok Liberal. Oleh karenanya membahas geopolitik negara berdaulat kita akan membahas perimbangan kekuatan (balance of power). Perimbangan kekuatan akan berbeda pada setiap waktu namun pada dasarnya adalah bagaimana negara yang berdaulat berbagi wilayah untuk dikuasai. Perimbangan Kekuatan abad XVIII yaitu antara Dinasti Bourbon (Perancis) yang berhadapan dengan Dinasti Habsburg (Austria) untuk saling berebut wilayah daratan Eropa (Morgenthau, 2006: 348).
Pasca PD II geostrategi negara-negara pemenang perang adalah strategi global yang kemudian dikenal sebagai globalisasi. Negara-negara pemenang perang, baik negara liberal maupun sosialis berlomba untuk mencari mitra baru. Mereka membentuk pakta pertahanan dan bahkan bermitra dengan ex musuh. Jepang dirangkul dan dipayungi oleh Amerika Serikat selama Jepang bersedia menjadi negara demokrasi liberal, termasuk sistem agraria dan pendidikan (Roberts, 2004: 1062). Sebagai akibatnya pertumbuhan ekonomi dan teknologi Jepang lebih pesat daripada negara bekas jajahan dan bahkan negara pemenang perang. Demikian pula dengan Jerman Barat yang lebih pesat kebang-kitan sebagai akibat perang dari pada Perancis dan negara- negara Eropa kontinental pada umumnya. Sedangkan pada blok sosialis kemajuan ekonomi tidak begitu mengembirakan.
Pasca PD II, melahirkan banyak negara nasional yang merupakan negara bekas jajahan. Negara-negara baru ini masih dalam upaya membangun identitas baru dan menjadi incaran kedua blok untuk dirangkul dan diberi bantuan untuk pembangunan wilayahnya dengan mencontoh pada salah satu blok. Akhirnya terbentuk negara dunia ketiga dan dikenal pula sebagai negara sedang berkembang. Dalam perjalanan sejarah selanjutnya negara ini menjadi sasaran rebutan oleh kedua blok yang bertikai. Perang fisik kemungkinan tidak terjadi, namun pada blok Barat berkembang Teori Domino yang menyatakan bahwa apabila satu negara jatuh ke blok timur maka tetangganya akan ikut bergabung dengan negara blok Timur. Cara mengatasinya dengan jalan persuasi kepada negara dunia ketiga agar bersedia bergabung ke dalam blok Barat melalui penetrasi teknologi mutahir yang pada hakekatnya merupakan kolonialisme baru.