Gambaran Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah di Kota Medan

(1)

GAMBARAN KEMAMPUAN BERBAHASA

PADA ANAK PRA SEKOLAH DI KOTA MEDAN

Oleh:

Susi Diriyanti Novalina Sitompul

031301078

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan, rahmat, karunia dan petunjuk-Nya yang tidak terhingga, sehingga penelitian ini dapat selesai tepat waktu. Sholawat dan salam semoga tetap terunjuk pada junjungan seluruh umat, Nabi Muhammad SAW.

Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengalami banyak kesulitan, namun berkat rahmat dan karunia Allah SWT serta bantuan dari semua pihak, maka skripsi ini dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K)

2. Dekan fakultas psikologi universitas sumatera itara Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.AK

3. Ibu Rr Lita Hadiati Wulandari, S. Psi, Psikolog selaku pembimbing utama, yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, memberikan dukungan, mengarahkan dan memberikan sebuah pengalaman yang berharga bagi penulis. Terima kasih ya bu. Maaf sudah banyak merepotkan.

4. Ibu Desvi Yanti Muchtar, S. Psi, M. Si, Psi dan Ibu Filia Dina Anggaraeni, S.Sos, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan pada penulis dalam penyelesaian skripsi ini dan juga terima kasih atas kesediaan waktunya untuk menguji peneliti pada waktu yang akan ditentukan kemudian..


(3)

5. Kak Arliza Juairiani Lubis, M. Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah begitu banyak membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan. Terima kasih ya kak atas segala masukan, saran, dan arahannya selama masa perkuliahan dan semangat yang tetap diberikan pada peneliti selama masa perkuliahan.

6. “My Inspirator”, kedua orang tua penulis yang tak pernah berhenti mendorong, memberikan semangat, memberikan kasih sayang selama ini, dan yang tak pernah berhenti berdoa buat penulis. Terima kasih banyak buat bapak “my lovely father” dan mama’. Terima kasih atas segala dukungan, doa dan segala fasilitas yang diberikan pada peneliti selama ini, kasih sayang kalian sepanjang hayat peneliti yang tak akan terbalaskan. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita semua. Juga buat adik-adikku tercinta, Safriani S dan Verdinan S, terima kasih atas dukungannya selama ini, semoga kita semua selalu sukses, menjadi anak yang selalu dibanggakan orang tua, dan selalu dalam lindungan Alla SWT. Kakak sayang kalian…..terus berjuang ya.

7. Buat Mhd. Delfi Hrp, S. T yang telah banyak membantu penulis dalam proses penyelesaikan proposal skripsi ini. Terima kasih untuk kesabarannya. Semoga semuanya berakhir indah. Juga terima kasih yang mendalan buat nenek dan kak sari yang selalu direpotkan oleh peneliti, terutama buat nenek, terima kasih buat doa dan dukungannya yang sangat berarti buat peneliti.

8. Para Staf Pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran USU yang telah begitu banyak memberikan ilmu dan bimbingannya pada penulis.


(4)

Khususnya buat dosen pendidikan yang turut menguji peneliti pada saat penyelesaian proposal skripsi ini.

9. Staf adminstrasi, Bapak Iskandar, Pak Aswan dan Pak Anto yang juga telah sangat membantu penulis selama ini. Terutama buat semua pegawai yang berada di ruangan bu Lita dan kakak-kakak bagian administrasi dan bagian kemahasiswaan.

10.Kepala sekolah dan staf pengajar TK Namira Pasar 1 Tangjung Rejo, terima kasih atas informasi, masukan dan waktu yang diberikan dalam membantu penulis. Terima kasih atas segala informasi yang diberikan terutama pada saat observasi pra penelitian.

11.Buat Junaidi yang telah memberikan informasi mengenai TK Namira dan memberikan informasi lainnya yang dibutuhkan penulis.

12.Terima kasih juga buat semua personil Persona, atas kritik, saran dan pengertiannya. Maaf atas segala kesalahan dan kemunculan peneliti ke Persona selama proses penyelesaian skripsi ini.

13.Buat “my spirit”, teman-teman yang membuat kuliah menyenangkan, pendorong, tempat bertanya dan menjalani suka duka bersama. yulia, nani, anita dan ulfi, Thanks for the friendship. Best I ever had

14.TEAMBUSH, tempat bernaung selama hampir 4 tahun ini, dengan segala suka dan duka. Dene, binje, ulp, oma, cikot, mimi, kecap, panu, batak, frabi, surti, dan along terima kasih buat semuanya. Khususnya buat dene tercinta, terima kasih atas inspirasi sehingga judul ini dapat tercipta Trims darlin. Teman-teman ku yang paling keren sedunia....


(5)

15.Teman-teman 2003 yang selama ini sangat banyak membantu penulis, tempat bertanya dan bertukar pikiran, khususnya vivi dan nina ginting yang membantu penulis meminjamkan buku untuk penyelesaian proposal skripsi ini, buat astri evana juga, makasih atas semangat yang telah kau tularkan padaku.

16.Juga terima kasih peneliti ucapkan pada semua pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu dalam skripsi ini. Kalian semua sangat berarti buat diriku....semoga Alla SWT membalas segala kebaikan dan ketulusan kalian.

Semoga Allah membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dengan berlipat ganda. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan pada skipsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang sudah membantu walaupun mungkin masih banyak nama yang belum tersebutkan, kepada Allah penulis mohon ampun dan kepada semua pembaca penulis mohon maaf.

Medan, Desember 2007


(6)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Desember 2007 Susi Diriyanti Novalina Sitompul : 031301078

Gambaran Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah di Kota Medan ix + 122 Halaman + 45 Tabel +1 Bagan + 2 Lampiran

Bibliografi 38 (1993-2004)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran kemampuan berbahasa anak pra sekolah di kota Medan. Anak pra sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini memiliki batasan usia 3-6 tahun seperti yang dikemukakan oleh Biechler dan Snowman (1993). Pada tahap usia ini berbagai kemmapuan anak berkembang dengan pesat dan salah satu diantaranya adalah kemampuan berbahasa.

Subjek dalam penelitian ini adalah anak pra sekolah di kota Medan sebanyak 210 orang, dimana untuk kategori usia 3-4 tahun sebanyak 70 orang, usia 4,1-5 tahun sebanyak 70 orang dan usia 5,1-6 tahun sebanyak 70 orang. Subjek diperoleh dengan teknik probability sampling secara incidental. Alat ukur berupa tes kemampuan berbahasa yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk kemampuan berbahasa yang dikemukakan oleh Milestones dalam Papalia, 2003 dan dibantu dengan metode observasi untuk melihat respon anak ketika diberi pertanyaan dan kecepatan waktu anak menjawab pertanyaan tersebut. Uji daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui reliabiltas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha dari Cronbach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas terhadap data uji coba yang diolah dengan program SPSS Version 12.0 for Windows, maka diperoleh koefisien alpha 0.886 untuk kategoti usia 3-4 tahun, untuk usia 4,1-5 tahun diperoleh koefisien alpha 0.945 dan untuk usia 5,1-6 tahun diperoleh koefisien alpha 0.812.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana untuk mendapatkan gambaran skor kemampuan berbahasa, peneliti melakukan pengolahan dan analisa datanya menggunakan statistik yang bersifat deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean dan standar deviasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran kemampuan berbahasa anak pra sekolah di tergolong sedang. Jika ditinjau dari bentuk-bentuk kemampuan berbahasa sesuai dengan yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003) ditemukan bahwa anak pra sekolah memiliki kemampuan berbahasa reseptif yang tinggi dibanding kemampuan berbahasa ekspresif. Sedangkan jika dilihat dari masing-masing indikator kemampuan berbahasa untuk tiap kategori usia, anak pra sekolah memiliki kemampuan berbahasa yang tergolong sedang.


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………... i

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR GAMBAR………... viii

DAFTAR TABEL………... ix

BAB I PENDAHULUAN………... 1

I.A. Latar Belakang Masalah……….………... 1

I.B. Pertanyaan Penelitian.………. 14

I.C. Tujuan Penelitian………... 15

I.D. Manfaat Penelitian….……….. 15

I.E. Sistematika Penulisan ……….. 16

BAB II LANDASAN TEORI ………. 18

II. A Kemampuan Berbahasa……….. 18

II.A.1 Defenisi Kemampuan Berbahasa……… 18

II.A.2 Fungsi Bahasa ………. 20

II.A.3 Tahapan Perkembangan Berbahasa Anak……… 24

II.A.4 Perbedaan Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Berbicara dan Kemampuan Berkomunikasi……….... 33

II.A.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Anak ……..……... 36

II.B. Anak Pra Sekolah……… 39

II.B.1 II.B.2 II.B.3 II.B.4 Pengertian Anak Pra Sekolah………... Ciri-Ciri Anak Pra Sekolah ……….…………. Tahap Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal………… Tugas Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal…………. 39 40 41 44 II.C. Dinamika Kemampuan Berbahasa pada Anak Pra Sekolah………... 47

BAB III METODE PENELITIAN………. 55

III.A. Pertanyaan Penelitian ………..………... 56

III.B. Identifikasi Variabel Penelitian ………..………... 57


(8)

III.D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ..………... 61

III.D.1 Populasi …………..………... 61

III.D.2 Jumlah Subjek Penelitian ….………... 62

III.D.3 Teknik Pengambilan Sampling ...……… 63

III.E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ………. 63

III.E.1 Tes Kemampuan Berbahasa………... 66

III.F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……….. 68

III.F.1 Uji Validitas..……..………... 69

III.F.2 Uji Daya Beda Aitem ……….. 69

III.F.3 Reliabilitas ……….. 70

III.F.4 Hasil uji Coba Alat Ukur ……… 70

III.G. Prosedur Penelitian………. 77

III.G.1 Persiapan Penelitian………... 77

III.G.2 Pelaksanaan Penelitian ……… 78

III.H. Metode Analisa Data………... 78

BAB IV ANALISA DATA ………... 80

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian ………. 80

IV.A.1 Usia Subjek Penelitian ……… 80

IV.A.2 Jenis Kelamin Subjek Penelitian ………. 81

IV.A.3 Urutan Kelahiran Subjek Penelitian ……… 83

IV.A.4 Jumlah Penghasilan Orang Tua Subjek Penelitian ………. 84

IV.A.5 Kemampuan Berbahasa Subjek Penelitian ………. 87

IV.B. Hasil Utama Penelitian ……….. 90

IV.B.1 Gambaran Umum Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah ……… 90

IV.B.2 Gambaran Skor Indikator-Indikator Kemampuan Berbahasa ……… 93


(9)

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ……… 111

V.A. Kesimpulan ……… 111

V.B. Diskusi……… 116

V.C. Saran……… 119

V.C.1 Saran Metodologis ……….. 119

V.C.2 Saran Praktis……… 123 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR GAMBAR


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Sebelum Uji Coba……… 64

Tabel 2 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Sebelum Uji Coba……… 65

Tabel 3 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Sebelum Uji Coba……… 65

Tabel 4 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Setelah Uji Coba……….. 73

Tabel 5 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Setelah Uji Coba……….. 74

Tabel 6 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Setelah Uji Coba……….. 74

Tabel 7 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa yang Memiliki Daya Diskriminasi Tinggi ……… 75

Tabel 8 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa yang Memiliki Daya Diskriminasi Tinggi ……… 76

Tabel 9 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa yang Memiliki Daya Diskriminasi Tinggi ……… 76

Tabel 10 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ……… 80

Tabel 11 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 81

Tabel 12 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 81

Tabel 13 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 82

Tabel 14 Penyebaran Subjek Berdasarkan Urutan Kelahiran ………... 83

Tabel 15 Penyebaran Subjek Berdasarkan Urutan Kelahiran ………... 83

Tabel 16 Penyebaran Subjek Berdasarkan Urutan Kelahiran ………... 84

Tabel 17 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orang Tua ………. 85

Tabel 18 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orang Tua ………. 85

Tabel 19 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orang Tua ………. 86

Tabel 20 Gambaran Mean, Skor Minimum, Maksimum Dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa Usia 3- 4 Tahun ……….. 87

Tabel 21 Gambaran Mean, Skor Minimum, Maksimum Dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa Usia 4,1- 5 Tahun ……… 87

Tabel 22 Gambaran Mean, Skor Minimum, Maksimum Dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa Usia 5,1-6 Tahun ………. 88


(12)

Tabel 24 Penggolongan Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Skor Skala

Kemampuan Berbahasa Usia 3-4 Tahun ……… 89

Tabel 25 Penggolongan Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Skor Skala Kemampuan Berbahasa Usia 4,1-5 Tahun ………. 89

Tabel 26 Penggolongan Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Skor Skala Kemampuan Berbahasa Usia 5,1-6 Tahun ………. 90

Tabel 27 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Empirik) Usia 3-4 Tahun ………. 91

Tabel 28 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Hipotetik) Usia 3-4 Tahun ……….. 91

Tabel 29 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Empirik) Usia 4,1-5 Tahun……….. 91

Tabel 30 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Hipotetik) Usia 4,1-5 Tahun………. 92

Tabel 31 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Empirik) Usia 5,1-6 Tahun……….. 92

Tabel 32 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Hipotetik) Usia 5,1-6 Tahun………. 92

Tabel 33 Mean Empirik Per Indikator usia 3-4 tahun ……….. 93

Tabel 34 Mean Hipotetik Per Indikator usia 3-4 tahun ………. 93

Tabel 35 Mean Empirik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……… 94

Tabel 36 Mean Hipotetik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……….. 94

Tabel 37 Mean Empirik Per Indikator usia 5,1-6 tahun………. 95

Tabel 38 Mean Hipotetik Per Indikator usia 5,1-6 tahun ……….. 95

Tabel 39 Mean Empirik Per Indikator 3-4 tahun ………... 96

Tabel 40 Mean Hipotetik Per Indikator 3-4 tahun ...……….. 96

Tabel 41 Mean Empirik Per Indikator 4,1-5 tahun ……… 97

Tabel 42 Mean Hipotetik Per Indikator 4,1-5tahun ………... 97

Tabel 43 Mean Empirik Per Indikator 4,1-5 tahun ……… 98

Tabel 44 Mean Hipotetik Per Indikator 5,1-5 tahun ……….……. 98


(13)

Tabel 46 Mean Hipotetik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……….. 99

Tabel 47 Mean Empirik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……… 100

Tabel 48 Mean Hipotetik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……….. 100

Tabel 49 Mean Empirik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……… 100

Tabel 50 Mean Hipotetik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……….. 101

Tabel 51 Mean Empirik Per Indikator usia 5,1-6 tahun ……… 101

Tabel 52 Mean Hipotetik Per Indikator usia 5,1-6 tahun ……….. 101

Tabel 53 Mean Empirik Per Indikator usia 5,1-6 tahun………. 102

Tabel 54 Mean Hipotetik Per Indikator usia 5,1-6 tahun ……….. 102

Tabel 55 Mean Empirik Per Indikator usia 5,1-6 tahun………. 103

Tabel 56 Mean Hipotetik Per Indikator usia 5,1-6 tahun ……….. 103

Tabel 57 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jenis Kelamin (3-4 tahun) ………. 104

Tabel 58 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jenis Kelamin (4,1-5 tahun)……….. 105

Tabel 59 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jenis Kelamin (5,1-6 tahun) ……….. 105

Tabel 60 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Urutan Kelahiran (3-4 tahun) ……….. 106

Tabel 61 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Urutan Kelahiran (4,1-5 tahun) ……….. 107

Tabel 62 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Urutan Kelahiran (5,1-6 tahun) ……….. 107

Tabel 63 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orangtua (3-4 tahun) ……….. 108

Tabel 64 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orangtua (4,1-5 tahun) ……….. 109

Tabel 65 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orangtua (5,1-6 tahun) ………... 109


(14)

(15)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Desember 2007 Susi Diriyanti Novalina Sitompul : 031301078

Gambaran Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah di Kota Medan ix + 122 Halaman + 45 Tabel +1 Bagan + 2 Lampiran

Bibliografi 38 (1993-2004)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran kemampuan berbahasa anak pra sekolah di kota Medan. Anak pra sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini memiliki batasan usia 3-6 tahun seperti yang dikemukakan oleh Biechler dan Snowman (1993). Pada tahap usia ini berbagai kemmapuan anak berkembang dengan pesat dan salah satu diantaranya adalah kemampuan berbahasa.

Subjek dalam penelitian ini adalah anak pra sekolah di kota Medan sebanyak 210 orang, dimana untuk kategori usia 3-4 tahun sebanyak 70 orang, usia 4,1-5 tahun sebanyak 70 orang dan usia 5,1-6 tahun sebanyak 70 orang. Subjek diperoleh dengan teknik probability sampling secara incidental. Alat ukur berupa tes kemampuan berbahasa yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk kemampuan berbahasa yang dikemukakan oleh Milestones dalam Papalia, 2003 dan dibantu dengan metode observasi untuk melihat respon anak ketika diberi pertanyaan dan kecepatan waktu anak menjawab pertanyaan tersebut. Uji daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui reliabiltas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha dari Cronbach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas terhadap data uji coba yang diolah dengan program SPSS Version 12.0 for Windows, maka diperoleh koefisien alpha 0.886 untuk kategoti usia 3-4 tahun, untuk usia 4,1-5 tahun diperoleh koefisien alpha 0.945 dan untuk usia 5,1-6 tahun diperoleh koefisien alpha 0.812.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana untuk mendapatkan gambaran skor kemampuan berbahasa, peneliti melakukan pengolahan dan analisa datanya menggunakan statistik yang bersifat deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean dan standar deviasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran kemampuan berbahasa anak pra sekolah di tergolong sedang. Jika ditinjau dari bentuk-bentuk kemampuan berbahasa sesuai dengan yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003) ditemukan bahwa anak pra sekolah memiliki kemampuan berbahasa reseptif yang tinggi dibanding kemampuan berbahasa ekspresif. Sedangkan jika dilihat dari masing-masing indikator kemampuan berbahasa untuk tiap kategori usia, anak pra sekolah memiliki kemampuan berbahasa yang tergolong sedang.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat manusia. Setiap anak dilahirkan dengan berbagai kemampuan, bahkan ketika ia dilahirkan. Orang tua yang diberi anugerah anak kemudian mempunyai tanggung jawab yang besar agar mampu menjaga dan mendidik anak sehingga dapat tumbuh kembang sebagaimana mestinya. Tidak dapat disangkal lagi, orang tua merupakan pemberi stimulus pertama kali yang akan menunjang segala kemampuan anak dikemudian hari, terutama dalam usia satu sampai enam tahun yang sering kali disebut sebagai “usia emas” (the golden age) karena pentingnya usia ini dalam tahap perkembangan seorang anak (Nugraha, 2003).

Pada usia ini seluruh aspek perkembangan kecerdasan tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Para ahli berpendapat bahwa perkembangan kecerdasan anak berkembang cepat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Pada usia inilah perkembangan anak terjadi dengan pesatnya, segala kemampuan yang ada dalam diri anak akan segera berkembang dalam usia ini, jika orang tua kurang memahami apa yang terjadi pada anak dan kurang memberi stimulus yang tepat, maka yang terjadi adalah perkembangan yang kurang optimal. Pada usia ini umumnya seorang anak disebut juga sebagai usia pra sekolah, karena dalam rentang perkembangan usia ini seorang anak umumnya diikutsertakan oleh orang


(17)

tua dalam program pendidikan pra sekolah baik itu formal, non formal, maupun pendidikan program pra sekolah informal (Nugraha, 2003).

Pendidikan anak pra sekolah (PAPS) pada tahun-tahun awal kehidupan seseorang sangat penting. Sejak seorang bayi lahir, sel-sel otak berkembang secara luar biasa dan membuat sambungan antar sel. Proses yang kemudian membentuk pengalaman yang akan dibawa seumur hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Ann Kesis (dalam Beth, 1997) menunjukkan lebih dari 50 persen perkembangan individu, terutama pertumbuhan dan perkembangan otak terjadi pada usia pra sekolah. Usia pra sekolah, khususnya usia tiga sampai lima tahun merupakan periode penting bagi pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga sering disebut sebagai masa peka. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik dan psikis (intelektual, motorik, bahasa, sosial dan emosional).

Menurut Mc Devita dan Ormord (dalam Rifai 1993), ada beberapa perkembangan yang dijalani oleh anak pada masa kanak-kanak awal (usia dua sampai enam tahun) yaitu perkembangan fisik, kognitif, intelegensi, perkembangan bahasa, kemampuan literasi, emosional, moral, sosial, perkembangan motivasi serta hubungan interpersonal. Selanjutnya anak akan terus berkembang sesuai tahap perkembangannya. Seiring perkembangan anak tersebut, segala kemampuan anak pun akan semakin meningkat. Agar


(18)

pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal, maka dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Menurut Fagot dan Gauvam (dalam Murray, 1997) bimbingan kognitif dari orang tua juga sangat menentukan perkembangan kognitif tiga tahun pertama. Anak yang mendapatkan petunjuk-petunjuk praktis serta strategis pada saat bermain bebas dari ibunya, mendapatkan skor kecerdasan yang tinggi pada usia lima tahun. Berdasarkan hasil penilaian guru, anak-anak tersebut kurang bermasalah dalam hal belajar. Namun sebaliknya menurut Hart (dalam Murray, 1997) anak-anak yang ibunya sering memberikan komentar atau pengarahan pada tugas-tugas akan mendapatkan skor kecerdasan lebih rendah dan peringkat yang tinggi pada ketidakmampuan belajar . Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Burgess (1997) bahwa kepedulian akan bahasa pada orang tua memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan sensitivitas fonologi anak.

Perkembangan bahasa anak diusia pra sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak kemampuan anak yang berkembang pesat pada usia ini. Hal ini karena perkembangan anak ditandai dengan masa peka terutama dalam hal perkembangan bahasa. Masa peka inilah yang kemudian akan sangat mempengaruhi perkembangan pada masa selanjutnya. Jika masa peka perkembangan bahasa ini terlewatkan begitu saja, maka orangtua akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan anak dengan kemampuan berbahasa yang optimal. Anak yang memiliki kecerdasan lebih dalam berbahasa akan terlihat kemampuan yang lebih dalam hal mengarang, membaca, berdiskusi hingga berpidato di depan umum (Sunarti, 2004).


(19)

Stimulus berupa ajakan untuk berbahasa akan membuat percabangan otak menjadi lebih banyak dan daerah kortikal otak lebih tebal, sehingga anak menjadi lebih terampil, kemampuan berbahasa berkembang dengan pesat dan koordinasi indera menjadi lebih baik. Otak yang jarang atau tidak pernah digunakan karena tidak mendapatkan stimulasi untuk berbahasa akan menyebabkan musnahnya sambungan dan percabangan daerah kortikal otak (Sunarti, 2004).

Proses berbahasa melibatkan sejumlah saraf otak untuk menyusun kata-kata agar dapat dipahami. Berbahasa juga dapat dipahami sebagai proses berpikir. Sejak awal usia batita (bawah tiga tahun), anak mulai mampu mengucapkan sebuah kata yang mempunyai arti, tetapi belum mampu mengucapkan kata dengan artikulasi yang baik dan benar seperti orang dewasa. Oleh karena itu pengucapan seorang anak pada usia ini lebih merupakan potongan kata. Kemampuan berbahasa dipengaruhi oleh kematangan otak, khususnya limbik otak bahasa dan pengaruh lingkungan, terutama dipengaruhi oleh orang tua. Semakin banyak orang tua memberikan stimulus pada anak, maka efeknya akan bersifat positif yaitu anak akan semakin kaya dengan kosa kata. Dengan kata lain, semakin sering orangtua merespon ajakan anak untuk berkomunikasi, mengenalkan banyak konsep, dan benda, maka perkembangan bahasa anak akan semakin baik (Sears, 2004).

Menurut Hurlock (1993) ada tiga hal yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang individu, pertama yaitu intelegensi. Dimana perilaku berbahasa pada umumnya mengikuti perkembangan kognitif seorang anak. Hal ini mencerminkan logika dari proses berpikir anak. Kedua adalah status sosial


(20)

ekonomi. Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisasi daripada keluarga kelas menengah keatas. Jarang terjadi pembicaraan antar anggota keluarga dan anak kurang didorong untuk berbicara. Ketiga adalah pendidikan orang tua. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memahami peran penting stimulus dalam merangsang kemampuan berbahasa anak, sehingga dari orang tua yang berpendidikan lebih tinggi akan lahir anak yang memiliki perkembangan kemampuan berbahasa yang tinggi pula.

Anak yang tumbuh dan berkembang dengan baik ditandai dengan perkembangan bahasa yang meningkat baik. Hal ini juga ditunjukkan dengan kemampuan anak secara bertahap berubah dari melakukan ekspresi suara kemudian berekspresi dengan berkomunikasi dan dari hanya berkomunikasi dengan menggunakan gerakan dan isyarat untuk menunjukkan kemauan, berkembang menjadi komunikasi melalui perkataan yang tepat dan jelas (Patmonodewo, 2003).

Anak pra sekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan berbahasa melalui percakapan yang dapat menarik perhatian orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya, melakukan dialog dan bernyanyi. Sejak berusia dua tahun anak memiliki minat yang tinggi untuk menyebut berbagai nama benda. Minat tersebut akan terus berlangsung dan meningkat bersamaan dengan bertambahnya perbendaharaan kata dari yang telah dimiliki sebelumnya (Patmonodewo, 2003).


(21)

Hal-hal disekitar anak akan mempunyai arti apabila anak mengenal nama diri. Pengalaman dan situasi yang dihadapi anak akan mempunyai arti apabila anak mampu menggunakan kata-kata untuk menyebut benda-benda atau menjelaskan peristiwa. Dengan demikian akan membantu anak untuk membentuk gagasan yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Pendengar ataupun penerima berita akan mampu memahami apa yang dimaksudkan oleh pengirim berita melalui bahasa yang digunakan. Anak-anak dapat menggunakan bahasa dengan ungkapan yang lain, misalnya bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan melalui bentuk seni contohnya menggambar. Ungkapan tersebut dapat merupakan petunjuk bagaimana anak memandang lingkungan sekitarnya dalam kaitan dirinya dengan orang lain (Patmonodewo, 2003).

Selanjutnya anak akan memasuki tahap perkembangan bahasa yang lebih tinggi yaitu pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataan-kenyataan yang bersifat sosial dan yang bersifat fisik. Pada waktu lahir anak mengalami ketidakteraturan dalam dunianya. Seiring perkembangan anak akan belajar mengamati benda dan membuat generalisasi serta mengarahkan pada satu nama, misalnya bulat, binatang, manusia (Rifai, 1993).

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1995) dorongan terhadap kemampuan berbahasa anak berhubungan erat dengan pembinaan dari keluarga. Keluarga dan suasana keluarga memegang peran utama untuk menanamkan dan mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Bagaimana orang tua menerapkan keterlibatannya terhadap anak memegang peranan penting dalam menanamkan dan membina kemampuan berbahasa.


(22)

Orang tua adalah guru pertama bagi anak. Apabila anak telah masuk sekolah, orang tua adalah mitra kerja yang utama bagi guru. Orang tua juga mempunyai berbagai peran yaitu orang tua sebagai pelajar, relawan, pembuat keputusan, dan sebagai anggota tim kerja sama antara guru dan orang tua. Peran-peran tersebut memungkinkan orang tua membantu meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka (Patmonodewo, 2003).

Lingkungan tempat anak hidup selama tahun pembentukan awal hidupnya mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan mereka. Pengaruh orang tua pada awal perkembangan anak tetap akan tampak nyata walaupun waktu yang dihabiskan lebih banyak dengan anggota kelompok teman sebayanya, di lingkungan tempat tinggal dan sekolah. Empat alasan yang menjadikan pendidikan awal sangat penting yaitu pertama, hasil belajar dan pengalaman merupakan peran dominan dalam perkembangan seiring bertambahnya usia anak, mereka dapat diarahkan kearah penyesuaian yang lebih baik. Pada dasarnya tugas ini harus ditangani oleh keluarga, walaupun kelompok sosial yang lebih besar juga dapat memberi pengaruh budaya dimana anak-anak dapat memenuhi kemampuannya (Hurlock, 1993).

Alasan kedua, pendidikan awal cepat berkembang menjadi pola kebiasaan, hal ini akan mempunyai pengaruh sepanjang hidup dalam penyesuaian pribadi dan sosial anak. Alasan ketiga, bertentangan dengan keyakinan popular, anak-anak tidak melepaskan ciri bawaan yang tidak disukai dengan bertambahnya usia mereka. Sebaliknya sebagaimana ditekankan sebelumnya, pola sikap dan perilaku yang dibentuk pada awal kehidupan cenderung bertahan walaupun hal itu bersifat


(23)

buruk bahkan jika itu merupakan sesuatu yang menguntungkan atau merugikan penyesuaian anak (Hurlock, 1993).

Alasan keempat, karena ada sesuatu perubahan yang diinginkan dalam apa yang diajarkan pada anak, semakin cepat perubahan itu dibuat, semakin mudah bagi anak-anak untuk berubah sehingga anak lebih mudah bekerja sama dalam mengadakan perubahan itu (Hurlock, 1993).

Menurut Ann Kesis (dalam Beth, 1997) bahasa menggunakan banyak sekali aktivitas motor dan otak, sehingga intervensi guna meningkatkan keterampilan berbahasa merupakan hal yang sangat kritis dan akan memperluas kemampuan mental. Betty Tood (dalam Beth, 1997) yang meneliti lingkungan berbahasa di rumah menemukan perbedaan yang signifikan dalam lingkungan berbahasa yang berbeda yaitu antara anak yang dibesarkan di lingkungan kumuh, kelas menengah dan keluarga profesional.

Orang tua yang berasal dari keluarga kumuh sangat jarang mengajak anaknya untuk berbicara dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas menengah dan keluarga profesional. Pada usia lima tahun, anak yang berasal dari keluarga kumuh, baru menguasai sedikit perbendaharaan kata, umumnya hal ini karena orang tua mereka hanya berbicara kepada mereka bila hendak mengajarkan displin dan bukan dalam pengertian berkomunikasi dengan mereka. Penelitian-penelitian tersebut menitikberatkan pada kualitas interaksi antara orang tua dan anak yang sangat signifikan perannya, tercermin dari bahasa yang digunakan anak, secara sengaja atau tidak sengaja meningkatkan keterampilan dan kemampuan berbahasa anak (Beth, 1997).


(24)

Kemampuan berbahasa anak juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor, salah satu yang paling penting diantaranya adalah kebutuhan anak untuk berbahasa sebagai penyeimbang bagi kebutuhan lain yang tidak terpenuhi dalam kehidupan anak. Misalnya, anak yang tidak memperoleh kasih sayang, pada waktu mereka bersama dengan orang dewasa lebih banyak menuntut perhatian daripada anak yang memperoleh kasih sayang yang cukup dari orang tua. Keluarga yang menggunakan pendekatan otoriter terhadap anak memiliki keyakinan tradisional bahwa “anak seharusnya dilihat bukan didengar”. Hal ini menyebabkan anak kurang belajar berbahasa daripada anak berada dalam keluarga yang menggunakan disiplin permisif atau demokratis. Keluarga yang permisif memperbolehkan anak bicara pada waktu dan sebanyak yang mereka inginkan (Hurlock, 1993).

Keluarga yang demokratis mendorong anak untuk mengungkapkan pendapat mereka dan berperan serta dalam percakapan keluarga sebagai bagian dari filsafat keluarga yang demokratis. Anak dari keluarga besar umumnya kurang belajar berbahasa daripada anak yang berasal dari keluarga kecil, sebagian karena dalam keluarga besar diterapkan pendekatan yang otoriter dan adanya tekanan jumlah pembicaraan setiap anggota keluarga untuk menghindarkan kebisingan. Anak pertama umumnya didorong untuk berbicara lebih banyak dan lebih banyak memperoleh bantuan orang tua dalam belajar berbahasa ketimbang saudara mereka yang lahir kemudian (Hurlock, 1993).

Berdasarkan hasil survei pra penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada Taman Kanak-Kanak Namira di Pasar I Tanjung Rejo dan hasil wawancara


(25)

dengan kepala sekolah salah satu taman kanak-kanak di kota Medan diperoleh data jika terdapat masalah dalam kemampuan berbahasa anak, hal ini akan terlihat sejak anak tersebut berada di Taman Bermain (play group). Persentase anak yang mengalami masalah dengan kemampuan berbahasa sekitar sepuluh persen dari jumlah populasi tiap kelasnya. Taman kanak-kanak ini satu kelasnya rata-rata terdiri dari 15 orang siswa, berarti sekitar dua orang anak mengalami masalah dengan kemampuan berbahasa untuk setiap kelasnya, mulai dari masalah ringan seperti masalah dalam pengaturan dan perbendaharaan kata hingga masalah kemampuan berbahasa yang cukup berat seperti sedikitnya frekuensi berbahasa pada anak pra sekolah tersebut.

Para orang tua banyak yang cenderung menyerahkan sepenuhnya pengawasan, yang seharusnya dilakukan oleh orang tua pada pengasuh dan menyerahkan proses pendidikan sepenuhnya pada pendidik di sekolah, tetapi sebaliknya, jika anak tersebut mengalami sesuatu hal ataupun ada masalah dengan proses perkembangan anak, orang tua akan menyalahkan para pendidik di sekolah. Oleh karena itu orang tua menjadi kurang paham stimulus apa yang seharusnya diberikan pada anak agar anak dapat tumbuh kembang dengan optimal. Terutama dalam masalah bahasa, anak dalam usia pra sekolah sangat tergantung dengan stimulus yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya, terutama untuk lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat dengan anak. Data ini didapat melalui hasil wawancara dengan kepala sekolah Taman Kanak-Kanak Namira di Pasar I Tanjung Rejo dan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada


(26)

hari Kamis tanggal 15 Februari 2007 jam 07.50 ketika anak-anak akan masuk sekolah.

Hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah Taman Kanak-Kanak Namira di Pasar I Tanjung Rejo juga menunjukkan bila anak yang mengalami masalah dalam kemampuan berbahasa ditangani sejak dini maka masalah tersebut akan semakin berkurang, terutama jika anak tersebut sehat secara fisik dan mengalami gangguan perkembangan bahasa hanya karena kurangnya stimulus yang diperoleh dari lingkungan keluarga. Hal ini juga dihubungkan dengan peran serta pendidik untuk mengkomunikasikan masalah kemampuan berbahasa dengan para orang tua, salah satu caranya dengan membuat buku komunikasi dan mengundang orang tua dari anak yang mengalami masalah maupun yang tidak mengalami masalah untuk datang ke sekolah menghadiri pertemuan orangtua dengan pendidik sebulan sekali dan kemudian menangani masalah anak secara bersama-sama.

Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2004), melalui teori sistem ekologinya menjelaskan bahwa perkembangan anak yang dihubungkan pada interaksi anak dengan lingkungannya secara terus-menerus saling mempengaruhi satu sama lain secara transaksional. Lingkungan anak di rumah adalah lingkungan yang pertama, dengan meningkatnya usia anak akan mengenal teman sebaya di luar rumah atau dari lingkungan tetangga. Selanjutnya anak akan masuk lingkungan sekolah, dimana mereka akan mengenal pula teman sebaya, orang dewasa lain dan tugas-tugas di sekolah.


(27)

Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2004) juga menegaskan lingkungan anak pra sekolah terdiri dari lima lapisan yaitu kronosistem, makrosistem, ekosistem, mesosistem, dan mikrosistem dimana masing-masing mengandung ekologi yang berorientasi pada enam hal, pertama, lingkungan fisik, terdiri dari objek, materi dan ruang. Lingkungan fisik yang berbeda akan mempengaruhi anak. Sebagai contoh anak yang dibesarkan dalam lingkungan dengan objek yang serba mewah, alat mainan yang bervariasi serta ruang gerak yang luas, akan lebih memungkinkan berkembang secara optimal bila dibandingkan dengan mereka yang serba kekurangan dan tinggal di rumah yang sempit.

Kedua, lingkungan yang bersifat aktivitas, terdiri dari kegiatan bermain, kebiasaan sehari-hari, dan upacara yang bersifat keagamaan. Sebagai contoh anak yang aktivitas sehari-hari diisi dengan kegiatan yang bermakna misalnya bermain bersama dengan ibu, hasilnya lebih berkualitas dibandingkan bila anak bermain sendiri. Ketiga, berbagai orang yang ada disekitar anak dapat dibedakan dalam usia, jenis kelamin, pekerjaan, status kesehatan dan tingkat pendidikannya. Lingkungan anak akan lebih baik bila orang-orang disekitarnya berpendidikan dibandingkan bila lingkungannya terdiri dari orang yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal (Santrock, 2004).

Keempat, sistem nilai yaitu sikap dan norma. Ekologi anak lebih baik apabila anak diasuh dalam lingkungan yang menanamkan disiplin yang konsisten, daripada bila anak tinggal di lingkungan dengan aturan yang tidak menentu. Kelima, komunikasi antar anak dan orang disekelilingnya akan menentukan perkembangan sosial dan emosi anak. Keenam, hubungan yang hangat dan anak


(28)

merasa kebutuhannya terpenuhi oleh lingkungannya, akan menghasilkan perkembangan kepribadian yang lebih mantap dibandingkan apabila hubungannya lebih banyak mendatangkan kecemasan (Santrock, 2004).

Newfeld (1997) menyatakan bahwa orang tua berperan sangat penting dalam perkembangan bahasa yaitu dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan segala materi tulisan. Begitu pula kesuksesan dalam membaca dan menulis di sekolah, diawali dengan pembelajaran di rumah.

Murray (1997) berpendapat bahwa kenyataan menunjukkan dejarat intensitas orang tua berbicara dengan anak-anaknya semasa pra sekolah merupakan determinan yang sangat kuat terhadap prestasi akademik yang akan datang. Namun pada kenyataannya banyak para orang tua yang mengetahui perannya dalam mempengaruhi pertumbuhan kognitif anak, tetapi masih banyak yang belum menyadari betapa pentingnya peran orang tua dalam mempersiapkan kesiapan anak untuk berbahasa.

Slabbert (1997) menegaskan bahwa skor perbendaharaan kata, pengetahuan akan literacy dan pengalaman dengan bacaan, berkolerasi dengan kemampuan menulis pada anak-anak yang secara aktif diajari oleh orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua yang berperan aktif menemani bahkan mengajarkan perbendaharaan kata, menemani anak membaca berbagai sumber bacaan yang sesuai dengan usia perkembangan anak, akan turut serta pula mengembangkan kemampuan menulis anak tersebut.

Lingkungan, dorongan dan rutinitas pemberian kebiasaan membaca dan menulis, meningkatkan perkembangan kemampuan berbahasa anak secara


(29)

signifikan. Demikian pula membaca dan berbagi pengalaman tentang buku seorang anak sebagai kegiatan sehari-hari dan rutin mereka (Alexander, 1997).

Melalui uraian diatas mengenai kemampuan berbahasa anak, khususnya mengenai perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak, peneliti ingin mengetahui bagaimana perkembangan kemampuan berbahasa anak sesuai dengan tahap perkembangan bahasanya, khususnya pada anak pra sekolah. Maka permasalahan yang akan diteliti adalah gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan.

I. B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah, artinya bagaimanakah kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan? Hal-hal apa saja yang menjadi pengaruh tumbuh kembangnya kemampuan berbahasa seorang anak, terutama anak pra sekolah ? Inilah yang menjadi fokus peneliti untuk melakukan penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan.

I. C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan.


(30)

I. D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat mengenai gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu psikologi, khususnya dibidang psikologi pendidikan terutama mengenai kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi mengenai gambaran perkembangan kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan. Sehingga kemudian akan diketahui sejauh mana kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan, hal apa saja yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa tersebut, dan apakah kemampuan berbahasa anak pra sekolah di kota Medan sudah sesuai dengan tahap perkembangan bahasanya. Serta selanjutnya dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai saran bagi para orang tua dan pengajar untuk memberikan stimulus berbahasa yang tepat pada anak agar dapat berkembang dengan optimal.


(31)

I. E. Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini akan disusun berdasarkan sistematika penulisan berikut ini:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang permasalahan yaitu penjelasan mengenai fenomena yang terjadi dalam penelitian ini yaitu bagaimana perkembangan kemampuan berbahasa anak. Bab ini juga berisi tentang pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang terdiri dari teori-teori yang menjelaskan data penelitian yaitu kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah, dan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah .

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, metode penelitian yang digunakan termasuk subjek dan lokasi penelitian. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai teknik pengambilan sampel dan teknik pengumpulan data yang digunakan.

Bab IV : Analisa dan Interpretasi Data Penelitian

Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan juga membahas data-data penelitian ditinjau dari teori yang relevan.


(32)

Bab V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, diskusi hasil penelitian, serta saran-saran yang diperlukan, baik untuk penyempurnaan penelitian ataupun untuk penelitian selanjutnya.


(33)

BAB II LANDASAN TEORI

II. A. Kemampuan Berbahasa

II. A. 1. Defenisi Kemampuan Berbahasa

Bahasa adalah sistem dari komunikasi, dimana kata-kata dan berbagai bentuk kombinasi simbol tertulis lainnya, yang teratur sehingga menghasilkan sejumlah pesan (Parke, 1999).

Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu pengeahuan. Dengan kata lain, tanpa memiliki kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur (Setiawan, 2007).

Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, mengemukakan perasaaan atau pikiran yang mengandung makna tertentu baik melalui ucapan, tulisan dan bahasa isyarat/bahasa tubuh. Setiap bahasa memiliki aturan tertentu dan komunikasi dikatakan efektif bila orang yang diajajk berkomunikasi mengerti apa yang dikemukan oleh sumber komunikasi. Kemampuan berbahasa akan berkembang sesuai dengan tahap perkembangan anak (Morgan, 1981).

Banyak ahli bahasa yang telah memberikan uraiannya tentang pengetahuan bahasa. Bloch dan Trager (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi. Kemudian menurut


(34)

Josep Broam (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang terstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sebagai alat bergaul satu sama lain.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa bahasa adalah struktur yang dikendalikan oleh sekumpulan aturan tertentu, semacam mesin untuk memproduksi makna, akan tetapi setiap orang memiliki kemampuan yang terbatas dalam menggunakannya. Bahasa menyediakan pembendaharaan kata atau tanda (vocabulary) serta perangkat aturan bahasa (grammar dan sintaks) yang harus dipatuhi jika hendak menghasilkan sebuah ekspresi yang bermakna. Sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengutarakan maksud atau berkomunikasi tertentu secara tepat dan runtut sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain (Sears, 2004).

Empat komponen dari bahasa (Parke, 1999):

a. Fonologi: sistem dari suara yang digunakan dalam bahasa. Fonologi dalam bahasa terdiri dari fonem. Fonem adalah bagian dari sistem fonetik bahasa. Fonem merupakan bagian terkecil dari unit bahasa yang mempunyai arti. b. Semantik: mempelajari arti dari kata dan kombinasi kata, seperti frase, klausa

(anak kalimat) dan kalimat.

c. Tata Bahasa (Grammar) : struktur dari bahasa, yang terdiri dari morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah bagian terkecil dari bahasa yang memiliki arti seperti morfem. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang menggambarkan bagaimana mengkombinasikan kata-kata menjadi frase, klausa (anak kalimat) dan kalimat.


(35)

d. Pragmatik: aturan dari bahasa yang digunakan dalam konteks sosial, pengetahuan yang individu miliki tentang peraturan-perauran yang mendasari penggunaan bahasa. Pragmatik tidak hanya mencakup tentang berbicara dan menulis tetapi juga berhubungan dengan bagaimana sumber komunikasi mengemukakan bahasanya sehingga dapat dimengerti orang lain.

Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/suatu kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan orang lain. Dimana individu dapat mengerti ucapan/bahasa yang disampaikan orang lain dan mampu menunjukkan/mengucapkan bahasa pada orang lain.

II. A. 2. Fungsi Bahasa

Anak-anak melakukan percakapan untuk melatih fungsi bicaranya sekaligus melatih diri dan kepribadiannya, karena didorong oleh hasrat yang kuat untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Dalam proses belajar menguasai bahasa, terdapat periode stagnasi, dimana anak dihadapkan pada kesulitan dalam penguasaan bahasanya dan kemajuan anak sangat lambat sekali (Setiawan, 2007).

Menurut Karl Buhler (dalam Setiawan 2007), ada beberapa dorongan yang menyebabkan anak ingin berbahasa, yaitu :

a. Kungabe (pengumuman, maklumat, pemberitahuan). Yaitu ada dorongan yang merangsang anak untuk memberitahukan isi kehidupan batinnya, yaitu pikiran, kemauan, harapan, fantasi sendiri dan lain-lain kepada orang lain.


(36)

b. Auslosung (pelepasan). Yaitu ada dorongan yang kuat pada anak untuk melepaskan kata-kata dan kalimat-kalimat, sebagai hasil dari peniruan.

c. Dorstellung (pengungkapan, penyampaian, pemaparan). Anak ingin

mengungkapkan keluar segala sesuatu yang menarik hati dan memikat perhatiannya.

Sis Heyster (dalam Setiawan, 2007) menyatakan bahwa fungsi bahasa itu adalah:

a. Bahasa sebagai alat penyatuan isi jiwa. Misalnya ketika anak berkelahi dengan temannya dan anak tersebut melapor pada gurunya.

b. Bahasa sebagai peresapan (untuk mempengaruhi orang lain) dan

c. Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pendapat. Misal: di dalam belajar anak kurang paham dan mempunyai pendapat yang lain, anak mengeluarkan pendapatnya serta disampaikan kepada guru.

Menurut Holliday (dalam Setiawan, 2007) bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut :

a. Fungsi instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti makanan, minuman dan sebagainya.

b. Fungsi regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.

c. Fungsi interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan, pemikiran antara seseorang dan orang lain.

d. Fungsi heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai, mengungkap fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.


(37)

e. Fungsi imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).

f. Fungsi representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.

Sedangkan menurut Desmon Morris dalam (Setiawan, 2007) mengemukakan empat fungsi bahasa, yaitu :

a. Pertukaran keterangan dan informasi (Information talking),

b. Bahasa yang terarah pada diri sendiri, hal ini sama dengan fungi bahsa ekspresif yaitu mood talking

c. Sebagai ujaran, untuk kepentingan ujaran sebagimana fungsi estetis (Exploratory talking), dan

d. Tuturan yang sopan, diungkapkan melalui percakapan, yakni menggunakan bahasa untuk memperlancar sosial dan menghindari pertentangan (Grooming talking).

Selain dari fungsi bahasa yang telah dipaparkan diatas, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelumnya, antara lain penelitian mengenai kemampuan berbahasa. Leonard Bloomfield (dalam Hidayat, 2004) menemukan teori behaviouris yang diabadikan dalam bukunya yang berjudul Language. Leonard Bloomfield (dalam Hidayat, 2004) mengatakan bahwa kemampuan berbahasa manusia adalah bentukan dari alam (lingkungan), dimana manusia itu dibesarkan. Seperti kertas kosong, alam mengisi dan membentuk kemampuan manusia. Konsep Bloomfield ini dikenal dengan teori tabula rasa. Teori ini tidak


(38)

bertahan lama karena popularitasnya tersaingi oleh konsep linguistik generatif dari Noam Chomsky. Hipotesis Noam Chomsky (dalam Hidayat, 2004) mengenai proses kemampuan berbahasa menggugat postulat John Locke (tokoh empirisme) yang menyatakan segala pengetahuan yang dimiliki manusia berasal dari rangsangan luar (pengalaman) yang ditangkap oleh indera-indera manusia, sehingga meniadakan pengetahuan apriori (pengetahuan yang langsung tertanam pada diri manusia). Noam Chomsky menyatakan bahwa bahasa sebagai sesuatu yang bersifat khas dan bawaan (tertanam) pada manusia sejak lahir. Secara khusus Chomsky dipengaruhi Descartes tentang bahasa dan pikiran yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang bahasa bisa membuka pengetahuan tentang pikiran manusia (Hidayat, 2004).

Chomsky (dalam Hidayat, 2004) menyatakan bahwa kemampuan berbahasa pada diri manusia bukanlah produk (setting) alam, melainkan lebih merupakan potensi bawaan manusia sejak lahir. Teori ini sebagai hasil dari penelitian yang ia lakukan terhadap perkembangan berbahasa seorang anak. Seorang anak dapat menguasai bahasa ibunya dengan mudah dan cepat, bahkan pengetahuan itu juga diikuti oleh sense of language dari bahasa itu, yang lebih mengarah pada keterampilan dalam tata bahasa. Hal itu ia yakini sebagai kemampuan naluriah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, sehingga apabila kemampuan itu dianggap sebagai hasil pembelajaran dari alam atau dari kedua orang tua (Hidayat, 2004).

Chomsky (dalam Hidayat, 2004) tidak menolak teori behaviouris secara total, ia mengakui peran serta alam dalam membentuk potensi bawaan ini. Bila


(39)

bayi yang dilahirkan di Jepang dibawa dan dibesarkan di Indonesia, ia akan menguasai bahasa serta tata bahasa Indonesia, dan begitu juga dengan bayi-bayi lainnya. Oleh karena itu, Chomsky (dalam Hidayat, 2004) meyakini bahasa potensial yang ada pada setiap manusia sebagai bahasa universal. Teori linguistik Chomsky (dalam Hidayat, 2004) lebih humanis daripada teori behaviouris. Aliran behaviourisme menganggap manusia sebagai patung yang diukir oleh sang arsitek bernama lingkungan, atau bagaikan robot yang sudah diatur sedemikian rupa oleh ilmuwan penciptanya. (Hidayat, 2004).

II. A. 3. Tahapan Perkembangan Berbahasa Anak

Papalia, Olds dan Fieldman (2001) menjelaskan perkembangan bahasa terdiri dari tahapan sebagai berikut :

a. Prelinguistic speech (0-12 bulan). Pada tahap ini anak hanya mulai mengeluarkan suara saja bukan kata-kata. Cara pertama berkomunikasi dengan orang lain adalah dengan cara menangis kemudian berkembang kearah mengeluarkan suara seperti “uhh”, “aaa” yang disebut sebagai “babbling” atau “cooing”

b. Linguistic speech (1-6 tahun). Pada tahap ini anak sudah mulai menggunakan bahasa. Perkembangan pada tahap ini terbagi atas tiga, yaitu :

1) Anak mengucapkan satu kata (1-2 tahun), keinginan dan perasaan anak diungkapkan dalam satu kata yang dikenal dengan holophrase yang biasanya memiliki arti lebih dari satu, misalnya kata “…mi…” Memiliki banyak arti, apakah anak menginginkan susu/makan, ataukah menginginkan mainannya.


(40)

2) Anak membentuk kata menjadi frase (2-3 tahun), dimana anak mulai menggabungkan 2-3 kata untuk menyusun kalimat. Kata-kata dalam kalimat banyak yang hilang dan yang terdengar hanya kata-kata awal dan akhirnya saja ataupun hanya kata kunci dan kalimat ini menyerupai kalimat yang ada dalam telegram sehingga disebut juga dengan “telegraphic speech”. Seperti “mau…su” atau “kat…gigi”.

3) Anak menggunakan kalimat lengkap (diatas 3 tahun). Menurut Papalia, anak diatas tiga tahun sudah dapat membentuk kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata, serta dapat menggunakan beberapa jenis kata penghubung seperti “di bawah, di depan, di belakang”.

c. Symbolic language

Setiap anak tentu akan memiliki tahapan perkembangan bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan perkembangannya.

Perkembangan bahasa anak terbagi menjadi beberapa tahapan, dimana secara keseluruhan terlihat bagaimana proses seorang anak dalam memahami bahasa. Berikut ini adalah tahapan perkembangan berbahasa anak (Hidayat, 2004):

a. Usia 1 tahun:

Anak berada pada tahap linguistic speech yang sangat sederhana dan satu kata bisa mewakili banyak pemikiran lengkap. Anak sudah bisa mengucapkan satu atau dua kata, tetapi hanya sepotong, dan kata itu dapat memiliki arti yang panjang. Contoh, saat anak mengatakan "bun" dengan maksud bunda, artinya


(41)

mungkin saja, "Aku ingin digendong oleh bunda," atau "Aku ingin ikut jalan-jalan bersama bunda."

b. Usia 2 tahun:

Hampir sama dengan kemampuan diusia satu tahun, tetapi diusia ini anak sudah mampu menggabungkan dua kata atau lebih menjadi satu kalimat yang bermakna dan berarti. Contohnya, "Minum susu," atau "Pergi sana," hingga "Tidak susu. Putih saja" ,dimana kalimat ini bisa saja berarti anak tidak ingin minum susu tetapi air putih saja.

c. Usia 3 tahun:

Anak sering melakukan hal yang sangat menarik perhatian karena ia tengah memasuki tahap “membangkang”, yaitu melakukan yang dilarang dan tidak melakukan yang diizinkan. Tidak heran jika dalam perkembangan bahasanya, anak senang mengatakan sesuatu yang membuat orangtua cemas dan malu, seperti "bego", "mampus", dan kata-kata kasar lainnya. Terutama jika ditunjang dengan seringnya orangtua melarang anak mengucapkan kata-kata tersebut tanpa memberi penjelasan yang tepat. Ditambah lagi kosakata yang diperoleh anak diusia ini semakin banyak dan tidak hanya diperoleh dari orangtua. Mulai usia ini anak umumnya mengeluarkan kalimat yang terdengar janggal karena susunan kata yang tidak tepat/terbalik, sehingga apa yang diucapkannya tidak sesuai dengan maksud anak.

Hal ini wajar terjadi pada balita (bawah lima tahun) sehingga orang tua tidak perlu cemas, karena ada beberapa alasan yang menyebabkan hal tersebut, yaitu (Hidayat, 2004):


(42)

a. Anak pertama kali baru bisa bicara menyambungkan lebih dari satu hingga dua kata hingga membentuk sebuah kalimat yang berarti.

b. Anak pertama kali baru bisa berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa yang mempunyai arti dan bisa dipahami.

c. Anak banyak mempunyai kosakata untuk dijadikan sebuah kalimat yang digunakannya saat berkomunikasi.

d. Anak mulai memperoleh banyak informasi kata dan kalimat baru yang menarik.

e. Kemampuan mengolah kata dalam bentuk kalimat hingga menjadi sebuah bahasa diotaknya masih sangat terbatas.

f. Pengalaman berbahasa anak masih sangat minim.

Produk bahasa anak meningkat dalam kuantitas, keluasan dan kerumitannya seiring pertumbuhan dan perkembangannya. Mempelajari perkembangan bahasa biasanya ditujukan pada rangkaian, percepatan perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan bahasa sejak usia bayi dan dalam kehidupan selanjutnya. Terdapat tiga butir yang perlu dibicarakan dalam membahas perkembangan bahasa, yaitu (Patmonodewo, 2003):

a. Ada perbedaan antara bahasa dan kemampuan berbicara. Bahasa biasanya dipahami sebagai sistem tata bahasa yang kompleks dan bersifat semantik, sedangkan kemampuan berbicara terdiri dari ungkapan dalam bentuk kata-kata. Kemampuan berbahasa dan kemampuan berbicara sangat dekat hubungannya, tetapi keduanya berbeda.


(43)

b. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat pengertian/reseptif (understanding) dan pernyataan/ekspresif (producing). Bahasa pengertian/reseptif (misalnya mendengarkan dan membaca) menunjukkan kemampuan anak untuk memahami komunikasi yang ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa pernyataan/ekspresif (bicara dan tulisan) menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada orang lain.

c. Komunikasi diri atau bicara dalam hati. Anak akan berbicara dengan dirinya sendiri apabila sedang berkhayal, pada saat merencanakan menyelesaikan masalah, dan menyesuaikan gerakan dengan bahasa mereka.

Kemampuan berbahasa merupakan hasil kombinasi seluruh sistem perkembangan anak, karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap kelambatan atau kerusakan pada sistem yang lain. Kemampuan berbahasa melibatkan kemampuan motorik, psikologis, emosional dan sosial. Seperti kemampuan motorik, kemampuan anak untuk berbahasa terjadi secara bertahap sesuai dengan perkembangan usianya (Widyani, 2001).

Seorang anak memiliki perkembangan kemampuan berbahasa yang berbeda-beda, dimulai ketika usia baru lahir hingga dewasa, mulai dari yang sederhana hingga yang paling kompleks. Perkembangan kemampuan berbahasa ini akan meningkat seiring bertambahnya usia dan stimulus yang diperoleh anak (Parke, 1999).

Berikut ini adalah daftar mengenai perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak, ketika anak lahir hingga usia lima tahun keatas (Parke, 1999):


(44)

a. Usia baru lahir 1. Menangis

2. Menanggapi pembicaraan orang lain

3. Tertarik dengan suara manusia dan sekelilingnya b. Usia 1-6 bulan

1. Intensitas menangis menurun 2. Membuat suara-suara yang lembut 3. Tertawa kecil

4. Meniru kata-kata /suara-suara pendek, mencoba mengeluarkan suara dengan orang lain disekelilingnya

5. Peningkatan pada pengeluaran suara-suara

6. Memberikan respon terhadap perubahan-perubahan nada/suara 7. Intonasi yang berubah-ubah makin sering didengar

c. Usia 6-12 bulan

1. Lebih sering berceloteh.

2. Bercelotehnya lebih sering pada keadaan yang sudah anak kenal daripada keadaan yang tidak dikenal.

3. Suaranya sedikit menyerupai dengan kata-kata.

4. Lebih menggunakan kata-kata yang merupakan bahasanya sendiri daripada kata-kata yang tidak dikenal.

5. Menghasilkan suara untuk objek-objek yang dikenal seperti permainan-permainan.


(45)

7. Mulai menggunakan kata-kata seperti “bo” untuk botol dan “ma” untuk mama.

8. Sering menggunakan kata-kata “tidak” tetapi tidak selalu berarti “tidak”. 9. Menggunakan dua atau tiga kata yang berbeda untuk satu kategori.

Sebagai contoh : “aus” untuk air dan susu. 10.Mampu mengucapkan satu atau dua buah kata. d. Usia 12-18 bulan

1. Menggunakan kalimat, umumnya hanya satu kalimat. 2. Berusaha keras untuk membuat dirinya mengerti. 3. Memberikan gesture simbolik.

4. Memulai mengungkapkan kata per kata.

5. Meniru kata-kata, sering kali meniru dengan kata yang baru.

6. Intensitas yang meningkat dalam menggunakan beberapa/dua buah kata. 7. Intensitas yang meningkat dalam menggunakan kata sifat untuk

menunjukkan pada dirinya. Misalnya: “anak baik”. 8. Mengerti proses penamaan.

e. Usia 18-24 bulan

1. Mulai belajar cara menamai, rata-rata anak mulai belajar kata-kata (500-900 kata dalam enam bulan).

2. Menggunakan dua buah kata/kalimat.

3. Menunjukkan peningkatan dalam “mengerti”. 4. Mampu mengucapkan nama benda yang dilihatnya.


(46)

f. Usia 24-36 bulan

1. Intensitas menurun dalam menggunakan gesture. 2. Mulai berkurang dalam berceloteh.

3. Peningkatan dalam menggunakan kata yang bermacam-macam, misalnya kata yang menggambarkan masa lalu.

4. Menggunakan tiga kata yang telah dikombinasikan. 5. Tingkat pemahaman yang lebih baik.

6. Meningkatkan penggunaan kata-kata dalam berkomunikasi.

7. Mampu mengucapkan satu kalimat yang terdiri dari beberapa buah kata. g. Usia 36-48 bulan

1. Menggunakan kata tanya/pertanyaan “ya/tidak”, pertanyaan mengapa, kalimat yang tidak menyetujui, dan kalimat perintah.

2. Menyambung kalimat dengan klausa/anak kalimat. 3. Lebih baik dalam menggunakan pengaturan kata. 4. Perbendaharaan kata meningkat sekitar seribu kata.

5. Mampu mengkoodinasikan kalimat sederhana dan menggunakan kata depan.

h. Usia 48-60 bulan

1. Intensitas yang meningkat dalam hal menggunakan aturan kata pragmatik dalam berkomunikasi.

2. Menggunakan humor dan kiasan.

3. Membuat lelucon/humor dengan menggunakan beberapa kata yang tersusun menjadi kalimat.


(47)

i. Usia 5 tahun dan diatasnya

1. Menggunakan kalimat yang lebih kompleks.

2. Peningkatan dalam perbendaharaan kata sampai dengan 14.000 kata. 3. Peningkatan dalam kesadaran metalinguistik.

4. Mampu mengungkapkan apa yang dirasakan anak dengan kalimat yang terdiri dari kata-kata lengkap.

5. Menggunakan beberapa macam kata sifat, kata benda, kata sambung dalam satu kalimat.

6. Menggunakan humor/lelucon sesuai tata bahasa yang benar.

Tahapan perkembangan kemampuan berbahasa yang dikemukakan oleh Parke (1999) di atas ternyata tidak jauh berbeda dengan tahapan kemampuan berbahasa seorang anak yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003). hanya terdapat beberapa tambahan kemampuan berbahasa yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003) dan kemampuan berbahasa dibagi kedalam dua bagian yaitu kemampuan berbahasa ekspresif dan kemampuan berbahasa reseptif.

a. Usia 3-4 tahun 1. Reseptif

a) Mengucapkan kata yang mengandung huruf konsonan “d, g, n, k, t, y”. 2. Ekspresif

a) Menjawab beberapa bentuk pertanyaan sederhana


(48)

c) Menceritakan keadaan yang berhubungan dengan teman dan pengalaman menarik

b. Usia 4,1-5 tahun 1. Reseptif

a) Mengucapkan kata yang mengandung huruf konsonan “f, l, v” b) Mengkombinasikan enam atau lebih kata menjadi sebuah kalimat 2. Ekspresif

a) Menjawab pertanyaan sederhana dan bercerita mengenai diri mereka b) Bercerita dan fokus pada satu topik

c) Membuat kalimat c. Usia 5,1-6 tahun

1. Reseptif

a) Mengucapkan kata yang mengandung huruf konsonan “r, s, z” 2. Ekspresif

a) Mengenal lawan kata

b) Mengklasifikasikan objek/benda

Kemudian selanjutnya dalam penelitian ini tahapan kemampuan berbahasa seorang anak yang akan digunakan adalah yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003).

II. A. 4. Perbedaan Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Berbicara, dan Kemampuan Berkomunikasi

Seringkali kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara, dan kemampuan berkomunikasi dianggap sebagai suatu hal yang sama. Terutama dalam kehidupan


(49)

sehari-hari, ketiga hal ini sepertinya hampir tidak memiliki perbedaan dan batasan yang jelas satu dengan lainnya. Padahal ketiga hal ini merupakan hal yang berbeda walaupun saling berkaitan satu dengan lainnya. Berikut ini adalah perbedaan kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara, dan kemampuan berkomunikasi (Gleason, 1998) :

a. Kemampuan berbahasa

Bahasa mempunyai karakteristik sendiri dan mempunyai suatu struktur hierarki dan pesan/bahasa dapat dibagi menjadi unit terkecil dari analisis. Bahasa anak-anak terdiri dari kalimat yang terdiri dari elemen terkecil seperti kata dan suara, kedua hal tersebut bisa dikombinasikan menjadi suatu ucapan. Bahasa yang baik yaitu bahasa yang diproduksi dan dapat dimengerti menjadi suatu kesatuan kalimat yang utuh. Jadi, kemampuan berbahasa adalah kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/suatu kesatuan kalimat utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain disekitarnya.

b. Kemampuan berbicara

Ketika individu berbicara maka akan menghasilkan suatu vokal yang terdiri dari suara-suara. Terdapat beberapa sistem utama ketika individu berbicara dan menghasilkan suara, yaitu: vokal, larynk, subglottal system, dimana terdiri dari paru-paru dan gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dan tenggorokan. Subglottal system terdiri dari udara yang dibutuhkan untuk berbicara dimana dihasilkan ketika pernapasan keluar. Jadi, kemampuan berbicara adalah kemampuan individu untuk menghasilkan suara, dimana untuk


(50)

menghasilkan suara ini dibutuhkan beberapa sistem utama yang terdiri dari vokal, larynk, paru-paru gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dan tenggorokan.

c. Kemampuan berkomunikasi

Komunikasi itu memegang peranan yang penting, hampir setiap menit kita berkomunikasi. Sebagai contoh ketika dirumah kita berkomunikasi dengan orang tua, saudara, pembantu. Juga termasuk komunikasi dengan teman dan guru di lingkungan sekolah serta di lingkungan masyarakat/dalam berorganisasi individu juga melakukan proses berkomunikasi. Melalui berkomunikasi individu dapat menyatakan pendapat, mengajukan permohonan, meminta pertolongan, menawarkan solusi, menyampaikan instruksi, dan memberikan informasi kepada orang lain.

Jadi, kemampuan komunikasi merupakan bagian yang penting dari kehidupan, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Beberapa orang berpendapat bahwa kemampuan berkomunikasi yang efektif merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial individu. Kemampuan berkomunikasi yang baik bisa membantu menyelesaikan banyak masalah dan mendatangkan banyak keuntungan bagi individu. Sebaliknya, kegagalan dalam berkomunikasi dapat berakibat fatal. Kegagalan ini dapat menyebabkan berbagai bencana, sebagai contoh bertengkar dengan saudara, bermasalah dengan guru, merusak persahabatan, tidak mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya (Gleason, 1998).

Perbedaan antara kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara, dan kemampuan berkomunikasi yang telah dipaparkan diatas membuat batasan yang


(51)

jelas mengenai ketiga hal yang hampir sama tersebut dan batasan yang jelas mengenai pengertian dari masing-masing komponen kemampuan. Oleh karena itu kemampuan berbahasa yang dianggap paling tepat dan dapat diukur dari anak pra sekolah, yaitu kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/suatu kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain. Melalui hal ini dapat dilihat sejauh mana perkembangan kemampuan berbahasa anak pra sekolah (Gleason, 1998).

II. A. 5. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Anak

Menurut Hurlock (1993) ada beberapa hal yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang individu, antara lain:

1. Intelegensi. Perilaku berbahasa pada umumnya mengikuti perkembangan kognitif seorang anak. Hal ini mencerminkan logika dari proses berpikir anak. Dimana dalam hal ini intelegensi memegang peran penting dalam mempengaruhi sejauh mana kemampuan berbahasa anak. Semakin cerdas anak, semakin cepat keterampilan berbahasa dikuasai sehingga semakin cepat anak berbicara.

2. Status sosial ekonomi. Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisasi daripada keluarga kelas menengah keatas. Pembicaraan antar anggota keluarga juga jarang dan anak kurang didorong untuk berbicara. Sehingga anak menjadi kurang dalam kemampuan berbahasa, dimana hal tersebut berarti status sosial ekonomi orang tua mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak.


(52)

3. Pendidikan orang tua. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memahami peran penting stimulus dalam merangsang kemampuan berbahasa anak, sehingga dari dari orang tua yang berpendidikan lebih tinggi perkembangan kemampuan berbahasanya.

Menurut Carl Roger (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa ada dua faktor yang berperan dalam pengembangan bahasa pada anak, antara lain:

1. Faktor internal, adalah fakor yang berasal dari dalam diri anak, yaitu:

a. Faktor intelegensi, anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas linguistik, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. b. Faktor jenis kelamin, anak perempuan melebihi anak laki-laki dalam aspek

bahasa. Namun, perbedaan jenis kelamin ini akan berkurang selaras dengan bergulirnya fase perkembangan dan bertambahnya usia, sehingga akhirnya perbedaan ini hilang.

c. Faktor perkembangan motorik, kemungkinan tertundanya perkembangan bahasa atau keterlambatan merupakan hal yang lumrah pada saat anak mengalami perkembangan motorik dengan cepat.

d. Faktor kondisi fisik, kondisi fisik berhubungan dengan perkembangan anak serta gangguan penyakit yang berpengaruh pada kelancaran kerja indera. Misalnya, anak cacat, atau anak yang kondisi fisiknya lemah e. Faktor kesehatan fisik, kesehatan fisik sangat berhubungan dengan

perhatian kita terhadap jenis makanan yang dikonsumsi, kesehatan indera, serta kesehatan rongga hidung yang berpengaruh besar pada daya ingat anak.


(53)

2. Faktor eksternal, adalah faktor yang mempengaruhi di luar diri anak, antara lain:

a. Faktor keluarga, anak memperoleh tempat yang membuatnya dapat memahami bunyi bahasa yang tepat, dapat menyimak dengan baik. Keluarga yang memotivasi anak menyediakan lingkungan bahasa yang sesuai, maka anak akan lebih maju. Para psikolog menyatakan bahwa faktor lingkungan memiliki peran penting terhadap perkembangan bahasa anak. Anak-anak bervariasi selaras dengan pembawaannya, demikian pula dengan lingkungan yang ada disekitar anak dan diatas landasan lingkungan itulah kebudayaan mereka dibangun. Setiap anak memiliki sifat dan pengalaman yang khas yang tidak dimiliki oleh anak lain, karena itu terciptalah perbedaan individual diantara anak. Anak dapat mentransfer bahasa dari kelompoknya, begitu pula sebaliknya. Terkadang anak menguasai puluhan kata dan memahami maknanya dengan baik, tetapi dia tidak mampu menggunakan sejumlah kata yang membingungkan itu, anak hanya menggunakan beberapa buah kata saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya.

b. Faktor perbedaan status sosial, anak yang secara sosial budaya berasal dari kalangan atas dan menengah lebih cepat perkembangan bahasanya dari anak yang berasal dari kalangan bawah.


(54)

II. B. Anak Pra Sekolah

II. B. 1. Pengertian Anak Pra Sekolah

Menurut Biechler dan Snowman (1993) anak pra sekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun. Usia tersebut mereka biasanya mengikuti program pendidikan pra sekolah. Anak pra sekolah di Indonesia, umumnya mengikuti program Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan mengikuti program Taman Kanak-Kanak (TK). Pada dasarnya program pendidikan pra sekolah yang ada di Indonesia terbagi menjagi tiga bagian, yakni program pendidikan pra sekolah formal, non formal, dan informal.

Menurut teori Erik Erikson (dalam Patmonodewo, 2003) yang membicarakan perkembangan kepribadian seseorang dengan titik berat pada perkembangan psikososial tahapan nol sampai satu tahun, berada pada tahapan orang sensorik dengan krisis emosi antara trust versus mistrust, tahapan tiga sampai enam tahun anak berada dalam tahapan dengan krisis autonomy versus shame and doubt (dua sampai tiga tahun), initiative versus guilt (empat sampai lima tahun) dan tahap usia enam sampai sebelas tahun mengalami krisis industry versus inferiority.

Menurut teori Piaget (dalam Patmonodewo, 2003) yang membicarakan perkembangan kognitif, perkembangan dari tahapan sensorimotor (nol sampai dua tahun), pra operasional (dua sampai tujuh tahun), operasional konkret (tujuh sampai dua belas tahun), dan operasional formal (dua belas sampai lima belas tahun), maka perkembangan kognitif anak masa pra sekolah berada pada tahap pra operasional.


(55)

Disimpulkan bahwa anak pra sekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun. Mereka biasanya mengikuti program pra sekolah dan kindergarten. Umumnya di Indonesia anak pra sekolah mengikuti program Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan program Taman Kanak-Kanak (TK).

II. B. 2. Ciri-Ciri Anak Pra Sekolah

Snowman (dalam Patmonodewo, 2000) mengemukakan ciri-ciri anak pra sekolah (3-6 tahun) yang biasanya berada di Taman Kanak-Kanak. Ciri-ciri yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.

a. Ciri fisik

Anak pra sekolah umumnya sangat aktif. Mereka memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat suka melakukan kegiatan yang dilakukan sendiri. Setelah melakukan berbagai kegiatan, anak pra sekolah membutuhkan istirahat yang cukup. Otot-otot besar pada anak pra sekolah lebih berkembang dari control terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu, mereka biasanya belum terampil dalam melakukan kegiatan yang agak rumit seperti mengikat tali sepatu. Anak pra sekolah juga sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan perhatiannya pada objek-objek yang kecil ukurannya. Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala mereka masih lunak. Selain itu, walaupun anak laki-laki lebih besar, akan tetapi anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang praktis.


(56)

b. Ciri sosial

Umumnya pada tahap ini mereka mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisir dengan baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisir dengan baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih tua. Selain itu permainan mereka juga bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan gender. Sering terjadi perselisihan tetapi kemudian berbaikan kembali. Pada anak pra sekolah juga sudah menyadari peran jenis kelamin dan sextyping.

c. Ciri emosional

Anak pra sekolah cenderung mengekspresikan perasaan secara bebas dan terbuka. Iri hati juga sering terjadi diantara mereka dan anak pra sekolah pada umumnya sering kali merebut perhatian guru.

d. Ciri kognitif

Anak pra sekolah umumnya sudah terampil dalam berbahasa. Kompetensi anak juga perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, memahami dan kasih sayang.

II. B. 3. Tahap Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal

Menurut Mc Devita dan Ormord (dalam Rifai 1993) ada beberapa perkembangan yang dijalani oleh anak pada masa kanak-kanak awal (usia dua samapai enam tahun) yaitu perkembangan fisik, kognitif, intelegensi, perkembangan bahasa, kemampuan literasi, emosional, moral, sosial, perkembangan motivasi serta hubungan interpersonal.


(1)

sekolah dimana pada umumnya kemampua berbahasa anak pra sekolah yang menjadi subjek penelitian ini berada pada kategori sedang dan tinggi

b. Dari hasil yang diperoleh melalui penelitian ini, sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan pendekatan kualitatif sehingga dapat diketahui secara lebih mendalam mengenai proses pengembangan kemampuan berbahasa anak pra sekola dan hal apa saja yang mempengaruhinya yang tidak diperoleh melalui analisa kuantitatif.

c. Selain itu peneliti juga menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar lebih luas dalam subjek penelitian artinya tidak terbatas pada lingkungan terdekat anak, namun juga lingkungan sekitar misalnya makrosistem ataupun variabel lainnya yang mempengaruhi kemampuan berbahasa anak yang belum diteliti. Hal ini dikarenakan kemampuan berbahasa anak pra sekolah tidak hanya berguna untuk diketahui oleh para orangtua sebagai lingkungan terdekat anak tetapi juga oleh lingkungan luar anak.

d. Disarankan untuk selanjutnya dilakukan penelitian mengenai kemampuan berbahasa anak pra sekolah di satu lembaga pendidikan formal anak pra sekolah saja sehingga lebih spesifik dan hasilnya lebih mendalam.

e. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya juga dilakukan penelitian mengenai kemampuan berbahasa anak pra sekolah yang mengikuti pendidikan anak pra sekolah non formal dan informal sehingga diperoleh data-data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang anak.

f. Disarankan untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya jumlah sampel penelitian ditambah sehingga perbandingan jumlah subjek akan lebih proporsional. Karena


(2)

hasil data try out yang diperoleh juga mengalami sedikit masalah dikarenakan kurangnya jumlah sampel.

g. Dalam penelitian selanjunya sebaiknya menggunakan teknik sampel yang berbeda, sehingga dapat diketahui dengan lebih jelas karakterisitk sampel yang dikenai alat ukur.

V. C. 2. Saran Praktis

Saran dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yakni saran terhadap dunia pendidikan anak pra sekolah, terhadap para orang tua, dan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.

a. Saran terhadap dunia pendidikan anak pra sekolah

1. Agar memberikan simulus secara optimal bagi anak pra sekolah karena sekolah sebagai lingkungan terdekat kedua setelah keluarga, karena pada masa ini anak sangat membutuhkan stimulus dari lingkungan sekitarnya agar kemampuan berbahasa anak dapat berkembang secara optimal yang berguna dimasa akan datang.

2. Selanjutnya dunia pendidikan dapat bekerja sama dengan para orangtua secara optimal guna memantau perkembangan anak terutama perkembangan berbahasa sehingga sekolah tidak selalu menjadi orang yang disalahkan jika terjadi hambatan dalam perkembangan bahasa anak dan para orangtua juga tidak dapat lepas tangan begitu saja hanya karena telah memasukkan anaknya ke Taman Kanak-Kanak.

3. Agar pihak sekolah dapat menambah jumlah staf pengajar sehingga seluruh anak dapat diperhatikan dan mempunyai kesempatan berbahasa yang sama sehingga


(3)

anak pra sekolah merasa bahwa sekolah sebagai lingkungan kedua terdekatnya setelah keluarga.

b. Saran terhadap para orangtua

1. Para orangtua sebaiknya tidak sepenuhnya menyerahkan perkembangan bahasa anak pada pihak sekolah karena bagaimanapun juga orang tua dan keluargalah sebagai lingkungan terdekat bagi anak.

2. Para orangtua diharapkan agar terus mengembangkan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat segera mengetahui jika terjadi hambatan dalam perkembangan anak terutama perkembangan bahasa karena jika hal tersebut tidak segera diketahui akan menggangu dan mengahambat perkembangan anak dimasa yang akan datang.

3. Para orangtua juga diharapkan dapat memperhatikan lingkungan disekitar anak sehingga dapat memantau secara optimal perkembangan anak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2001). Methodology Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (2005). Penyusunan Skala Psikologi (cetakan ketujuh). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Barus, G. (2003). Memaknai Keterlibatan Orangtua pada Anak . Jurnal Intelektual. September 2003, Vol 1 No 2

Berk, E. L. (1996). Infants, Prenatal, Through Middle Childhood. (2nd ed). USA:A Simon & Schuster Company

Beth, A. (02 Februari 2007). Parents Help Their Kids Learn to Learn Active Help

Prevent Developmental Disabilities. Dikutip dari

http://www.findarticles.com/cetak/2007/312007/pdf

Caroll, W. D. (2004). Psychology of Language. (4th ed). USA: Thomson Learning Academic Resource Centre.

Clare, J. S. (1998). Child Language. New York : Routledge, Taylor & Francis Group Faisal, S. (1995). Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasi. Jakarta :

Erlangga

Gleason, B. J & Ratner, B. N. (1998). Psycholinguistic. . (2nd ed). USA:Thomson Learning Academic Resource Centre

Gunarsa. (1995). Psikologi Perkembangan Anak ; Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Hadi. S. (2000). Metodologi Research I-IV. Yogyakarta: Andi Hidayat, M. (2004). Linguistik Generatif. Jakarta: Gramedia

Hurlock, B. E. (1993). Child Development. (6th ed). Yogyakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Erlangga

Hurlock, B. E. (1993). Perkembangan Anak (edisi ke-6). Jakarta: Penerbit Erlangga Kerlinger, N. K. (2003). Asas-Asas Penelitian Behavioral edisi ketiga. Yogyakarta:


(5)

Kumara, A. (2000). Peran Aktif Orang Tua terhadap Ekspresi Tulis Anak. Jurnal Psikologi. Tahun XXVII No 1, Juni 2000 (hal. 1-9)

Landreth, C. (1998). Early Childhood, Behaviour and Learning. (2nd ed) of the Psychology of Early Childhood. University of California Berkeley

Minauli, I. (2002). Metode Observasi (cetakan pertama). Medan: USU Press

Murray, B. (30 Januari 2007). Parents roles is Critical to Chlidren’s Language. Dikutip dari http://www.findarticles.com/cetak/2007/252007/pdf

Nugraha, A & Ratnawati. N. (2003). Kiat Merangsang Kecerdasan Anak. (cetakan pertama). Jakarta: Puspa Swara

Papalia, D. E, Olds, S. W., Feieldman. R. D. (2003). Human Development (9th ed). New York: Mc Graw Hill

Papini, l. (1994). Language Development & Language Disorder. New York: Wiley Parke, R. D & Hetherington, E. M. (1999). Child Psychology, A Contemporary

Viewpoint. (5th ed). New York: McGraw Hill Companies

Patmonodewo, S. (2003). Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI

Poerwanti, E. dkk. (1994). Dasar-Dasar Metode Penelitian. Malang : UMM Press

Punch, K. F. (1998). Introduction to Social Research, Quantitave and Qualitative Approach. British : SAGE Publication

Rifai, M. S. (1993). Tugas-Tugas Perkembangan dalam Rangka Bimbingan Perawatan Anak. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Santrock, W. J. (2004). Educational Psychology. (2nd ed). New York: McGraw Hill Companies

Sears, W. (2004). Anak Cerdas, Peran Orang Tua dalam Mewujudkannya. Jakarta: Emerald Publishing

Siegel, S. (1997). Statistik Non Parametrik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Sigelman, K. C &. A. Rider. E. (2003). Life Span Human Development.( 4th ed) USA: Thomson Wadsworth


(6)

Stewart, C. J. & Cash, W. B. (2003). Interviewing : Principlies and Practises. New York: McGraw Hill Companies

Sugiarto, Siagian D., Sunaryanto, L. T., Oetomo, D, S. (2003). Teknik sampling. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Sukadji, S. (2000). Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press Sunarti, E. (2004). Mengasuh dengan Hati, Tantangan yang Menyenangkan. Jakarta:

Gramedia

Thomas, A & Grimes. J. (1994). Children’s Needs : Psychological Perspective. USA: National Association of School Psychologist