1
BAB I PENDAHULUAN
I. A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat manusia. Setiap anak dilahirkan dengan berbagai kemampuan, bahkan ketika ia
dilahirkan. Orang tua yang diberi anugerah anak kemudian mempunyai tanggung jawab yang besar agar mampu menjaga dan mendidik anak sehingga dapat
tumbuh kembang sebagaimana mestinya. Tidak dapat disangkal lagi, orang tua merupakan pemberi stimulus pertama kali yang akan menunjang segala
kemampuan anak dikemudian hari, terutama dalam usia satu sampai enam tahun yang sering kali disebut sebagai “usia emas” the golden age karena pentingnya
usia ini dalam tahap perkembangan seorang anak Nugraha, 2003. Pada usia ini seluruh aspek perkembangan kecerdasan tumbuh dan
berkembang sangat luar biasa. Para ahli berpendapat bahwa perkembangan kecerdasan anak berkembang cepat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Pada
usia inilah perkembangan anak terjadi dengan pesatnya, segala kemampuan yang ada dalam diri anak akan segera berkembang dalam usia ini, jika orang tua kurang
memahami apa yang terjadi pada anak dan kurang memberi stimulus yang tepat, maka yang terjadi adalah perkembangan yang kurang optimal. Pada usia ini
umumnya seorang anak disebut juga sebagai usia pra sekolah, karena dalam rentang perkembangan usia ini seorang anak umumnya diikutsertakan oleh orang
Universitas Sumatera Utara
2 tua dalam program pendidikan pra sekolah baik itu formal, non formal, maupun
pendidikan program pra sekolah informal Nugraha, 2003. Pendidikan anak pra sekolah PAPS pada tahun-tahun awal kehidupan
seseorang sangat penting. Sejak seorang bayi lahir, sel-sel otak berkembang secara luar biasa dan membuat sambungan antar sel. Proses yang kemudian
membentuk pengalaman yang akan dibawa seumur hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Ann Kesis dalam Beth, 1997 menunjukkan lebih dari 50 persen
perkembangan individu, terutama pertumbuhan dan perkembangan otak terjadi pada usia pra sekolah. Usia pra sekolah, khususnya usia tiga sampai lima tahun
merupakan periode penting bagi pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga sering disebut sebagai masa peka. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan
fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam
mengembangkan kemampuan fisik dan psikis intelektual, motorik, bahasa, sosial dan emosional.
Menurut Mc Devita dan Ormord dalam Rifai 1993, ada beberapa perkembangan yang dijalani oleh anak pada masa kanak-kanak awal usia dua
sampai enam tahun yaitu perkembangan fisik, kognitif, intelegensi, perkembangan
bahasa, kemampuan literasi, emosional, moral,
sosial, perkembangan motivasi serta hubungan interpersonal. Selanjutnya anak akan
terus berkembang sesuai tahap perkembangannya. Seiring perkembangan anak tersebut, segala kemampuan anak pun akan semakin meningkat. Agar
Universitas Sumatera Utara
3 pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal, maka dibutuhkan
kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak. Menurut Fagot dan Gauvam dalam Murray, 1997 bimbingan kognitif
dari orang tua juga sangat menentukan perkembangan kognitif tiga tahun pertama. Anak yang mendapatkan petunjuk-petunjuk praktis serta strategis pada
saat bermain bebas dari ibunya, mendapatkan skor kecerdasan yang tinggi pada usia lima tahun. Berdasarkan hasil penilaian guru, anak-anak tersebut kurang
bermasalah dalam hal belajar. Namun sebaliknya menurut Hart dalam Murray, 1997 anak-anak yang ibunya sering memberikan komentar atau pengarahan pada
tugas-tugas akan mendapatkan skor kecerdasan lebih rendah dan peringkat yang tinggi pada ketidakmampuan belajar . Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Burgess 1997 bahwa kepedulian akan bahasa pada orang tua memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan sensitivitas fonologi anak.
Perkembangan bahasa anak diusia pra sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak kemampuan anak yang berkembang pesat pada usia ini. Hal ini
karena perkembangan anak ditandai dengan masa peka terutama dalam hal perkembangan bahasa. Masa peka inilah yang kemudian akan sangat
mempengaruhi perkembangan pada masa selanjutnya. Jika masa peka perkembangan bahasa ini terlewatkan begitu saja, maka orangtua akan mengalami
kesulitan untuk mewujudkan anak dengan kemampuan berbahasa yang optimal. Anak yang memiliki kecerdasan lebih dalam berbahasa akan terlihat kemampuan
yang lebih dalam hal mengarang, membaca, berdiskusi hingga berpidato di depan umum Sunarti, 2004.
Universitas Sumatera Utara
4 Stimulus berupa ajakan untuk berbahasa akan membuat percabangan otak
menjadi lebih banyak dan daerah kortikal otak lebih tebal, sehingga anak menjadi lebih terampil, kemampuan berbahasa berkembang dengan pesat dan koordinasi
indera menjadi lebih baik. Otak yang jarang atau tidak pernah digunakan karena tidak mendapatkan stimulasi untuk berbahasa akan menyebabkan musnahnya
sambungan dan percabangan daerah kortikal otak Sunarti, 2004. Proses berbahasa melibatkan sejumlah saraf otak untuk menyusun kata-
kata agar dapat dipahami. Berbahasa juga dapat dipahami sebagai proses berpikir. Sejak awal usia batita bawah tiga tahun, anak mulai mampu mengucapkan
sebuah kata yang mempunyai arti, tetapi belum mampu mengucapkan kata dengan artikulasi yang baik dan benar seperti orang dewasa. Oleh karena itu pengucapan
seorang anak pada usia ini lebih merupakan potongan kata. Kemampuan berbahasa dipengaruhi oleh kematangan otak, khususnya limbik otak bahasa dan
pengaruh lingkungan, terutama dipengaruhi oleh orang tua. Semakin banyak orang tua memberikan stimulus pada anak, maka efeknya akan bersifat positif
yaitu anak akan semakin kaya dengan kosa kata. Dengan kata lain, semakin sering orangtua merespon ajakan anak untuk berkomunikasi, mengenalkan banyak
konsep, dan benda, maka perkembangan bahasa anak akan semakin baik Sears, 2004.
Menurut Hurlock 1993 ada tiga hal yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang individu, pertama yaitu intelegensi. Dimana perilaku berbahasa
pada umumnya mengikuti perkembangan kognitif seorang anak. Hal ini mencerminkan logika dari proses berpikir anak. Kedua adalah status sosial
Universitas Sumatera Utara
5 ekonomi. Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang
terorganisasi daripada keluarga kelas menengah keatas. Jarang terjadi pembicaraan antar anggota keluarga dan anak kurang didorong untuk berbicara.
Ketiga adalah pendidikan orang tua. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memahami peran penting stimulus dalam merangsang
kemampuan berbahasa anak, sehingga dari orang tua yang berpendidikan lebih tinggi akan lahir anak yang memiliki perkembangan kemampuan berbahasa yang
tinggi pula. Anak yang tumbuh dan berkembang dengan baik ditandai dengan
perkembangan bahasa yang meningkat baik. Hal ini juga ditunjukkan dengan kemampuan anak secara bertahap berubah dari melakukan ekspresi suara
kemudian berekspresi dengan berkomunikasi dan dari hanya berkomunikasi dengan menggunakan gerakan dan isyarat untuk menunjukkan kemauan,
berkembang menjadi komunikasi melalui perkataan yang tepat dan jelas Patmonodewo, 2003.
Anak pra sekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan berbahasa melalui percakapan yang dapat menarik perhatian orang lain. Mereka
dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya, melakukan dialog dan bernyanyi. Sejak berusia dua tahun anak memiliki minat
yang tinggi untuk menyebut berbagai nama benda. Minat tersebut akan terus berlangsung dan meningkat bersamaan dengan bertambahnya perbendaharaan
kata dari yang telah dimiliki sebelumnya Patmonodewo, 2003.
Universitas Sumatera Utara
6 Hal-hal disekitar anak akan mempunyai arti apabila anak mengenal nama
diri. Pengalaman dan situasi yang dihadapi anak akan mempunyai arti apabila anak mampu menggunakan kata-kata untuk menyebut benda-benda atau
menjelaskan peristiwa. Dengan demikian akan membantu anak untuk membentuk gagasan yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Pendengar ataupun
penerima berita akan mampu memahami apa yang dimaksudkan oleh pengirim berita melalui bahasa yang digunakan. Anak-anak dapat menggunakan bahasa
dengan ungkapan yang lain, misalnya bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan melalui bentuk seni contohnya menggambar. Ungkapan tersebut dapat merupakan
petunjuk bagaimana anak memandang lingkungan sekitarnya dalam kaitan dirinya dengan orang lain Patmonodewo, 2003.
Selanjutnya anak akan memasuki tahap perkembangan bahasa yang lebih tinggi yaitu pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataan-
kenyataan yang bersifat sosial dan yang bersifat fisik. Pada waktu lahir anak mengalami ketidakteraturan dalam dunianya. Seiring perkembangan anak akan
belajar mengamati benda dan membuat generalisasi serta mengarahkan pada satu nama, misalnya bulat, binatang, manusia Rifai, 1993.
Menurut Gunarsa dan Gunarsa 1995 dorongan terhadap kemampuan berbahasa anak berhubungan erat dengan pembinaan dari keluarga. Keluarga dan
suasana keluarga
memegang peran
utama untuk
menanamkan dan
mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Bagaimana orang tua menerapkan keterlibatannya terhadap anak memegang peranan penting dalam menanamkan
dan membina kemampuan berbahasa.
Universitas Sumatera Utara
7 Orang tua adalah guru pertama bagi anak. Apabila anak telah masuk
sekolah, orang tua adalah mitra kerja yang utama bagi guru. Orang tua juga mempunyai berbagai peran yaitu orang tua sebagai pelajar, relawan, pembuat
keputusan, dan sebagai anggota tim kerja sama antara guru dan orang tua. Peran- peran tersebut memungkinkan orang tua membantu meningkatkan perkembangan
dan pertumbuhan anak-anak mereka Patmonodewo, 2003. Lingkungan tempat anak hidup selama tahun pembentukan awal hidupnya
mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan mereka. Pengaruh orang tua pada awal perkembangan anak tetap akan tampak nyata walaupun waktu yang
dihabiskan lebih banyak dengan anggota kelompok teman sebayanya, di lingkungan tempat tinggal dan sekolah. Empat alasan yang menjadikan
pendidikan awal sangat penting yaitu pertama, hasil belajar dan pengalaman merupakan peran dominan dalam perkembangan seiring bertambahnya usia anak,
mereka dapat diarahkan kearah penyesuaian yang lebih baik. Pada dasarnya tugas ini harus ditangani oleh keluarga, walaupun kelompok sosial yang lebih besar juga
dapat memberi pengaruh budaya dimana anak-anak dapat memenuhi kemampuannya Hurlock, 1993.
Alasan kedua, pendidikan awal cepat berkembang menjadi pola kebiasaan, hal ini akan mempunyai pengaruh sepanjang hidup dalam penyesuaian pribadi dan
sosial anak. Alasan ketiga, bertentangan dengan keyakinan popular, anak-anak tidak melepaskan ciri bawaan yang tidak disukai dengan bertambahnya usia
mereka. Sebaliknya sebagaimana ditekankan sebelumnya, pola sikap dan perilaku yang dibentuk pada awal kehidupan cenderung bertahan walaupun hal itu bersifat
Universitas Sumatera Utara
8 buruk bahkan jika itu merupakan sesuatu yang menguntungkan atau merugikan
penyesuaian anak Hurlock, 1993. Alasan keempat, karena ada sesuatu perubahan yang diinginkan dalam apa
yang diajarkan pada anak, semakin cepat perubahan itu dibuat, semakin mudah bagi anak-anak untuk berubah sehingga anak lebih mudah bekerja sama dalam
mengadakan perubahan itu Hurlock, 1993. Menurut Ann Kesis dalam Beth, 1997 bahasa menggunakan banyak
sekali aktivitas motor dan otak, sehingga intervensi guna meningkatkan keterampilan berbahasa merupakan hal yang sangat kritis dan akan memperluas
kemampuan mental. Betty Tood dalam Beth, 1997 yang meneliti lingkungan berbahasa di rumah menemukan perbedaan yang signifikan dalam lingkungan
berbahasa yang berbeda yaitu antara anak yang dibesarkan di lingkungan kumuh, kelas menengah dan keluarga profesional.
Orang tua yang berasal dari keluarga kumuh sangat jarang mengajak anaknya untuk berbicara dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas
menengah dan keluarga profesional. Pada usia lima tahun, anak yang berasal dari keluarga kumuh, baru menguasai sedikit perbendaharaan kata, umumnya hal ini
karena orang tua mereka hanya berbicara kepada mereka bila hendak mengajarkan displin dan bukan dalam pengertian berkomunikasi dengan mereka. Penelitian-
penelitian tersebut menitikberatkan pada kualitas interaksi antara orang tua dan anak yang sangat signifikan perannya, tercermin dari bahasa yang digunakan
anak, secara sengaja atau tidak sengaja meningkatkan keterampilan dan kemampuan berbahasa anak Beth, 1997.
Universitas Sumatera Utara
9 Kemampuan berbahasa anak juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor, salah
satu yang paling penting diantaranya adalah kebutuhan anak untuk berbahasa sebagai penyeimbang bagi kebutuhan lain yang tidak terpenuhi dalam kehidupan
anak. Misalnya, anak yang tidak memperoleh kasih sayang, pada waktu mereka bersama dengan orang dewasa lebih banyak menuntut perhatian daripada anak
yang memperoleh kasih sayang yang cukup dari orang tua. Keluarga yang menggunakan pendekatan otoriter terhadap anak memiliki keyakinan tradisional
bahwa “anak seharusnya dilihat bukan didengar”. Hal ini menyebabkan anak kurang belajar berbahasa daripada anak berada dalam keluarga yang
menggunakan disiplin permisif atau demokratis. Keluarga yang permisif memperbolehkan anak bicara pada waktu dan sebanyak yang mereka inginkan
Hurlock, 1993. Keluarga yang demokratis mendorong anak untuk mengungkapkan
pendapat mereka dan berperan serta dalam percakapan keluarga sebagai bagian dari filsafat keluarga yang demokratis. Anak dari keluarga besar umumnya
kurang belajar berbahasa daripada anak yang berasal dari keluarga kecil, sebagian karena dalam keluarga besar diterapkan pendekatan yang otoriter dan adanya
tekanan jumlah pembicaraan setiap anggota keluarga untuk menghindarkan kebisingan. Anak pertama umumnya didorong untuk berbicara lebih banyak dan
lebih banyak memperoleh bantuan orang tua dalam belajar berbahasa ketimbang saudara mereka yang lahir kemudian Hurlock, 1993.
Berdasarkan hasil survei pra penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada Taman Kanak-Kanak Namira di Pasar I Tanjung Rejo dan hasil wawancara
Universitas Sumatera Utara
10 dengan kepala sekolah salah satu taman kanak-kanak di kota Medan diperoleh
data jika terdapat masalah dalam kemampuan berbahasa anak, hal ini akan terlihat sejak anak tersebut berada di Taman Bermain play group. Persentase anak yang
mengalami masalah dengan kemampuan berbahasa sekitar sepuluh persen dari jumlah populasi tiap kelasnya. Taman kanak-kanak ini satu kelasnya rata-rata
terdiri dari 15 orang siswa, berarti sekitar dua orang anak mengalami masalah dengan kemampuan berbahasa untuk setiap kelasnya, mulai dari masalah ringan
seperti masalah dalam pengaturan dan perbendaharaan kata hingga masalah kemampuan berbahasa yang cukup berat seperti sedikitnya frekuensi berbahasa
pada anak pra sekolah tersebut. Para orang tua banyak yang cenderung menyerahkan sepenuhnya
pengawasan, yang seharusnya dilakukan oleh orang tua pada pengasuh dan menyerahkan proses pendidikan sepenuhnya pada pendidik di sekolah, tetapi
sebaliknya, jika anak tersebut mengalami sesuatu hal ataupun ada masalah dengan proses perkembangan anak, orang tua akan menyalahkan para pendidik di
sekolah. Oleh karena itu orang tua menjadi kurang paham stimulus apa yang seharusnya diberikan pada anak agar anak dapat tumbuh kembang dengan
optimal. Terutama dalam masalah bahasa, anak dalam usia pra sekolah sangat tergantung dengan stimulus yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya, terutama
untuk lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat dengan anak. Data ini didapat melalui hasil wawancara dengan kepala sekolah Taman Kanak-Kanak
Namira di Pasar I Tanjung Rejo dan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada
Universitas Sumatera Utara
11 hari Kamis tanggal 15 Februari 2007 jam 07.50 ketika anak-anak akan masuk
sekolah. Hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah Taman Kanak-Kanak
Namira di Pasar I Tanjung Rejo juga menunjukkan bila anak yang mengalami masalah dalam kemampuan berbahasa ditangani sejak dini maka masalah tersebut
akan semakin berkurang, terutama jika anak tersebut sehat secara fisik dan mengalami gangguan perkembangan bahasa hanya karena kurangnya stimulus
yang diperoleh dari lingkungan keluarga. Hal ini juga dihubungkan dengan peran serta pendidik untuk mengkomunikasikan masalah kemampuan berbahasa dengan
para orang tua, salah satu caranya dengan membuat buku komunikasi dan mengundang orang tua dari anak yang mengalami masalah maupun yang tidak
mengalami masalah untuk datang ke sekolah menghadiri pertemuan orangtua dengan pendidik sebulan sekali dan kemudian menangani masalah anak secara
bersama-sama. Bronfenbrenner dalam Santrock, 2004, melalui teori sistem ekologinya
menjelaskan bahwa perkembangan anak yang dihubungkan pada interaksi anak dengan lingkungannya secara terus-menerus saling mempengaruhi satu sama lain
secara transaksional. Lingkungan anak di rumah adalah lingkungan yang pertama, dengan meningkatnya usia anak akan mengenal teman sebaya di luar rumah atau
dari lingkungan tetangga. Selanjutnya anak akan masuk lingkungan sekolah, dimana mereka akan mengenal pula teman sebaya, orang dewasa lain dan tugas-
tugas di sekolah.
Universitas Sumatera Utara
12 Bronfenbrenner dalam Santrock, 2004 juga menegaskan lingkungan anak
pra sekolah terdiri dari lima lapisan yaitu kronosistem, makrosistem, ekosistem, mesosistem, dan mikrosistem dimana masing-masing mengandung ekologi yang
berorientasi pada enam hal, pertama, lingkungan fisik, terdiri dari objek, materi dan ruang. Lingkungan fisik yang berbeda akan mempengaruhi anak. Sebagai
contoh anak yang dibesarkan dalam lingkungan dengan objek yang serba mewah, alat mainan yang bervariasi serta ruang gerak yang luas, akan lebih
memungkinkan berkembang secara optimal bila dibandingkan dengan mereka yang serba kekurangan dan tinggal di rumah yang sempit.
Kedua, lingkungan yang bersifat aktivitas, terdiri dari kegiatan bermain, kebiasaan sehari-hari, dan upacara yang bersifat keagamaan. Sebagai contoh anak
yang aktivitas sehari-hari diisi dengan kegiatan yang bermakna misalnya bermain bersama dengan ibu, hasilnya lebih berkualitas dibandingkan bila anak bermain
sendiri. Ketiga, berbagai orang yang ada disekitar anak dapat dibedakan dalam usia, jenis kelamin, pekerjaan, status kesehatan dan tingkat pendidikannya.
Lingkungan anak akan lebih baik bila orang-orang disekitarnya berpendidikan dibandingkan bila lingkungannya terdiri dari orang yang tidak pernah mengikuti
pendidikan formal Santrock, 2004. Keempat, sistem nilai yaitu sikap dan norma. Ekologi anak lebih baik
apabila anak diasuh dalam lingkungan yang menanamkan disiplin yang konsisten, daripada bila anak tinggal di lingkungan dengan aturan yang tidak menentu.
Kelima, komunikasi antar anak dan orang disekelilingnya akan menentukan perkembangan sosial dan emosi anak. Keenam, hubungan yang hangat dan anak
Universitas Sumatera Utara
13 merasa kebutuhannya terpenuhi oleh lingkungannya, akan menghasilkan
perkembangan kepribadian yang lebih mantap dibandingkan apabila hubungannya lebih banyak mendatangkan kecemasan Santrock, 2004.
Newfeld 1997 menyatakan bahwa orang tua berperan sangat penting dalam perkembangan bahasa yaitu dengan memberikan kesempatan kepada anak
untuk berinteraksi dengan segala materi tulisan. Begitu pula kesuksesan dalam membaca dan menulis di sekolah, diawali dengan pembelajaran di rumah.
Murray 1997 berpendapat bahwa kenyataan menunjukkan dejarat intensitas orang tua berbicara dengan anak-anaknya semasa pra sekolah
merupakan determinan yang sangat kuat terhadap prestasi akademik yang akan datang. Namun pada kenyataannya banyak para orang tua yang mengetahui
perannya dalam mempengaruhi pertumbuhan kognitif anak, tetapi masih banyak yang belum menyadari betapa pentingnya peran orang tua dalam mempersiapkan
kesiapan anak untuk berbahasa. Slabbert 1997 menegaskan bahwa skor perbendaharaan kata,
pengetahuan akan literacy dan pengalaman dengan bacaan, berkolerasi dengan kemampuan menulis pada anak-anak yang secara aktif diajari oleh orang tuanya.
Hal ini menunjukkan bahwa orang tua yang berperan aktif menemani bahkan mengajarkan perbendaharaan kata, menemani anak membaca berbagai sumber
bacaan yang sesuai dengan usia perkembangan anak, akan turut serta pula mengembangkan kemampuan menulis anak tersebut.
Lingkungan, dorongan dan rutinitas pemberian kebiasaan membaca dan menulis, meningkatkan perkembangan kemampuan berbahasa anak secara
Universitas Sumatera Utara
14 signifikan. Demikian pula membaca dan berbagi pengalaman tentang buku
seorang anak sebagai kegiatan sehari-hari dan rutin mereka Alexander, 1997. Melalui uraian diatas mengenai kemampuan berbahasa anak, khususnya
mengenai perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak, peneliti ingin mengetahui bagaimana perkembangan kemampuan berbahasa anak sesuai dengan
tahap perkembangan bahasanya, khususnya pada anak pra sekolah. Maka permasalahan yang akan diteliti adalah gambaran kemampuan berbahasa pada
anak pra sekolah di kota Medan.
I. B. Pertanyaan Penelitian