Wiyono,
58
“hakim Tata Usaha Negara-Penulis dapat menerapkan beban pembuktian terbalik atau pembagian beban yang seimbang sesuai dengan
kearifan hakim.” Walaupun dalam Rakernas Mahkamah Agung RI Tahun 2007- 2008 disebutkan bahwa ketentuan Pasal 107 UU No. 5 Tahun 1986 dan
Penjelasannya dapat dipakai sebagai pedoman. Hakim atif dalam menentukan alat bukti yang harus diajukan dan kepada siapa alat bukti itu dibebankan dominus
litis. Tetapi hakim tidak boleh terlalu aktif, karena pada perinsipnya beban pembuktian ada pada para pihak.
59
A. Teori Pembuktian
Bewijstheorie adalah teori pembuktian yang dipakai sebagai dasar pembuktian oleh hakim di pengadilan.
60
1. Conviction in Time
Secara umum dikenal empat teori pembuktian yang diuraikan sebagai berikut:
Terbukti atau tidaknya sesuatu ditentukan dan didasarkan semata-mata atas penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakim dengan demikian dominan
menentukan dalam sistem ini.
61
Itulah sebabnya sistem pembuktian jenis ini diartikan sebagai keyakinan semata,
62
58
R. Wiyono, Op.Cit, hlm. 152.
Andi Hamzah mengartikannya sebagai
59
R.O.B Siringoringo dkk, Menjawab Permasalahan Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011, hlm. 32.
60
Eddy O.S. Hariej, Op.Cit, hlm. 15.
61
W. Riawan Tjandra, Loc.Cit.
62
Eddy O. S. Hiariej, Op.Cit, hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
keyakinan hakim melulu.
63
Hakim disini tidak terikat terhadap alat bukti yang ada dalam persidangan, namun cukup atas dasar keyakinan dari hati nurani dan sifat
kebijaksanaan hakim, dapat dijatuhkan putusan.
64
2. Conviction Raisonnee
Dengan demikian, sistem ini menganut secara mutlak keyakinan hakim tanpa batas dalam memutus perkara.
Sistem ini dianut di Amerika dalam persidangan perkara pidana.
Sistem menentukan bahwa keyakinan hakim dapat sebagai dasar dalam memberian putusan tetapi harus dibarengi oleh alasan-alasan yang logis
65
atau alasan- alasan yang jelas
66
. Hakim dalam menjatuhkan sebuah putusan harus menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan yang mendasari keyakinannya oleh reasoning yang
bersifat logis dan dapat diterima akal.
67
3. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif Affirmatif Positief
Wettelijke Bewijs Theorie
Sistem ini dengan demikian tetap mengunggulkan keyakinan hakim tetapi bersifat terbatas.
Sistem pembuktian ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti
68
63
Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, hlm. 230.
yang ditentukan oleh undang-undang semata tanpa memerlukan keyakinan
64
Eddy O. S. Hiariej, Loc.Cit.
65
Ibid, hlm. 17.
66
W. Riawan Tjandra, Loc.Cit.
67
Ibid.
68
Alat bukti adalah apa saja yang menurut undang-undang dapat dipakai untuk membuktikan benar atau tidaknya sesuatu tuduhan. Lihat Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi
Lengkap Bahasa Belanda Indonesia Inggris, Semarang: Aneka Ilmu, 1977, hlm. 53. Alat bukti bewijsmiddel yang diakui dalam acara Peradilan Tata Usaha Negara diatur secara enumerative dalam
Pasal 100 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang terdiri dari: Surat atau tulisan, Keterangan Ahli, Keterangan Saksi, Pengakuan Para Pihak dan
Pengetahuan Hakim. Dengan ketentuan ini maka alat bukti dalam memeriksa, memutus dan mengadili
Universitas Sumatera Utara
hakim.
69
Keyakinan hakim tidak mendapat tempat dan pengaruh dalam sistem ini. Untuk menilai sesuatu terbukti maka sepenuhnya ditentukan oleh bukti-bukti yang
ada sesuai dengan jenis alat-alat bukti yang sudah ditentukan oleh undang-undang. Singkatnya hakim terikat secara positif kepada alat bukti menurut undang-undang.
70
Teori ini digunakan dalam hukum acara perdata karena kebenaran yang ingin dicari adalah kebenaran formal artinya kebenaran yang hanya didasarkan pada alat bukti
semata sebagaimana disebutkan dalam undang-undang.
71
4. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif Negatief Wettelijke