Penelitian tentang Cerita Sokrasana dan Sumantri Karya Yanusa Nugroho

commit to user 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KAJIAN TEORI, DAN KERANGKA PIKIR

2.1 Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini penulis menguraikan tentang karya-karya Yanusa Nugroho dan Sapardi Djoko Damono yang berkaitan dengan naskah lakon sandosa Sokrasana: Sang Manusia . Uraian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang perbedaan karya Yanusa Nugroho pada naskah lakon sandosa Sokra sa na : Sa ng Ma nusia dengan karya lain yang berbentuk cerpen, novel, maupun puisi. Selain itu, gambaran penelitian tentang wayang Sandosa yang dilakukan oleh Sunardi dan cerita Suma ntri Ngenger oleh Tatik Harpawati juga akan diberikan pada tinjauan pustaka ini.

2.1.1 Penelitian tentang Cerita Sokrasana dan Sumantri Karya Yanusa Nugroho

Penelitian analisis wacana naskah lakon sandosa Sokra sana: Sang Manusia karya Yanusa Nugroho ditinjau dari segi tekstual dan kontekstual menurut pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Karya Yanusa Nugroho yang bercerita tentang Sokrasana dan Sumantri seperti dalam naskah lakon sandosa Sokr asana: Sang Manusia semula berbertuk cerpen. Cerpen yang dibuat pada tahun 1987 itu berjudul Kemerlip Kunang-Kunang Kuning. Selanjutnya, cerpen itu dihimpun ke dalam kumpulan cerpen yang berjudul Segulung Cerita Tua . Pada tahun 2003, oleh Yanusa Nugroho cerpen itu dikembangkan lagi mejadi sebuah novel dengan judul Di Batas Angin. Namun demikian, baik cerpen maupun novel tersebut sama-sama bercerita tentang kakak beradik yang saling menyayangi, Raden Sumantri dan commit to user 11 Raden Sokrasana, putra Begawan Suwandageni. Karena Raden Sumantri dihadapkan pada dua pilihan, ia akhirnya membunuh adik kesayangannya yang buruk rupa itu. Dalam novel Di Bata s Angin Yanusa mengajak pembacanya menafsir kembali karakter tokoh Sumantri yang ambisius menjadi orang penting di kerajaaan Maespati dan karakter Sokrasana yang santun, penyayang, dan berhati nurani. Dengan demikian, matinya Sokrasana adalah matinya nurani seorang manusia. Selain itu, Yanusa ingin mengajarkan pembacanya mengenai kehidupan manusia tanpa nurani. Yanusa sengaja menuntaskan penceritaannya pada kematian Sokrasana, dan membiarkan pembacanya merenungi kisah klasik tersebut dengan konteks kekinian. Berikut dialog antara Sumantri dan Sokrasana sebelum salah satu dimatikan. ”Di antara kita, akulah yang bukan manusia, Kakang Mantri,” kata Sokrasana seakan membaca pikiran kakaknya. ”Tidak. Akulah yang bukan manusia Kau tahu artinya ini bagiku, bukan? Oh, Sokrasana, kumohon ... pergilah dari sini,” Sumantri menangis memeluk adiknya. ”Kakang, kau tak bisa memungkiri suratan tanganmu sendiri. Kau manusia dan aku bukan. Kalau kini kau mengaku bahwa dirimu bukan manusia, artinya kau menipu dirimu sendiri. Sekali lagi aku ingatkan, akulah yang bukan manusia. “Tidak” Aku” Sumantri undur beberapa langkah. “Untuk apa semua kemegahan ini? Bahkan dengan pertanyaan sekecil itu pun kau sudah menghancurkan seluruh hidupmu yang telah kau bangun selama ini.” “Sokrasana Lihatlah apa yang ada di tanganku.” Sokrasana menahan napas. ... dia menatap sepasang mata kakaknya. Ada kepedihan yang luar biasa di sorot mata Sumantri. “Lakukanlah. Aku bisa menerima kematian yang mungkin selalu disangkal manusia. LakukanlahKakang....” http:docs.susastra- journal.comterjemahan20indonesiaresensi20yanusa20nugroho, ok.pdf. Kedua tokoh tersebut, Sumantri dan Sokrasana, sama-sama mengutuki dirinya masing-masing, bahwa mereka bukan manusia. Dalam hal ini Yanusa tengah membawa anasir budaya Jawa yang diambil dari mitos pewayangan untuk dijadikan anasir budaya Indonesia. Wayang yang semula menggunakan bahasa Jawa diindonesiakan oleh Yanusa, sehingga menjadi bagian yang tak terelakan sebagai kekayaan sastra Indonesia. commit to user 12 Persoalan yang diketengahkan Yanusa Nugroho tidak sesederhana perasaan malu Sumantri yang memiliki adik yang berwujud raksasa kecil bajang yang menakuti Citrawati istri Arjunasasrabahu di Taman Sriwedari di Kerajaan Maespati. Penafsiran Yanusa Nugroho tentang karakter Sumantri yang ambisius menjadi ora ng penting di Kerajaan Maespati sebagai penggambaran matinya nurani seorang manusia maupun karakter Sokrasana yang santun, penyayang, dan berhati nurani juga diketengahkan dalam naskah lakon sandosa Sokr asana: Sang Manusia. Cerita tentang Sokrasana dan Sumantri yang diketengahkan oleh Yanusa Nugroho juga ada dalam karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul Pesan. Karya tersebut berbentuk puisi dan dihimpun dalam kumpulan puisi Pera hu Kerta s. Dalam puisi yang berjudul Pesan Sapardi Djoko Damono menuliskan peristiwa terbunuhnya Sokrasana oleh senjata pusaka Cakrabaswara, pemberian dewa pada Sumantri, disengaja atau tidak dan Sokrasana dendam atau tidak kepada kakaknya yang dicintainya itu tidak begitu jelas. Peristiwa itu ditulis secara tersirat, seperti pada kutipan berikut ini. ”Tolong sampaikan kepada abangku, Raden Sumantri, bahwa memang kebetulan jantungku tertembus anak panahnya. Kami saling mencinta, dan antara disengaja dan tidak disengaja sama sekali tidak ada pembatasnya, Kalau kau bertemu dengannya, tolong sampaikan bahwa aku tidak menaruh dendam padanya, dan nanti apabila perang itu tiba, aku hanya akan....” Damono dalam htt:docs.susastra-journal.comterjemahan20indonesiaresensi20yanusa 2nugroho, ok.pdf. Menurut Sapardi pembunuha n itu memang di antara sengaja da n tidak sengaja, dan Sokrasana tidak menaruh dendam, tetapi hanya melakukan sesuatu. Dalam sajak tersebut Sapardi sengaja tidak menuntaskan kalimat yang benar-benar merupakan inti dari pesan yang akan disampaikan Sokrasana. Itulah sebenarnya yang menjadi keunggulan dari sajak Sapardi commit to user 13 tersebut. Namun, jika bercermin pada mitos wayang yang berkisah tentang Raden Sumantri dan Raden Sokrasana Sokrasana, terbaca bahwa sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Sokrasana sudah meramalka n bahwa ia akan menjemput kakaknya dalam sebuah pertempuran antara Raden Sumantri dan Rahwana Dasamuka, yang ditulis Sapardi dengan apabila per ang itu tiba .

2.1.2 Penelitian tentang Sumantri Ngenger