Analisis daya saing produk indonesia yang sensitif terhadap lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

(1)

ANALISIS DAYA SAING PRODUK INDONESIA YANG SENSITIF TERHADAP LINGKUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA

FANYA TAMARA KARINA H14104104

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

RINGKASAN

FANYA TAMARA KARINA. Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI)

Pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development) telah memunculkan isu baru yaitu kaitan antara perdagangan dan lingkungan. Green Economics adalah konsep baru dari ekonomi yang mengedepankan keseimbangan ekonomi dan ekologi melalui kesinambungan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan. Dalam konteks ini, keterkaitan aspek lingkungan di dalam perdagangan adalah bahwa lingkungan dan sumber daya alam merupakan salah satu komoditi yang diperdagangkan. Seiring terbukanya akses globalisasi, perdagangan internasional telah menjadi ajang persaingan yang besar diantara negara-negara. Salah satu ukuran terpercaya untuk menghadapi tantangan ini adalah daya saing. Kebijakan lingkungan suatu negara akan berdampak pada akses pasar dan daya saing internasional khususnya pada negara berkembang. Beberapa persyaratan lingkungan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen domestik suatu negara akan menjadi penghambat negara eksportir. Contohnya pada penerapan standarisasi ekolabel dan ISO14000 pada produk berbasis kehutanan yang dikhawatirkan dapat memicu deforestasi besar-besaran.

Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa penebangan hutan secara liar/deforestasi merupakan permasalahan lingkungan yang paling utama dan paling memprihatinkan yang terjadi di Indonesia, sehingga produk-produk yang berkaitan langsung dengan permasalahan lingkungan tersebut diklasifikasikan sebagai produk yang mempunyai kadar sensitifitas tinggi terhadap lingkungan yang dalam pengelolaannya diperlukan perhatian lebih agar dapat lebih meminimalisir efek negatifnya terhadap lingkungan (KLH, 2007).

Faktanya PDB dari sektor kehutanan relatif besar, sektor industri kayu terutama menyumbangkan devisa yang relatif tinggi. Pada tahun 2006 ekspor produk kayu Indonesia mencapai lebih dari US$ 3 milyar. Sektor ini juga sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut Asosiasi Pengusaha Kayu Indonesia, pada tahun 2006 industri sektor kehutanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak lebih dari 1 juta orang (APKINDO, 2006). Namun bagi negara eksportir khususnya negara-negara berkembang seperti Indonesia, ketentuan tersebut akan menyulitkan karena terkadang tidak sesuai dengan kondisi produk yang dihasilkan.

Semenjak diberlakukannya kebijakan ekolabel, rata-rata produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis), Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (bubur kertas), Coniferous of Wood (kayu serabut), dan Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) mengalami fluktuasi pada volume ekspornya dari tahun ke tahun dan sebagian besar mengalami penurunan. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah (1) bagaimana posisi daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia? dan (2) faktor apakah yang paling mempengaruhi laju pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia.


(3)

Penelitian ini menggunakan data sekunder time series sejak tahun 2000-2006. Metode analisis yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD) untuk menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif, dan pendekatan Constant Market Share (CMS) yang digunakan untuk menganalisis faktor yang paling mempengaruhi laju pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia.

Berdasarkan analisis daya saing komparatif dan kompetitif, dari empat produk yang dianalisis, hanya satu produk yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi, yaitu produk Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit). Dua diantaranya lebih memiliki keunggulan komparatif, produk tersebut adalah Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) dan Semi-bleached or Semi-bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas. Sedangkan produk Coniferous of Wood (kayu serabut) tidak mempunyai keunggulan komparatif maupun kompetitif. Hasil analisis CMS berdasarkan studi ini menunjukan bahwa daya saing keempat produk yang dianalisis dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor dan faktor komposisi komoditi selama periode 2000-2006, kecuali untuk produk Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) yang paling dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor saja.

Bagi para pelaku eksportir disarankan dalam jangka panjang agar mampu meningkatkan daya saing produk yang akan diekspor dengan cara mulai memperhatikan dan menerapkan secara nyata berbagai persyaratan perdagangan yang diajukan oleh pihak importir, baik dari segi kualitas maupun peningkatan penerapan standarisasi terhadap keselamatan lingkungan hidup jika tidak ingin terjadi peralihan pangsa pasar ke negara pesaing.


(4)

ANALISIS DAYA SAING PRODUK INDONESIA YANG SENSITIF TERHADAP LINGKUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA

FANYA TAMARA KARINA H14104104

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Fanya Tamara Karina Nomor Registrasi Pokok : H14104104

Program studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif terhadap Lingkungan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc NIP. 131 967 243

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872 Tanggal kelulusan :


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Fanya Tamara Karina lahir pada tanggal 6 April 1986 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Dedy Achwandi dan Yulia Risdiani. Jenjang pendidikan penulis dilalui seluruhnya di Kota Bogor. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Pengadilan V Bogor pada tahun 1993. Kemudian melanjutkan SLTP Negeri V Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri II Bogor dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun 2004, penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dan Institut Pertanian Bogor merupakan pilihan yang utama. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di berbagai kepanitiaan seperti Economics Contest dan Hipotex-R. Penulis juga pernah menjadi pengurus pada organisasi Himpunan Profesi dan Peminat Ekonomi Studi Pembangunan (Hipotesa).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat

dan karunia - Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan

dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ”. Masalah daya saing produk Indonesia di pasar dunia merupakan suatu hal yang sangat krusial dalam upaya peningkatan ekspor produk Indonesia khususnya produk yang sensitif terhadap lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhinya pun sangat penting diketahui untuk membantu membuat kebijakan dalam rangka peningkatan daya saing. Keterkaitan itulah yang ingin diteliti. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah sabar dalam memberikan bimbingan, baik secara teknis maupun teoritis. 2. Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan

kritik yang membangun bagi kesempurnaan karya ini.

3. Jaenal Effendi, MA sebagai dosen penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran mengenai tata cara penulisan yang baik dan benar. 4. Rina Oktaviani, Ph.D dan M. Firdaus, Ph.D atas ilmu yang telah banyak

diberikan selama ini.

5. Staf Departemen Ilmu Ekonomi dan staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen atas kerjasamanya selama penulis menuntut ilmu di Departemen Ilmu Ekonomi.

6. Keluarga tercinta, HM. Dedy Achwandi dan Hj. Yulia Risdiani, atas segala kasih sayang dan doa’nya untuk keberhasilan penulis dan selalu memberikan dukungan sehingga karya ini bisa terselesaikan juga adik-adik Arsya dan Adli.


(9)

7. Teh Lea, Heri dan Indah yang telah banyak memberikan bantuan-bantuan dan kebersamaan selama ini.

8. Teman-teman IE 41, Della, Dilla, Hana, Heni, Rani, Mair, Chai, Dora, Baba, Nisa, Septi, Yeli, Tika, Mamieh, Iyo, Uunk, Abi, Dani, Dado, Islam, Siera, Sigit, Soli, Dewi, Maxy dan IE lainnya yang bukan dilupakan tapi tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Sahabat-sahabatku Rini, Yeni, Asri, Diana, Rere, Minceu, Abs, Tatang. Thank you for our never ending friendship.

10.Untuk semua pihak yang telah membantu dan mengisi hidupku. You may not be written but you’re not forgotten.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2009

Fanya Tamara Karina


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 13

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

2.1. Tinjauan Pustaka ... 14

2.1.1. Ekonomi Versus Lingkungan... 14

2.1.2. Internalisasi Aspek Lingkungan Hidup dalam Perdagangan 16 2.1.3. Teori Perdagangan Internasional... 18

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor ... 22

2.1.5. Konsep Daya Saing ... 24

2.2. Studi Penelitian Terdahulu... 28

2.2.1. Penelitian Mengenai Daya Saing... 28

2.2.2. Penelitian Mengenai Ekonomi dan Lingkungan ... 32

2.3. Kerangka Pemikiran ... 34

III. METODE PENELITIAN... 39

3.1. Jenis dan Sumber Data... ... 39

3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data... ... 40

3.2.1. Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 41

3.2.2. Constant Market Share Analysis (CMS)... 41

3.2.3. Export Product Dynamic (EPD) ... 42

IV. GAMBARAN UMUM ... 45

4.1. Pertumbuhan Ekspor Indonesia di Pasar Dunia ... 45

4.2. Pertumbuhan Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan ... 46


(11)

ANALISIS DAYA SAING PRODUK INDONESIA YANG SENSITIF TERHADAP LINGKUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA

FANYA TAMARA KARINA H14104104

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(12)

RINGKASAN

FANYA TAMARA KARINA. Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI)

Pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development) telah memunculkan isu baru yaitu kaitan antara perdagangan dan lingkungan. Green Economics adalah konsep baru dari ekonomi yang mengedepankan keseimbangan ekonomi dan ekologi melalui kesinambungan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan. Dalam konteks ini, keterkaitan aspek lingkungan di dalam perdagangan adalah bahwa lingkungan dan sumber daya alam merupakan salah satu komoditi yang diperdagangkan. Seiring terbukanya akses globalisasi, perdagangan internasional telah menjadi ajang persaingan yang besar diantara negara-negara. Salah satu ukuran terpercaya untuk menghadapi tantangan ini adalah daya saing. Kebijakan lingkungan suatu negara akan berdampak pada akses pasar dan daya saing internasional khususnya pada negara berkembang. Beberapa persyaratan lingkungan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen domestik suatu negara akan menjadi penghambat negara eksportir. Contohnya pada penerapan standarisasi ekolabel dan ISO14000 pada produk berbasis kehutanan yang dikhawatirkan dapat memicu deforestasi besar-besaran.

Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa penebangan hutan secara liar/deforestasi merupakan permasalahan lingkungan yang paling utama dan paling memprihatinkan yang terjadi di Indonesia, sehingga produk-produk yang berkaitan langsung dengan permasalahan lingkungan tersebut diklasifikasikan sebagai produk yang mempunyai kadar sensitifitas tinggi terhadap lingkungan yang dalam pengelolaannya diperlukan perhatian lebih agar dapat lebih meminimalisir efek negatifnya terhadap lingkungan (KLH, 2007).

Faktanya PDB dari sektor kehutanan relatif besar, sektor industri kayu terutama menyumbangkan devisa yang relatif tinggi. Pada tahun 2006 ekspor produk kayu Indonesia mencapai lebih dari US$ 3 milyar. Sektor ini juga sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut Asosiasi Pengusaha Kayu Indonesia, pada tahun 2006 industri sektor kehutanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak lebih dari 1 juta orang (APKINDO, 2006). Namun bagi negara eksportir khususnya negara-negara berkembang seperti Indonesia, ketentuan tersebut akan menyulitkan karena terkadang tidak sesuai dengan kondisi produk yang dihasilkan.

Semenjak diberlakukannya kebijakan ekolabel, rata-rata produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis), Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (bubur kertas), Coniferous of Wood (kayu serabut), dan Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) mengalami fluktuasi pada volume ekspornya dari tahun ke tahun dan sebagian besar mengalami penurunan. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah (1) bagaimana posisi daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia? dan (2) faktor apakah yang paling mempengaruhi laju pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia.


(13)

Penelitian ini menggunakan data sekunder time series sejak tahun 2000-2006. Metode analisis yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD) untuk menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif, dan pendekatan Constant Market Share (CMS) yang digunakan untuk menganalisis faktor yang paling mempengaruhi laju pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia.

Berdasarkan analisis daya saing komparatif dan kompetitif, dari empat produk yang dianalisis, hanya satu produk yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi, yaitu produk Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit). Dua diantaranya lebih memiliki keunggulan komparatif, produk tersebut adalah Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) dan Semi-bleached or Semi-bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas. Sedangkan produk Coniferous of Wood (kayu serabut) tidak mempunyai keunggulan komparatif maupun kompetitif. Hasil analisis CMS berdasarkan studi ini menunjukan bahwa daya saing keempat produk yang dianalisis dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor dan faktor komposisi komoditi selama periode 2000-2006, kecuali untuk produk Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) yang paling dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor saja.

Bagi para pelaku eksportir disarankan dalam jangka panjang agar mampu meningkatkan daya saing produk yang akan diekspor dengan cara mulai memperhatikan dan menerapkan secara nyata berbagai persyaratan perdagangan yang diajukan oleh pihak importir, baik dari segi kualitas maupun peningkatan penerapan standarisasi terhadap keselamatan lingkungan hidup jika tidak ingin terjadi peralihan pangsa pasar ke negara pesaing.


(14)

ANALISIS DAYA SAING PRODUK INDONESIA YANG SENSITIF TERHADAP LINGKUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA

FANYA TAMARA KARINA H14104104

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Fanya Tamara Karina Nomor Registrasi Pokok : H14104104

Program studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif terhadap Lingkungan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc NIP. 131 967 243

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872 Tanggal kelulusan :


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Fanya Tamara Karina lahir pada tanggal 6 April 1986 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Dedy Achwandi dan Yulia Risdiani. Jenjang pendidikan penulis dilalui seluruhnya di Kota Bogor. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Pengadilan V Bogor pada tahun 1993. Kemudian melanjutkan SLTP Negeri V Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri II Bogor dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun 2004, penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dan Institut Pertanian Bogor merupakan pilihan yang utama. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di berbagai kepanitiaan seperti Economics Contest dan Hipotex-R. Penulis juga pernah menjadi pengurus pada organisasi Himpunan Profesi dan Peminat Ekonomi Studi Pembangunan (Hipotesa).


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat

dan karunia - Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan

dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ”. Masalah daya saing produk Indonesia di pasar dunia merupakan suatu hal yang sangat krusial dalam upaya peningkatan ekspor produk Indonesia khususnya produk yang sensitif terhadap lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhinya pun sangat penting diketahui untuk membantu membuat kebijakan dalam rangka peningkatan daya saing. Keterkaitan itulah yang ingin diteliti. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah sabar dalam memberikan bimbingan, baik secara teknis maupun teoritis. 2. Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan

kritik yang membangun bagi kesempurnaan karya ini.

3. Jaenal Effendi, MA sebagai dosen penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran mengenai tata cara penulisan yang baik dan benar. 4. Rina Oktaviani, Ph.D dan M. Firdaus, Ph.D atas ilmu yang telah banyak

diberikan selama ini.

5. Staf Departemen Ilmu Ekonomi dan staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen atas kerjasamanya selama penulis menuntut ilmu di Departemen Ilmu Ekonomi.

6. Keluarga tercinta, HM. Dedy Achwandi dan Hj. Yulia Risdiani, atas segala kasih sayang dan doa’nya untuk keberhasilan penulis dan selalu memberikan dukungan sehingga karya ini bisa terselesaikan juga adik-adik Arsya dan Adli.


(19)

7. Teh Lea, Heri dan Indah yang telah banyak memberikan bantuan-bantuan dan kebersamaan selama ini.

8. Teman-teman IE 41, Della, Dilla, Hana, Heni, Rani, Mair, Chai, Dora, Baba, Nisa, Septi, Yeli, Tika, Mamieh, Iyo, Uunk, Abi, Dani, Dado, Islam, Siera, Sigit, Soli, Dewi, Maxy dan IE lainnya yang bukan dilupakan tapi tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Sahabat-sahabatku Rini, Yeni, Asri, Diana, Rere, Minceu, Abs, Tatang. Thank you for our never ending friendship.

10.Untuk semua pihak yang telah membantu dan mengisi hidupku. You may not be written but you’re not forgotten.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2009

Fanya Tamara Karina


(20)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 13

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

2.1. Tinjauan Pustaka ... 14

2.1.1. Ekonomi Versus Lingkungan... 14

2.1.2. Internalisasi Aspek Lingkungan Hidup dalam Perdagangan 16 2.1.3. Teori Perdagangan Internasional... 18

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor ... 22

2.1.5. Konsep Daya Saing ... 24

2.2. Studi Penelitian Terdahulu... 28

2.2.1. Penelitian Mengenai Daya Saing... 28

2.2.2. Penelitian Mengenai Ekonomi dan Lingkungan ... 32

2.3. Kerangka Pemikiran ... 34

III. METODE PENELITIAN... 39

3.1. Jenis dan Sumber Data... ... 39

3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data... ... 40

3.2.1. Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 41

3.2.2. Constant Market Share Analysis (CMS)... 41

3.2.3. Export Product Dynamic (EPD) ... 42

IV. GAMBARAN UMUM ... 45

4.1. Pertumbuhan Ekspor Indonesia di Pasar Dunia ... 45

4.2. Pertumbuhan Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan ... 46


(21)

4.2.1. Pertumbuhan Ekspor Wood and Articles of Wood

(Kayu dan Artikel Kayu)... 46 4.2.2. Pertumbuhan Ekspor Pulp (Bubur Kertas) ... 50 4.2.3. Pertumbuhan Ekspor Vegetable Fats and Oils

(Minyak Nabati) ... 53 4.3. Perkembangan Impor Dunia ... 56 4.3.1. Perkembangan Impor Plywood Consisting Solely of

Sheets (Kayu Lapis) Dunia ... 56 4.3.2. Perkembangan ImporConiferous of Wood

(Kayu Serabut) Dunia ... 57 4.3.3. Perkembangan Impor Semi Bleached or Bleached Pulp Of Paper (Bubur Kertas) Dunia... 59 4.3.4. Perkembangan Impor Palm Kernel or Babassu Oil and

Frac (Minyak Sawit) Dunia ... 61 V. ANALISIS DAYA SAING PRODUK INDONESIA YANG SENSITIF TERHADAP LINGKUNGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA ... 63 5.1. Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap

Lingkungan ... 63 5.1.1. Analisis Keunggulan Komparatif (Revealed Comparative

Advantage) ... 64 5.1.1.1. Analisis Produk Plywood Consisting Solely of

Sheets (Kayu Lapis) ... 64 5.1.1.2. Analisis Produk Semi-Bleached or Bleached

Pulp of Paper (Bubur Kertas) ... 68 5.1.1.3. Analisis Produk Coniferous of Wood

(Kayu Serabut) ... 70 5.1.1.4. Analisis Produk Palm Kernel or Babassu Oil

and Frac (Minyak Sawit)... 73 5.1.2. Analisis Keunggulan Kompetitif Produk Ekspor Dinamis

(Export Product Dynamic)... 75 5.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Produk

Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan ... 77 5.2.1. Analisis Pangsa Pasar Konstan (Constant Market Share) 77 5.2.1.1. Analisis CMS Produk Plywood Consisting

Solely of Sheets (Kayu Lapis) ... 77 5.2.1.2. Analisis CMS Produk Semi-Bleached or

Bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas) ... 79 5.2.1.3. Analisis CMS Produk Coniferous of Wood


(22)

(Kayu Serabut) ... 81 5.2.1.4. Analisis CMS Produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (Minyak Sawit) ... 84 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1. Kesimpulan ... 86 6.2. Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN ... 92


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Produk Domestik Bruto (PDB ) Sektor Kehutanan Tahun

2000-2006 ... 2 2. Produk Domestik Bruto (PDB ) Sektor Perikanan dan Perkebunan

Tahun 2000-2006 ... 3 3. Volume Ekspor Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap

Lingkungan di Pasar Dunia ($ ‘000)... 11 4. Matriks Posisi Pasar ... 44 5. Estimasi RCA Produk Plywood Consisting solely of sheets

(Kayu Lapis) ... 65 6. Estimasi RCA Produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper

(Bubur Kertas)... 68 7. Estimasi RCA Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) ... 71 8. Estimasi RCA Produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac

(Minyak Sawit) ... 74 9. Hasil Estimasi Export Product Dynamic (EPD) ... 77 10. Estimasi CMS Produk Plywood Consisting solely of sheets

(Kayu Lapis) ... 78 11. Estimasi CMS Produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper

(Bubur Kertas)... 80 12. Estimasi CMS Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) ... 82 13. Estimasi CMS Produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional ... 22 2. Kerangka Pemikiran... 37 3. Perkembangan Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2000-2006... 46 4. Perkembangan Nilai Ekspor Wood and articles of wood

(Kayu dan Artikel Kayu) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006.. 47 5. Perkembangan Ekspor Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 ... 48 6. Perkembangan Ekspor Coniferous of Wood (Kayu Serabut)

Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 ... 50 7. Perkembangan Ekspor Pulp Indonesia di Pasar Dunia

Tahun 2000-2006 ... 51 8. Perkembangan Ekspor Semi Bleached or Bleached Pulp of Paper

(Bubur Kertas) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 ... 52 9. Ekspor Vegetable Fats and Oils Indonesia ke Pasar Dunia

Tahun 2000-2006 ... 54 10. Perkembangan Ekspor Palm Kernel or Babassu Oil and Frac

(Minyak Sawit) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006... 55 11. Perkembangan Impor Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) Dunia Tahun 2000-2006 ... 56 12. Perkembangan Impor Coniferous of Wood (Kayu Serabut) Dunia

Tahun 2000-2006 ... 58 13. Perkembangan Impor Semi Bleached or Bleached Pulp of Paper

(Bubur Kertas) Dunia Tahun 2000-2006 ... 60 14. Perkembangan Impor Palm Kernel or Babassu Oil and Frac


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Hasil Estimasi Produk Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) 93 2. Hasil Estimasi Produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper

(Bubur Kertas)... 93 3. Hasil Estimasi Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) ... 94 4. Hasil Estimasi Produk Palm kernel or babassu oil and frac

(Minyak Sawit) ... 94 5. Kompilasi Data Ekspor Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 ... 94 6. Kompilasi Data Ekspor Dunia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 ... 95 7. Kompilasi Data Impor Dunia Tahun 2000-2006 ... 95


(26)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan hasil bumi dan sumber daya alam demi peningkatan ekonomi bukan lagi merupakan suatu sistem pembangunan yang hanya mementingkan keuntungan semata, namun melalui konsep pembangunan yang berkelanjutan, kehidupan di masa yang akan dating pun turut diperhatikan. Pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development) adalah pembangunan yang menitikberatkan pada pembangunan dalam jangka panjang dimana implementasinya sangat erat terkait dengan kesadaran lingkungan. Era globalisasi yang baru dimulai, telah memunculkan isu baru yang berkaitan dengan pembangunan yang berkelanjutan, yaitu isu tentang perdagangan dan lingkungan, dimana tema Green Economics sedang di galakan di dunia internasional. Green Economics adalah konsep baru dari ekonomi yang mengedepankan keseimbangan ekonomi dan ekologi melalui kesinambungan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan.

Sektor pertanian sebagai sektor yang berbasis sumber daya alam, merupakan salah satu diantara ketiga sektor utama yang menyumbang perekonomian Indonesia, yaitu sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. Bila digabungkan ketiganya mempunyai peran lebih dari separuh dari total perekonomian yaitu sebesar 58.5 persen pada tahun 2004, 56.1 persen (2005), 55.5 persen (2006) dan 55.7 (2007) dengan sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap total perekonomian sebesar 13.8 persen pada tahun (2007). Subsektor kehutanan khususnya, menyumbang perekonomian relatif besar.


(27)

Terlihat pada Tabel 1 bahwa PDB sektor kehutanan terus meningkat dari tahun 2000-2006 dimana peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 33 persen dari tahun sebelumnya dan mampu menyumbang devisa lebih dari 30 trilyun rupiah dengan kontribusi terhadap PDB rata-rata sebesar 4 persen per tahun.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB ) Sektor Kehutanan Tahun 2000-2006

Produk Domestik Bruto (PDB) No Tahun

Kehutanan (Milyar Rupiah) Persentase Perubahan (%)

1 2000 16,343.0 -

2 2001 16,962.1 3.78

3 2002 17,602.4 3.77

4 2003 18,414.6 4.61

5 2004 20,290.0 10.18

6 2005 22,561.8 11.20

7 2006 30,017.0 33.04

Sumber : Departemen Kehutanan, 2006

Faktanya PDB dari sektor kehutanan sangat besar, sektor industri kayu terutama menyumbangkan devisa yang relatif tinggi. Pada tahun 2006, ekspor produk kayu Indonesia mencapai lebih dari US$ 3 milyar. Sektor ini juga sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut APKINDO (Asosiasi Panel Kayu Indonesia), pada tahun 2006 industri sektor kehutanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak lebih dari 5 juta orang (APKINDO, 2006), bila dibandingkan dengan subsektor lainnya seperti sektor perikanan dan perdagangan. Sektor perikanan mampu hanya mampu menyumbang rata-rata 2.5 persen per tahunnya terhadap total PDB, sedangkan sektor perkebunan menyumbang rata-rata 3.5 persen terhadap PDB per tahunnya.

Tabel 2. Produk Domestik Bruto (PDB ) Sektor Perikanan dan Perkebunan


(28)

Tahun 2000-2006 Perikanan Perkebunan No Tahun PDB (MilyarRupiah) Kontribusi PDB (%) PDB (Milyar Rupiah) Kontribusi PDB (%)

1 2003 20,283.8 2.6 30,968.3 3.2

2 2004 25,764.6 2.1 32,321.1 3.8

3 2005 28,498.1 2.4 42,675.9 3.7

4 2006 29,298.9 2.9 47,736.8 3.9

Sumber : BPS, 2006

Terkait dengan tema Green Economics dan Sustainable Development yang sebelumnya dipaparkan, beberapa produk seperti produk hasil hutan, dan eksplorasi sumber daya alam lainnya, sangat dikhawatirkan kelangsungannya karena kecenderungannya yang sangat tinggi dalam kerusakan lingkungan. Perkebunan kelapa sawit pun mulai dikhawatirkan keberadaannya karena adanya kebijakan pengambilan lahan hutan untuk dialihkan menjadi lahan sawit Di satu sisi, produktifitas dari industri yang berbasis sumber daya alam ini sangat berperan penting dalam peningkatan perekonomian.

Di sisi lain, produktifitas dari industri yang berbasis sumber daya alam ini menimbulkan beberapa eksternalitas yang negatif. Kebijakan-kebijakan yang diambil untuk kepentingan dan atas nama perdagangan sering kali berbenturan dengan kepentingan lingkungan. Contohnya, perdagangan untuk produk-produk yang terkait dengan Multilateral Environmental Agreements (MEAs) seperti perpindahan limbah bahan berbahaya dan beracun lintas batas, perdagangan makhluk hidup yang dilindungi, perdagangan bahan perusak lapisan ozon dan sebagainya. Selain itu untuk memacu peningkatan volume perdagangan, sering kali terjadi pengurasan sumber daya alam yang melebihi kapasitas ekosistemnya sehingga terjadi pembangunan yang tidak berkelanjutan (Unsustainable).


(29)

Lingkungan hidup di Indonesia saat ini adalah penebangan hutan secara liar/pembalakan hutan, polusi air dari limbah industri dan pertambangan, polusi udara di daerah perkotaan (Jakarta merupakan kota dengan udara paling kotor ke 3 di dunia), asap dan kabut dari kebakaran hutan, kebakaran hutan permanen/tidak dapat dipadamkan dan perambahan suaka alam/suaka margasatwa, penghancuran terumbu kerang, pembuangan sampah. Beberapa data mengenai kondisi lingkungan di Indonesia menunjukan tingginya tingkat pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan peningkatan kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup adalah sebagai berikut (Rachmawati et. al., 2004):

a. Menurut statistik Indonesia 2001, pertambahan penduduk dari tahun 1980 s/d 2000 meningkat cepat. Pada tahun 1980 penduduk Indonesia berjumlah 146,935,000 jiwa bertambah sebesar 1.97 persen menjadi 178,500,000 jiwa pada tahun 1990. Pada tahun 2000 jumlahnya menjadi 205,845,000 jiwa atau naik 1.49 persen dengan kepadatan mencapai 109 jiwa per kilometer persegi. Hal itu telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan pangan dan lapangan kerja serta telah mendorong peningkatan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan.

b. Selain masalah ketersediaan air yang semakin terbatas dari segi volume, pencemaran terhadap air juga menyebabkan semakin berkurangnya kualitas air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Terutama disebabkan oleh kegiatan industri, pertambangan, pembukaan lahan dan pertanian.


(30)

terbesar di dunia (WHO, 2001) yang diakibatkan oleh kegiatan transportasi, industri dan kebakaran hutan.

d. Lahan kritis di luar kawasan hutan mencapai 15.11 juta hektar dan di dalam kawasan hutan sebanyak 8.14 juta hektar. Hutan rusak dalam areal HPH sudah mencapai 11.66 juta hektar dan lahan eks-HPH yang diserahkan kepada BUMN sebesar 2.59 juta hektar. Areal bekas tebangan dalam areal HPH mencapai 11.09 juta hektar dan eks-HPH yang diserahkan ke BUMN sebesar 2.5 juta hektar. Total hutan yang rusak sudah mendekati angka 57 juta hektar akibat dari illegal logging yang meliputi pencurian, penebangan liar, peredaran serta perdagangan kayu secara illegal.

e. Terumbu karang di laut Indonesia kondisinya semakin mencemaskan, sekitar 14 persen dalam kondisi kritis dan 46 persen telah mengalami kerusakan. Hutan mangrove Indonesia diperkirakan tinggal sekitar 3.24 juta hektar dari 4.25 juta hektar. Hal ini salah satunya disebabkan oleh pertambangan dan eksplorasi minyak di lepas pantai.

f. Pengalihan pemanfaatan lahan untuk pembangunan terus berlanjut yang mengakibatkan berkurang atau hilangnya lahan-lahan yang berfungsi sebagai penopang keseimbangan lingkungan. Areal air tawar dari 11.5 juta Ha telah berkurang menjadi 5.1 juta Ha. Danau telah berkurang sekitar 774.000 Ha menjadi 308.000 Ha.

Penebangan hutan secara liar/deforestasi merupakan masalah paling utama dan paling memprihatinkan yang terjadi di Indonesia. Dengan laju deforestasi 3.4 juta hektar per tahun yang mengakibatkan berbagai bencana alam seperti banjir,


(31)

kekeringan dan tanah longsor akibat penggundulan hutan. Produk-produk industri dan perdagangan yang berkaitan langsung dengan permasalahan lingkungan tersebut diklasifikasikan sebagai produk yang mempunyai kadar sensitifitas tinggi terhadap lingkungan yang dalam pengelolaannya diperlukan perhatian lebih agar dapat meminimalisir efek negatifnya terhadap lingkungan (KLH, 2007).

Seiring dengan terbukanya akses globalisasi, perdagangan internasional telah menjadi ajang persaingan yang besar diantara negara-negara. Salah satu ukuran terpercaya untuk menghadapi tantangan ini adalah daya saing. Krugman (1996) terkenal menyebut daya saing sebagai obsesi berbahaya pada kritiknya yang ditujukan terhadap kebijakan industri. Sebaliknya, Porter (1990) berpendapat bahwa keunggulan kompetitif sebagai kunci daya saing, baik itu dalam perusahaan, industri, maupun ekonomi secara keseluruhan.

Perdagangan secara umum sendiri didefinisikan sebagai proses jual beli atau perpindahan arus barang dan jasa antara penjual dan pembeli. Dalam konteks ini, keterkaitan aspek lingkungan di dalam perdagangan adalah bahwa lingkungan dan sumber daya alam merupakan salah satu komoditi yang diperdagangkan. Contohnya sumber daya alam yang merupakan bahan baku dan komoditi prioritas pada sektor-sektor pertanian, kehutanan, manufaktur, pertambangan dan sebagainya, yang juga merupakan primadona ekspor Indonesia selama ini.

Daya saing merupakan suatu konsep dinamis yang berhubungan dengan kebijakan dan lembaga ekonomi yang dibutuhkan oleh suatu negara untuk mempercepat perdagangan dan pertumbuhan ekonominya. Hal tersebut itulah yang memacu terbentuknya pola perdagangan yang sekarang berkembang, yaitu pola perdagangan bebas. Dengan perkembangan perdagangan bebas, aspek


(32)

lingkungan tidak lagi terisolasi sebagai komoditi, tetapi lebih meluas dan kompleks terkait dengan penyediaan jasa, perjanjian internasional tentang lingkungan maupun kebijakan lingkungan pada tingkat nasional maupun regional. Sesuai dengan sifatnya, lingkungan hidup akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan suatu praktek perdagangan. Kebijakan lingkungan suatu negara akan berdampak pada akses pasar dan daya saing internasional khususnya pada negara berkembang. Beberapa persyaratan lingkungan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen domestik suatu negara sering kali menjadi penghambat negara eksportir.

Ekolabel mulai berperan secara penuh di industri dan perdagangan Indonesia semenjak tahun 2000. Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) juga berperan sebagai lembaga akreditasi mulai tahun 2000. Setelah sistem sertifikasi selesai dikembangkan, langkah yang dilakukan LEI untuk memperoleh pengakuan di pasar internasional adalah mengembangkan dan mempertahankan hubungan, diantaranya dengan Forest Stewardship Council (FSC), asosiasi-asosiasi perdagangan dan industri di negara-negara pengimpor dan kelompok pembeli produk kayu bersertifikasi (Buyers Group of Certified Wood Products) yang disponsori oleh WWF di berbagai negara (LEI, 2005)

Bagi negara eksportir khususnya negara-negara berkembang seperti Indonesia, ketentuan tersebut akan menyulitkan karena tidak sesuai dengan kondisi produk yang dihasilkan. Walaupun untuk mengatasi hal ini negara eksportir dapat meningkatkan daya saing produknya dengan mengadopsi kebijakan dan tindakan-tindakan lingkungan yang tepat yang berlaku secara nasional maupun internasional, misalnya dengan segera menerapkan standar


(33)

ekolabel untuk produk tertentu, sehingga akan mendorong peningkatan kualitas produk ekspornya.

1.2. Perumusan Masalah

Kekhawatiran munculnya perekonomian bebas yang merugikan, melahirkan isu-isu baru yang dihembuskan melalui kampanye-kampanye lingkungan. Kini, pembatasan perdagangan dilakukan dengan penghalang yang lebih beralasan ilmiah seperti dampak kesehatan maupun kelestarian alam. Satu hal yang pasti dalam era perdagangan bebas sekarang ini dan dikemudian hari adalah bahwa, di satu sisi semua hambatan perdagangan dalam bentuk tarif atau bea masuk impor (BMM) akan hilang, namun di sisi lain, hambatan non tarif (NTB) akan semakin banyak. NTB ini secara eksplisit tersirat dalam isu-isu seperti standar lingkungan atau kelestarian (alam maupun binatang).

Dalam masalah lingkungan, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa isu ini menjadi salah satu bagian penting dalam setiap kesepakatan perdagangan, baik dalam bentuk bilateral atau multilateral, pada tingkat regional maupun global. Sudah banyak kasus khususnya untuk ekspor komoditas-komoditas pertanian dan kehutanan yang menunjukan kesulitan yang dihadapi oleh Indonesia untuk memenuhi standar yang diminta oleh pihak pembeli. Indonesia juga sering mengalami kesulitan dalam mengekspor produk-produk industri karena isu lingkungan. Misalnya dalam hal industri kayu dan pulp. Sebagai negara tropis, Indonesia seharusnya memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi bahan baku kertas (pulp). Namun tidak mudah bagi Indonesia untuk megekspornya. Praktik pembalakan liar sering kali dipakai oleh negara-negara


(34)

maju untuk menekan industri pulp dan kayu nasional. Hal itu pun terjadi pada industri lainnya.

Dalam masalah standar kualitas, disadari bahwa kualitas sangat penting untuk mendorong daya saing produk Indonesia agar bisa unggul di pasar dunia, sedangkan, di sisi lain, Indonesia sampai saat ini masih mempunyai masalah serius untuk memenuhi persyaratan tersebut. Hingga Agustus 2007, pemerintah Indonesia telah menetapkan 3.200 standar nasional industri (SNI), tetapi baru 215 SNI produk yang diwajibkan. SNI yang diwajibkan itu pun sebagian besar masih berlaku sukarela karena baru 34 SNI produk yang dinotifikasi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tanpa notifikasi, tidak ada mekanisme pengawasan dan sanksi yang dapat diterapkan (www.menlh.go.id).

Produk-produk yang sering kali dipermasalahkan dalam perdagangan internasional adalah produk-produk yang sensitif terhadap isu lingkungan, apalagi semenjak kebijakan ekolabel mulai diperhatikan secara penuh di dunia internasional dan khususnya di Indonesia sejak tahun 2000, Produk tersebut adalah (1) Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis), (2) Semi-bleached or bleached pulp of paper (bubur kertas), (3) Coniferous of Wood (kayu serabut) , dan (4) Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit). Dimana produk-produk tersebut mempunyai kecenderungan yang tinggi terhadap hubungannya antara peningkatan volume perdagangan dan kerusakan lingkungan (deforestasi) serta besarnya volume ekspor produk-produk tersebut ke dunia. Terlihat dari Tabel 3, rata-rata keempat produk tersebut mengalami volume ekspor yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun dan sebagian besar mengalami penurunan.


(35)

Penurunan volume ekspor terjadi khususnya pada komoditi Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis), Semi-bleached or bleached pulp of paper (bubur kertas) dan Coniferous of Wood (kayu serabut), ketiga produk tersebut rata-rata sempat mengalami penurunan ekspor yang sangat signifikan pada rentang waktu 2000-2006. Penurunan tertinggi volume ekspor produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis) terjadi pada tahun 2004, adalah sebesar US$ 1,178,467,834 di tahun 2004 dan pada tahun berikutnya menjadi US$ 974,424,627 atau turun 17.31 persen. Pada produk Semi-bleached or bleached pulp of paper (bubur kertas), penurunan tertinggi terjadi pada periode 2003-2004 dimana terjadi penurunan volume ekspor sebesar 25.78 persen dari semula US$ 789,079,873 menjadi hanya US$ 585,659,163. Sedangkan untuk komoditi Coniferous of Wood (kayu serabut), penurunan tertinggi terjadi pada periode 2004-2005 dimana penurunan produk tersebut mencapai 97.22 persen dari semula US$ 2,204,895 menjadi US$ 61,235.

Tabel 3. Volume Ekspor Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan di Pasar Dunia ($ ‘000)

Tahun Plywood consisting

solely of sheets

Semi Bleached or Bleached Pulp of

paper

Coniferous of Wood

Palm kernel or babassu oil and

frac

2000 1,501,021.458 706,910.619 7,382.051 169,550.221 2001 1,330,285.568 561,062.592 10,333.129 111,937.376 2002 1,289,258.255 705,383.847 6,260.231 200,997.230 2003 1,235,127.450 789,079.873 13,126.892 206,241.794 2004 1,178,467.834 585,659.163 2,204.895 385,997.314

2005 974,424.627 886,026.319 61,235 448,954.959

2006 1,011,491.745 1,054,148.869 466.209 506,001.876

Sumber : Comtrade, 2007

Persoalan menyangkut lingkungan memang hal yang rumit. Hal ini terkait salah satunya dengan masalah daya saing. Permintaan eksportir/konsumen


(36)

negara-negara maju terhadap komoditas ekspor Indonesia terutama yang berbasis sumber daya alam, tidak lagi hanya didasarkan pada kualitas, harga, desain, dan delivery. Bahkan kini perlu diwaspadai adanya hambatan yang mempersoalkan asal-usul bahan baku. Daya saing produk-produk yang sensitif terhadap lingkungan merupakan suatu hal yang sangat krusial bagi keberlanjutan perdagangan produk Indonesia di pasar dunia. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa hambatan non tarif atau NTB seperti isu lingkungan saat ini merupakan isu penting bagi negara-negara maju untuk meng-impor produk-produk tersebut dari negara-negara peng-ekspor. Mengidentifikasi faktor/determinan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspornya juga merupakan satu hal penting untuk membantu para pembuat kebijakan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong agar produk-produk Indonesia tersebut dapat bersaing di pasar global dan volume ekspor serta kegiatan produksi di dalam negeri dapat ditingkatkan sehingga mendorong pertumbuhan sektor riil. Maka diperlukan perhatian yang kontinu dalam peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan hidup untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Berdasarkan pemaparan yang dilakukan sebelumnya, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana posisi daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia ?

2. Faktor apakah yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia ?


(37)

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, ada beberapa hal yang menjadi fokus dalam penelitian ini:

1. Menganalisis posisi daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia,

2. Mengidentifikasi faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia

1.4. Manfaat

Hasil penelitian selain berguna untuk kepentingan peneliti juga diharapkan dapat menjadi rekomendasi kebijakan agar Indonesia dapat turut serta dalam perdagangan dunia secara kompetitif dengan negara lain, dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan. Selain itu juga diharapkan penelitian ini dapat berguna untuk mengantisipasi tuntutan eksportir/konsumen luar negeri dan meningkatkan daya kristis masyarakat (pelaku bisnis, dan pemerintah) terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sehingga ke depan dapat meningkatkan pangsa pasar dan daya saing komoditas ekspor Indonesia.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini hanya membahas tentang daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia dan faktor yang mempengaruhinya pada tahun 2000-2006 dan tidak membahas secara khusus dampak langsungnya terhadap lingkungan. Produk-produk yang akan dianalisis dibatasi hanya empat produk (HS 6 Digits) yaitu (1) Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis), (2) Semi-bleached or bleached pulp of paper (bubur kertas), (3) Coniferous of Wood (kayu serabut) dan (4) Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit),


(38)

berdasarkan besarnya nilai ekspor keempat produk tersebut ke dunia serta klasifikasi produk yang mempunyai kadar sensitifitas tinggi terhadap lingkungan khususnya deforestasi (KLH, 2007).


(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Ekonomi Versus lingkungan

Pembangunan ekonomi yang menitikberatkan pada pertumbuhan sering bertentangan dengan prinsip pelestarian lingkungan, sehingga sering dikatakan bahwa antara pembangunan ekonomi dan lingkungan terkesan kontradiktif. Tapi hal ini tidaklah selalu benar karena antara dua kepentingan ini bisa saling berinteraksi atau diintegrasikan sehingga kepentingan ekonomi dan lingkungan bisa sama-sama tercapai. Kuatnya saling interaksi dan ketergantungan antara dua faktor tersebut memerlukan pendekatan yang tepat bagi kepentingan pembangunan berkelanjutaan atau pembangunan berwawasan lingkungan, yang kita kenal dengan sebutan Sustainable Development.

Secara teoritis dan praktis, penilaian ekonomi sumber daya alam dengan berdasarkan biaya moneter dari kegiatan ekstraksi dan distribusi sumber daya saja seringkali mengakibatkan kurangnya insentif bagi penggunaan sumberdaya yang sustainable. Selanjutnya kegiatan konsumsi yang berlebihan terhadap sumber daya untuk kegiatan produksi dapat mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan yang menjadi beban dan biaya lingkungan serta masyarakat. Untuk mendukung pengembangan sumber daya yang sustainable maka biaya lingkungan akibat degradasi itu harus diintegrasikan dalam seluruh aspek kegiatan ekonomi, tidak hanya pada pola konsumsi perdagangan, tetapi juga terhadap sumber daya lainnya. Menurut Lonergan dalam Yakin (1997), untuk menjamin terlaksananya pembangunan yang berwawasan lingkungan, ada tiga dimensi penting yang harus dipertimbangkan. Pertama adalah dimensi ekonomi yang menghubungkan antara


(40)

pengaruh unsur makroekonomi dan mikroekonomi pada lingkungan dan bagaimana sumber daya alam diberlakukan dalam analisis ekonomi. Kedua adalah dimensi politik yang mencakup proses politik yang menentukan penampilan dan sosok pembangunan, pertumbuhan penduduk, dan degradasi lingkungan pada semua negara. Dimensi ini juga termasuk peranan agen masyarakat, struktur sosial dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Ketiga adalah dimensi sosial dan budaya yang mengkaitkan antara tradisi atau sejarah, dominasi ilmu pengetahuan barat serta pola pemikiran dan tradisi agama. Ketiga dimensi ini berinteraksi satu sama lain untuk mendorong terciptanya pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan, suatu pembangunan di wilayah tertentu dapat berlangsung secara berkelanjutan jika permintaan total manusia terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suatu ekosistem untuk menyediakannya dalam kurun waktu tertentu. Permasalahan lingkungan akan muncul jika permintaan manusia terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan, melebihi kemampuan ekosistem wilayah untuk menyediakan sumber daya alam dan jasa lingkungan tersebut (Yakin, 1997).

Perlindungan lingkungan hidup yang bertujuan untuk memperoleh kualitas lingkungan yang baik, sekarang maupun masa yang akan datang, memerlukan usaha yang sungguh-sungguh terutama dalam hal : (1) Inventarisasi situasi lingkungan saat ini, (2) Lembaga serta organisasi yang khusus menangani masalah lingkungan baik di pusat maupun daerah, terutama menentukan penyimpangan, (3) Penyelesaian permasalahan secara ilmiah, terencana dan politis, serta (4) Evaluasi terus menerus terhadap program-program lingkungan


(41)

serta persyaratan pembangunan proyek yang harus dipenuhi. Selain dampak ekonomi, dampak lingkungan pada proyek juga harus diperhatikan (Suparmoko, 1998).

2.1.2. Internalisasi Aspek Lingkungan Hidup dalam Perdagangan

Ditinjau dari kepentingan sektor perdagangan global, aspek lingkungan hidup merupakan bagian yang penting bagi daya saing barang dan jasa (competitiveness dan comparativeness) dan akses pasar. Beberapa contoh dari makin ketatnya persyaratan perdagangan antar negara, antara lain adalah persyaratan lingkungan seperti ISO seri 14001 dan ecolabeling. Agar barang-barang dan jasa dapat bersaing di pasar global dan volume ekspor serta kegiatan produksi di dalam negeri dapat ditingkatkan sehingga mendorong pertumbuhan sektor rill, maka diperlukan perhatian yang kotinu dalam peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan hidup untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Untuk mengantisipasi dan merespon perkembangan aspek lingkungan hidup dalam kaitannya dengan perdagangan global, perlu dilakukan (Dewanthi dalam Rachmawati. et. al., 2004) :

1. Liberalisasi di bidang perdagangan dan lingkungan hidup dilaksanakan secara bertahap (progressive liberalization).

2. Liberalisasi, khususnya perundingan di bidang perdagangan dan lingkungan, dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan kebijaksanaan nasional antara lain dengan memperhatikan tingkat pembangunan (level of development) Indonesia serta harus diupayakan untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.


(42)

3. Penerapan standar lingkungan tidak boleh dijadikan hambatan dalam perdagangan bebas, tidak diskriminatif, transparan dan tidak mempunyai konflik dengan alat perdagangan yang diperlukan untuk perlindungan lingkungan.

4. Peningkatan akses pasar bagi produk-produk Indonesia harus lebih mengarah kepada pengalokasian sumber daya alam yang lebih baik guna membantu perlindungan lingkungan hidup.

5. Penerapan label lingkungan dalam perdagangan bebas dilaksanakan dengan tujuan efisiensi di dalam pemanfaatan maupun penggunaan sumber daya alam. Penerapan tersebut bersifat secara sukarela dan bertahap dengan mengutamakan kepentingan pengelolaan lingkungan hidup.

6. Pendekatan pemanfaatan teknologi didasarkan pada pemilihan teknologi yang tepat guna, yaitu teknologi yang menggunakan metode best applicable technology serta didasarkan pada pertimbangan upaya pencegahan dini (eco-technology).

2.1.3. Teori Perdagangan Internasional

Pasal 1 Undang-undang NO. 32 Tahun 1964 tentang peraturan lalu lintas devisa menyebutkan bahwa ekspor adalah pengiriman barang ke luar Indonesia. Dari segi perspektif permintaan, kegiatan ekspor diasumsikan sebagai fungsi dari permintaan pasar internasional terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara, sedangkan kegiatan impor diasumsikan sebagai fungsi permintaan suatu negara terhadap suatu komoditi pasar internasional.


(43)

Ekspor merupakan penjualan barang yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkan ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan sendiri barang-barang yang dihasilkan oleh negara pengekspor. Dalam perdagangan internasional khususnya, ekspor mempunyai peranan penting yaitu sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Sebab ekspor dapat menghasilkan devisa, yang selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembiayaan pembangunan sektor-sektor di dalam negeri. Sedangkan impor merupakan pembelian barang yang dilakukan oleh suatu negara ke negara lain yang menghasilkan barang tersebut. Impor terjadi karena suatu negara tidak bisa menghasilkan barang-barang modal dan berbagai jenis barang untuk keperluan negaranya. Jika impor lebih besar daripada ekspor, maka cadangan devisa akan berkurang atau neraca perdagangan akan defisit (Amir, 1995).

Ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor impor) suatu negara dengan negara lain, yaitu keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran permintaan antar negara dan tidak semua negara mampu menyediakan kebutuhan masyarakatnya akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu.

Teori mengenai perdagangan diantara dua negara yang dikenal luas dengan teori keunggulan absolut dikemukakan oleh Adam Smith. Asumsi yang menjadi dasar dalam teori ini adalah perdagangan internasional hanya dapat terjadi pada negara yang memiliki keuntungan absolut. Jika suatu negara lebih efisien atau memiliki keunggulan absolut terhadap negara lainnya dalam


(44)

memproduksi suatu komoditas, namun kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi komoditi lain, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam komoditi unggulan dan menukarkannya dengan komiditi lain yang tidak memiliki keunggulan absolut dalam suatu mekanisme perdagangan internasional (Salvatore, 1997).

Kenyataannya dalam forum perdagangan global, fakta menunjukan bahwa tidak semua negara di dunia mempunyai keunggulan absolut dalam perdagangan. Kelemahan teori keunggulan absolut ini dikoreksi oleh David Ricardo melalui buku yang berjudul Principal of Political Economy and Taxation. Teori tersebut dalam perkembangannya disebut sebagai teori keunggulan komparatif. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun suatu negara kurang efisien (memiliki kerugian absolut) terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas, namun masih terdapat asumsi keunggulan komparatif yang dapat mendasari dalam perdagangan internasional. Asumsi ini diaplikasikan melalui spesialisasi dalam kegiatan produksi produk ekspor dengan kerugian absolut lebih kecil (keunggulan komparatif) dan sebaliknya melakukan impor terhadap komoditas yang memiliki kerugian absolut (kerugian komparatif) yang lebih besar.

Beberapa asumsi lain yang dikemukakan oleh Ricardo adalah (1) hanya terdapat dua negara dengan dua komoditas, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) Terdapat mobilitas antar dua negara tersebut, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) teknologi konstan, (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja.


(45)

Perkembangan dalam teori perdagangan internasional selanjutnya dikemukakan oleh Heckscher-Ohlin (H-O). Menurut Hecksher-Ohlin, terdapat perbedaan opportunity cost suatu produk antar suatu negara dengan negara lain yang disebabkan karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi yang dimiliki masing-masing negara. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak dan murah dalam produksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu apabila negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam produksinya (Salvatore, 1997).

Analisis penawaran ekspor dan permintaan impor pada pasar internasional dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan konsep dasar fungsi penawaran dan permintaan domestik untuk kasus dua negara dengan suatu komoditi perdagangan tertentu. Misalnya adalah penawaran dan permintaan komoditi i di pasar domestik (Gambar 1), masing-masing adalah SA dan DA di Negara A serta SB dan DB di negara B.

Tanpa perdagangan terbuka, keseimbangan I negara A di capai pada kondisi EA dengan volume transaksi QA dan harga PA. Di Negara B keseimbangan dicapai pada kondisi EB dengan volume transaksi QB dan harga PB, dengan asumsi bahwa harga domestik di negara A lebih murah dibandingkan dengan harga domestik yang terjadi di Negara B.

Harga diatas PA, produsen di negara A akan menghasilkan lebih banyak daripada yang bersedia di beli konsumen di negara tersebut, jadi penawaran SA di titik EA dapat excess supply function (OEA), di negara A. Sementara untuk harga dibawah harga PB, konsumen di negara B akan meminta lebih banyak daripada


(46)

yang ingin dihasilkan produsen di negara tersebut. Jadi fungsi permintaan DB dibawah titik EB dapat mencerminkan excess demand function (OEB). Perdagangan internasional dalam hal ini menyeimbangkan antara excess demand dan excess supply, karena besarnya segitiga OAE = segitiga OEB.

Selanjutnya, dimisalkan ada perdagangan antara negara A dan negara B, dengan asumsi biaya transportasi adalah nol. Penawaran ekspor pada pasar internasional digambarkan oleh SW yang merupakan excess supply function dari negara A, dan permintaan impor digambarkan oleh DW yang merupakan excess demand function dari negara B, keseimbangan di pasar dunia terjadi pada titik EW yang menghasilkan harga dunia sebesar PW, dimana negara A mengekspor (QA1-QA2) yang sama dengan jumlah yang diimpor negara B (QB1-QB2). Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukan oleh volume perdagangan sebesar QW pada pasar internasional.

P P P

SA Sw SB

’ PB

o EA EW EB PW o

PA o Dw

DB

DA

QA1 QA QA2 Q QW Q QB1 Q QB2 Q

Sumber : Salvatore, 1997

Gambar 1. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional


(47)

Penawaran suatu komoditi merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi adalah harga komoditi yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak dan subsidi.

Ekspor suatu komoditi selain untuk memenuhi permintaan dalam negeri, penawaran suatu komoditas juga dimaksudkan untuk memenuhi permintaan masyarakat luar negeri. Penawaran ekspor suatu komoditi dari suatu negara merupakan selisih antara penawaran domestik dengan permintaan domestik. Di lain pihak, negara lain membutuhkan komoditi tersebut sebagai akibat dari kelebihan permintaan di negara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka teori penawaran ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor suatu negara.

Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

SXt = Qt – Ct + St-1 ... (2.1.5.1)

Dimana : SXt = Jumlah ekspor komoditi periode waktu t Qt = Jumlah produksi domestik periode waktu t Ct = Jumlah konsumsi domestik periode waktu t St-1 = Stok periode waktu sebelumnya (t-1)

Dari persamaan 2.1.5.1 dapat terlihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor pada dasarnya terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi dan stok (Lipsey et, al,. 1995).


(48)

antara kuantitas komoditi yang akan dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat harga. Permintaan pasar suatu komoditi merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaan-permintaan individu suatu komoditi. Namun jika dilihat dari segi permintaan, kegiatan ekspor diasumsikan sebagai fungsi permintaan pasar internasional terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara. Permintan ekspor adalah permintaan pasar internasional atau suatu negara tertentu terhadap suatu komoditi. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Sebagai sebuah permintaan, ekspor suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya harga domestik negara tujuan ekspor (HDIt), harga impor negara tujuan (HIt), pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor (YPIt) dan selera masyarakat negara tujuan (CPIt). Secara keseluruhan fungsi permintaan ekspor suatu komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut (Lipsey et, al,. 1995) :

PXt = f (HDIt , HIt , YPIt , CPIt) ... (2.1.6.1)

2.1.5. Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang banyak diminati konsumen. Dilihat dari keberadaannya mengenai keunggulan dalam daya saing, maka keunggulan daya saing dari suatu komoditi dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu (natural advantage) keunggulan


(49)

alamiah/keunggulan absolut dan (acquired advantage) keunggulan yang dikembangkan

Pada saat ini keunggulan alamiah atau keunggulan absolut yang dimiliki oleh suatu negara untuk salah satu komoditinya tidak secara langsung menyebabkan komoditi tersebut akan menguasai pangsa pasar dunia, ini dikarenakan jumlah produsen tidak hanya satu negara, akan tetapi ada beberapa negara yang sama-sama menghasilkan komoditi tersebut dengan kondisi keunggulan alamiah yang sama. Daya saing suatu komoditas dapat diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di suatu negara dalam sistem ekonomi yang terbuka. Hukum keunggulan komparatif dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan (Lindert dan Kindleberger, 1993)

Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (Labor theory of value) yang menyatakan hanya satu faktor produksi yang penting menentukan nilai suatu komoditas, yaitu faktor tenaga kerja. Nilai suatu komoditas adalah proporsional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya. Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh teori biaya imbangan (opportunity cost theory). Argumentasi dasarnya adalah bahwa harga relatif dari komoditas yang berbeda ditentukan oleh


(50)

perbedaan biaya. Biaya disini menunjukan produksi komoditas alternatif yang harus dikorbankan untuk menghasilkan komoditas yang bersangkutan.

Selanjutnya teori Heckscher Ohlin tentang pola perdagangan menyatakan bahwa komoditi-komoditi yang dalam produksinya memerlukan faktor produksi (yang melimpah) dan faktor produksi (yang langka) diekspor untuk ditukar dengan barang-barang yang membutuhkan faktor produksi dalam produksi yang sebaliknya. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang melimpah diekspor dan faktor produksi yang langka diimpor (Ohlin dalam Lindert dan Kindleberger, 1993).

Konsep keunggulan komparatif menurut Sudaryanto dan Simatupang (1993) merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam arti daya saing yang akan dicapai pada perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Keunggulan komparatif tidak stabil dan cenderung berubah seiring berjalannya waktu dan perubahan produksi. Menurut Wilcox, Cochrane dan Hardt dalam Dahl dan Hammond (1977), ada beberapa alasan dalam perubahan keunggulan komparatif, yaitu (1) perubahan sumber daya alam seperti erosi tanah (2) perubahan dalam faktor-faktor biologis seperti peningkatan hama dan penyakit (3) perubahan harga input (4) peningkatan mekanisasi tanah dan (5) peningkatan transportasi yang lebih efisien dan lebih murah yang memberikan lebih banyak kemudahan bagi area jauh dari pasar.

Aspek yang terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, dan yang terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktifitas. Sudaryanto dan simatupang (1993) mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan


(51)

finansial adalah keunggulan kompetitif atau Revealed Competitive Advantage yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia maka suatu komoditi harus memiliki keunggulan lain selain keunggulan alamiah, yaitu keunggulan kompetitif.

Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif (comparative advantage) yang menyatakan bahwa suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu produk apabila produk tersebut telah dapat dihasilkan oleh negara lain dengan lebih baik, unggul, dan efisien secara alami, konsep keunggulan kompetitif adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk dijadikan penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan ditandingkan (dikompetisikan) dengan berbagai perjuangan/usaha. Dan keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar (Porter, 1990).

Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing dapat diidentifikasikan dengan produktifitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Peningkatan produktifitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi. Daya saing suatu industri dari suatu bangsa atau negara tergantung pada keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya yang terkenal dengan sebutan Porter’s Diamond, yang terdiri dari (1) kondisi faktor; (2) Kondisi permintaan; (3) industri terkait dan penunjang; (4) strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama dan


(52)

ditambah dengan kesempatan, serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan koordinasi antar atribut tersebut, akan mempengaruhi kemampuan bersaing suatu industri di suatu negara.

Menurut Sahin, et.al (2006), daya saing sebuah negara didefinisikan sebagai suatu kemampuan bertahan dalam rangka mendapatkan keunggulan komparatif dalam perdagangan dan investasi. Efisiensi institusi publik, basis pendidikan yang kuat sebagai dasar untuk investasi sumber daya manusia jangka panjang dan pembangunan keterampilan, merupakan faktor-faktor pendukung dan penunjang daya saing. Sedangkan menurut National Competitiveness Council (2006), daya saing didefinisikan sebagai kemampuan untuk menerima keberhasilan sebagai pemimpin pasar untuk memberikan standar kehidupan yang lebih baik untuk setiap orang. Definisi ini kemudian diterangkan melalui sebelas kriteria yang harus dipenuhi dalam membangun daya saing, yaitu performa ekonomi, internasionalisasi, modal, pendidikan, produktivitas, kompensasi tenaga kerja dan biaya tenaga kerja per unit, biaya perusahaan non tenaga kerja, perpajakan, ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi kemasyarakatan, infrastruktur transportasi, serta pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Kesebelas kriteria tersebut kemudian dilengkapi dengan dua kriteria krusial lainnya yaitu kondisi regulasi dalam suatu negara dan kualitas kehidupan. Tambahan kedua kriteria tersebut merupakan hal yang tidak mungkin dipisahkan dalam membangun daya saing, karena apalah arti dari sebelas kriteria lainnya jika kondisi regulasi dalam suatu negara dan kualitas kehidupan di dalamnya tidak saling berkesinambungan dengan yang lainnya.


(53)

2.2.1. Penelitian Mengenai Daya Saing

Telah banyak dilakukan penelitian-penelitan tentang daya saing, beberapa diantaranya adalah penelitian Meryana (2007) tentang daya saing kopi robusta Indonesia di pasar internasional. Jenis data yang digunakan adalah berupa data sekunder. Dari hasil analisis struktur pasar dengan menggunakan nilai Herfindhal Index dan Concentration Ratio diperoleh hasil bahwa struktur pasar kopi robusta di pasar kopi internasional menunjukan kecenderungan ke arah pasar persaingan dengan dengan bentuk pasar oligopoly. Hasil ini ditunjukan dengan skor Herfindhal Index sebesar 0.2 dan nilai Concentration Ratio dari empat produsen terbesar sejumlah 70 persen. Industri kopi nasional memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukan dengan nilai RCA yang lebih besar dari 1 yaitu sebesar 9.70. Akan tetapi, daya saingnya masih rendah dibandingkan dengan negara Pantai Gading dan Uganda yang merupakan negara produsen dan eksportir utama kopi robusta di dunia. Hasil analisis keunggulan kompetitif industri kopi robusta Indonesia adalah bahwa secara keseluruhan atribut seperti faktor sumber daya, kondisi permintaan domestik dan struktur industri kopi dalam negeri mendukung industri ini untuk berkembang..

Penelitian tentang daya saing juga telah dilakukan oleh Koerdianto (2008). Penelitiannya tentang analisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas sayuran unggulan, kasus Kecamatan Ciwidey, kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Menggunakan data primer dan sekunder dengan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisisnya menunjukan bahwa Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Lembang memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif untuk


(54)

menghasilkan komoditas sayuran unggulan tomat dan cabai merah. Berdasarkan kriteria keunggulan komparatif, Kecamatan Ciwidey relatif lebih memiliki keunggulan komparatif untuk tomat dan cabai merah dibandingkan Kecamatan Lembang. Sementara berdasarkan kriteria keunggulan kompetitif, kecamatan Lembang relatif memiliki keunggulan kompetitif untuk komoditas tomat dibanding Kecamatan Lembang. Sedangkan untuk cabai merah, walaupun perbedaannyya tidak signifikan, Kecamatan Ciwidey relatif lebih memiliki keunggulan kompetitif dibanding Kecamatan Lembang.

Penelitian Kartikasari (2008) dalam analisis daya saing komoditi tanaman hias dan aliran perdagangan anggrek Indonesia di pasar internasional mengungkapkan bahwa dengan metode RCA, perkembangan industri tanaman hias Indonesia lebih lambat dibandingkan dengan Thailand sebagai kompetitor utama di pasar tanaman hias dunia untuk kawasan Asia Tenggara. Hal tersebut dilihat dari perolehan nilai ekspor tanaman hias Indonesia selama periode 1996-2006 jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Thailand. Selain itu pangsa ekspor tanaman hias Indonesia di negara tujuan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman hias di pasar Korea, sementara di pasar jepang, Amerika Serikat dan Belanda, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif. Hal ini berarti tanaman hias Indonesia memiliki daya saing yang tinggi di pasar Korea. Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman hias di pasar Singapura pada tahun 1996 dan 1999 selanjutnya sampai dengan akhir periode daya saing tanaman hias Indonesia di keunggulan komparatif untuk komoditi


(55)

tanaman hias pada periode 2004-2006. Sedangkan di pasar Amerika Serikat pada periode 2005-2006.

Firdaus (2007) melakukan penelitian tentang analisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di Pasar Amerika Serikat. Untuk menentukan aspek-aspek yang paling signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekspor digunakan analisa Constant Market Share. Berdasarkan hasil kalkulasi CMS, pertumbuhan ekspor pakaian jadi, kain lembaran dan benang Indonesia ke Amerika Serikat periode 1999-2005 lebih dipengaruhi oleh efek daya saing dan efek pertumbuhan impor atau efek pangsa makro dari Amerika Serikat. Sedangkan efek komposisi komoditi atau efek pangsa mikro kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekspor pakaian jadi, kain lembaran dan benang Indonesia.

Adapun penelitian tentang daya saing lainnya dilakukan oleh Suprihatini (2000). Dalam penelitiannya tentang analisis daya saing ekspor teh Indonesia di pasar teh dunia melalui pendekatan Constant Market Share (CMS). Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Kondisi tersebut disebabkan karena (1) Komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar yang tercermin dari angka komposisi komoditas teh Indonesia yang bertanda negatif (-0.032); (2) negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan import teh tinggi yang tercermin dari angka distribusi yang bertanda negatif (-0.045); dan (3) daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia yang


(56)

cukup lemah yang tercermin dari angka faktor persaingan yang bertanda negatif (-0.211)

2.2.2. Penelitian Mengenai Ekonomi dan Lingkungan

Penelitian tentang ekonomi dan dampak lingkungan juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti, di antaranya adalah Ansahar (2005). Dalam penelitiannya tentang valuasi ekonomi dan dampak lingkungan pada penambangan pasir darat kota Tarakan propinsi Kalimantan Timur, terdapat beberapa dampak yang terjadi akibat penambangan pasir darat di kota Tarakan, yaitu: (1) Penurunan dan kehilangan jumlah pasir darat, (2) Penurunan jumlah dan kualitas air, (3) Erosi pasir, (4) Sedimentasi dan (5) Kerusakan lahan. Menggunakan teknik korelasi Spearmen, didapatkan sejumlah fakta bahwa sebagian besar dari responden memiliki keinginan untuk membayar Rp 2,000/bulan untuk komponen-komponen lingkungan yang terkena dampak penambangan pasir. Keuntungan secara langsung dari penambangan pasir ini adalah sebesar Rp 691,375,000/tahun. Sementara biaya kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir adalah sebesar Rp 80,945,000/ tahun. Rasio antara keuntungan secara langsung dan tak langsung dari penambangan pasir darat di kota Tarakan dengan biaya pengganti (B/C ratio) akibat penambangannya adalah 8.5 (>1). Nilai tersebut berarti penambangan pasir darat di kota Tarakan, masih layak untuk dilakukan secara ekonomi, namun secara dampak lingkungan beresiko negatif untuk dilanjutkan. Hal ini terlihat dari level bahaya erosi yang saat ini masuk kategori sedang, akan berubah menjadi tinggi atau sangat tinggi di tahun-tahun mendatang.

Ridwan (2008) dalam penelitiannya tentang analisis usaha tani padi ramah lingkungan dan padi anorganik (Kasus kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor


(1)

Krugman, P.R. and M. Obstfeld. 2003.

International Economics: Theory and

Policy

. Addison Wesley, Boston.

Lindert, P. H. dan Ch. P. Kindleberger. 1993. Ekonomi Internasional (Alih Bahasa

Burhanuddin Abdullah) Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Lipsey, R.G., P.N. Courant, D.D. Purvis, dan P.O. Steiner. 1995. Pengantar

Mikroekonomi. J.Wasana dan Kirbrandoko. [penerjemah]. Binarupa Aksara,

Jakarta.

Lembaga Ekolabel Indonesia. 2005.

Certification Review Council

.

http://www.lei.or.id/english/index.php. Diakses tanggal 4 Agustus 2008.

Meryana, E. 2007. Analisis Daya Saing Kopi Robusta Indonesia di Pasar Kopi

Internasional. [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

National Competitiveness Council. 2006.

Annual Competitiveness Report 2006

.

http://www.forfas.ie/ncc/reports/ncc_annual_06/index.html. Diakses

tanggal 20 Juli 2008.

Ningrum, A.W.P. 2006. Analisis Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia

[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Porter, M.E. 1990.

The Competitive Advantage of Nations

. The Free Press, New

York.

Rachmawati,

et, al

,. 2004. Bunga Rampai Perdagangan dan Lingkungan.

Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Ridwan. 2008. Analisis Usaha Tani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik

(Kasus kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor).

[Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rudianto, Doni. 2003. Analisis Daya Saing dan Efesiensi Pemasaran Komoditas

Lidah Buaya (Studi Kasus Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak,

Propinsi Kalimantan Barat). [Skripsi]. Departemem Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sahin,

et. al

,. 2006.

A New Perspective in Competitiveness on Nations

.

Department of Industrial Engineering, Dogus University Istanbul. Turkey.

Salvatore, D. 1997.

International Economics

. John Wiley and Sons, New Jersey.

Sudaryanto, T dan Simatupang. 1993. Arah Pengembangan Agribisnis : Suatu

Catatan Kerangka Analisis dalam Prosiding Perspektif Pengembangan

Agribisnis di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Bogor.


(2)

Suparmoko. 1998. Ekonomi Lingkungan. BPFE – Yogyakarta. Yogyakarta.

Suprihatini, R. 2000. Daya Saing Teh Indonesia di Pasar Teh Dunia. Tinjauan

Komoditas Perkebunan. Kelapa Sawit, Karet, Gula, Kopi dan Teh VO.1.

September-November 2000. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia

(APPI) dan Direktorat Jendral Perkebunan.

World Economic Forum. 2007.

The Global Competitiveness Report

2007-2008.

WEF, Geneva.

Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan. Teori dan

Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo. Jakarta


(3)

LAMPIRAN


(4)

Lampiran 1, Hasil Estimasi Produk

Plywood consisting solely of sheets

(Kayu

Lapis)

CMS Year Trade Value

($ '000) in World

Growth (%) RCA Import Growth (%) Commodity Composition (%) Competitiveness

(%) EPD

2000 1,501,021,458 - 66.37 - - -

2001 1,330,285.568 -11.37 70.24 2,184.41 -2,109.26 24.85

2002 1,289,258.255 -3.08 68.02 -18,020.58 17,442.93 677.65

2003 1,235,127.450 -4.20 70.25 -40,308.74 39,981.48 427.26

2004 1,178,467.834 -4.59 63.15 -47,702.31 47,267.95 534.35

2005 974,424.627 -17.31 53.89 -8,309.77 8,338.36 71.41

2006 1,011,491.745 3.80 49.74 34,025.10 -33,693.62 -231.48 Retreat

Lampiran 2. Hasil Estimasi Produk

Semi-bleached or bleached Pulp of Paper

(Bubur Kertas)

CMS Year

Trade Value ($ '000) in

World Growth (%) RCA Import Growth (%) Commodity Composition (%) Competitiveness

(%) EPD

2000 706,910.619 - 10.60 - - -

2001 561,062.592 -20.63 11.73 1,204.27 -1,091.16 -13.11

2002 705,383.847 25.72 14.76 2,160.76 -2,149.81 89.05

2003 789,079.873 11.87 15.18 14,263.22 -14,152.17 -11.05

2004 585,659.163 -25.78 11.60 -2,630.04 2,600.66 129.38

2005 886,026.319 51.29 15.79 2,805.36 -2,789.55 84.19

2006 1,054,148.869 18.97 14.85 6,820.74 -6,746.46 25.72 Retreat

Lampiran 3. Hasil Estimasi Produk

Coniferous of Wood

(Kayu Serabut)

CMS Year

Trade Value ($ '000) in

World Growth (%) RCA Import Growth (%) Commodity Composition (%) Competitiveness

(%) EPD

2000 7,382.051 - 0.04 - - -

2001 10,333.129 39.98 0.07 -621.52 599.7 121.82

2002 6,260.231 -39.42 0.04 -1,410.11 1,402.40 107.71

2003 13,126.892 109.69 0.11 -40,308.74 39,981.48 427.26

2004 2,204.895 -83.20 0.01 -8,488.45 8,418.94 169.52

2005 61.235 -97.22 0.00 -1,479.88 1,477.37 102.51


(5)

Lampiran 4. Hasil Estimasi Produk

Palm kernel or babassu oil and frac

(Minyak Sawit)

CMS Year Trade Value

($ '000) in World

Growth (%) RCA Import Growth (%) Commodity Composition (%) Competitiveness

(%) EPD

2000 169,550.221 - 82.31 - - -

2001 111,937.376 -33.98 71.99 731.20 -674.23 43.03

2002 200,997.230 79.56 83.12 698.58 -639.97 41.39

2003 206,241.794 2.61 84.30 64,854.61 -63,528.13 -1,226.47

2004 385,997.314 87.16 83.59 2,510.73 -2,451.21 40.48

2005 448,954.959 16.31 81.25 8,821.24 -8,818.97 97.73

2006 506,001.876 12.71 89.61 10,185.56 -10,115.58 30.02 Rising Star

Lampiran 5. Kompilasi Data Ekspor Indonesia di Pasar Dunia Tahun

2000-2006 (US$)

Tahun

Plywood consisting solely of sheets

Semi Bleached or Bleached Pulp of

paper

Coniferous of Wood

Palm kernel or babassu oil and

frac

Total

2000 1,501,021,458 706,910,619 7,382,051 169,550,221 62,124,016,182

2001 1,330,285,568 561,062,592 10,333,129 111,937,376 56,320,904,904

2002 1,289,258,255 705,383,847 6,260,231 200,997,230 57,158,771,616

2003 1,235,127,450 789,079,873 13,126,892 206,241,794 61,058,246,995

2004 1,178,467,834 585,659,163 2,204,895 385,997,314 71,584,608,796

2005 974,424,627 886,026,319 61,235 448,954,959 85,659,952,615

2006 1,011,491,745 1,054,148,869 466,209 506,001,876 100,798,624,280 Sumber : Comtrade, 2007

Lampiran 6. Kompilasi Data Ekspor Dunia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006

(US$)

Tahun

Plywood consisting solely of sheets

Semi Bleached or Bleached Pulp of

paper

Coniferous of Wood

Palm kernel or babassu oil and

frac

Total

2000

2,265,009,228 6,679,318,866 16,956,143,708 206,304,227 6,222,069,973,732

2001

2,010,386,779 5,075,109,677 15,754,725,990 165,033,354 5,978,059,367,371

2002

2,061,193,746 5,195,949,127 16,299,376,660 262,991,724 6,216,214,042,022

2003

2,088,937,367 6,176,693,008 17,534,461,814 290,674,962 7,254,185,096,343

2004

2,288,625,408 6,194,190,296 21,944,021,285 566,290,813 8,778,885,827,442

2005

2,122,275,553 6,586,700,055 22,486,478,129 619,069,257 10,053,089,185,035

2006


(6)

Sumber : Comtrade, 2007

Lampiran 7. Kompilasi Data Impor Dunia Tahun 2000-2006 (US$)

Tahun

Plywood consisting solely of sheets

Semi Bleached or Bleached Pulp of

paper

Coniferous of Wood

Palm kernel or babassu oil and

frac

Total

2000

2,551,931,382 7,636,873,112 17,162,695,809 290,188,602 6,326,360,627,893

2001

2,334,076,770 5,855,162,746 15,670,658,961 234,027,320 6,144,750,827,131

2002

2,749,727,817 6,019,529,197 16,145,554,260 343,148,244 6,419,753,693,007

2003

3,112,309,068 6,813,055,958 17,372,269,788 461,558,548 7,505,994,699,351

2004

3,750,742,368 8,034,214,755 243,547,878 701,573,953 9,142,008,511,185

2005

3,565,095,697 8,685,577,467 22,157,317,265 704,189,512 10,373,222,913,227

2006

4,016,581,698 9,909,850,302 22,903,112,610 766,807,103 11,939,593,097,548 Sumber : Comtrade, 2007