Mitos-Mitos Masa Kini MITOLOGI JAWA DALAM NOVEL-NOVEL KUNTOWIJOYO

AUM: agni api, udara angin, dan maruta air. Hanya saja kalau di Barat tingkatan pemikiran masih berlanjut, di Timur agaknya masih berupa mitologi. Masyarakat Jawa, terutama di daerah rawan bencana, sangat mempercayai hal yang berbau mitos. Namun, karena mitos selalu berhubungan dengan yang sakral alam adikodrati maka perlu jawaban yang tentu saja bisa diterima oleh akal. Oleh karena itu, peristiwa-peristiwa empiris selalu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa metaempiris. Seperti ungkapan gugon tuhon yang disampaikan oleh juru kunci atau sesepuh desa, yaitu tidak boleh mencari rumput atau kayu bakar di tempat-tempat angker, memindahkan batu atau menebang pohon mendirikan rumah menghadap kea rah gunung, berburu binatang di hutan, dsb. Dibalik larangan-larangan tabu itu sebenarnya tersimpan kearifan ekologi penduduk terhadap lingkungan alam Gunung Merapi dan selalu berhubungan dengan pelestarian lingkungannya ekosistem.

5.2 Mitos-Mitos Masa Kini

Barthes mengemukakan teori tentang mitos dengan mengetengahkan konsep konotasi, yakni pengembangan segi signifie petanda ‘makna’ oleh pemakai bahasa. Pada saat konotasi menjadi mantap, ia menjadi mitos, dan ketika mitos menjadi mantap, ia menjadi ideologi. Akibatnya, suatu makna tidak lagi dirasakan oleh masyarakat sebagai hasil konotasi. Menurut Barthes 1995:89 sebuah ekspresi bisa memiliki beberapa isi atau konten yang terhubung melalui sebuah relasi tertentu. Ekspresi ditandai dengan Muharrina Harahap : Mitologi Jawa Dalam Novel-Novel Kuntowijoyo, 2009 makna denotasi yang kemudian berkembang menjadi beberapa isi konten yang disebut sebagai makna konotasi. Masyarakat Indonesia, baik masa lalu maupun masa kini, mengenal mitos dalam pengertian Barthes di atas. Mitos masa kini yang dimaksud penulis adalah berkaitan dengan makna mitos tersebut. Artinya, makna mitos tersebut yang baru masa kini, bukan mitos itu yang baru. Ada beberapa fenomena budaya masa kini yang diberi konotasi oleh masyarakat luas, dan yang sudah mantap menjadi mitos. Fenomena tersebut antara lain: gotong royong, aja dumeh, reformasi, ramah tamah, dan mahasiswa sebagai kekuatan moral.

1. Gotong Royong

Gotong royong dianggap merupakan bagian dari tradisi masyarakat Jawa bahkan rakyat Indonesia selama bertahun-tahun. Dalam pemakaiannya mempunyai denotasi ‘bekerjasama dan saling membantu untuk mengerjakan sesuatu, khususnya untuk sesuatu yang bermakna secara sosial, seperti pembangunan mesjid, pembuatan jalan desa, atau pemadaman kebakaran. Perhatikan kutipan berikut. Kita mesti sanggup berbuat. Asal perbuatan baik, Jo. Kita mesti kuatkan jiwa kita. Hidup ini hanya sebentar, engkau dalam perjalanan jauh, dan hidup ialah sekadar mampir minum, sebentar saja...Korbankanlah dirimu untuk tujuan yang lebih besar. Dan masyarakat lebih berarti dari sekadar kesenanganmu P:201. Pak Mantri mewariskan budaya gotong royong pada Paijo dengan meyakinkannya bahwa kepentingan umum lebih penting di atas kepentingan pribadi. Muharrina Harahap : Mitologi Jawa Dalam Novel-Novel Kuntowijoyo, 2009