Rukun Mitologi Jawa Dalam Novel-Novel Kuntowijoyo

7.1.3 Hubungan Manusia dengan Masyarakat

Menurut Geertz Suseno, 2003:38, ada dua kaidah yang paling menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa. Kaidah pertama, mengatakan bahwa dalam setiap situasi manusia hendaknya bersikap sedemikian rupa hingga tidak sampai menimbulkan konflik. Kaidah kedua, menuntut agar manusia dalam berbicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Kaidah pertama disebut sebagai prinsip kerukunan dan kaidah kedua disebut sebagai prinsip hormat. Kedua prinsip ini merupakan kerangka normatif yang menentukan bentuk-bentuk konkret semua interaksi. Tuntutan dua prinsip itu selalu disadari oleh orang Jawa agar kelakuannya selalu sesuai dengan prinsip itu. Kedua prinsip tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Prinsip Kerukunan

Prinsip kerukunan ini terbagi atas tiga, yakni rukun, gotong royong, dan musyawarah. Di dalam mencapai prinsip itu, ketiganya tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena saling berkaitan dalam pelaksanaannya pada masyarakat. Berikut penjelasannya.

1. Rukun

Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Keadaan semacam itu disebut rukun. Rukun berarti “berada dalam keadaan selaras”, “tenang dan tentram”, “tanpa perselisihan dan pertentangan”, Muharrina Harahap : Mitologi Jawa Dalam Novel-Novel Kuntowijoyo, 2009 bersatu dalam maksud saling membantu. Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam semua hubungan sosial. Dalam perspektif Jawa, ketenangan dan keselarasan sosial merupakan keadaan normal yang akan terdapat dengan sendirinya selama tidak diganggu. Namun, berbagai kepentingan menimbulkan pertentangan-pertentangan yang mengarah ke konflik dan mengancam prinsip kerukunan itu. Oleh karena itu, masyarakat Jawa telah mengembangkan norma-norma kelakuan yang diharapkan dapat mencegah terjadinya emosi-emosi yang bisa menimbulkan konflik atau sekurang-kurangnya dapat mencegah jangan sampai emosi-emosi tersebut pecah secara terbuka. Norma-norma itu dirangkum dalam tuntutan untuk selalu mawas diri dan menguasai emosi-emosi. Orang Jawa terutama harus berhati-hati dalam situasi di mana kepentingan- kepentingan yang berlawanan saling berhadapan. Suatu permintaan atau tawaran tidak boleh langsung ditolak. Satu keutamaan yang sangat dihargai oleh orang Jawa adalah kemampuan untuk mengatakan hal-hal yang tidak enak didengar secara tidak langsung. Perhatikan kutipan berikut. Orang-orang tua dulu berbicara dengan lambang-lambang, tidak thok leh alias to the point. Tapi orang sering salah menafsirkan lambang-lambang itu, kadang orang hanya menangkap secara letterlijk, padahal hanya lambang. Misalnya, di Bayat, Klaten, di bukit Jabalkad, di makam Sunan Pandan Arang ada sebuah tempat air dari tembikar yang berlobang-lobang. Orang yang hanya menangkap yang lahir akan bilang, “Wah tempayan yang demikian, bagaimana mengisinya” Memang itu hanya perlambang. Arti yang ada di balik tempayan itu ialah bahwa otak itu tidak akan penuh meskipun menampung banyak ilmu MPU:43. Muharrina Harahap : Mitologi Jawa Dalam Novel-Novel Kuntowijoyo, 2009 Suatu teknik lain untuk menghindari kekecewaan adalah kebiasaan untuk berpura-pura. Orang Jawa bicara tentang ethok-ethok. Kemampuan untuk ber-ethok- ethok adalah suatu seni yang tinggi dan dinilai positif. Ethok-ethok berarti bahwa di luar lingkungan keluarga inti orang tidak akan memperlihatkan perasaannya yang sebenarnya. Itu terutama berlaku tentang perasaan-perasaan yang negatif. Orang Jawa telah membatinkan dalam dirinya bahwa kesejahteraannya, bahkan eksistensinya tergantung dari kesatuan dengan kelompoknya. Menentang kehendak orang lain secara langsung atau menunjukkan permusuhan sangat bertentangan dengan perasaannya. Oleh karena itu, setiap kelakuan yang menyimpang dari prinsip kerukunan akan berhadapan dengan perlawanan psikis yang kuat. Secara psikologis, keadaan rukun diterjemahkan dalam keadaan di mana tidak terdapat perasaan-perasaan negatif suatu keadaan yang aman dan tentram.

2. Gotong Royong