Sorting Based Algorithm atau Rank Order Clustering ROC

2. Cluster yang terpisah sebagian atau partially separable cluster PSC PSC menandakan bahwa sistem produksi yang akan diterapkan group technology tidak dapat didekomposisikan secara murni, seperti pada Gambar 3.10. 1 2 3 4 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 5 MC-1 MC-2 PF-1 PF-2 Gambar 3.10. Partially Separable Cluster PSC Dari gambar di atas terlihat bahwa part 5 membutuhkan pengerjaan di mesin 1 dan mesin 3 yang terletak di mesin yang berbeda, yaitu MC-1 dan MC-2. Part 4 disebut dengan exceptional part, yaitu part yang dikerjakan lebih dari satu sel. Mesin 1 disebut sebagai bottleneck machine, yaitu mesin yang dibutuhkan untuk pengerjaan part yang terletak di sel yang lain atau mesin yang dibutuhkan untuk pengerjaan lebih dari satu part family.

3.4.4. Sorting Based Algorithm atau Rank Order Clustering ROC

Metode rank order clustering ROC merupakan pengelompokan yang didasarkan pada sortasi baris dan kolom dari matriks insiden komponen mesin. Model rank order clustering ROC adalah metode yang dikembangkan oleh Jhon R. King. Konsep yang dipakai pada pendekatan ini adalah untuk membentuk blok diagonal dengan mengalokasikan ulang kolom dan baris matriks komponen mesin secara berulang-ulang yang dinyatakan dengan nilai binary. Universitas Sumatera Utara Adapun keunggulan dari metode BSA adalah pengelompokan komponen mesin yang lebih mudah, efektif dan efisien jika dibandingkan dengan metode analisis cluster lainnya. BSA mudah dalam mendesain kelompok komponen part family dan kelompok mesin machine cell serta dapat lebih mudah melihat mesin yang bottleneck.. Kelemahan dengan menggunakan metode BSA adalah metode BSA hanya memperhatikan aliran proses tanpa melihat bentuk geometris ataupun atribut yang ada pada suatu part. Adapun langkah-langkah pengerjaan dengan menggunakan rank order clustering based sorted aalgorithm untuk mendapatkan pengelompokan komponen adalah sebagai berikut: 1. Untuk masing-masing baris dari matriks insiden mesin-komponen diberikan bobot biner dan dihitung ekuivalen decimal bobot. Misalnya, nilai keterkaitan komponen-mesin untuk baris 1 adalah 0 1 1 0 0 0, maka nilai ekuivalen desimalnya adalah: 0 x 2 5 + 1 x 2 4 + 1 x 2 3 + 0 x 2 2 + 0 x 2 1 + 0 x 2 = 24 2. Diurutkan nilai ekuivalen baris dari urutan terbesar hingga terkecil decreasing order. 3. Matriks ditransformasikan dengan mengganti baris dan kolom. 4. Diurutkan diurutkan nilai ekuivalen kolom dari urutan terbesar hingga terkecil decreasing order. 5. Perhatikan apakah ranking atau urutan nilai ekuivalen baris dan kolom berbeda. Jika ya, lanjutkan ke langkah 6. Jika tidak, perhitungan berhenti. Universitas Sumatera Utara 6. Ulangi langkah 1 sampai dengan 4 sampai urutan atau ranking masing- masing elemen dalam baris dan kolom tidak berbeda. Contoh: asumsikan matriks komponen-mesin seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Matriks Keterkaitan Mesin-Komponen Part Mesin 1 3 2 4 5 6 A 1 1 B 1 C 1 1 1 D 1 1 1 E 1 1 1 Langkah 1: Hitung nilai desimal ekuivalen berdasarkan sistem biner seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.2 Tabel 3.2. Pembobotan Sistem Biner Part 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 Sistem Biner Mesin 1 3 2 4 5 6 A 1 1 B 1 C 1 1 1 D 1 1 1 E 1 1 1 Baris I Mesin A = 1 x 2 5 + 1 x 2 4 + 0 x 2 3 + 0 x 2 2 + 0 x 2 1 + 0 x 2 = 48 Baris II Mesin B = 0 x 2 5 + 0 x 2 4 + 1 x 2 3 + 0 x 2 2 + 0 x 2 1 + 0 x 2 = 8 Baris III Mesin C = 1 x 2 5 + 1 x 2 4 + 0 x 2 3 + 1 x 2 2 + 0 x 2 1 + 0 x 2 = 52 Baris IV Mesin D = 0 x 2 5 + 0 x 2 4 + 1 x 2 3 + 0 x 2 2 + 1 x 2 1 + 1 x 2 = 11 Baris V Mesin E = 1 x 2 5 + 1 x 2 4 + 0 x 2 3 + 1 x 2 2 + 0 x 2 1 + 0 x 2 = 52 Urutkan nilai di atas mulai dari yang terbesar hingga terkecil, seperti pada Tabel 3.3. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.3. Ranking Nilai Desimal pada Mesin Part 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 Sistem Biner Mesin 1 3 2 4 5 6 DE Ranking A 1 1 48 3 B 1 8 5 C 1 1 1 52 1 D 1 1 1 11 4 B 1 8 5 Langkah 2: Urutkan nilai desimal baris tersebut dari yang terbesar hingga terkecil seperti pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Urutan Nilai Desimal pada Mesin Part 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 Sistem Biner Mesin 1 3 2 4 5 6 DE Ranking C 1 1 1 52 1 E 1 1 1 52 2 A 1 1 48 3 D 1 1 1 11 4 B 1 1 1 52 5 Langkah3: Transformasikan baris menjadi kolom. Kemudian tentukan nilai ekuivalen desimalnya seperti perhitungan nilai ekuivalen mesin sebelumnya. Hasil ekuivalen tersebut diberi ranking, seperti pada Tabel 3.5. Langkah 4: Urutkan nilai ekuivalen untuk part dari yang terbesar hingga terkecil, dapat dilihat pada Tabel 3.6. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.5. Ranking Nilai Desimal pada Part Mesin 2 4 2 3 2 2 2 1 2 Sistem Biner Part C E A D B DE Ranking 1 1 1 1 1 28 1 3 1 1 1 1 28 2 2 1 3 4 4 1 1 1 24 3 5 1 2 5 6 1 2 6 Tabel 3.6. Urutan Nilai Desimal pada Part Mesin 2 4 2 3 2 2 2 1 2 Sistem Biner Part C E A D B DE Ranking 1 1 1 1 1 28 1 3 1 1 1 1 28 2 4 1 1 1 24 3 2 1 3 4 5 1 2 5 6 1 2 6 Langkah 5: Transformasikan baris terhadap kolom, kemudian nilai ekuivalen mesinnya ditentukan serta diberi urutan, seperti pada Tabel 3.7. Tabel 3.7. Urutan Nilai Desimal pada Mesin Part 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 Sistem Biner Mesin 1 3 4 2 5 6 DE Ranking C 1 1 1 56 1 E 1 1 1 56 2 A 1 1 48 3 D 1 1 1 7 4 B 1 4 5 Universitas Sumatera Utara Karena urutan dari baris dan kolom sudah sesuai dari yang terbesar hingga terkecil, maka perhitungan dihentikan dan akan terbentuk beberapa kelompok. Dari Tabel 3.7. didapatkan bahwa terdapat dua kelompok yaitu: Kelompok 1 : MC-1 sel mesin-1 : Mesin C, Mesin E dan Mesin A. PF-1 part family-1 : 1, 3 dan 4 Kelompok 2 : MC-2 sel mesin-2 : Mesin D dan Mesin B PF-2 part family-2 : 2, 5 dan 6

3.4.5. Similarity Coefficient Method