Hambatan Yuridis Bagi Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM MENGEKSEKUSI

PUTUSAN NOMOR: 52G.TUN2005PTUN-MDN

A. Hambatan Yuridis Bagi Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

Retno Wulan Sutantio 180 mengartikan eksekusi dengan istilah pelaksanaan putusan. M. Yahya Harahap 181 Salah satu isu yang paling negatif terhadap putusan Peradilan Tata Usaha Negara adalah masalah eksekusi putusan. Jika terhadap putusan peradilan umum untuk perkara perdata, eksekusinya dapat dipaksakan lewat eksekusi riil yang dilakukan oleh Kepaniteraan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 195 sd Pasal 208 HIR dan Pasal 1033 Rv, dan untuk perkara pidana eksekusi putusan dilaksanakan oleh jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 270 KUHAP. Eksekusi putusan Peradilan Militer dilaksanakan oleh Oditur Militer sebagaimana yang diatur oleh Pasal 254 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 menulis bahwa hampir semua penulis telah membakukan istilah pelaksanaan putusan sebagai kata ganti eksekusi executie, dimana M. Yahya Harahap sendiri berpendapat istilah tersebut telah tepat karena jika bertitik tolak dari ketentuan Bab Kesepuluh Bagian Kelima HIR atau Titel Keempat Bagian Keempat RBG, pengertian eksekusi sama dengan tindakan menjalankan putusan. 180 Retno Wulan Sutantio Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung: Alumni, 1979, hlm. 111. 181 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm. 6. Universitas Sumatera Utara Tentang Hukum Acara Pidana Peradilan Militer sementara itu dilingkungan Peradilan Agama, menurut ketentuan pasal 95, 98 dan 103 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama juga sudah dapat dilaksanakan secara paksa atas penetapan dan putusannya termasuk melaksanakan segala macam bentuk sita beslag. Berbeda dengan putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang terkesan lebih diserahkan kepada kesadaran Pejabat Tata Usaha Negara untuk memenuhi putusan yang ada sehingga lebih kearah self obedience kepatuhan pribadi. Eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak memiliki landasan hukum yang berdaya penekan dan berdaya pemaksa secara cukup efektif karena tidak adanya pejabat eksekutor khusus sebagai yang berwenang memaksakan isi putusan. R.O.B Siringoringo dkk, menuliskan gambaran itu secara lebih lengkap sebagai berikut: 182 Masalah eksekusi Putusan Pengadilan TUN merupakan permasalahan klasik Peradilan TUN yang bahkan dalam tataran perubahan undang-undang tidak terselesaikan secara tuntas termasuk di dalam perubahan terakhir melalui Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 yang mengakibatkan Keputusan TUN dianggap kurang berwibawa. Hal ini disebabkan oleh karena pelaksanaan Putusan Peradilan TUN diserahkan kepada Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan, berbeda dengan pelaksanaan Putusan Peradilan Perdata atau Pidana, dimana menurut ketentuan Pasal 54 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa pelaksanaan Putusan Pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa sedangkan pelaksanaan Putusan Pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita “dipimpin” oleh Ketua Pengadilan. Pasal 119 UU No. 9 Tahun 2004 hanya memberikan kewenangan yang bersifat imperatif kepada Ketua Pengadilan TUN untuk “mengawasi” pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tetapi tidak ada kewenangan untuk 182 R.O.B Siringoringo dkk, Op.Cit, hlm. 16. Universitas Sumatera Utara “memimpin” pelaksanannya sebagaimana pelaksanaan putusan perdata, sehingga dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, undang-undang sendiri secara genuine tidak memberikan daya penekan dan daya paksa yang kuat agar badan atau pejabat TUN melaksanakan putusan tersebut. Beberapa ketentuan undang- undang yang dimaksudkan untuk menekan badan atau pejabat TUN dalam melaksanakan Putusan Pengadilan TUN seperti pembayaran uang paksa kurang kuat dan kurang implementatif sehingga tidak secara efektif menimbulkan efek takut dan jara bagi badan atau pejabat TUN. Ini merupakan masalah serius yang wajib menjadi perhatian para pembuat undang-undang dalam merumuskan arah perkembangan PTUN di masa depan. Pasal 115 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan “Hanya Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan”, sementara itu berdasarkan Pasal 118 UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1986 disebutkan “Ketua Pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Sifat pelaksanaan putusan disini hanya sebatas mengawasi bukan memaksa secara langsung untuk memenuhi isi putusan. Putusan Nomor 52G.TUN2005PTUN-MDN berisi amar putusan tentang pengabulan gugatan penggugat dan menyatakan objek gugatan in casu batal serta perintah kepada tergugat untuk mencabutnya kemudian perintah menerbitkan Surat Keputusan TUN yang baru berisi rehabilitasi kedudukan keanggotaan penggugat sebagai anggota polri aktif kembali. Amar putusan tentang pengabulan gugatan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 97 ayat 7 huruf b UU No. No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi “Putusan Pengadilan dapat berupa: a gugatan ditolak; b gugatan dikabulkan; c gugatan tidak diterima; dan d gugatan gugur”. Amar putusan tentang perintah pencabutan objek sengketa serta perintah Universitas Sumatera Utara penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru sesuai dengan ketentuan Pasal 97 ayat 8 dan ayat 9 huruf b yang berbunyi: Ayat 8: Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara. Ayat 9: Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat 8 berupa: a. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau b. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau c. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3. Pasal 116 ayat 3, 4, 5 dan ayat 6 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perobahan Kedua UU No. 5 Tahun 1986 disebutkan: Ayat 3: Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 9 huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 sembilan puluh hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Ayat 4: Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administratif. Ayat 5: Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 3. Ayat 6: Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat 5, ketua pangadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk melaksanakan fungsi pengawasan. Universitas Sumatera Utara Ayat 7: Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan. Perkara Nomor 52G.TUN2005PTUN-MDN telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diputus di tingkat Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor 288 KTUN2006 tanggal 6 Desember 2006. Putusan Mahkamah Agung ini dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan pada tanggal 3 April 2007 dengan surat MA Nomor: 215P.PTSIV2007288 KTUN2006 dan diberitahukan oleh Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan kepada para pihak pada tanggal 13 April 2007 yang berarti terhadap putusan ini telah dapat dieksekusi. Merujuk ketentuan Pasal 116 ayat 3, 4, 5 dan ayat 6 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perobahan Kedua UU No. 5 Tahun 1986 di atas, maka jika setelah 90 sembilan puluh hari kerja sejak putusan in casu diterima tergugat yaitu tanggal 13 April 2007 ternyata isi putusan tidak dilaksanakan, penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara guna memerintahkan tergugat melaksanakan isi putusan dimaksud. Putusan dalam perkara ini telah berkekuatan hukum tetap sehingga jika tergugat tidak bersedia melaksanakan isi putusan dapat dikenakan upaya paksa berupa pembayaran uang paksa 183 183 Hingga saat penulisan tesis ini sanksi membayar ada paksa dwangsom belum bisa dilaksanakan karena belum ada peraturan yang mengatur tentang tata cara pembayarannya, siapa yang harus menanggungnya apakah pribadi pejabat terkait atau negara dan untuk siapa uang paksa itu akan diberikan. dan atau Universitas Sumatera Utara sanksi administratif 184 Menurut penjelasan Pasal 116 ayat 4 di atas disebutkan bahwa: “Yang dimaksud dengan “pejabat yang bersangkutan dikenakan uang paksa” dalam ketentuan ini adalah pembebanan berupa pembayaran sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim kerena jabatannya yang dicantumkan dalam amar putusan pada saat memutuskan mengabulkan gugatan penggugat”. Penjelasan ini berarti bahwa agar putusan pengadilan TUN dapat dieksekusi dengan uang paksa, diperlukan beberapa syarat yaitu: disertai pengumuman pada media massa setempat dan pengajuan eksekusi kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk melaksanakan fungsi pengawasan. 185 1. Pembebanan uang paksa harus dicantumkan dalam amar putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan. 2. Uang paksa ditetapkan oleh hakim karena jabatannya. 3. Uang paksa baru dapat dilaksanakan pembebanannya kepada tergugat yang tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang berupa kewajiban dalam Pasal 97 ayat 9 huruf b dan c, jika putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Putusan Nomor 52G.TUN2005PTUN-MDN tanggal 18 Oktober 2005 tidak berisi amar tentang pembebanan uang paksa, sehingga seandainyapun tergugat tidak mau melaksanakan isi putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap setelah 184 Menurut Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 30 PP No. 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri mengenal sanksi administratif yaitu berupa: a penurunan pangkat; b pembebasan dari Jabatan; c pemberhentian dengan hormat; dan d pemberhentian tidak dengan hormat. 185 R.Wiyono, Op.Cit, hlm. 203-204. Universitas Sumatera Utara melebih masa 90 sembilan puluh hari kerja, tergugat tidak dapat dibebankan untuk membayar uang paksa disamping aturan tentang uang paksa itu sendiri masih belum ada. Pembebanan uang paksa dalam amar putusan adalah hak hakim karena jabatannya ex officio walaupun tidak diminta oleh penggugat dan tidak dapat dikategorikan sebagai ultra petita partium memutus melebihi apa yang diminta para pihak. Jika seandainya sejak semula hakim berpendapat perlu untuk membebankan uang paksa kepada tergugat yang khusus diperintahkan melakukan Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru, maka hal ini sah secara undang-undang dengan tujuan agar tergugat termotivasi untuk bersegera melakukan isi putusan dimaksud. Kekosongan aturan perundang-undangan dalam pemaksaan eksekusi putusan Peradilan Tata Usaha Negara menjadi hambatan yang sangat serius bagi Peradilan Tata Usaha Negara dalam menegakkan marwah dan keagungan dari arti sebuah putusan hakim sehingga potensial meruntuhkan wibawa dari putusan hakim itu sendiri. Hal ini berakibat Putusan hakim Peradilan Tata Usaha Negara tidak secara otomatis dapat dieksekusi ketika telah berkekuatan hukum yang tetap walaupun ada keinginan untuk itu. Kesadaran dan kesukarelaan Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan tetap menjadi penentu dalam eksekusi putusan terkait. Universitas Sumatera Utara Perihal ketidak berdayaan Peradilan Tata Usaha Negara Medan dalam mengeksekusi Putusan Nomor 52G.TUN2005PTUN-MDN tanggal 18 Oktober 2005 adalah adanya pengabaian oleh tergugat I walaupun telah diberikan teguran oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan yang tertuang dalam Suratnya bernomor W1-TUN 1402AT.02.07I2007 tanggal 24 Juli 2007 yang pada pokoknya berisi perintah kepada tergugat I in casu Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara agar melaksanakan isi putusan Nomor 52G.TUN2005PTUN-MDN tanggal 18 Oktober 2005 dengan sanksi jika ternyata tidak melaksanakannya akan dilakukan pengumuman pada media massa cetak setempat. Terhadap sikap tergugat I yang tidak segera melaksanakan isi putusan dimaksud, undang-undang tidak memberikan sarana terhadap pelaksanaan putusan diluar kesediaan pejabat terkait. Peradilan Tata Usaha Negara Medan hanya berwenang mengenakan upaya paksa berupa pembayaran uang paksa dan atau sanksi administratif. Jika kemudian pejabat terkait masih tidak melaksanakan isi putusan, maka panitera Peradilan Tata Usaha Negara Medan hanya dapat sebatas mengumumkan ketidakpatuhan Pejabat Tata Usaha yang bersangkutan di media massa cetak kemudian Ketua Pengadilan mengajukan perihal ketidakpatuhan dimaksud kepada Presiden agar Presiden memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan Universitas Sumatera Utara fungsi pengawasan. 186 Publikasi terhadap pejabat tata usaha negara yang tidak mematuhi putusan PTUN dapat memberikan sanksi sosial yang mungkin dapat memberikan tekanan politik untuk mendorong pejabat terkait mematuhi putusan demi menghindari ketidakpercayaan publik berkaitan dengan alam sistem politik pemilihan langsung. 187 Upaya-upaya yang diberikan undang-undang tetap saja merupakan hambatan tersendiri dalam mengeksekusi putusan secara lebih tegas yang sesungguhnya merupakan hambatan yuridis yang sejak awal telah menjadi cacat bawaan dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Walaupun demikian jika merujuk isi sumpah jabatan dan kode etik profesi terkait telah diamanahkan bahwa setiap Pejabat Tata Usaha Negara wajib mematuhi hukum bukan melanggar atau mengabaikan hukum termasuk di dalamnya kewajiban mematuhi putusan hakim. Pemenuhan isi putusan tetap saja terletak pada kesediaan pejabat TUN terkait.

B. Hambatan Yuridis Bagi Penggugat

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Tindakan Pemberhentian Dengan Hormat Pada Anggota POLRI (Studi Kasus Atas Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor 52/G.TUN/2005/PTUN-Medan)

0 76 143

Tinjauan Hukum Kekuatan Sertifikat Hak Milik Diatas Tanah Yang Dikuasai Pihak Lain (Studi Kasus Atas Putusan Perkara Pengadilan Tata Usaha Negara Medan NO.39/G.TUN/2006/PTUN.MDN)

4 67 127

Analisis Yuridis Pemberian Kuasa Blanko Pada Akta Perikatan Jual Beli (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 51/PDT.G/2009/PN.Mdn)

1 86 130

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Analisis Yuridis Atas Kegagalan Pengembang Dalam Memenuhi Klausula Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/PDT.G/2008/PN.MDN)

0 67 123

Analisis Yuridis Atas Perbuatan Notaris Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 60 119

Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Mentaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Di Medan

0 27 5

Analisis Yuridis Atas Harta Gono-Gini Yang Dihibahkan Ayah Kepada Anak: Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan NO.691/Pdt.G/2007/PA.Medan

0 89 133

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Uang Paksa (Dwangsom) Dan Sanksi Administratif Dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

3 24 42