pengucilan dan penghukuman. Mereka yang memaknai gotong royong sebagai “kewajiban berat” menghindari gotong royong dengan misalnya, pura-pura sakit atau
bepergian dari lingkungannya. Gotong royong telah kehilangan mitosnya sebagai fenomena budaya yang
dilandasi nilai solideritas sosial. Ia telah mengalami pembongkaran semiologis dan dekonstruksi untuk memperoleh makna lain dan baru, sehingga mungkin menjadi
mitos baru yang tidak menyenangkan. Masyarakat telah mengalami perubahan istilah gotong royong telah mengalami diversifikasi makna.
2. Aja Dumeh
Aja dumeh ‘jangan mentang-mentang’ adalah ajaran yang berkembang dalam tradisi lisan. Makna denotatifnya adalah ‘jangan suka mentang-mentang’ dan ‘jangan
sombong’. Ini sudah menjadi mitos dalam masyarakat karena sudah dipandang sebagai cara yang baik dalam masyarakat. Namun, mitos ini sedang mengalami
perubahan dalam kalangan tertentu. Para eksekutif muda dan para yupies banyak yang mempelajari mitos lain, yakni justru ‘harus berani menonjolkan kemampuan
diri’ dan ‘harus memiliki kebanggaan akan diri sendiri self system’. Ini merupakan mitos lain dalam hal bersikap dalam masyarakat tertentu, yang merupakan mitos yang
bersikap datang dari kebudayaan industri Barat. Bagi kalangan yang masih memegang mitos aja dumeh, mitos di kalangan para eksekutif muda dan yupies ini
dipandang sebagai sesuatu yang buruk. Sebaliknya, aja dumeh dipandang sebagai hal
Muharrina Harahap : Mitologi Jawa Dalam Novel-Novel Kuntowijoyo, 2009
yang tidak mendorong kemajuan oleh para eksekutif muda dan yupies. Dua mitos itu bersama-sama hidup dalam masyarakat kita.
Di dalam novel MPU mitos ini juga hidup dalam diri tokohnya. Perhatikan kutipan berikut.
Pelajaran dari cerita ini ialah orang itu ojo dumeh, jangan mumpung. Jangan mumpung berkuasa, lalu sewenang-wenang. Jangan mumpung kaya, lalu
menghambur-hamburkan uang MPU:37. ...
Jangan dumeh sudah jadi orang besar. Maksudnya dielu-elukan orang banyak. Jangan mentang-mentang jadi dalang kondang. Mentang-mentang dekat koran
ucapan-ucapan yang tak akan keluar dari mulut orang-orang yang kenal dia. Kata-kata yang diucapkan dengan penuh dendam, seolah-olah tak ada
kebaikannya sama sekali. Terdengar jelas di telinga Abu MPU:236. Aja dumeh merupakan ekspresi expression yang dimaknai Abu Kasan Sapari
memiliki beberapa isi content yang bermakna konotasi. Makna denotasi aja dumeh ‘jangan mentang-mentang’ berkembang menjadi ‘jangan mentang-mentang kaya’,
‘jangan mumpung berkuasa’, jangan mentang-mentang terkenal’, dan sebagainya menjadi makna konotasi akibat perkembangan pola pikir manusia. Perubahan makna
tersebut terjadi karena ada relasi waktu yang menghubungkan keduanya. Mitos ini hidup dan berkembang terus seiring dengan perkembangan zaman. Meskipun terjadi
pergeseran-pergeseran makna pada mitos tersebut, namun tetap saja mitos ini masih memberikan nilai yang positif bagi setiap individu.
Generasi baru di kota kalangan bisnis sedang mendekonstruksi aja dumeh yang memberi makna ‘tidak boleh maju’ dan ‘tidak boleh menonjolkan diri’. Ini
merupakan hal yang menyebabkan aja dumeh menjadi tidak berterima karena menghambat kemajuan dalam masyarakat perkotaan.
Muharrina Harahap : Mitologi Jawa Dalam Novel-Novel Kuntowijoyo, 2009
3. Reformasi