Peran Kementerian Agama RI dalam penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

DEVITA OCTAVIANI NIM: 1110046100038

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang belaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 Oktober 2014


(5)

iii

Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Dana bantuan pengembangan wakaf adalah dana bantuan sosial yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI kepada nadzhir dalam bentuk sejumlah uang dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana tersebut digunakan untuk mengelola dan memberdayakan tanah wakaf secara produktif agar hasilnya digunakan sebagai pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini secara khusus membahas tentang mekanisme dan efektivitas penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui literatur-literatur kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini serta dengan melalui wawancara ke Kementerian Agama-Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Adapun untuk teknik pengolahan datanya menggunakan analisis deskriptif. Proses analisisnya dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor Strenght, Weakness, Opportunity dan Threat (SWOT) pada dana bantuan pengembangan wakaf.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, mekanisme penyaluran dana bantuan ini berawal dari nadzir mengajukan proposal permohonan bantuan kepada Kemenag dengan berdasarkan syarat dan ketentuan yang berlaku. Kemudian pihak Kemenag melakukan penyeleksian terhadap proposal yang masuk berdasarkan seleksi administrasi, verifikasi dan survey ke lokasi. Bagi nadzir yang menerima dana bantuan, diharuskan melakukan laporan rutin pertigabulan dan perenam bulan kepada Kemenag. Kedua, pengawasan yang dilakukan Kemenag sudah berjalan dengan efektif, dilihat dari teori efektivitas dan analisis SWOT yang menunjukkan skor IFAS 3,1 dan EFAS 2,5.


(6)

iv

Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya tanpa jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nya lah sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Rasulullah saw beserta seluruh keluarga, sahabat, dan juga ummatnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak kendala yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini. Namun, berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Phil. J.M. Muslimin, MA. sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., sebagai Ketua Prodi Muamalat (Ekonomi Islam) dan Abdurrauf, MA., sebagai Sekretaris Prodi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. M. Zainul Arifin sebagai Dosen Pembimbing Akademik Penulis. 4. Yuke Rahmawati, MA sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang telah

memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Segenap pihak Kementerian Agama RI-Direktorat Pemberdayaan Wakaf, khususnya Bapak Yanuar dan Bapak H.Abdul Fattah yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis


(7)

v

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H.Asep Dedi dan Ibunda Hj.Nani Yuningsih serta Ema Manah yang selalu mendoakan, membesarkan, membimbing dan mendukung penulis baik moril maupun materiil tanpa pernah mengeluh dan berputus asa tetap memberikan motivasi kepada penulis dalam kondisi senang maupun susah.

9. Adik-adik tersayang, Dinar Dwi Apriyanti, Diana Gayatri Febrianti dan M.Dendi Rahmatullah yang turut memberikan kontribusi, doa dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Keluarga Besar Ayah I Made Astanadi dan Ibu Hj.Lilis Komalasari yang turut mendukung penulis baik moril maupun materiil dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Keluarga besar PONPES CIPASUNG dan keluarga besar KAHFI yang telah memberikan ilmu dan mengajarkan makna kehidupan kepada penulis.

12.Sahabat – sahabat terbaik penulis, Ika, Mahrun, Ayun dan Ana yang sama-sama berjuang dengan penulis dalam susah dan senang selama proses perkuliahan hingga akhir. Terimakasih telah mengajarkan arti sahabat yang sesungguhnya. Terimakasih atas persahabatan yang indah ini.


(8)

vi

motivasinya kepada penulis agar terselesainya skripsi ini.

14.Teman-teman Mahasiswa jurusan Perbankan Syariah kelas A angkatan 2010, yang selalu membantu dan menemani penulis selama masa perkuliahan berlangsung. Menjalani susah senang bersama menanggung beban bersama seperti keluarga sendiri yang saling mendukung satu sama lain untuk tetap teguh mencapai cita-cita kita.

15.Terima kasih kepada seluruh teman-teman di Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Perbankan Syariah yang masih banyak lagi yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua dukungan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

16.Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya.

Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi penulis dan masyarakat seluruhnya.

Jakarta, 8 Oktober 2014


(9)

vii

ABSTRAKSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II: LANDASAN TEORI A. Wakaf ... 10

B. Efektivitas Pengawasan ... 24

C. Analisis SWOT ... 40

D. Kerangka Konseptual ... 56

E. Review Studi Terdahulu ... 57

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 59

B. Tempat Penelitian ... 60


(10)

viii

F. Teknik Analisis Data ... 62

BABIV: HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum ... 64 B. Mekanisme dan Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan

Pengembangan Wakaf ... 69 C. Analisis SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ... 75 D. Efektivitas Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan

Wakaf ... 90

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 95 B. Saran... 96 DAFTAR PUSTAKA


(11)

ix

Tabel 2.1 Gambar Diagram Matriks SWOT Kearns ... 44

Tabel 2.2 Matriks EFAS ... 49

Tabel 2.3 Matriks IFAS ... 51

Tabel 4.1 Dana Bantuan Wakaf Produktif Berdasarkan Lokasi Dari Tahun 2005-2013 ... 66

Tabel 4.2 Matriks IFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ... 77

Tabel 4.3 Matriks EFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ... 79

Tabel 4.4 Matriks Strategi SWOT ... 83

Tabel 4.5 Perhitungan SKOR IFAS ... 84


(12)

x

Gambar 2.1 Kuadran Pearce dan Robinson... 52 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual ... 55 Gambar 4.1 Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ... 73 Gambar 4.2 Diagram Analisis SWOT Terhadap Dana Bantuan

Pengembangan Wakaf ... 87 Gambar 4.3 Diagram Matriks SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf .... 88


(13)

xi

Lampiran 1 : Surat Permohonan Dosen Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 : Surat Permohonan Data/ Wawancara

Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 4 : Pedoman Wawancara Penelitian

Lampiran 5 : Biodata Responden


(14)

1 A. Latar Belakang Masalah

Wakaf merupakan salah satu instrumen pendistribusian harta dalam Islam dengan menahan harta baik secara abadi maupun sementara, untuk dimanfaatkan langsung atau tidak langsung, dan diambil manfaat hasilnya secara berulang-ulang di jalan kebaikan, umum maupun khusus.1 Wakaf di Indonesia telah dikenal dan dilaksanakan sejak agama islam masuk ke Negara Indonesia pada pertengahan abad ke-13. Sejak datangnya Islam, wakaf telah dilaksanakan berdasarkan paham yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Islam Indonesia, yaitu paham Syafi‟iyyah dan adat kebiasaan masyarakat Indonesia.

Dalam undang-undang UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, Pemerintah berupaya melakukan pendataan wakaf dan penerbitan sertifikat tanah wakaf serta memberikan bantuan advokasi terhadap tanah wakaf yang bermasalah dengan bantuan Departeman Agama. Namun, masih banyak masyarakat yang tidak mendaftarkan tanah milik yang diwakafkan atau merasa kesulitan mengurus sertifikat tanah wakaf karena proses yang lama, yang semakin lama semakin bertambah seiring meningkatnya partisipasi masyarakat untuk berwakaf. Kebijakan pemerintah ini muncul untuk menguatkan secara hukum

1


(15)

tanah-tanah yang diwakafkan kepada nadzir agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari. Kebijakan ini juga membatasi harta benda wakaf pada tanah milik, sehingga banyak tanah wakaf yang menganggur atau hanya dikelola secara konsumtif dan tidak memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat.

Sampai pada tahun 2004, dikeluarkannya undang-undang wakaf nomor 41 yang merombak besar-besaran kebijakan tentang wakaf dari pengertian, harta benda wakaf, sampai jangka waktu. Wakaf seharusnya menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena tidak hanya memiliki nilai ibadah tapi juga memiliki nilai ekonomi yang perlu dikembangkan. Ruang lingkup wakaf yang tidak hanya terbatas pada benda tidak bergerak, melegalkan masyarakat untuk mewakafkan harta benda bergerak seperti mobil, hak sewa, logam mulia, surat berharga, dan uang yang dapat disalurkan melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang telah diakui oleh kementerian agama.

Peruntukan harta benda wakaf tidak terbatas pada kepentingan ibadah dan sosial, namun kepentingan meningkatkan ekonomi masyarakat pun juga menjadi tujuan. Dalam pengelolaan harta produktif, pihak yang paling berperan dalam berhasil tidaknya pemanfaatan harta wakaf adalah nadzir wakaf, yaitu seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif (orang yang mewakafkan hartanya) untuk mengelola wakaf.

Setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari hasil wakaf, maka keberadaan nadzir profesional sangat dibutuhkan, bahkan menempati peran sentral. Sebab di pundak nadzirlah tanggung jawab dan


(16)

kewajiban memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf serta menyalurkan hasil atau manfaat dari wakaf kepada sasaran wakaf.2

Praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus yang terjadi banyak harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, disebabkan tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, melainkan juga karena sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi kesejahteraan umum yang sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

Untuk itu, dibutuhkan nadzir-nadzir profesional yang handal di bidang ekonomi, bisnis, dan manajemen untuk dapat mengelola harta benda wakaf dengan baik sesuai tujuan dan fungsinya. Sehingga tahun 2007 dibentuklah Badan Wakaf Indonesia (BWI), lembaga independen yang bertugas melakukan pembinaan terhadap nadzir-nadzir untuk melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf secara produktif berdasarkan undang-undang.

Untuk memproduktifkan harta benda wakaf diperlukan biaya. Tabung Wakaf Indonesia menggelontorkan dana 900 juta untuk membangun rumah sewa

2

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Penyelenggaraan Haji, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di Indonesia (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2004), h.37.


(17)

siap huni di atas tanah wakaf.3 Untuk memproduktifkan lahan perkebunan dibutuhkan bibit, pupuk, alat, dan pekerja. Dalam hal ini, menggandeng pihak ketiga akan sangat membantu para nadzir. Bekerjasama dengan investor, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana dan bersedia meminjamkannya untuk mengembangkan harta benda wakaf, misalnya untuk membangun pabrik sepatu dengan menggunakan sistem bagi hasil sesuai syariah atau menjadikan bank syariah sebagai pilihan lembaga mediasi dengan mengajukan pembiayaan untuk pengembangan wakaf produktif.

Bekerjasama dengan lembaga zakat yang bersifat konsumtif akan lebih seimbang, seperti yang dilakukan oleh Tabung Wakaf Indonesia yang menggandeng amil zakat Dompet Dhuafa dalam pembangunan Rumah Sehat Terpadu di daerah Parung, Bogor di atas tanah wakaf.4 Atau berkiblat pada Badan Wakaf Indonesia (BWI), yang menggunakan wakaf uang untuk mengembangkan tanah wakaf dengan membangun Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) di Serang, Banten.5 Hasil dari operasional RSIA diutamakan untuk mengembalikan uang wakaf masyarakat yang digunakan dan kemudian dilakukan subsidi silang untuk kaum dhuafa.

3

Artikel ini diakses pada rabu, 5 februari 2014 dari http://tabungwakaf.com/news/all/rumah-sewa-milik-umat-siap-dihuni/.

4

Artikel ini diakses pada sabtu, 22 februari 2014 dari http://tabungwakaf.com/dompet-dhuafa-bangun-masjid-di-zona-madina/.

5

Artikel ini diakses pada sabtu, 22 februari 2014 dari http://bwi.or.id/index.php/ar/asdfsdaf/1-beritawakaf/358-bwi-berencana-akan-bangun-rsia.


(18)

Namun hal yang sulit untuk menjadikan wakaf uang sebagai sumber dana pengembangan. Pembangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak di Serang Banten sempat terhenti karena sumber pembiayaan yang bertumpu pada wakaf uang masyarakat yang disalurkan melalui LKS-PWU tidak selalu bisa diandalkan. Jumlah uang wakaf yang diberikan masyarakat tidak sebanding dengan kebutuhan dana yang diperlukan untuk pembangunan RSIA tersebut dan beban uang wakaf yang tidak boleh habis pokoknya perlu menjadi pertimbangan.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf dibantu oleh Kementerian Agama RI mengadakan program penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf yang dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setiap tahun Direktorat Pemberdayaan Wakaf mendapatkan amanah dana bantuan yang harus disalurkan kepada nadzir-nadzir yang membutuhkan. Dari tahun 2005 sejak program ini mulai dijalankan sampai tahun 2013, Kemenag sudah mendistribusikan dana bantuan milyaran rupiah untuk mengembangkan harta benda wakaf di 68 titik daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Para nadzir diharuskan untuk mengajukan permohonan bantuan dana pengembangan wakaf kepada Kemenag, yang kemudian akan dipertimbangkan dan akhirnya diputuskan untuk diterima atau ditolak atas permohonan yang diajukan. Setelah dana diterima, beralih nadzir yang bertanggungjawab atas pengembangan harta benda wakaf dengan dana bantuan yang diberikan. Namun pada kenyataannya, tidak semua dana bantuan ini berkembang dengan sebagaimana mestinya, maksudnya tidak semua nadzir sukses dalam mengelola


(19)

dana bantuan ini. Masalah ini tidak lepas dari kewajiban Kemenag untuk melakukan pengawasan atas dana yang diberikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai mekanisme dana bantuan pengembangan wakaf yang diberikan oleh Kementerian Agama RI dan pengawasannya. Adapun yang menjadi judul dalam skripsi ini adalah “Peran Kementerian Agama RI Dalam Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah yang muncul, diantaranya:

1. Wakaf seharusnya menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Dalam pengelolaan harta produktif, pihak yang paling berperan dalam berhasil atau tidaknya pemanfaatan harta benda wakaf adalah nadzir wakaf. 3. Setiap tahun Direktorat Pemberdayaan Wakaf mendapatkan amanah dana

bantuan yang harus disalurkan kepada nadzir-nadzir yang membutuhkan. 4. Pada kenyataannya tidak semua dana bantuan wakaf ini berkembang dengan

sebagaimana mestinya, ada nadzir yang berhasil mengelola dana ini, dan adapula yang tidak.

5. Kementerian Agama memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan atas dana bantuan wakaf yang diberikan.


(20)

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas serta menjaga kemungkinan penyimpangan dalam penelitian ini, maka penulis perlu memberikan batasan pada wakaf produktif, mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf, dan pengawasannya.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf? 2. Bagaimana efektivitas pengawasan Kementerian Agama dalam penyaluran

dana bantuan pengembangan wakaf?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.

b. Untuk mengetahui efektivitas pengawasan Kementerian Agama dalam penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.

2. Manfaat penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan akan memberikan manfaat: a. Manfaat bagi akademisi


(21)

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang wakaf khususnya penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.

b. Manfaat bagi praktisi

Hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi sumber rujukan bagi para praktisi di bidang pengelolaan wakaf.

c. Manfaat bagi masyarakat

Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan pandangan yang lebih luas tentang wakaf bagi yang mengetahui dan memberikan pengetahuan baru bagi yang belum mengetahui.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penyusunan penulisan penilitian, maka sistematika penulisan disusun dengan merujuk pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini terdiri dari lima bab, yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan tentang teori wakaf, efektifitas pengawasan, SWOT, review studi terdahulu, dan kerangka konseptual.


(22)

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode penelitian, yaitu: jenis penelitian, tempat penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diterangkan mengenai gambaran umum, hasil penelitian, yaitu mekanisme dan pengawasan penyaluran dana, uraian SWOT dana bantuan, serta efektifitas pengawasan.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini akan memuat kesimpulan atas bab-bab sebelumnya yang merupakan jawaban dari rumusan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya. Selain itu pada bab ini juga akan memuat saran yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.


(23)

10 A. Wakaf

1. Definisi dan Dasar Hukum Wakaf a. Definisi Wakaf

Pengertian wakaf secara etimologi adalah menahan (al-habs), dan diartikan secara terminology yaitu “Tahbiisul ashl wa tasbiilul manfa’ah” (menahan suatu barang dan memberikan manfaatnya).1 Tahbiisul ashl

artinya menahan barang. Sedangkan yang dimaksud dengan Ashl adalah jenis barang, seperti rumah, pohon, tanah, dan mobil serta yang serupa dengannya. Sebab jenis barang wakaf dapat berupa benda bergerak maupun yang tidak bergerak. Sedangkan ungkapan tasbiilul manfa’ah yaitu melepaskannya. Maksudnya, orang yang berwakaf (wakif) menahan barang tersebut dari segala hal yang dapat mengalihkan kepemilikan dan orang tersebut memberikan manfaatnya. Misalnya, hasil sewa rumah, pohon yang berbuah, pengelolaan tanah, dan lain sebagainya.2

Wakaf menurut istilah syarak adalah menahan harta yang mungkin di ambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya

1

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Panduan Wakaf, Hibah, dan Wasiat (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟I, 2008), h.5.

2


(24)

(ainnya) dan digunakan untuk kebaikan.3 Para ahli fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, yaitu diantaranya:

1) Abu Hanifah

Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilihan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya.

Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah

“menyumbangkan manfaat”. Karena itu mazhab Hanafi

mendefinisikan wakaf adalah: “tidak melakukan suatu tindakan ats suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak mili, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang ataupun akan datang”. 4

2) Mazhab Maliki

Mazhab maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan

3

Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, cet.IV, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.25.

4

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, FIQH WAKAF (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005), h. 2.


(25)

kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagaiwakaf kekal (selamanya).5

3) Mazhab Syafi‟I dan Ahmad bin Hambal

Syafi‟I dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti: perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang

5


(26)

diwakafkannya kepada mauquf „alaih (yang diberi wakaf) sebagai

sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melaranggnya, maka Qadli berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauquf

„alaih. Karena itu mazhab Syafi‟i mendefinisikan wakaf adalah: “tidak

melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).6

4) Mazhab Lain

Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik

mauquf „alaih (yang diberi wakaf), meskipun mauquf „alaih tidak

berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.7

Menurut kamus bahasa Indonesia, wakaf ialah memperuntukkan sesuatu bagi kepentingan umum, sebagai derma atau kepentingan yang berhubungan dengan agama.8 Dan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan

6

Ibid., h.3. 7

Ibid., h.3-4. 8

Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 1008.


(27)

sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam.9

Namun pengertian wakaf menurut apa yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat (1) PP No.28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik :

Perbuatan hukum seseorang atau Badan Hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

Sedangkan menurut UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.10

Jadi wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk menyerahkan harta yang dimilikinya guna untuk menahan benda harta tersebut agar

9

Mardani, FIQH Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2012), h. 357.

10 Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf”, Bab 1, Pasal 1.


(28)

diambil manfaatnya bagi kepentingan umum guna sesuai tuntunan syariah.

b. Dasar Hukum Wakaf

Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari:

1) Ayat Al-quran antara lain: a) QS. Al-Hajj: 77









“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat

kemenangan”.11 b) QS.Ali-Imran: 92







“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah

mengetahuinya”.12

11

Al-Qur‟an, Surat Al-Hajj: 77.

12


(29)

2) Sunnah Rasulullah SAW

Dari Abu Hurairah ra; sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila

anak adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: sodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang

mendoakan orang tua” (HR. Muslim).13

Adapun penafsiran shodaqoh jariyah dalam hadits tersebut adalah:

Hadits tersebut dikemukakan didalam bab wakaf, karena para ulama

menafsirkan shodaqah jariyah dengan wakaf “ (Imam Muhammad Ismail al Kahlani, tt., 87).”

Ada hadits Nabi yang telah tegas menggambarkan dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di khaibar:

“Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar ra memperoleh sebidang tanah di khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon

13

Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Penerjemah: Irfan Maulana Hakim, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 1998), h. 378.


(30)

petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (mengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau

makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR. Muslim).14 c. Unsur dan Persyaratan Wakaf

Unsur-unsur (rukun) yang harus terpenuhi dalam wakaf yaitu: 1) Wakif (orang yang berwakaf) 15

Orang yang berwakaf disyaratkan harus seorang yang dipandang cakap untuk melakukan amal kebajikan (ahl li al-tabarru‟) dengan indikator sebagai berikut:

a) Orang yang berwakaf adalah orang ewasa atau baligh

b) Orang yang berwakaf berakal sehat, bukan orang gila atau orang bodoh

c) Orang yang berwakaf, pada saat mewakafkan hartanya dalam keadaan sehat, bukan orang yang sedang sakit keras.

d) Orang yang berwakaf adalah pemilik penuh harta yang akan diwakafkannya. Seseorang yang diserahi tugas untuk mengurus harta, atau hanya sebagai pengguna, seperti pengelola, penggarap, penyewa,

14

Ibn Hajar Al-Asqalani, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 1998), h. 378-379. 15

Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat, cet.I, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010), h.109-118.


(31)

peminjam, dan pembeli gadai tidak dapat mewakafkan harta yang dikuasainya karena bukan pemilik penuh.

e) Orang yang berwakaf adalah pemilik syah harta yang akan diwakafkannya. Dengan kata lain orang seperti penggasab, penyerobot, pencuri dan pemilik harta illegal lainnya, tidak sah mewakafkan harta yang dimilikinya secara illegal karena bukan pemiliknya yang sah.

f) Orang yang berwakaf adalah orang yang cakap dalam bertindak (rasyid)

g) Orang yang berwakaf tidak tenggelam hutang. Orang yang mempunyai hutang yang melebihi jumlah hartanya tidak sah mewakafkan.

2) Mauquf bih (harta yang diwakafkan)16

Untuk barang yang diwakafkan, ditentukan beberapa syarat sebagai berikut:17

a) Barang atau benda itu tidak rusak atau habis ketika diambil manfaatnya.

b) Kepunyaan orang yang berwakaf c) Bukan barang haram atau najis.

16

Ibid., hal. 118-127. 17

Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori ke Praktek, cet.I, (Jakarta: CV. Rajawali, 1989), h.31.


(32)

3) Mauquf‟alaih (penerima wakaf)18

Syarat penerima wakaf adalah baligh dan berakal. 4) Shighat (ikrar wakaf)19

5) Nadzir (pengelola wakaf)20

Harta secara umum memerlukan pengelola yang dapat menjaga dan mengurus agar tidak terlantar dan sia-sia. Persoalan yang menjadi perhatian para ulama dalam menentukan pengelola (nadzir) adalah menyangkut sasaran. Apabila sasaran wakaf ditunjukkan untuk oorang-orang tertentu, maka pengelolaannya adalah penerima wakaf tersebut, dan apabila wakaf ditujukan untuk umum, seperti untuk masjid, fakir miskin, yatim piatu, orang-orang jompo, dan sebagainya, maka sebagai pengelolanya adalah penguasa hukum wilayah.

Al-Khatib al-Syarbini memberikan persyaratan nadzir adalah jujur, amanah serta kecakapan atau kemampuan seseorang untuk mengelola dan mengembangkan harta wakaf sehingga mencapai hasil yang optimal.

2. Macam-macam Wakaf dalam Islam

Pembentukan wakaf dan pertumbuhannya yang berkembang sangat pesat dalam Islam serta pwmwliharaanya yang baik, telah menjadikan asset wakaf berlimpah. Wakaf yang jumlahnya melimpah ini berasal dari berbagai jenis wakaf, berbagai macam bentuk, tujuan dan targetnya, substansi ekonominya, serta

18

Ibid., h. 127. 19

Ibid., h. 134. 20


(33)

bentuk wakaf berdasarkan jenis wakifnya atau bentuk manajemennya. Berikut macam-macam wakaf tersebut:

a. Macam-macam wakaf berdasarkan bentuk manajemennya21

Berdasarkan bentuk manajemennya, wakaf bisa dibagi menjadi empat macam: 1) Wakaf dikelola oleh wakif sendiri atau salah satu dari keturunannya, yang

kategori orangnya ditentukan oleh wakif.

2) Wakaf dikelola oleh orang lain yang ditunjuk wakif mewakili suatu jabatan atau lembaga tertentu, seperti Imam masjid dimana hasil wakafnya untuk kepentingan masjid tersebut.

3) Wakaf yang dokumennya telah hilang, sehingga hakim menunjuk seseorang untuk memanaj wakaf tersebut. Ini biasanya terjadi pada benda wakaf yang sudah berusia puluhan atau ratusan tahun.

4) Wakaf yang dikelola oleh Pemerintah. Hal ini muncul belakangan, terutama setelah terbentuknya Kementerian Wakaf pada masa Turki Usmani atau pada pertengahan abad kesembilan belas.

b. Macam-macam wakaf berdasarkan keadaan wakif22

Berdasarkan keadaan wakif, wakaf bisa dibagi menjadi tiga macam:

1) Wakaf orang-orang kaya. Wakaf ini banyak dilakukan oleh para sahabat yang kaya atau paling tidak mereka yang memiliki tanah dan perkebunan.

21

Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, h.20-21. 22


(34)

Wakaf ini terus berlanjut hingga memecahkan rekor terbanyak dari berbagai macam wakaf lainnya.

2) Wakaf tanah pemerintah berdasarkan keputusan penguasa atau hakim. 3) Wakaf yang dilakukan oleh wakif atas dasar wasiat.

c. Macam-macam wakaf berdasarkan substansi ekonominya23

Berdasarkan substansi ekonominya, wakaf bisa dibagi menjadi dua macam: 1) Wakaf langsung, yaitu wakaf untuk memberi pelayanan langsung kepada

orang-orang yang berhak, seperti wakaf masjid yang disediakan sebagai tempat shalat, wakaf sekolah yang disediakan untuk tempat belajar siswa dan wakaf rumah sakit untuk mengobati orang sakit secara cuma-cuma. Pelayanan langsung ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara langsung dan menjadi modal tetap yang selalu bertambah dari generasi ke generasi. Wakaf seperti ini merupakan asset produktif yang sangat bermanfaat generasi yang akan datang dan dirintis oleh generasi terdahulu untuk mengisi pembangunan yang akan datang serta bertujuan memberi manfaat langsung kepada semua orang yang berhak atas wakaf tersebut.

2) Wakaf produktif, yaitu wakaf harta yang digunakan untuk kepentingan produksi, baik dibidang pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa yang manfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari keuntungan bersih hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada

23


(35)

orang-orang yang berhak sesuai dengan tujuan wakaf. Disini, wakaf produktif diolah untuk dapat menghasilkan barang atau jasa kemudian dijual dan hasilnya dipergunakan sesuai dengan tujuan wakaf.

d. Macam-macam wakaf berdasarkan bentuk hukumnya24

Adapun macam-macam wakaf berdasarkan bentuk hukumnya ada dua kategori. Pertama, macam-macam wakaf berdasarkan cakupan tujuannya, yaitu:

1) Wakaf umum, yaitu wakaf yang tujuannya mencakup semua orang yang berada dalam tujuan wakaf; baik cakupan ini untuk seluruh manusia, atau kaum muslimin, atau orang-orang yang berada di daerah mereka.

2) Wakaf khusus atau wakaf keluarga, yaitu wakaf yang manfaat dan hasilnya hanya diberikan oleh wakif kepada seseorang atau sekelompok orang berdasarkan hubungan dan pertalian yang dimaksud oleh wakif. 3) Wakaf gabungan, yaitu wakaf yang sebagian manfaat dan hasilnya

diberikan khusus untuk anak dan keturunan wakif, serta selebihnya disalurkan untuk kepentingan umum.

Kedua macam-macam wakaf berdasarkan kelanjutannya sepanjang zaman, yaitu:

1) Wakaf abadi, yaitu wakaf yang diikrarkan selamanya dan tetap berlanjut sepanjang zaman. Wakaf yang sebenarnya dalam Islam adalah wakaf

24


(36)

abadi, yang pahalanya berlipat ganda dan terus berjalan selama wakaf itu masih ada.

2) Wakaf sementara, yaitu wakaf yang sifatnya tidak abadi, baik dikarenakan oleh bentuk barangnya maupun keinginan wakif sendiri.

e. Macam-macam wakaf berdasarkan tujuannya25

Ada beberapa macam wakaf berdasarkan tujuannya, diantaranya adalah: 1) Wakaf air minum. Wakaf ini termasuk diantara tujuan wakaf yang

pertama dalam Islam dan tercermin dalam wakaf Utsman bin Affan Radhiyallahu anhu yang berupa sumur Raumah.

2) Wakaf sumur dan sumber mata air di jalan-jalan yang biasa menjadi lalu lintas jamaah haji yang datang dari Iraq, Syam, Mesir dan Yaman, serta kafilah yang bepergian menuju India dan Afrika.

3) Wakaf jalan dan jembatan untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat.

4) Wakaf khusus bantuan fakir miskin dan orang-orang yang sedang bepergian.

5) Wakaf pembinaan social bagi mereka yang membutuhkan. 6) Wakaf sekolah dan universitas serta kegiatan ilmiah lainnya. 7) Wakaf asrama pelajar dan mahasiswa.

8) Wakaf pelayanan kesehatan.

9) Wakaf pelestarian lingkungan hidup.

25


(37)

f. Macam-macam wakaf berdasarkan jenis barangnya26

Sepanjang sejarah islam, wakaf sangat banyak dengan beragam bentuk dan jenisnya. Bahkan mencakup semua jenis harta benda.

1) Wakaf benda tidak bergerak. Di antara benda wakaf tersebut adalah wakaf pokok tetap berupa tanah pertanian dan bukan pertanian. Seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan perpustakaan.

2) Wakaf benda bergerak. Wakaf harta benda bergerak yang dijadikan pokok tetap menurut pengertian ekonomi modern, juga banyak dilakukan oleh kaum muslimin, seperti alat-alat pertanian, mushaf Al-Quran, sajadah untuk masjid, buku untuk perpustakaan umum dan perpustkaan masjid.

B. Efektivitas Pengawasan 1. Teori Efektivitas

a. Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata “efektif” berarti ada efeknya, (akibatnya, pengaruhnya), dapat membawa hasil, berhasil guna.

Sedangkan “efisien” berarti tepat sesuai untuk menghasilkan sesuatu

dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya, dan mampu menjalanlan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna dan bertepat guna.27

26

Ibid., h. 29. 27

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.352.


(38)

Peter F. Drucker berpendapat bahwa efektif yaitu mengerjakan pekerjaan dengan benar (doing the right things). Sedangkan efisien adalah mengerjakan pekerjaan yang benar (doing thing right).28 Efektivitas berarti menunjukkan suatu usaha dalam mencapai sasaran-sasaran atau hasil akhir yang telah ditetapkan secara tepat guna mencapai sasaran dan tujuan.29

Efektivitas dalam ekonomi yaitu suatu sasaran atau angka untuk menunjukkan sampai berapa jauh sasaran atau target tercapai. Menurut Amin Widjaja efektivitas berhubungan dengan penentuan apakah tujuan perusahaan yang telah ditetapkan tercapai. Sementara Tjukir P. Tawat efektivitas adalah kemampuan suatu unit kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan.30

Secara sederhana efektivitas merupakan ukuran untuk menggambarkan sejauh mana sasaran yang akan dicapai, sedangkan efisiensi menggambar kan bagaimana komponen tersebut dikelola atau di proses secara tepat dan benar sehingga tidak terjadi pemborosan, dan keduanya merupakan satu kesatuan proses guna mencapai visi dan misi. b. Karakteristik Efektif

Adapun keefektifan dapat dilihat dari 3 perspektif, yaitu:

28

Ernie Tisnawati sule dan kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, cet.I, (Jakarta: Kencana, 2005), h.7.

29

Amirullah dan Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, cet.II, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), h.8.

30Sinta Sri Rezeki, “Efektivitas Peran Wakalah Al

-Wakif Terhadap Perkembangan Tabung


(39)

1) Keefektifan individual yang ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kemampuan, dan motivasi.31

2) Keefektifan kelompok ditentukan oleh kekompakan, kepemimpinan, peran dan norma.32

3) Keefektifan organisasi ditentukan oleh lingkungan teknologi, struktur, pilihan strategis, dan budaya.33

Adapun karakteristik sistem pengawasan yang efektif, yaitu:

1) Akurat (accurate), yaitu informasi atau data yang diukur harus akurat keberadaannya.34

2) Ekonomis realistic (economically reslistic), yaitu pengeluaran biaya untuk implementasi pengawasan seminimal mungkin.35

3) Tepat waktu (timely), yaitu sistem pengawasan akan efektif jika dilakukan dengan cepat disaat penyimpangan diketahui.36

4) Realistik secara organisasi (organizationally realistic), yaitu individu harus dapat melihat hubungan antara tingkat prestasi yang dicapainya dan imbalan yang akan menyusul kemudian.37

31

Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, edisi.III, cet.II, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.3.

32

Ibid., h. 3. 33Ibid

., h.3. 34

Amirullah dan Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, h.307. 35

Ibid., h. 307. 36

Ibid., h. 307. 37


(40)

5) Dipusatkan pada pengawasan strategic (focused on strategic control points), yaitu diarahkan pada titik-titik strategis sehingga penyimpangan cepat diketahui dan terhindar dari kegagalan.38

6) Terkordinasi dengan kerja organisasi, memperhatikan bahwa aktivitas akan selalu terkait dengan kegiatan yang diawasi.39

7) Objektif dan komprehensif (objective and comprehensible), yaitu informasi dalam suatu sistem pengawasan harus mudah dipahami dan objektif.40

8) Fleksibel (flexible), yaitu sistem pengawasan memiliki tingkat keluwesan yang tinggi sehingga standar-standar pengendalian tetap dapat dipergunakan dikarenakan situasi dan kondisi.41

9) Diterima para anggota organisasi (accepted by organization members), yaitu sistem pengawasan dapat diterima dan dimengerti oleh semua anggota, sehingga masing-masing akan ikut bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan.42

Adapun kriteria efektif dan efisien dalam Islam, yaitu:

Prinsip keseimbangan (tawazun) yaitu mencakup bertindak yang harmonis, pantas, dan tidak kikir.

1) Prinsip mencapai kemanfaatan baik bagi dirinya, keluarga dan lingkungan.

38Ibid., h. 307. 39

Ibid., h. 307. 40

Ibid., h. 307. 41

Ibid., h. 307. 42


(41)

2) Prinsip tidak boros (mubazir).

3) Prinsip berlaku adil kepada diri pribadi, orang lain, dan dalam setiap perbuatan.

2. Teori Pengawasan

a. Pengertian Pengawasan

Pengawasan berasal dari kata “awas” yaitu dapat melihat baik-baik, mempertahankan dengan baik, waspada, dan hati-hati, sementara pengawasan sendiri merupakan penjagaan.43 Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.44

Menurut Terry dalam bukunya John Salindeho pengawasan adalah mengevaluasi prestasi kerja atau menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana, guna menemukan dan mengoreksi penyimpangan yang terjadi.45 Sedangkan dalam bukunya Kadar Nurzaman, pengawasan adalah satu kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan mencapai hasil yang dikehendaki.46

43

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.104. 44

M.Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995), h.18. 45

John Salindeho, Pengawasan Melekat Aspek-Aspek Terkait dan Implementasinya, cet.I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.25.

46

Kadar Nurzaman, Manajemen Perusahaan, cet.I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), h.135.


(42)

Pengertian pengawasan yang dikemukakan oleh Robert J. Mockler, pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.47

Pengawasan merupakan pengukuran dan pembetulan terhadap kegiatan para bawahan untuk menjamin bahwa apa yang terlaksana itu cocok dengan rencana. Jadi pengawasan itu mengukur pelaksanaan dibandingkan dengan cita-cita dan rencana, memperlihatkan dimana ada penyimpangan yang negatif dan dengan menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan, membantu menjamin tercapainya rencana-rencana.48

Menurut P. F. Ducker bahwa lembaga tidak dapat berfungsi tanpa manajemen. Manajemen adalah organ lembaga. Organ yang mengubah kerumunan menjadi organisasi dan mengubah usaha manusia menjadi prestasi, karena manajemen pengawasan merupakan fungsi fundamental. Hal

tersebut sesuai dengan manajemen “POAC”, yaitu:

47

Hani Handoko, MANAJEMEN (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 1998), h.360-361. 48


(43)

1) Planning (perencanaan), yaitu merupakan proses awal dalam menentukan tujuan manajemen yang akan dicapai. 49

2) Organizing (pengorganisasian), yaitu keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas, tanggung jawab, wewenang dan fasilitas untuk mencapai tujuan.50

3) Actuating (kegiatan), yaitu aktifitas seluruh manajemen seperti anaggota yang bekerja menurut tugasnya.51

4) Controlling (pengawasan), yaitu untuk menjamin bahwa kegiatan dapat memberikan hasil yang diinginkan.52

Berikut proses pengawasan menurut Stoner, freeman dan Gilbert:

peppe

Tidak

Sumber: Diolah dari Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, cet.I. (Jakarta: Kencana, 2005), h.321.

b. Tipe-Tipe Pengawasan

Ada tiga tipe dasar pengawasan, yaitu:

49

Mufham Al-Amin, Manajemen Pengawasan, cet.I, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2006), h.42. 50

Ibid., h. 42. 51

Ibid., h. 42. 52

Ibid., h. 42.

Penentuan standard dan metode penilaian kinerja Penilaian kinerja Apakah kinerja yang dicapai sesuai

dengan standard?

Pengambilan tindakan koreksi dan

melakukan evaluasi ulang atas standar yang telah ditetapkan Tujuan tercapai


(44)

1) Pengawasan pendahuluan (feedforward control). Pengawawasan pendahuluan, atau sering disebut steering controls, dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi, pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agresif, dengan mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan ini akan efektif hanya bila manajer mampu mendapatkan informasi akurat dan tepat pada waktunya tentang perubahan-perubahan dalam lingkungan atau tentang perkembangan terhadap tujuan yang diinginkan.

2) Pengawasan concurrent, pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control). Pengawasan ini, sering disebut

pengawasan “Ya-Tidak”, screening control atau “berhenti-terus”, dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bias dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan “double

-check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.

3) Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan balik, juga dikenal sebagai past-action controls, mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana


(45)

atau standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegitan-kegiatan serupa dimasa yang akan dating. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi

Feedforward control Concurrent Control Feedback Control

Ketiga bentuk pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen.

Pengawasan pendahuluan dan “berhenti-terus”, cukup memadai untuk memungkinkan manajemen membuat tindakan koreksi dan tetap dapat mencapai tujuan. Tetapi ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan disamping kegunaan dua bentuk pengawasan itu. Pertama, biaya keduanya mahal. Kedua, banyak nkegiatan tidak memungkinkan dirinya dimonitor secara terus menerus. Ketiga, pengawasan yang berlebihan akan menjadikan produktivitas berkurang. Oleh karena itu, manajemen harus menggunakan sistem pengawasan yang paling sesuai bagi situasi tertentu.

c. Tahap-Tahap Dalam Proses Pengawasan

Proses pengawasan biasanya terdiri paling sedikit lima tahap. Tahap-tahapnya adalah:

1) Tahap 1: Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan). Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dpat digunakan

Kegiatan belum dilaksanakan

Kegiatan sedang dilaksanakan

Kegiatan telah dilaksanakan


(46)

sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil. Tujuan, sasaran, kuota dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai standar. Bentuk standar yang lebih khusus antara lain target penjualan, anggaran, bagai pasar (market-share), marjin keuntungan, keselamatan kerja, dan sasaran produksi.

Tiga bentuk standar yang umum adalah:

a) Standar-standar phisik, mungkin meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk.

b) Standar-standar moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan sejenisnya.

c) Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus diselesaikan.

Setiap tipe standar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk-bentuk hasil yang dapat dihitung. Ini memungkinkan manajer untuk mengkomunikasikan pelaksanaan kerja yang diharapkan kepada para bawahan secara lebih jelas dan tahapan-tahapan lain dalam proses perencanaan dapat ditangani dengan lebih efektif. Standar harus ditetapkan secara akurat dan diterima mereka yang bersangkutan.

Standar-standar yang tidak dapat dihitung juga memainkan peranan penting dalam proses pengawasan. Memang, pengawasan dengan standar kualitatif lebih sulit dicapai, tetapi hal ini tetap penting untuk mencoba mengawasinya. Missal, standar kesehatan personalia, promosi


(47)

karyawan yang terbaik, sikap kerjasama, berpakaian yang pantas dalam bekerja, dan sebagainya.

2) Tahap 2: Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan. Penetapan standar adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat. Beberapa pertanyaan yang penting berikut ini dapat digunakan: berapa kali (how often) pelaksanaan seharusnya diukur – setiap jam, harian, mingguan, bulanan? Dalam bentuk apa (what form) pengukuran akan dilakukan – laporan tertulis, inspeksi visual, melalui telephone? Siapa (who) yang akan terlibat – manajer, staf departemen? Pengukuran ini sebaiknya mudah dilaksanakan dan tidak mahal, serta dapat diterangkan kepada para karyawan.

3) Tahap 3: Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata. Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan, pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terusmenerus. Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu 1) pengamatan (observasi), 2) laporan-laporan, laik lisan dan tertulis, 3) metoda-metoda otomatis dan 4) inspeksi, pengujian (test), atau dengan pengambilan sampel. Banyak perusahaan sekarang mempergunakan pemeriksa intern (internal auditor) sebagai pelaksana pengukuran.


(48)

4) Tahap 4: Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan analisa penyimpangan. Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan. Walaupun tahap ini paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi pada saat menginterpretasikan adanya penyimpangan.

Penyimpangan-penyimpangan harus dianalisa untuk menentukan mengapa standar tidak dapat dicapai. Bab7 menunjukkan bagaimana pentingnya hal ini bagi pembuat keputusan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan.

5) Tahap 5: Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan. Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan. d. Unsur-Unsur Pengawasan

Adapun unsur-unsur pengawasan, yaitu:

1) Subyek (pengawas atau orang yang mengawasi) dan obyek (orang yang diawasi)

2) Kebijakan dan ketentuan peraturan (dasar dilakukannya pengawasan berikut aturan mainnya)

3) Ruang lingkup pengawasan (hal-hal yang diawasi seperti kinerja pegawai, penggunaan anggaran, dan sebagainya)


(49)

4) Mekanisme (urutan, tata cara atau prosedur dalam melakukan pengawasan)

5) Tujuan (untuk memastikan bahwa pelaksanaan suatu tugas maupun hasilnya sesuai dengan perencanaan)

e. Syarat-Syarat Pengawasan

Adapun syarat-syarat pengawasan, yaitu:

1) Pengawasan harus sesuai dengan kedudukan dan mencerminkan sifat kegiatan. 53

2) Pengawasan harus bersifat korektif yaitu berani mengungkapkan penyimpangan-penyimpangan atau pelanggaran.54

3) Pengawasan harus objektif dan fleksibel yaitu dapat dilaksanakan meskipun telah dilakukan perubahan.55

4) Pengawasan harus ekonomis yaitu dengan biaya yang serendah mungkin.56

5) Pengawasan memerlukan perencanaan dengan cara membandingkan keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya dan membutuhkan struktur organisasi serta harus independen.57

f. Tujuan Pengawasan

Adapun tujuan dilakukannya pengawasan, yaitu:

53

Mufham Al-Amin, Manajemen Pengawasan, h.58. 54

Ibid., h. 58. 55

Ibid., h. 58. 56

Ibid., h. 58. 57


(50)

1) Mengetahui jalannya pekerjaan apakah lancar atau tidak, memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mencegah agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama.

2) Mengetahui penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana awal sesuai dengan sasarannya.

3) Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (tingkat pelaksanaan), mengetahui hasil pekerjaan serta dibandingkan dengan yang telah ditetapkan di perencanaan.

4) Mengetahui kelemahan-kelemahan pelaksanaannya, memecahkan masalah, mengurangi resiko kegagalan suatu rencana dan membuat perubahan maupun perbaikan.

g. Permasalahan Dalam Pengawasan

1) Solidaritas dari objek pengawasan, yang mengakibatkan proses pencarian data dan informasi pendukung menjadi terhambat.

2) Pada beberapa lembaga penegak hukum belum ada ketentuan yang memadai untuk mengatur bagaimana seorang aparat penegak hukum seharusnya berperilaku (code of conduct), baik perilaku di dalam kedinasan maupun diluar kedinasan.

3) Mekanisme pengawasan yang sangat panjang, sehingga tidak berjalan dengan efektif.


(51)

4) Mekanisme pengawasan tidak transparan dan akuntabel sehingga masyarakat yang mengajukan laporan atau pengaduan tidak mengetahui tindak lanjut dari laporan atau pengaduan mereka.

5) Terjadinya tumpang tindih dan rumitnya pemeriksaan, biaya yang mahal, dan peranan yang formalitas.

6) Pengawasan dari komisi-komisi independen belum menunjukkan hasil,dan kurang komunikasi dengan masyarakat.

7) Perbedaan persepsi antara aparat pengawasan dengan aparat penegak hukum sendiri.

3. Efektivitas Pengawasan

Efektivitas pengawasan adalah kemampuan memilih rencana yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berkaitan dengan melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan dan merupakan ukuran tentang pencapaian suatu tugas dan tujuan, sejauh mana tugas atau tujuan telah dicapai. Artinya apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung, apakah tugas itu diselesaikan atau tidak, mengusahakan apa yang direncanakan menjadi kenyataan, mencari dan memberitahukan kelemahan yang dihadapi, terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya.58

58Megawati, “

Efektivitas Dps Dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Asuransi Syariah Pada AJB Bumi Putera 1912 Divisi Syariah,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h.39.


(52)

Sarlito menyatakan bahwa efektivitas organisasi atau kelompok adalah hasil kerja kelompok dalam mencapai tujuan. Makin dekat hasil organisasi atau kelompok dalam mencapai tujuan, maka semakin efektif. Pencapaian hasil akhir yang sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan telah memperhatikan efektivitas.

Tujuan utama dari pengawasan adalah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan, mencari dan memberitahukan kelemahan-kelemahan yang dihadapi serta menjadikan umpan balik untuk perbaikan, penyempurnaan pada waktu yang akan datang.59 Jadi dapat disimpulkan pengawasan yang efektif dan tidak efektif adalah:

a. Pengawasan dikatakan efektif jika dalam pengawasan mencapai tujuan objek yang diawasi.

b. Pengawasan harus merefleksikan perbaikan, penyempurnaan, jika dalam objek yang diawasi terdapat kekurangan atau pelanggaran dari rencana atau tujuan yang ditentukan.

c. Pengawasan dikatakan tidak efektif jika dalam pengawasan tidak mencapai tujuan objek yang diawasinya dan tidak merefleksikan pembenaran, dan penyempurnaan jika ada kekurangan pada objek yang diawasinya.

59


(53)

Untuk mencapai tujuan pengawasan dalam mencapai efektifitas, proses pengawasan dapat menjadi efektif harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu:60

a. Pengawasanberorientasi kepada tujuan organisasi.

b. Pengawasan harus objektif, jujur, dan mendahulukan kepentingan umum dari kepentingan pribadi.

c. Pengawasan harus berorientasi terhadap kebenaran menurut peraturan-peraturan yang berlaku dalam pelaksanaan pekerjaan.

d. Pengawasan harus menjamin daya dan hasil guna penelitian. e. Pengawasan harus bersifat terus menerus.

f. Hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik (feed back) terhadap perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan, perencanaan, dan kebijaksanaan waktu yang akan datang.

C. Analisis SWOT

1. Pengertian Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategi harus

60

Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994), h.149.


(54)

menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.61 Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT.62 Beberapa pendapat tentang pengertian analisis SWOT: a. Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal yang

selanjutnya akan digunakan sebagai alat dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis eksternal mencakup peluang (opportunity) dan ancaman (Threaths). Analisis internal mencakup penilaian terhadap faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Maka langkah pertama adalah melakukan curah pendapat tentang keempat faktor SWOT tersebut.63

b. Analisis SWOT menurut Sutojo dan F. Kleinsteuber adalah untuk menentukan tujuan usaha yang realistis, sesuai dengan kondisi perusahaan dan oleh karenanya diharapkan lebih mudah tercapai.64 SWOT adalah singkatan dari kata-kata Strength (kekuatan perusahaan), Weaknesses (kelemahan perusahaan), Opportunity (peluang bisnis), Threats (hambatan untuk mencapai tujuan).

61

Bochar, Chan dan Iin, Manajemen Biaya, Diterjemahkan Oleh A. Susty Ambariani, cet.I, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), h.40.

62

Freddy Rangkuty, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet.XIV, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h.19.

63

M. Ismail Yustanto, Pengantar Manajemen Syariat, cet.II, (Jakarta: Khairul Bayan, 2003), h.83.

64

Siswanto Sutojo dan F. Kleinsteuber, Strategi Manajemen Pemasaran (Jakarta: Dammar Mulia Pustaka, 2002), h.6.


(55)

c. Analisis SWOT adalah salah satu bentuk analisis dalam manajemen dengan menggunakan prinsip SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunity dan Threats). Analisis SWOT digunakan untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan. Dengan memiliki kekuatan yang dimiliki serta mengembangkan kekuatan tersebut dapat dipastikan bahwa perusahaan akan lebih majundibanding pesaing yang ada. Demikian juga dengan kelemahan yang dimiliki harus diperbaiki agar perusahaan bisa tetap eksis. Peluang yang ada harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh perusahaan agar volume penjualan dapat meningkat. Dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan haruslah dihadapi dengan mengembangkan strategi pemasaran yang baik.65

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan tentang pengertian analisi SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal perusahaan serta bagaimana mengidentifikasi faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, dan dapat memaksimalkan kelemahan dan ancaman.

Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisa, perumusan dan evaluasi strategi-strategi itu disebut manajemen strategis. Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan melihat secara obyektif kondisi-kondisi eksternal dan internal. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi secara

65

Analisis SWOT, artikel ini diakses pada tanggal 5 September 2014 dari http://pengertian-analisis-swot.html.


(56)

jelas, fugsi manajemen, konsumen, distributor dan pesaing. Jadi perencanaan strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada.66

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan, definisi strategi yang dikemukakan oleh Chandler menyebutkan bahwa strategi adalah tujuan jangka panjang suatu perusahaan. Serta pendayagunaan serta alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman baik mengenai konsep dan strategi konsep-konsep yang lain yang sangat berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun, konsep-konsep itu adalah sebagai berikut:

a. Distinctive Competence: tindakan yang dilakukan perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibanding pesaingnya. Dengan iklim yang mendukung, tenaga kerja yang murah dan mudah diperoleh, lokasi strategis dan keamanan yang baik, skala usaha besar dan modern, pasar yang luas dan daya beli masyarakat yang tinggi

b. Competitive Advantages: kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya dalam kemampuan berbagai fungsi yang kait-mengkait lewat rantai nilai. Dimana keunggulan tergantung pada superioritas kualita SDM.

66


(57)

Mengingat bahwa lingkungan pemasaran dapat berupa kesempatan dan ancaman bagi perusahaan, maka perlu dilakukan suatu analisis SWOT, yang terdiri dari:

a. Strength: Dalam hal ini perusahaan perlu melihat terlebih dahulu kekuatan uang dimiliki, meskipun kekuatan ini tidak sepenuhnya merupakan keunggulan bersaing, yang penting bagi perusahaan adalah memiliki kekuatan yang relatif besar untuk faktor mikro dibanding dengan pesaingnya. Kekuatan ini bisa saja berupa tersedianya dana yang cukup besar, memiliki tenaga kerja yang terampil dan professional. 67

b. Weaknes: Disamping meneliti keunggulannya, perusahaan harus merinci apa saja kelemahan-kelemahannya. Hal ini supaya dapat diatasi terlebih dahulu sebelum perusahaan terjun di area persaingan. Jika mungkin kelemahan itu dihilangkan, dan jika tidak mungkin, harus ditutup dengan nilai lebih yang dimiliki perusahaan. Kelemahan ini misalnya pangsa pasar yang masih sempit, ada batasan-batasan dari peraturan pemerintah dan undang-undang.68 c. Opportunity: peluang pemasaran perusahaan adalah arena yang menarik untuk

kegiatan pemasaran dimana perusahaan tersebut meraih keunggulan dalam bersaing. Peluang harus dicari dan diraih karena peluang tidak akan datang ke perusahaan kita. Banyak perusahaan yang cerdik, mengukur kelemahan dan kekuatan bisnisnya untuk meraih peluang yang sesuai dengan kekuatannya dan sukses karena didukung oleh adanya kerja sama yang baik antar bagian

67

Agus Wibisono, Analisis SWOT, artikel ini diakses pada tanggal 5 september 2014 dari http://aguswibisono.com/2010/analisis swot-strength-weaknesses-opportunity-threat/.com

68 Ibid.,


(58)

(internal) perusahaan itu sendiri. Hal penting dalam suat analisis lingkungan yaitu bagaimana memperoleh informasi adanya peluang-peluang baru.69

d. Threat: Dalam mengembangkan keunggulan dan kekuatannya untuk meraih kesempatan baik menghadapi hambatan yaitu berupa kecenderungan yang tidak menguntungkan yang dapat mengancam kedudukan perusahaan apabila tidak diantisipasi dengan aktifitas pemasaran yang terpadu.70

Analisis SWOT mengarahkan analisis strategic dengan cara memfokuskan perhatian pada kekuatan (strength), kelemahan (weaknes), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang memerlukan hal yang kritis bagi keberhasilan organisasi maupun perusahaan dengan melakukan identifikasi secara hati-hati pada faktor keberhasilan kritis (Critical Succes Factory).71

Kinerja perusahaan atau organisasi dapat ditentukan dengan analisis SWOT, yang merupakan hasil perbandingan dengan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman/tantangan). Faktor internal diperoleh dari data dalam lingkungan perusahaan seperti dari laporan keuangan, kegiatan operasional, kegiatan pemasaran dan data staff serta karyawan. Sedangkan faktor eksternal diperoleh dari data lingkungan diluar perusahaan atau organisasi, seperti analisis pasar, komunitas, pemerintah dan analisis kelompok (untuk kepentingan tertentu) perencanaan usaha yang baik dengan menggunakan metode pengujian analisis

69 Ibid.,

70

Murti Sumarni, Manajemen Pemasaran Bank (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h.75-76.

71


(59)

SWOT dirangkum dalam matrik SWOT yang dikembangkan oleh Kearns (1992).72

Table 2.173

Gambar Diagram Matrik SWOT Kearns EFAS IFAS Opportunity(O) (Peluang) Treath (T) (Ancaman) Strength (S) (Kekuatan) Strategi SO

Keunggulan komparatif (Comparative Advantage) Strategi WO Mobilisasi (Mobilization) Weakness (W) (Kelemahan) Strategi ST Divestasi/investasi (Divestment/Investment) Strategi WO

Kendali kerusakan (Damage Control)

Dalam matriks tersebut, Comperative Edvantage (keunggulan komparatif) berarti pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga organisasi tidak boleh membiarkan peluang itu hilang begitu saja, namun sebaliknya organisasi harus segera memperkuat dengan berbagai perencanaan yang mendukungnya. Sel A ini memberi kemungkinan bagi organisasi untuk berkembang lebih cepat, namun harus senantiasa waspada terhadap perubahan yang tidak menentu dalam

lingkungannya. Dengan demikian yang harus dijawab adalah “bagaimana

72

M. Ismail Yusanto, Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, cet.II, (Jakarta: Gema Insani Press, t.th), h.67.

73


(60)

memanfaatkan kekuatan yang ada, untuk meningkatkan posisi kompetitif

organisasi”.

Sel B menghadapkan organisasi pada isu Strategis Mobilization yaitu kotak interaksi dan pertemuan antara ancaman dari luar yang diidentifikasikan dengan kekuatan organisasi. Disini organisasi harus melakukan mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar, bahkan jika mungkin organisasi dapat mengubahnya menjadi peluangز

Sel C menampilkan isu strategis investment atau divestment yang memberikan pilihan dengan situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan, namun organisasi tidak mempunyai kemampuan untuk menggarapnya. Kalau dipaksakan, dapat memakan biaya yang sangat besar sehingga akan merugikan organisasi.

Sel D adalah kotak yang paling lemah dari semua sel karena merupakan kotak atau titik temu dua isi yang masing-masing lemah, dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage Control (mengendalikan kerugian) yang diterima sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.

2. Fungsi, Manfaat dan Tujuan Analisis SWOT a. Fungsi Analisis SWOT

Sebagai alat analisa, analisis SWOT berfungsi untuk menganalisis mengenai keuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan yang dilakukan melalui telaah terhadap kondisi internal perusahaan, serta analisis mengenai


(61)

peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan yang dilakukan melalui telaah terhadap kondisi eksternal perusahaan.74

b. Manfaat Analisis SWOT

Analisis SWOT bermanfaat apabila telah secara jelas ditentukan dalam bisnis apa perusahaan beroperasi, dan arah mana perusahaan menuju masa depan serta ukuran apa saja yang digunakan untuk menilai keberhasilan manajemen perusahaan dalam menjalankan misinya dan mewujudkan visinya. Dari hasil analisis akan memetakan posisi perusahaan terhadap lingkungan dan menyediakan pilihan strategi umum yang sesuai, serta dijadikan dasar dalam menetapkan sasaran-sasaran selama 3-5 tahun ke depan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan dari para stakeholder.

c. Tujuan Analisis SWOT

Untuk mengetahui kelemahan perusahaan dan menciptakan kelemahan itu menjadi kekuatan, serta mencoba menghilangkan ancaman untuk dijadikan suatu peluang, maka perlunya identifikasi terhadap peluang dan ancaman yang dihadapi serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan melalui penelaahan terhadap lingkungan dan potensi sumber daya perusahaan dalam menetapkan sasaran dan merumuskan strategi organisasi yang realistic dalam mewujudkan visi dan misinya, maka tujuan analisis SWOT adalah

74

Artikel Ini diakses Pada Tanggal 5 September 2014 Pukul 16.15 dari


(62)

untuk faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan yang telaha di analisis, dan apabila terdapat kekurangan maka dapat disempurnakan.

3. Matrik Faktor Strategi Eksternal

Sebelum membuat matrik Faktor Strategi Eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (External Strategic Factor Analysis Summery/EFAS).75

a. Susunlah kolom 1 (5 sampai 10 peluang dan ancaman).

b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai 1 (poor) berdassarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian ratig ancaman adalah sebaliknya. Misalnya, jika nilai ancamannya besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya jika ancamannya sedikit, ratingnya 4.

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilai bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) samapi dengan 1,0 (poor).

75

Freddy Rangkuty, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 19.


(63)

e. Gunakan kolom 5 untuk memberi komentar atau catatan atau faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya.

f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini dapat kita gunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industry yang sama.

Tabel 2.2 Matriks EFAS76 Faktor-Faktor

Strategi Eksternal

Bobot Rating Bobot x Rating

Komentar

Peluang

Ancaman

Total 1,00

Jadi, sebelum strategi diterapkan, perencanaan strategi harus menganalisis lingkungan eksternal untuk mengetahi berbagai peluang dan ancaman. Masalah strategis yang akan dimonitor harus ditentukan karena masalah ini mungkin dapat mempengaruhi perusahaan di masa yang akan datang.

76


(64)

4. Matirk Faktor Strategi Internal

Setelah faktor-faktor Strategis Internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabrl IFAS (Internal Strategic Factor Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor strategis internal tersebut dalam kerangka strength dan

weekness perusahaan.77 Tahap-tahap adalah:

a. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom.

b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 0,1 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor terhadap posisi strategis perusahaan (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00).

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-maing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai 1 (poor) berdasarkan pengaruh tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang termasuk kategori kekuatan) dimulai nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan mebandingkannya rata-rata industry atau dengan pesaing utama. Sedangkan untuk variabel yang bersifat negative, kebalikannya. Contohnya jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan rata-rata industry, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan dibawah rata-rata industry, nilainya adalah 4.

77


(65)

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).

e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.

f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industry yang sama.

Tabel 2.3 Matriks IFAS Faktor-Faktor

Strategi Internal

Bobot Rating Bobot x Rating

Komentar

Kekuatan

Kelemahan

Total 1,00

Melalui Kuadran Pearce dan Robinson (1998) memberikan empat kemungkinan posisi yang ditempati oleh suatu organisasi.


(66)

Gambar 2.1 Kuadran Pearce dan Robinson78

Kuadran III Kuadran I

( - , + ) Ubah Strategi ( + , + ) Progresif

Kuadran IV Kuadran II

( _ , _ ) Strategi Bertahan ( + , - ) Diversifikasi Strategi

Kuadran I

a. Merupakan situasi yang sangat menguntungkan.

b. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada secara maksimal.

c. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah prima dan mantap sehingga pertumbuhan yang agresif.

78

Siti Muyasari, “ Analisis SWOT Terhadap Produk Unit Link” (Studi pada PT Asuransi Takaful Keluarga, 2010, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 73.

Berbagai Peluang

Kekuatan Internal

Berbagai Ancaman Kelemahan


(67)

Progresif artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, membesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

Kuadran II (ST)

a. Meskipun menghadapi berbagai macam ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal.

b. Perusahaan pada posisi seperti ini dapat menggunakan kekuatannya untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.

c. Dilakukan melalui penggunaan strategi diversifikasi produk atau pasar.

Diversifikasi artinya perusahaan dalam kondisi mantap namum menghadapi sejumlah tantangan berat, sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karena itu organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi teknisnya.

Kuadran III (WO)

a. Perusahaan menghadapi peluang pasar yang besar tetapi sumber daya lemah. b. Karena itu dapat memanfaatkan peluang tersebut secara optimal.

c. Focus strategi perusahaan pada posisi ini ialah meminimalkan kendala-kendala internal perusahaan.

Ubah strategi artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya, strategi lama sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.


(68)

Kuadran IV (WT):

a. Merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan.

b. perusahan menghadapi berbagai ancaman eksternal sementara sumber daya yang dimiliki banyak kelemahan.

c. strategi yang diambil Defensif, Penciutan atau Likuidasi.

Strategi bertahan artinya kondisi internal organisasi yang lemah yang dihadapkan pada situasi eksternal yang sulit, menyebabkan organisasi berada pada pilihan dramatis. Karena itu organisasi disarankan untuk menggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambal terus berupaya membenahi diri.


(69)

D. Kerangka Konseptual

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Gambar diatas menjelaskan bahwa dirjen pemberdayaan wakaf memiliki tim khusus untuk melaksanakan program dana bantuan pengembangan wakaf. Tim khusus yang terdiri dari ketua dan auditor internal memberikan dana bantuan pengembangan wakaf kepada para nadzir yang mengajukan permohonan bantuan untuk pengembangan wakaf produktif. Dirjen wakaf memberikan dana bantuan

Dirjen Wakaf

Mekanisme Operasional

Pimpinan Auditor Internal

Hasil Pengawasan

Tidak Efektif Dana Bantuan

+

Nadzir


(70)

tersebut hanya kepada para nadzir yang sudah melewati tahapan seleksi kelayakan. Setelah dana bantuan tersebut diberikan, maka pihak dirjen wakaf melakukan pengawasan atas pengelolaan dana bantuan tersebut. Oleh karena itu, penulis akan meneliti bagaimana efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh kemenag terhadap nadzir yang menerima dana bantuan pengembangan wakaf tersebut.

E. Review Studi Terdahulu

Review studi terdahulu digunakan sebagai alat bantu sebuah gambaran dalam menyusun kerangka berfikir dalam penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan beberapa sumber kepustakaan.

a. Skripsi Auwalul Akmalia yang berjudul “Peranan Kantor Urusan Agama Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Jawa Barat Terhadap Pengelolaan

Wakaf Produktif”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kantor

urusan agama citeureup terhadap pengelolaan wakaf produktif dan mengetahui langkah-langkah strategis kantor urusan agama citeureup. Kesimpulan penelitian ini adalah peran kantor urusan agama kecamatan citeureup dalam pengelolaan wakaf yaitu dengan mensosialisasikan wakaf secara menyeluruh. Selain itu memberikan bimbingan kepada nadzir agar professionalitasnya dapat terus meningkat. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama membahas peran lembaha pemerintahan dalam meningkatkan wakaf produktif. Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi sebelumnya membahas tentang peran kantor urusan agama dalam pengelolaan wakaf


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)