Uji Homogenitas Data Hasil Tes
pada perbedaan rata-rata skor tes akhir antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang tercantum pada Tabel 4.5. Dapat dilihat bahwa skor kemampuan komunikasi
matematik untuk kelas eksperimen adalah memiliki nilai rata-rata 68,30. Sedangkan skor kemampuan komunikasi matematik untuk kelas kontrol memiliki
nilai rata-rata 47,43. Setelah dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dengan taraf signifikansi 0.05, diperoleh t
hitung
= 6.74 dan t
tabel
= 2.00. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi
matematik siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa kelas kontrol.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa model pembelajaran generatif lebih menitikberatkan pada upaya untuk mengaktifkan siswa
membangun pengetahuan dalam pikirannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Osborne Wittrock yang mengungkapkan bahwa esensi pembelajaran generatif
bertumpu pada pikiran otak manusia, bukanlah penerima informasi pasif tetapi aktif mengkonstruksi dan menafsirkan informasi serta mengambil kesimpulan.
Informasi tersebut selanjutnya dikomunikasikan dalam bentuk lisan maupun tulisan yang dapat diketahui melalui jawaban siswa terhadap masalah yang
diberikan. Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif melibatkan peran aktif siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Pada setiap pertemuan siswa diberikan bahan ajar berupa Lembar Kerja Siswa LKS yang peneliti buat sebagai sarana berlangsungnya tahapan-tahapan kegiatan
pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya. Hal tersebut yang membuat siswa lebih paham
terhadap materi yang dipelajari dan kemampuan komunikasi matematik siswa dapat berkembang sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna. Model
pembelajaran generatif terdiri dari 4 tahapan pembelajaran, yaitu tahap persiapan, tahap pemfokusan, tahap tantangan, dan tahap aplikasi.
Tahap pertama adalah tahap persiapan. Pada tahap ini, guru menggali pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa mengenai materi yang akan dipelajari.
Siswa diberikan kebebasan untuk mengungkapkan gagasanide-ide dalam menjawab pertanyaan yang terdapat pada LKS. Banyak gagasan yang
dikemukakan siswa, tetapi pada tahap ini guru hanya menampung jawaban dari siswa tanpa membenarkan dan menyalahkan jawaban dari mereka. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap persiapan bertujuan mempersiapkan siswa untuk memasuki tahap pembelajaran selanjutnya yaitu tahap pemfokusan.
Tahap kedua adalah tahap pemfokusan, pada tahap ini guru melakukan pemfokusan yang terarah terhadap konsep yang akan dipelajari siswa. Kemudian
siswa berdiskusi dalam kelompok kecil, saling bertukar ide dan pendapat dalam mengerjakan LKS untuk mengkonstruk dan menggali konsep tentang materi yang
sedang dipelajari. Peran guru pada tahap ini adalah sebagai fasilitator dan membimbing jalannya diskusi, membantu siswa yang kurang paham mengenai
maksud atau perintah yang terdapat dalam LKS sehingga akan menciptakan kondisi kelas yang kondusif. Hal ini sesuai dengan saran Uno Lusiana, 2011
bahwa untuk menjaga kondisi belajar yang kondusif antara lain dengan membagi perhatian, yaitu selama pembelajaran berlangsung berikan perhatian yang sama
kepada semua peserta belajar, seperti berusaha berkeliling ke seluruh ruang pembelajaran. Sehingga jika ada kelompok yang mengalami kesulitan yang
mereka tidak dapat memecahkannya maka mereka akan bertanya kepada guru sehingga peran guru sebagai motivator, fasilitator, dan bahkan sebagai konektor
akan lebih maksimal dilakukan. Kegiatan siswa ketika melaksanakan kegiatan diskusi dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Kegiatan Diskusi Kelompok pada Tahap Pemfokusan
Gambar 4.4 menunjukkan kegiatan siswa ketika berdiskusi untuk mengkonstruk pengetahuan mereka dalam memahami konsep. Melalui kegiatan
ini siswa dapat terlatih untuk belajar mandiri, saling berdiskusi dan bertukar gagasan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, selain itu pertanyaan-
pertanyaan yang dibuat dapat melatih kemampuan komunikasi matematik siswa saat menjawabnya, sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Kramarski Isrok’atun, 2009
yang menyatakan bahwa aktifitas belajar siswa dalam kelompok kecil memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan komunikasi matematik
melalui sejumlah pertanyaan yang terfokus pada 1 sifat permasalahan; 2 membangun pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang baru,
3 penggunaan strategi yang tepat dalam memecahkan suatu permasalahan.
Setelah tahap pemfokusan selesai, selanjutnya adalah tahap tantangan. Pada tahap tantangan siswa menyimpulkan inti permasalahan dari hasil diskusi
mereka, siswa menuliskan konsep-konsep materi yang didapat. Kemudian guru menunjuk salah satu kelompok dan meminta perwakilan anggota kelompoknya
untuk mempresentasikan hasil diskusi kepada teman-teman di kelompok lain. Salah satu siswa menjelaskan hasil dari kelompoknya, sedangkan anggota
kelompok yang lain memperhatikan dan diberikan kesempatan mengajukan pertanyaan apabila ada penjelasan yang tidak dimengerti atau ada perbedaan
terhadap hasil yang diperoleh, siswa yang melakukan persentasi berkewajiban untuk menjawab pertanyaan tersebut dan bisa dibantu oleh anggota satu
kelompoknya. Kegiatan pada tahap tantangan juga dapat melatih siswa untuk
mengembangkan kemampuan komunikasinya, hal ini sesuai dengan pendapat Ali Mahmudi yang mengungkapkan bahwa ketika siswa ditantang untuk berfikir
mengenai matematika dan mengkomunikasikannya kepada orang lain secara lisan atau tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk membuat ide-ide
matematika itu lebih terstruktur dan meyakinkan sehingga ide-ide itu menjadi lebih mudah dipahami. Setelah siswa tersebut selesai mempresentasikan,
kemudian guru memberikan koreksi terhadap materi yang dipelajari. Guru