C. Dinamika Kemampuan Berbahasa pada Anak Pra Sekolah

47 Selanjutnya ada beberapa tugas dalam belajar berbahasa pada awal masa kanak-kanak, yaitu Hurlock, 1993 : a. Pengucapan kata-kata. Anak-anak sulit belajar mengucapkan bunyi tertentu dan kombinasi bunyi, seperti uruf mati “z”, “w”, “d”, “s” dan “g” dan kombinasi huruf mati “sy”, “ng”, “kh”. Mendengarkan radio dan televisi dapat membantu belajar mengucapkan kata-kata yang benar. b. Menambah kosa kata. Kosa kata anak-anak meningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru untuk kata-kata lama. Dalam menambah kosa kata anak-anak muda belajar kata-kata umum seperti “baik” dan “buruk”, “memberi” dan “menerima” dan juga banyak kata-kata dengan pengunaan khusus seperti bilangan dan nama-nama warna. c. Membentuk kalimat. Kalimat biasanya terdiri dari tiga atau empat kata sudah mulai disusun oleh anak usia dua tahun dan biasanya oleh anak usia tiga tahun. Kalimat ini banyak yang tidak lengkap terutama terdiri dari kata benda dan kurang kata kerja, kata depan dan kata penghubung. Sesudah usia tiga tahun, anak membentuk kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata.

II. C. Dinamika Kemampuan Berbahasa pada Anak Pra Sekolah

Teori ekologi dari Bronfenbrenner dalam Santrock, 2004 menyatakan bahwa ada lima tahapan lingkungan yang mempengaruhi hubungan interpersonal seorang individu, termasuk seorang anak. Bronfenbrenner menyebutnya sebagai lima tahapan sistem lingkungan. Pertama adalah mikrosistem, dalam lingkungan yang pertama ini individu paling banyak menghabiskan waktunya. Yang termasuk Universitas Sumatera Utara 48 dalam lingkungan ini adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga di sekitar lingkungan individu bertempat tinggal. Tanpa lingkungan mikrosistem ini, individu tidak mungkin dapat berinteraksi dengan lingkungan diluarnya karena lingkungan mikrosistam inilah yang pertama akan dihadapi individu sebelum berinteraksi secara langsung dengan lingkungan lain diluar diri individu. Menurut Bronfenbrenner dalam Santrock, 2004 dalam lingkungan mikrosistem ini seorang anak bukanlah individu yang secara pasif menerima setiap pengalaman yang dialaminya, tetapi anak secara aktif berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan mikrosistem dan membentuk pengalaman- pengalaman baru. Lingkungan yang kedua adalah mesosistem, yang merupakan penghubung antara mikrosistem dan eksosistem. Sebagai contoh hubungan antara pengalaman anak dalam keluarga dan pengalaman anak dalam bersekolah. Contoh lainnya adalah lingkungan penghubung antara lingkungan keluarga dan teman sebaya anak. Penelitian yang dilakukan oleh Epstein dalam Santrock, 2004 dalam hal antara hubungan pengalaman anak dalam keluarga dan pengalaman anak dalam bersekolah menunjukkan adanya pengaruh kedua hal tersebut dalam pembentukan sikap dan prestasi anak ketika anak akan memasuki jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama. Anak yang lebih diberi kesempatan dalam hal berkomunikasi dan pengambilan keputusan, baik itu di rumah ataupun dalam lingkungan kelas di sekolahnya, menunjukkan tingkat inisiatif dan keinginan untuk belajar yang lebih tinggi. Universitas Sumatera Utara 49 Lingkungan yang ketiga adalah ekosistem. Pengalaman yang diperoleh anak dalam lingkungan ini akan dihubungkan dengan peran anak tersebut dalam lingkungan. Peran anak yang berbeda dari tiap tahap lingkungan akan membantu anak dalam memahami tahap perkembangannya. Lingkungan yang selanjutnya adalah makrosistem, dalam tahap lingkungan ini budaya memegang peran penting, termasuk didalamnya peran anak dalam budaya suku bangsa etnis dan kondisi sosial ekonomi dalam tahap perkembangan seorang anak Santrock, 2004. Konteks yang lebih luas dalam tahap lingkungan ini misalnya dimana seorang siswa dan guru bertempat tinggal, termasuk didalamnya nilai-nilai dan budaya yang dianut dalam lingkungan tersebut. Sebagai contoh, budaya dalam negara-negara Islam, misalnya Iran, peran laki-laki sangat mendominasi dalam sistem pendidikan sedangkan dalam budaya di negara Amerika Serikat, semua jenis kelamin baik laki-laki ataupun perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam dunia pendidikan. Ada pula pengaruh perbedaan kondisi sosiokultural lingkungan yang mempengaruhi kemampuan seorang anak untuk belajar Santrock, 2004. Lingkungan yang terakhir dan merupakan lingkungan yang paling luar adalah kronosistem yang merupakan kondisi sosiohistorikal dari perkembangan seorang anak. Seorang anak dalam lingkungan ini adalah sebagai generasi pertama yang harus diperhatikan, yang pertama berkembang dalam sistem komputerisasi yang begitu pesat, dan generasi pertama yang harus diperhatikan dalam segala hal Santrock, 2004. Universitas Sumatera Utara 50 Menurut Mc Devita dan Ormord dalam Rifai 1993, ada beberapa perkembangan yang dijalani oleh anak pada masa kanak-kanak awal usia dua samapai enam tahun yaitu perkembangan fisik, kognitif, intelegensi, perkembangan bahasa, kemampuan literasi, emosional, moral, sosial, perkembangan motivasi serta hubungan interpersonal. Seorang anak sudah dapat melihat sejak lahir. Seorang anak sudah dapat berkomunikasi sejak lahir dengan menangis, ekspresi muka dan gerakan-gerakan. Oleh karena itu, sejak lair sebaiknya para orang tua diberi keterampilan untuk mengembangkan perkembangan anak, dengan membantu orang tua agar lebih tanggap dan melakukan komunikasi. Apabila anak berinteraksi dengan lingkungan berarti sekaligus anak dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. Dengan demikian hubungan anak dengan lingkungan bersifat timbal balik, baik yang bersifat perkembangan psikologis maupun pertumbuhan dan perkembangan fisik. Anak pra sekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa. Sebagian besar dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya. Sebagian dari mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik Patmonodewo, 2000. Selanjutnya anak akan memasuki tahap perkembangan bahasa yang lebih tinggi yaitu pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataan- kenyataan yang bersifat sosial dan yang bersifat fisik. Pada waktu lahir anak mengalami kehancuran-kehancuran dan ketidakkeruan dalam dunianya. Lama- kelamaan anak akan belajar mengamati benda dan membuat generalisasi serta mengarahkan pada satu nama, misalnya bulat, binatang, manusia Rifai, 1993. Universitas Sumatera Utara 51 Menurut Ann Kesis dalam Beth, 1997 bahasa menggunakan banyak sekali aktivitas motor dan otak, sehingga intervensi guna meningkatkan keterampilan berbahasa adalah sangat kritis dan akan memperluas kemampuan mental anak. Perkembangan kognitif dan sosial dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan perkembangan hubungan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih dalam kandungan ibu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak Beth, 1997. Saat anak-anak berusia dua tahun, kebanyakan bentuk komunikasi pra bicara yang tadinya sangat bermanfaat dalam masa bayi telah ditinggalkan. Anak- anak tidak lagi mengoceh dan tangis anak sudah sangat berkurang. Anak mungkin menggunakan isyarat, terutama sebagai pelengkap bagi pembicaraan, untuk menekankan arti kata-kata yang diucapkan dan bukan sebagai pengganti bicara. Tetapi anak-anak terus berkomunikasi dengan orang lain dengan ungkapan- ungkapan emosi yang secara keseluruhan lebih diterima secara sosial dan tidak terlalu dianggap seperti bayi Hurlock, 1993. Selama masa awal kanak-kanak, anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara. Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, belajar berbahasa merupakan sarana pokok dalam bersosialisasi. Anak-anak yang lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah mengadakan kontak sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota kelompok daripada anak yang kemampuan berkomunikasinya terbatas. Anak-anak yang mengikuti kegiatan pra sekolah akan mengalami rintangan dalam hal sosial maupun pendidikan kecuali bila ia pandai Universitas Sumatera Utara 52 bicara seperti teman-teman sekelasnya. Kedua belajar berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak-anak yang tidak dapat mengemukakan keinginan dan kebutuhannya atau yang tidak dapat berusaha agar dimengerti orang lain cenderung diperlukan sebagai bayi dan tidak berhasil memperoleh kemandirian yang diinginkan Hurlock, 1993. Ada beberapa teori yang membahas mengenai kemampuan berbahasa seorang anak, salah satu diantaranya adalah teori interaksionisme. Teori interaksionisme merupakan teori modern mengenai perkembangan bahasa. Teori ini menyatakan bahwa bahasa dipelajari dalam konteks bahasa sehari-hari, tetapi diasumsikan sebagai persiapan secara biologis manusia untuk belajar berbicara. Gabungan dari faktor biologis dan lingkungan memainkan peran yang penting dalam pandangan teori ini. Peran dari agen sosialisasi seperti orang tua dalam tahap perkembangan bahasa anak merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Perkembangan kemampuan bahasa yang normal merupakan hasil dari peran sertaketerlibatan orang tua dan pemahaman anak, ketika orang tua berbicara pada anak sebagai perhargaan bahwa seberapa besar anak sudah mengetahui dan memahami, orang tua membantu meningkatkan pemahaman anak mengenai pesan-pesan baru Parke, 1999. Berikut ini merupakan bagan kerangka berpikir penelitian yang digunakan dalam merumuskan dan melaksanakan penelitian gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan. Universitas Sumatera Utara 53 Keterangan: = variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = responden = korelasi yang diteliti = salah satu faktor yang mendukung tidak diteliti Anak Pra Sekolah Bagan Dinamika Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah Kemampuan Berbahasa Stimulus Tahap perkembangan masa kanak-kanak awal Tugas perkembangan masa kanak-kanak awal Lima sistem lingkungan kronosistem, makrosistem, ekosistem, mesosistem, mikrosistem Faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa anak Internal - intelegensi - perkembangan motorik - jenis kelamin - kondisi fisik - dan lain-lain Eksternal - keluarga - status sosial Universitas Sumatera Utara 55

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian. Metode penelitian juga merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan sejauh mana hasil penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan Hadi, 2000. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana gambaran kemampuan berbahasa anak pra sekolah di kota Medan. Menurut Azwar 2000, metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesa, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi. Jenis penelitian ini tidak mempersoalkan hubungan antar variabel dan tidak melakukan pengujian hipotesa. Hasil penelitiannya berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata, atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori disuatu variabel. Dalam pengolahan dan analisis data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif Faisal, 1995. Universitas Sumatera Utara