29 peneliti memancing narasumber untuk memunculkan data yang diinginkan.
Penerapan teknik pancing didukung oleh teknik catat. Sebagai penutur bahasa Batak Toba, intuisi peneliti juga dimamfaatkan untuk melengkapi data dan menemukan
beberapa metafora EMOSI STATIF, yang digunakan oleh penutur bahasa Batak Toba pada daerah penelitian yang telah dipilih.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Data dianalisis dengan metode padan. Dalam metode padan, alat penentunya adalah di luar dari bahasa itu sendiri dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang
bersangkutan Sudaryanto, 1993:13. Metode ini berguna untuk mengidentifikasi butir-butir leksikal yang bermakna EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba.
Teknik dasarnya berupa teknik pilah unsur penentu dengan alat penentu mitra wicara Sudaryanto, 1995:21. Teknik ini, dilakukan untuk mengetahui makna dari butir
leksikal yang mengungkapkan metafora EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba.
Setelah data didapat dan dikategorikan sesuai dengan tipe metaforanya, dilakukanlah pemetaan konseptual, antara ranah sumber dan ranah sasaran.
Pengkategorian ranah sumber dilakukan menurut Siregar dalam Rahardjo, 2009, yang menyimpulkan 4 langkah proses logika yang ditempuh dalam pemetaan
konseptual. Keempat proses tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pencarian ranah sumber yang sesuai,
30 2.
Pemetaan konseptual antara ranah sumber dan ranah sasaran, 3.
Penayangan semua inferensi tentang ranah sumber ke ranah sasaran melalui pemetaan,
4. Menggunakan pengetahuan yang ada tentang ranah sasaran untuk
menyesuaikan dan membatasi inferensi yang ditayangkan.
Contoh metafora dalam bahasa Batak Toba :
Nunga tung marurat sogo ni roha na Sudah PART. Berakar benci 3TG
‘Sudah berakar rasa bencinya’
Contoh di atas merupakan metafora sogo roha ‘benci’ sebagai tumbuhan dalam bahasa Batak Toba. Kata marurat ‘berakar’ digunakan sebagai bentuk
metafora untuk menggambarkan perasaan benci seseorang yang sangat dalam terhadap orang lain. Kata marurat ‘berakar’ termasuk ke dalam ranah tumbuhan
yang dikategorikan sebagai ranah SUMBER dan sogo roha ‘benci’ dikategorikan sebagai ranah SASARAN. Adapun pemetaan konseptual struktur metafora itu
dijabarkan pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Pemetaan Konseptual Metafora Sogo Roha ‘Benci’ sebagai Tumbuhan
SASARAN SUMBER
31 Akar dari sebuah sogo ni roha
‘kebencian’, karena ada sebab atau akibatnya.
Tumbuhan mempunyai akar, batang, daun, buahbunga.
Sogo ni roha ‘kebencian’ tidak akan membuahkan hasil yang baik.
Jika tumbuhan tidak dirawat dengan baik, maka tidak akan membuahkan
hasil yang baik. Apabila rasa sogo roha ‘benci’ terlalu
lama dipendam, maka akan menimbulkan dampak yang buruk.
Apabila tumbuhan dibiarkan begitu saja tanpa diberi pupuk, maka
tumbuhan akan layu ataupun mati. Sogo ni roha ‘kebencian’ dapat hilang,
jika seseorang yang menjadi objeknya meminta maaf atas kesalahannya dan
hasilnya menjadi lebih baik. Apabila tumbuhan dirawat dengan
baik, maka akan menghasilkan buahbunga yang indah.
Orang yang bersifat parsogo roha ‘pembenci’, akan selalu dijauhi orang.
Jika tumbuhan sudah layumati, maka akan dibuang orang.
Orang yang mudah menghilangkan rasa sogo rohana ‘bencinya’ tentu akan
disenangi orang. Apabila tumbuhan siap dipanen, maka
pemiliknya tentu senang memanennya.
Pemetaan konseptual pada ranah SASARAN dan SUMBER yang dipetakan di atas, terlihat dengan jelas hubungan antarmakna dari metafora yang dimaksud, bahwa
inferensi logis metafora sogo roha ‘benci’ sebagai tumbuhan ialah orang yang selalu memendam rasa kebencian dalam hatinya, tidak akan membuahkan hasil yang baik.
Begitu juga sebaliknya, orang yang dapat menghilangkan rasa kebenciannya, tentunya membuahkan hasil yang baik misalnya, dia akan disenangi orang. Sogo roha ‘benci’
terpetakan pada tumbuhan, apabila tumbuhan dirawat dengan baik, maka akan
32 membuahkan hasil. Begitu juga sebaliknya, apabila tumbuhan dibiarkan begitu saja,
tumbuhan itu akan layu dan mati. Kata marurat ‘berakar’, yang termasuk dalam ranah tumbuhan, digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengonseptualisasikan
makna metafora sogo roha ‘benci’ sebagai tumbuhan dalam bahasa Batak Toba.
33
BAB IV ANALISIS METAFORA ‘EMOSI STATIF’ DALAM BAHASA
BATAK TOBA
Dalam masyarakat Batak Toba banyak jenis EMOSI STATIF yang dijumpai sebab perilaku dari masyarakat itu sendiri lebih cenderung bersifat negatif. Hal itu
terlihat dari penilaian masyarakat budaya lain terhadap masyarakat Batak Toba. dalam hal ini, masyarakat Batak Toba dikenal dengan budaya yang khas akan
ketegasannya dalam berbicara. Masyarakat Batak Toba berbicara dengan suara keras dan suku lain mengungkapnya kasar.
Pemahaman terhadap sebuah metafora dilakukan dengan membandingkan dua hal yang berbeda yang mempunyai kaitan dalam sebuah kalimat yang dianalisis. Hal
itu diperoleh dari suatu kondisi yang dihubungkan dengan perasaan yang tertanam dalam batin manusia itu sendiri. Makna metafora EMOSI STATIF dalam bahasa
Batak Toba merupakan suatu bentuk ekspresi emosi Masyarakat Batak Toba yang mempunyai hubungan sebab-akibat antara situasi sosial dengan pemahamannya
terhadap situasi tersebut yang disampaikan melalui bahasa Batak Toba.
4.1 Makna Metafora EMOSI STATIF dalam Bahasa Batak Toba
Metafora mampu mengonsepkan sesuatu yang bersifat abstrak menjadi lebih konkrit. Dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak sadar kita sering menemukan