Anwar 2002, menyatakan bahwa masyarakat petani termasuk nelayan mempunyai hubungan paternalistik yang telah berlangsung sejak zaman dulu. Seseorang atau
kelompok menjadi pengikut client dari lapisan atasnya dan sekaligus menjadi pimpinan patron lapisan bawahnya. Sebagai patron adalah orang yang berada dalam
posisi pembantu clientnya. Menurut Anwar 2002, masyarakat nelayan yang bermukim di wilayah pesisir
mempunyai institusi tradisional yang telah lama dianut dan di pegang secara turun temurun hingga sekarang dalam hal pengelolaan sumberdaya perairan secara
berkelanjutan, sebagaimana kelembagaan adat pada kehutanan maupun perladangan. Institusi ini bertanggung jawab terhadap manajemen lingkungan menurut keahlian
orang-orang anggota yang terlibat dalam kegiatan produksi tradisional tersebut. Praktek institusi yang berdasarkan tradisi lokal sangat dihormati oleh masyarakatnya. Tetapi
kemudian institusi lokal tingkat desa ini terhegemoni oleh pemerintah melalui peran kepala desanya yang melaksanakan campuran kekuasaan. Kekuasaan ini merupakan
perwakilan sebagai kepala desa yang mana tugas-tugas yang diemban sering tidak konsisten dan bahkan selalu berseberangan dengan peranan institusi lokal yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan dalam sumberdaya guna meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakatnya sebagai upaya menuju pembangunan
berkelanjutan. Untuk lebih jelasnya, bagan alur struktur kelembagaan tradisional dalam wilayah pesisir dapat dilihat pada Gambar 3.
2.5.1. Kelembagaan Bagi Hasil
Sistem bagi hasil merupakan suatu kelembangan perikanan yang terdapat di desa pantai yang sering kali masih bersifat asli dan merupakan adat kebiasaan masyarakat
nelayan secara turun temurun. Pada umumnya sistem bagi hasil yang berlaku adalah : 1 pembagian hasil antara pemilik modal dan operator, 2 pembagian antara operator
juragan laut dan anak buah kapal. Besarnya bagian untuk masing-masing golongan nelayan dapat berbeda, tergantung pada teknologi yang diterapkan dan komponen biaya
yang di tanggung masing-masing pihak.
46
Kepala KampungDesa
Keluarga elit kekerabatan, Dewan desa, Dewan kekarabatan yang diperluas
Kepala Desa
Orang yang bertanggung jawab
dalam perladangan gembala
Orang yang bertanggung
jawab dalam pertanian
Kepala Sungaiperikana
Orang yang bertanggung jawab
dalam perikanan
Tebat ikan
Gembala Ladang
Sungai
Pertanian
Gambar 3. Diagram struktur tradisoinal dalam wilayah pesisir Anwar, 2002. Dalam upaya meningkatkan kesejatraan nelayan dan pemerataan hasil sumberdaya
perikanan sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak pengelola sumberdaya tersebut,pemerintah telah mencoba mengatur sistem bagi hasil perikanan melalui UU
No. 16 Tahun 1964 tentang bagi hasil perikanan, tapi sampai saat ini penerapan UU tersebut banyak mengalami hambatan, dikarenakan sistem bagi hasil perikanan lebih
merupakan ikatan antara nelayan pemilik dan nelayan buruh yang bersifat lokal dan sangat berbeda antar daerah maupun peralatan yang digunakan Taryoto et al. dalam
Kusrini, 2003. Kelembagaan bagi hasil perikanan sebetulnya sudah melembaga jauh
47
sebelum diundangkannya UU No.16 tahun 1964 yaitu yang dibuat oleh masyarakat komunal setempat.
Banyak kelembagaan yang mengandung aspek-aspek pengaturan komunal dan pengelolaan wilayah pantai seperti Sasi di Maluku yang dapat berfungsi sebagai kontrol
dalam pengelolaan sumberdaya alam yang sustainable. Namun demikian pemerintah kurang menghargai arti dari kelembagaan ini, maka secara de facto sumberdaya perairan
menjadi akses terbuka di sebagain besar perairan Indonesia Anwar, 1994.
2.5.2. Kelembagaan Hubungan Kerja. Sistem hubungan kerja yang mutualistik ini merupakan suatu hubungan kerja
antara pihak yang memiliki kelebihan dan juga sekaligus kekurangan dalam mengakses sumberdaya tertentu. Pemilik modal yang punya kelebihan akses modal, tetapi
kekurangan akses tenaga kerja. Sebaliknya terjadi pada pihak pekerja. Pada kondisi ini masing-masing pihak menyadari kelebihan dan kekurangannya, sehingga dapat
menempatkan diri pada posisi yang wajar sesuai dengan apa yang ada pada diri kita masing-masing pihak tersebut. Di beberapa wilayah pesisir Indonesia, sistem
kelembagaan ini memiliki karakteristik tersendiri seperti di Sulawesi Selatan dikenal hubungan antara Punggawa – Sawi, di Pantai Utara Jawa dikenal hubungan antara
Juragan – Pendega, sedangkan di Sumatera Utara terdapat hubungan antara tauke – nelayan Mintoro, 1993.
2.5.3. Kelembagaan Pemasaran dan Perkreditan Lembaga pemasaran yang dimaksud adalah badan-badan yang menyelenggarakan
kegiatan atau fungsi pemasaran dimana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai ke konsumen. Termasuk dalam kelembagaan ini adalah produsen, pedagang
perantara dan lembaga pemberi jasa lainnya. Pemilihan saluran pemasaran yang panjang
tentunya akan melibatkan berbagai stakeholder dalam saluran tersebut. Semakin
panjang suatu rantai pemasaran, semakin tinggi harga akhir ditanggung konsumen dibandingkan harga jual pertama dari tangan produsen. Kelebihan ini mencerminkan
insentife yang dikehendaki oleh pelaku rantai pemasaran sebagai pengganti dari fungsi pengangkutan, pergudangan, grading dan lain-lain yang mereka keluarkan Karsyono
dan Syafaat dalam Kusrini, 2003.
48
Menurut Kusnadi 2001, pada negara berkembang pekerjaan sebagai nelayan tidak selalu menyenangkan karena rasionalisasi dari hubungan kredit dan pemasaran
proses ekonomi. Keadaan ini disebabkan oleh lima hal, yaitu : 1 kondisi pasar yang bersifat bersaing sempurna, sehingga usaha ini mengarah pada monopoli, 2 hubungan
nelayan kecil dengan para trader dalam bentuk kontrak cenderung menguntungkan trader, 3 berkaitan dengan permintaan dan penawaran ikan melalui penjualan ikan oleh
nelayan kecil yang diikat dengan bunga yang tinggi sebagai imbalan kredit yang diterimanya dari trader, sehingga trader bebas melakukan proteksi melalui struktur
pasar monopsonistik. Adanya kredit tersebut, mengharuskan nelayan untuk menjual hasil tangkapannya kepada trader dengan harga yang relatif rendah, sebagai angsuran
pembayaran hutang, 4 tidak adanya organisasi nelayan yang solid, sehingga lebih menguntungkan pedagang dan pabrik pengolahan ikan, 5 adanya hubungan kumulatif
antara pemberi kredit dengan penerima kredit dalam pemasaran hasil-hasil perikanan mengikuti mekanisme yang dikembangkan sepanjang waktu.
Dengan sikap nelayan yang serba tergantung, maka sumber kredit yang paling penting bagi nelayan adalah pedagang pengumpul. Pedagang tidak hanya memberi
kredit dalam bentuk uang tetapi juga dalam bentuk alat produksi dan kebutuhan lainnya dengan jaminan adalah nelayan harus menjual hasil tangkapannya dengan harga yang
telah disepakati sebelumnya, yang tentunya relatif rendah dari harga pasar, hal ini mencerminkan semakin lemahnya bargaining position nelayan Sidik et al. dalam
Kusrini, 2003.
49
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran
Paradigma pembangunan pada masa Orde Baru yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi makro dan stabilitas keamanan yang dilakukan melalui sistem
sentralisasi dan pendekatan sektoral serta fokus pembangunan yang berorientasi pada wilayah-wilayah daratan mainland sudah seharusnya dikikis habis seiring dengan era
otonomisasi. Untuk itu maka, orientasi pembangunan secara nasional harus mengarah pada konsep pembangunan regional yang berimbang. Mengingat karakteristik wilayah
negara kita sangat beragam dan berbentuk kepulauan, maka pembangunan direncanakan harus juga berdasarkan pada karakteristik wilayah pulau sehingga dapat
mengurangi kesenjangan antar pulau-pulau besar dengan pulau kecil, kota dengan desa, pusat pemerintahan dengan wilayah hinterlandpulau-pulau terluar, serta memperkuat
keterkaitan antar spasial, sektoral dan pelaku pembangunan. Di Kabupaten Halmahera Utara terdapat gugusan pulau-pulau kecil Kepulauan
Morotai yang merupakan wilayah pulau-pulau kecil perbatasan maritim antara Indonesia dengan Republik Palau. Sebagai pulau-pulau kecil terluar, kepulauan ini
mempunyai kondisi wilayah yang tertinggal, baik sumber daya manusia, tingkat kesejahteraan ekonomi, dan infrastruktur wilayah. Hal ini dapat terjadi karena wilayah-
wilayah terluar selama ini dibangun berdasarkan pada pendekatan keamanan security aproach di bandingkan dengan pendekatan kesejahteraan prosperity aproach kondisi
tersebut masih dijumpai di kepulauan Morotai dengan keberadaan pangkalan pasukan TNI Angkatan Udara hingga saat ini.
Kondisi ini sangat ironis karena kepulauan ini mempunyai letak yang strategis dan potensi sumber daya perikanan yang melimpah di samping sumber daya
pertanianperkebunan, kehutanan dan pariwisata. Kekayaan sumber daya alam ini jika dikelola dengan baik akan memberikan manfaat yang besar, baik untuk masyarakat di
Kepulauan Morotai Halmahera Utara, wilayah Maluku Utara maupun kesejahteraan bangsa secara keseluruhan.
Kajian komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah menjadi sangat penting dalam upaya pengembangan wilayah di Kepulauan
Morotai Kabupaten Halmahera Utara. Kajian ini diharapkan dapat melihat peranan sub sektor perikanan apakah mempunyai keunggulan komparatif dan daya saing di kawasan