commit to user
41 Contohnya sebagai berikut.
“Sepuluh tahun yang lalu dia meninggalkan kota kelahirannnya untuk
melanjutkan studi ke luar negeri. Keadaan kotanya pada waktu itu masih sepi, alat transportasi kebanyakan sepeda, sedangkan motor tidak begitu banyak, dan mobil
belum ada. Setelah pulang, dia melihat banyak perubahan yang terjadi di kotanya. Sebuah jalan aspal yang licin membelah daerah persawahan dan rumah-rumah.
Beberapa mobil lewat dengan kecepatan tinggi dan motor pun sudah banyak berlalu- lalang di jalan. Selain itu, sepeda, becak, dan orang berjalan kaki pun ikut
meramaikan jalan itu.”
Pada contoh di atas tampak pemakaian kata-kata keadaa n kota , alat
tr anspor tasi , sepeda, motor, mobil, jala n a spal yang licin, orang berjala n kaki,
mer a maikan jalan , yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana. Kata-
kata tersebut digunakan dalam jaringan lalu lintas.
2.2.5.2.4 Lawan Kata Antonimi
Lawan Kata atau Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda
atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan beroposisi dengan satuan lingual yang lain.
Contohnya sebagai berikut.
”Pertengkaran antara anak dan bapak Karjo membuat istri Karjo, Sukirah,
merenung. Pada satu sisi dia seorang ibu yang mencintai anaknya dan di sisi yang lain dia juga seorang istri yang harus melakukan hal-hal baik kepada suaminya.”
Pada contoh di atas terdapat oposisi antara kata istri dan suami. Oposisi makna kedua kata itu sifatnya saling melengkapi. Dengan sifat yang demikian,
kehadiran kata istri disebabkan oleh adanya kata suami. Oposisi hubungan tersebut merupakan satu aspek leksikal yang mendukung kepaduan wacana secara leksikal dan
semantis, sehingga kehadirannya dapat menghasilkan wacana yang kohesif dan koheren.
commit to user
42
2.2.5.2.5 Hubungan Atas-Bawah Hiponimi Hubungan Atas-Bawah atau Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa
kata, frasa, kalimat yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau
satuan lingual yang berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat. Contohnya sebagai berikut.
Tetapi, hanya radenlah makhluk suci yang bisa menjadi tempat bagi diri hamba …. Hamba ditakdirkan untuk mengabdi kepada manusia suci.”
CBW.15 Pada contoh di atas terdapat kata ma nusia sebagai satuan lingual kata yang
maknanya merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain, yaitu makhluk. Kata makhluk merupakan superordinat yang mencakupi satuan lingual makhluk hidup
dan ma khluk mati, sedangkan makhluk hidup dapat juga sebagai superordinat dari satuan lingual yang lain, yaitu manusia, binata ng, dan tumbuh-tumbuhan.
2.2.5.2.6 Kesepadanan Ekuivalensi Kesepadanan atau Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan
lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan.
Contohnya sebagai berikut.
“Eh, lae, lae, lae … hehehe … Semar memang ditugasi untuk mengabdi kepada orang-orang istimewa. Belum pernah kok ada ceritanya Semar
menjadi abdinya orang biasa-biasa saja.”
SM.44
Pada contoh di atas terdapat satuan lingual kata mengabdi dan abdinya
menunjukkan adanya hubungan kesepadanan.
commit to user
43
2.2.6 Analisis Tekstual dan Kontekstual
Analisis tekstual adalah analisis wacana yang bertumpu secara internal pada teks yang dikaji yang meliputi analisis aspek gramatikal atau kohesi gramatikal dan aspek leksikal
atau kohesi leksikal Sumarlam, 2004:87. Hal itu juga dinyatakan oleh Mulyana bahwa kohesi termasuk dalam aspek internal struktur wacana Mulyana, 2005:26.
Menurut Sumarlam konteks wacana adalah aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah wacana. Berdasarkan pengertian tersebut,
maka konteks wacana secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu konteks bahasako-teks konteks internal wacana, dan konteks luar bahasa konteks situasi
dan konteks budaya atau konteks saja disebut konteks eksternal wacana 2003:47. Analisis kontekstual adalah analisis wacana dengan bertumpu pada teks yang dikaji
berdasarkan konteks eksternal yang melingkupinya, baik konteks situasi maupun konteks kultural. Pemahaman konteks situasi dan konteks kultural dalam wacana dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan berbagai prinsip penafsiran, prinsip analogi, dan inferensi. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah prinsip penafsiran personal, prinsip penfsiran
lokasional, prinsip penfsiran temporal, prinsip analogi, dan inferensi Sumarlam, 2004:98
2.2.6.1 Prinsip Penafsiran Personal
Prinsip Penafsiran Personal berkaitan dengan siapa sesungguhnya yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Dalam hal ini, siapa penutur dan siapa mitra tutur
sangat menentukan makna sebuah tuturan. Menurut Halliday dan Hasan dalam
Sumarlam, 2003:48 menyebut penutur dan mitra tutur atau partisipan dengan istilah
pelibat wacana . Pelibat wacana menurutnya menunjuk pada orang-orang yang
mengambil bagian, sifat-sifat para pelibat, kedudukan dan peranan mereka, misalnya