sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 5 Tahun 2004 serta perundang-undangan lain yang bersangkutan memutus sebagai berikut:
Mengadili: -
Menyatakan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH
SUMATERA UTARA KAPOLDA SUMUT tersebut tidak dapat diterima;
- Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam
tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- lima ratus ribu rupiah;
B. Analisis Hukum Terhadap Putusan
Majelis Hakim Perkara No. 52G.TUN2005PTUN-Mdn setelah memeriksa, memperhatikan dan mempelajari seluruh dalil-dalil para pihak dihubungkan dengan
seluruh fakta-fakta beserta alat-alat bukti yang terungkap dipersidangan, akhirnya memutus perkara ini pada tanggal 18 Oktober 2005 yang pada pokoknya
mengabulkan gugatan penggugat hanya sepanjang objek perkara yang diterbikan oleh tergugat I. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan setidaknya
ada poin-poin penting yang kemudian menjadikan gugatan penggugat dikabulkan sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1. Surat Usulan Kepala Kepolisian Resor Nias No.Pol: B563PHXI2004 tanggal 3
November 2004 perihal Permohonan Usul Pemberhentian Dengan Hormat dengan Hak Pensiun A.n Ipda Anderson Siringoringo Bukan Keputusan Tata
Usaha Negara.
Pasal 1 angka 10 Udang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara disebutkan:
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisikan tindakan
hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan
akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Surat Usulan Kepala Kepolisian Resor Nias No.Pol: B563PHXI2004 tanggal 3 November 2004 adalah surat yang sifatnya usulan sehingga belum
memenuhi syarat final dan belum menimbulkan akibat hukum bagi penggugat Anderson Siringoringo sebagaimana yang disyaratkan oleh Pasal 1 angka 9
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang
berbunyi: Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau pejabat tata usaha negara, yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Ketiadaan syarat final dan belum menimbulkan akibat hukum itu
mengakibatkan, jika seandainya, surat usulan ini tidak ditindaklanjuti dengan surat pemberhentian, maka surat usulan ini tidak menimbulkan dampak hukum
apapun. Berdasarkan alasan ini telah tepatlah pertimbangan hakim yang menolak gugatan penggugat sepanjang tindakan tergugat II Kapolres Nias yang telah
menerbitkan surat usulan dimaksud. 2.
Pembentukan Panitia PPKP Cacat Prosedur dan Surat PPKP Cacat Substansial. Berdasarkan ketentuan Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep984XII2003
tanggal 23 Desember 2003 Tentang Ketentuan Panitia Penguji Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
Personil, Sub 2 tentang PPKP tingkat Daerah, disingkat PPKP Polda, pada huruf d ditentukan bahwa Personel PPKP Daerah terdiri dari:
a. Minimal terdiri dari 3 tiga dokter, dengan seorang diantaranya harus
dokter Polri. b.
Kabid Dokkes Polda menjadi ketua dan 2 dua dokter lain sebagai anggota.
c. Mereka tidak boleh duduk dalam PPKP yang pernah menguji orang yang
diuji tersebut, sedangkan kepangkatannya tidak perlu lebih tua atau lebih tinggi dari anggota PPKP sebelumnya.
Personel PPKP yang memeriksa kesehatan penggugat ada 3 orang yaitu:
dokter Nusa Setiawan, Sp.B. DMF sebagai ketua, dokter Donald F. Sitompul, Sp.KJ dan dokter Elmeida Effendi, Sp.KJ keduanya sebagai anggota. Dokter
Elmeida Effendi, Sp.KJ merupakan dokter yang secara rutin memeriksa kesehatan jiwa psikiater penggugat sebelum dibentuk panitia PPKP in casu, sehingga
berdasarkan ketentuan SK Kapolri di atas, dokter Elmeida Effendi, Sp.KJ secara hukum tidak diperbolehkan duduk sebagai personil PPKP sehingga
pembentukannya sejak awal telah cacat prosedural. Berdasarkan ketentuan Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep984XII2003
tanggal 23 Desember 2003 halaman 16 sub 9 tentang Lingkup Pemeriksaan huruf a pemeriksaan di tingkat panda sub panda nomor 5 kesehatan jiwa
ditententukan: “Pemeriksaan Kesehatan Jiwa dilakukan dengan cara mengisi kuesioner MMPI dan wawancara oleh dokter jiwa psikiater”.
PPKP telah menerbitkan Surat Keterangan No.Pol:
RSK23VIII2004Biddokes tanggal 6 Agustus 2004 tanpa sebelumnya menyuruh penggugat untuk mengisi kuesioner MMPI dan penggugat tidak pernah
Universitas Sumatera Utara
diwawancarai secara lansung oleh PPKP. Fakta ini menunjukkan surat ini telah dibuat secara bertentangan dengan Surat Keputusan Kapolri di atas sehingga surat
ini juga cacat substansial. 3.
Surat Keterangan Dokter No.Pol: SKD1958VI2004RS. Bhayangkara tanggal 15 Juni 2004 Tidak Sampai Menganjurkan Pemberhentian.
Surat Keterangan Dokter No.Pol: SKD1958VI2004RS. Bhayangkara tanggal 15 Juni 2004 yang dibuat oleh dokter Harun T. Parinduri, Sp.KJ pada
pokoknya hanya menganjurkan kontrol teratur satu kali seminggu di poliklinik psikiater RS. Bhayangkara, tidak dibenarkan jaga malam dan pegang senjata serta
demi intensifitas kontrol dianjurkan pindah tugas dari tempat bertugas terdahulu waktu itu di kesatuan Polres Nias ketempat yang lebih dekat dengan RS.
Bhayangkara Medan. Surat keterangan ini kemudian menjadi pedoman PPKP dalam menerbitkan Surat Keterangan No.Pol: RSK23VIII2004Biddokes
tanggal 6 Agustus 2004. 4.
Surat Keputusan Kapolda tidak ditandatangani oleh Kapolda. Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Kep74XI2003 tanggal 10 November 2003
Tentang Pokok-Pokok Penyusunan Lapis-Lapis Pembinaan Sumber Daya Manusia Polri pada Sub 5 tentang Pemberhentian Siswa, Pengakhiran Dinas dan
Mempertahankan Dalam Dinas Aktif Anggota Polri, huruf b disebutkan: 1
Pengakhiran Dinas Anggota Polri dengan kepangkatan AKBP ke bawah yang sifatnya pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan
hormat atas permintaan sendiri di kewilayahan, Kapolri melimpahkan kewenangannya kepada Kapolda.
2 Surat Keputusan diterbitkan dan ditandatangani oleh Kapolda.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan SK Kapolri diatas maka Surat Pemberhentian penggugat in casu yaitu Surat No.Pol: Skep89III2005 tanggal 21 Maret 2005 seharusnya
ditandatangani oleh Kapolda karena kepangkatan pengugat sebagai Ipda berada di bawah kepangkatan AKBP dan sifat pemberhentiannya sebagai pemberhentian
dengan hormat, akan tetapi surat dimaksud ternyata hanya ditandatangai oleh Karo Pers Polda Sumut bukan oleh Kapolda sehingga surat dimaksud cacat
hukum. 5.
Surat Keputusan Kapolda No.Pol: Skep89III2005 tanggal 21 Maret 2005 Melanggar Asas Akuntabilitas.
Berdasarkan penjelasan Pasal 3 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme dinyatakan bahwa: Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Majelis berpendapat karena tindakan tergugat I Kapoldasu dalam menerbitkan Surat Keputusan in casu didasarkan atas fakta yang kurang lengkap
sehingga surat dimaksud secara prosedur dan substansial tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tindakan ini termasuk pelanggaran terhadap asas
akuntabilitas sebagai bagian dari asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Universitas Sumatera Utara
6. Gugatan Penggugat Terbukti Berdasarkan Pembuktian.
Pengabulan gugatan penggugat dalam perkara ini didasarkan atas alat bukti surat serta pengakuan para pihak, sehingga pembuktiannya telah memenuhi syarat
minimal pembuktian. Gugatan serta jawaban dalam perkara ini menunjukkan adanya pengakuan para pihak tentang kebenaran objek sengketa serta didukung
oleh alat bukti sah yang diajukan di depan persidangan yang pada pokoknya saling mendukung suatu fakta tentang pemberhentian dengan hormat atas diri
penggugat, pemberhentian mana kemudian terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan juga dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik khususnya asas akuntabilitas.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM MENGEKSEKUSI
PUTUSAN NOMOR: 52G.TUN2005PTUN-MDN
A. Hambatan Yuridis Bagi Pengadilan Tata Usaha Negara Medan
Retno Wulan Sutantio
180
mengartikan eksekusi dengan istilah pelaksanaan putusan. M. Yahya Harahap
181
Salah satu isu yang paling negatif terhadap putusan Peradilan Tata Usaha Negara adalah masalah eksekusi putusan. Jika terhadap putusan peradilan umum
untuk perkara perdata, eksekusinya dapat dipaksakan lewat eksekusi riil yang dilakukan oleh Kepaniteraan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 195 sd Pasal 208 HIR dan Pasal 1033 Rv, dan untuk perkara pidana eksekusi putusan dilaksanakan oleh jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 270
KUHAP. Eksekusi putusan Peradilan Militer dilaksanakan oleh Oditur Militer sebagaimana yang diatur oleh Pasal 254 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997
menulis bahwa hampir semua penulis telah membakukan istilah pelaksanaan putusan sebagai kata ganti eksekusi executie,
dimana M. Yahya Harahap sendiri berpendapat istilah tersebut telah tepat karena jika bertitik tolak dari ketentuan Bab Kesepuluh Bagian Kelima HIR atau Titel Keempat
Bagian Keempat RBG, pengertian eksekusi sama dengan tindakan menjalankan putusan.
180
Retno Wulan Sutantio Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung: Alumni, 1979, hlm. 111.
181
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara