Konsep Daya Saing Tinjauan Pustaka

antara kuantitas komoditi yang akan dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat harga. Permintaan pasar suatu komoditi merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaan-permintaan individu suatu komoditi. Namun jika dilihat dari segi permintaan, kegiatan ekspor diasumsikan sebagai fungsi permintaan pasar internasional terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara. Permintan ekspor adalah permintaan pasar internasional atau suatu negara tertentu terhadap suatu komoditi. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Sebagai sebuah permintaan, ekspor suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya harga domestik negara tujuan ekspor HDI t , harga impor negara tujuan HI t , pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor YPI t dan selera masyarakat negara tujuan CPI t . Secara keseluruhan fungsi permintaan ekspor suatu komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut Lipsey et, al,. 1995 : PXt = f HDIt , HIt , YPIt , CPIt .......................... 2.1.6.1

2.1.5. Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang banyak diminati konsumen. Dilihat dari keberadaannya mengenai keunggulan dalam daya saing, maka keunggulan daya saing dari suatu komoditi dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu natural advantage keunggulan alamiahkeunggulan absolut dan acquired advantage keunggulan yang dikembangkan Pada saat ini keunggulan alamiah atau keunggulan absolut yang dimiliki oleh suatu negara untuk salah satu komoditinya tidak secara langsung menyebabkan komoditi tersebut akan menguasai pangsa pasar dunia, ini dikarenakan jumlah produsen tidak hanya satu negara, akan tetapi ada beberapa negara yang sama-sama menghasilkan komoditi tersebut dengan kondisi keunggulan alamiah yang sama. Daya saing suatu komoditas dapat diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di suatu negara dalam sistem ekonomi yang terbuka. Hukum keunggulan komparatif dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan Lindert dan Kindleberger, 1993 Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja Labor theory of value yang menyatakan hanya satu faktor produksi yang penting menentukan nilai suatu komoditas, yaitu faktor tenaga kerja. Nilai suatu komoditas adalah proporsional secara langsung dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya. Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh teori biaya imbangan opportunity cost theory. Argumentasi dasarnya adalah bahwa harga relatif dari komoditas yang berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya. Biaya disini menunjukan produksi komoditas alternatif yang harus dikorbankan untuk menghasilkan komoditas yang bersangkutan. Selanjutnya teori Heckscher Ohlin tentang pola perdagangan menyatakan bahwa komoditi-komoditi yang dalam produksinya memerlukan faktor produksi yang melimpah dan faktor produksi yang langka diekspor untuk ditukar dengan barang-barang yang membutuhkan faktor produksi dalam produksi yang sebaliknya. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang melimpah diekspor dan faktor produksi yang langka diimpor Ohlin dalam Lindert dan Kindleberger, 1993. Konsep keunggulan komparatif menurut Sudaryanto dan Simatupang 1993 merupakan ukuran daya saing keunggulan potensial dalam arti daya saing yang akan dicapai pada perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Keunggulan komparatif tidak stabil dan cenderung berubah seiring berjalannya waktu dan perubahan produksi. Menurut Wilcox, Cochrane dan Hardt dalam Dahl dan Hammond 1977, ada beberapa alasan dalam perubahan keunggulan komparatif, yaitu 1 perubahan sumber daya alam seperti erosi tanah 2 perubahan dalam faktor-faktor biologis seperti peningkatan hama dan penyakit 3 perubahan harga input 4 peningkatan mekanisasi tanah dan 5 peningkatan transportasi yang lebih efisien dan lebih murah yang memberikan lebih banyak kemudahan bagi area jauh dari pasar. Aspek yang terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, dan yang terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktifitas. Sudaryanto dan simatupang 1993 mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif atau Revealed Competitive Advantage yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia maka suatu komoditi harus memiliki keunggulan lain selain keunggulan alamiah, yaitu keunggulan kompetitif. Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif comparative advantage yang menyatakan bahwa suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu produk apabila produk tersebut telah dapat dihasilkan oleh negara lain dengan lebih baik, unggul, dan efisien secara alami, konsep keunggulan kompetitif adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk dijadikan penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan ditandingkan dikompetisikan dengan berbagai perjuanganusaha. Dan keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar Porter, 1990. Porter 1990 menyatakan bahwa daya saing dapat diidentifikasikan dengan produktifitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Peningkatan produktifitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi. Daya saing suatu industri dari suatu bangsa atau negara tergantung pada keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya yang terkenal dengan sebutan Porter’s Diamond, yang terdiri dari 1 kondisi faktor; 2 Kondisi permintaan; 3 industri terkait dan penunjang; 4 strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama dan ditambah dengan kesempatan, serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan koordinasi antar atribut tersebut, akan mempengaruhi kemampuan bersaing suatu industri di suatu negara. Menurut Sahin, et.al 2006, daya saing sebuah negara didefinisikan sebagai suatu kemampuan bertahan dalam rangka mendapatkan keunggulan komparatif dalam perdagangan dan investasi. Efisiensi institusi publik, basis pendidikan yang kuat sebagai dasar untuk investasi sumber daya manusia jangka panjang dan pembangunan keterampilan, merupakan faktor-faktor pendukung dan penunjang daya saing. Sedangkan menurut National Competitiveness Council 2006, daya saing didefinisikan sebagai kemampuan untuk menerima keberhasilan sebagai pemimpin pasar untuk memberikan standar kehidupan yang lebih baik untuk setiap orang. Definisi ini kemudian diterangkan melalui sebelas kriteria yang harus dipenuhi dalam membangun daya saing, yaitu performa ekonomi, internasionalisasi, modal, pendidikan, produktivitas, kompensasi tenaga kerja dan biaya tenaga kerja per unit, biaya perusahaan non tenaga kerja, perpajakan, ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi kemasyarakatan, infrastruktur transportasi, serta pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Kesebelas kriteria tersebut kemudian dilengkapi dengan dua kriteria krusial lainnya yaitu kondisi regulasi dalam suatu negara dan kualitas kehidupan. Tambahan kedua kriteria tersebut merupakan hal yang tidak mungkin dipisahkan dalam membangun daya saing, karena apalah arti dari sebelas kriteria lainnya jika kondisi regulasi dalam suatu negara dan kualitas kehidupan di dalamnya tidak saling berkesinambungan dengan yang lainnya.

2.1. Studi Penelitian Terdahulu