Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wayang merupakan salah satu warisan budaya yang mempunyai kelangsungan hidup, khususnya pada masyarakat Jawa, Sunda, Bali, dan sebagainya. Sebagai hasil kebudayaan, wayang mempunyai nilai hiburan yang mengandung cerita pokok dan juga berfungsi sebagai medium komunikasi Kanti Waluyo, 2000:X. Wayang atau cerita wayang adalah cerita rakyat folklore yang paling populer di Jawa. Kisah yang diadaptasi dari epos Ramayana karya Valmiki dan epos Mahabarata karya Visaya ini, telah mengakar dengan kuat di dalam sanubari kebudayaan masyarakat Jawa. Pada masa kini yang disebut abad teknologi modern, abad nuklir, abad kloning dan sebagainya merupakan pembaharuan dari perkembangan masa sebelumnya. Setiap pembaharuan diikuti oleh sebuah perubahan. Perubahan itu menuntut terjadinya pergeseran-pergeseran tata nilai yang mengantarkan pada sebuah kesadaran baru. Kesadaran ini akan menimbulkan sikap yang baru. Demikian pula sikap masyarakat terhadap seni budaya wayang pun akan bergeser. Dari realitas perjumpaan wayang dengan perkembangan tatanan masyarakat saat ini, menimbulkan pertanyaan tentang nasib wayang, yaitu dapatkah wayang mempertahankan eksisitensi dan daya tariknya pada zaman modern ini dan bagaimana action untuk nguri-uri melestarikan seni wayang ini? Sapto Hartono, 2008 Dengan adanya tantangan zaman itulah, para kreator seni ASKI Surakarta ISI Surakarta khususnya seni pedalangan menciptakan beberapa bentuk wayang kreasi baru yang commit to user 2 salah satu bentuk pertunjukan wayang kreasi baru itu adalah pertunjukan wayang Sandosa. Pertunjukan wayang Sandosa merupakan karya kreasi baru dari bentuk pertunjukan wayang yang telah ada, yaitu wayang kulit semalam yang secara komunikatif hanya dapat ditangkap oleh masyarakat Jawa khususnya. Pertunjukan wayang sandosa sebagai wujud karya kreasi baru pertunjukan wayang lebih ditekankan pada bagaimana caranya wayang dapat diterima oleh masyarakat secara luas, yaitu masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pertunjukan wayang sandosa menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan- pesan pewayangan kepada masyarakat secara umum. Pertunjukan wayang sandosa ini pada awalnya bernama Pertunjukan Wayang Kulit Ber ba hasa Indonesia, kemudian dalam perkembangannya menjadi Pertunjuka n Waya ng Kulit Sandosa Sunardi, 2004:23. Menurut Bambang Murtiyoso dalam Sunardi, 2004:21 dan para penggagasnya, pemberian nama Sa ndosa pada pertunjukan wayang kreasi baru itu merujuk pada pemakaian bahasa Indonesia sebagai media komunikasinya. Bahasa Indonesia sebagai media komunikasi dalam pertunjukan wayang sandosa merupakan salah satu ciri yang membedakan dengan pertunjukan wayang kulit purwa yang menggunakan bahasa Jawa. Perbedaan lainnya adalah kelir layar pertunjukan wayang sandosa lebih besar, cahaya lampu beragam, peran tunggal dalang diganti oleh narator, sulih suara, dan peraga wayang. Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni- seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan cat dan kanvas sebagai mediumnya, sedangkan seni sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu jenis genre sastra di samping jenis puisi dan prosa. Maka, hubungan seni bahasa dan sastra dengan drama sangat erat. Hakikat drama adalah konflik tikaian. Salah satu commit to user 3 bentuk perwujudan konflik adalah cakapan monolog atau dialog. Dalam cakapan, seni bahasa dan sastra tidak mungkin diabaikan Soediro, 1991:16. Selanjutnya, lakon adalah istilah lain dari drama. Kata lakon itu sendiri berasal dari kata Jawa, hasil bentukan dari kata laku yang mendapat akhiran an Soediro, 1991:38. Bagi seorang sastrawan, lakon merupakan jenis sastra di samping puisi dan prosa. Lakon merupakan bentuk sastra yang belum sempurna. Kesempurnaan itu baru diperoleh apabila sudah dipentaskan atau dipergelarkan. Jenis lakon drama berbeda dengan jenis prosa atau puisi dalam hal hakikat, sifat, bentuk pengungkapan, dan teknik penyajiannya. Lakon drama merupakan bentuk pengungkapan sastra yang di dalamnya terdapat dua aspek, yaitu struktur dan tekstur. Menurut Paul M. Levitt dan Robert Longeworth dalam Soediro, 1991:41, Aspek struktur lebih bersifat literer yang dalam ilmu kesusastraan adalah bangunan yang terdiri atas unsur-unsur atau komponen-komponen yang tersusun menjadi suatu kerangka bangunan yang arsitektural. Jadi, struktur adalah tempat, hubungan, atau fungsi dari adegan-adegan di dalam peristiwa-peristiwa dan di dalam satu keseluruhan lakon. Istilah naskah dan teks sering menimbulkan pengertian yang rancu dan tumpang tindih. Menurut S.O. Robson, teks dianggap pertama-tama sebagai perbuatan penciptaan dalam bidang kesenian Soediro, 1991:66. Teks sebagai hasil kebudayaan melalui pikiran atau ide pengarang ke dalam bentuk cipta seni merupakan pengalaman estetik tidak mungkin pernah diulangi dalam bentuk yang persis sama, seperti juga pada teks asli yang pertama diciptakan maupun pada sastra tradisional termasuk drama tradisional. Naskah merupakan hasil proses penurunan dari teks aslinya yang mungkin hanya berupa gagasan, ide atau kerangka. Proses penurunan teks ini mungkin berjalan turun-temurun commit to user 4 yang disebut tradisi. Tradisi penurunan teks akan menimbulkan banyak versi naskah baru. Versi- versi naskah baru inilah yang sering banyak jumlahnya dalam sastradrama tradisional yang biasanya menjadi bahan atau objek pengkajian. Naskah-naskah lakon drama tradisional terutama wayang adalah naskah-naskah lakon yang telah mengalami tradisi penurunan dari teks aslinya. Dengan demikian, naskah lakon mempunyai kedudukan sebagai sumber cerita yang harus ditafsirkan oleh seluruh unsur teater sebelum dipentaskan dan berfungsi sebagai sarana terbukanya kemungkinan proses pementasan. Menurut Harymawan, naskah lakon dari kata naskah yang berarti bentuk atau rencana tertulis dari sebuah cerita, dan lakon adalah hasil perwujudan dari naskah yang dimainkan. Jadi, naskah lakon wayang adalah bentuk atau rencana tertulis dari sebuah cerita wayang yang perwujudannya dimainkan atau dipertunjukkan dalam sebuah pementasan atau pertunjukan 1988:23. Naskah lakon merupakan gabungan dari wacana dialog yang berbentuk tulis dan wacana naratif. Wacana dialog, yaitu jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih, sedangkan wacana naratif yaitu bentuk wacana yang dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah. Penyusunan naskah lakon merupakan langkah pertama dalam penggarapan pertunjukan wayang sandosa. Naskah lakon merupakan bahan baku yang harus ada dalam pertunjukan wayang sandosa. Pada dasarnya, naskah berisi serangkaian cerita yang telah disusun secara sistematis. Di dalam naskah lakon sandosa terdapat dialog dan narasi, tokoh-tokoh yang memainkan peranan, serta keterangan suasana adegan. Naskah lakon memiliki kedudukan sebagai pemandu jalannya pertunjukan wayang sandosa Sunardi, 2004:23. Dialog dan narasi yang tertuang dalam naskah itu menggunakan bahasa Indonesia sebagai mediumnya. commit to user 5 Bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan, maksud, dan sebagainya memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu peranan bahasa yang sangat penting adalah sebagai sarana komunikasi. Dalam proses komunikasi, bahasa mempunyai fungsi yang sangat efektif. Setiap anggota masyarakat dan komunitas selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik yang bertindak sebagai komunikator pembicara atau penulis maupun sebagai komunikan mitra bicara, penyimak, pendengar, atau pembaca. Secara garis besar komunikasi verbal dibedakan menjadi dua macam, yaitu sarana komunikasi yang berupa bahasa lisan dan sarana komunikasi yang berupa bahasa tulis. Sumarlam, 2003:1. Selanjutnya, melalui bahasa dalam wujud konkret berupa wacana lisan atau tulis para partisipan penutur dan mitra tutur berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Demikian juga menurut Sumarlam 2003:15 wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan, seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis, seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya dari segi makna bersifat koheren, terpadu. Aspek-aspek yang membentuk kohesi di dalam wacana harus berkesinambungan dan membentuk kesatuan struktur teks agar dapat mendukung koherensi. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana kata atau kalimat yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh dan dapat pula dikatakan bahwa kohesi itu merupakan aspek internal struktur wacana Mulyana, 2005:26. Selanjutnya, HG Tarigan 1993:96 mengemukakan bahwa kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana, sedangkan koherensi menurut Brown dan Yule dalam Mulyana, 2005:30 dapat diartikan kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. commit to user 6 Aspek koherensi ini sangat diperlukan keberadaannya dalam struktur wacana. Sebagaimana dinyatakan oleh Halliday dan Hasan 1992:65 bahwa sumbangan yang penting terhadap koherensi berasal dari kohesi, yaitu perangkat sumber-sumber kebahasaan yang dimiliki setiap bahasa sebagai bagian dari metafungsi tekstual untuk mengaitkan satu bagian teks dengan bagian lainnya. Selain itu, hal yang mendukung kekoherensian sebuah wacana adalah konteks situasi di luar aspek formal kebahasaan. Halliday dan Hasan 1992:66 menyatakan bahwa setiap bagian teks sekaligus merupakan teks dan konteks. Dalam memusatkan perhatian pada bahasa kita harus sadar akan adanya kedua fungsi itu. Dengan demikian, pemahaman terhadap konteks menjadi penting dalam wacana karena pada hakikatnya teks dan konteks merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam wacana itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian yang dilakukan penulis mengkhususkan pada kohesi gramatikal, leksikal, dan konteks yang terdapat di dalam wacana tulis, berjudul Sokr asana : Sang Manusia Naskah lakon sandosa dipilih sebagai objek penelitian karena naskah lakon sandosa adalah naskah drama yang berisi dialog dan narasi yang tetap mempunyai tingkat kohesi dan koherensi tinggi dalam membentuk wacana yang utuh. Selain itu, alasan dipilihnya naskah lakon sandosa Sokra sana: Sang Manusia adalah, pertama, naskah tersebut menggunakan bahasa Indonesia yang tidak terlalu puitis atau penuh kias, tetapi dengan bahasa yang komunikatif yaitu mudah dipahami pembaca. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan ini. ”Kakang Mantri, seperti embun, kepergianmu, terjadi begitu saja. Mengapa kau pergi tanpa mengajak adikmu ini, kakang? Aku percaya hatimu bimbang, karenanya, ke manapun perginya, dengan atau tanpa tujuan sekalipun, aku pasti bisa menemukanmu kakang. Aku akan menyusulmu, Kakang Mantri.” commit to user 7 Kedua, penulis utama naskah lakon sandosa Sokrasa na : Sa ng Ma nusia , Yanusa Nugroho, adalah seorang cerpenis yang memahami aspek kebahasaan populer bagi masyarakat umum. Ia banyak bercerita tentang dunia pewayangan, yang sebagian besar dapat dikatakan sebagai cara ngan modern, dan menggunakan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai warga yang sah dalam sastra Indonesia. Yanusa Nugroho dibantu oleh salah satu kreator seni di ISI Surakarta, Bambang Murtiyoso, bertindak selain sebagai penulis naskah lakon tersebut juga sebagai sutradara. Ekspresi kebahasaan yang berbentuk narasi dan dialog tampak lebih representatif untuk mengungkapkan karakter tokoh dan suasana adegannya. Sementara itu, di sebuah tempat ... sekelompok manusia sedang mencari keunggulan dirinya sendiri ... Bargawa, Sang Parasu, sosok manusia yang bersumpah akan menghabisi setiap kesatria yang dijumpainya. Dendam atas kematian ibundanya, yang mati di tangannya sendiri, Bargawa bagai terlilit kutukan. Telah terpenggal beratus- ratus kepala ksatria ... Perjalanan hidupnya seakan hanya menapaki babut darah dan tangga jenazah.... ”Hooi, para ksatria ... di hadapan Bargawa, kalian hanya akan menghadapi malaikat maut. Dunia tak akan berhenti berputar, dengan kematianmu ... kelahiran kalian ke dunia ini, hanya untuk menghadapi ajal di tangan Bargawa. Ayo, majulah, hadapi Bargawa. Lawanlah sang Parasu Rama .... Ketiga, wayang sandosa dalam lakon Sokrasa na : Sa ng Manusia yang diproduksi oleh PT Gelar Nusantara bersama STSI Surakarta pada tahun 2001 ini pernah dipentaskan pada acara Semata Wayang di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki TIM Jakarta. Keempat, cerita wayang tentang Sokrasana dan Sumantri karya Yanusa Nugroho ini ditampilkan dalam berbagai bentuk, yaitu selain naskah lakon sandosa sebelumnya juga ada yang berbentuk cerpen dan novel, sedangkan yang berbentuk puisi dibuat oleh Sapardi Djoko Damono. commit to user 8

1.2 Rumusan Masalah