diperlukan bagi analisis rente ekonomi dari sumber daya di wilayah penelitian, dimana diketahui bahwa biaya rata-rata setiap trip penangkapan ikan dengan alat tangkap pole
and line dan hand line adalah sebesar Rp. 450.000.
Sesuai dengan asumsi yang dianut dalam model Gordon-Schaefer, harga persatuan output produksi adalah konstan. Harga produksi dihitung berdasarkan rata-
rata harga jual tangkapan responden pada waktu penelitian dilaksanakan. Harga jual ikan cakalang menurut responden berkisar antara Rp. 2500 sampai dengan Rp. 3.500
dengan harga rata-rata p sebesar Rp. 3000 per kg.
TC
TR oa
Gambar 6. Kurva Penerimaan Total dan Biaya Total
5.3.4. Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Komoditas Cakalang
Kajian optimasi pemanfaatan sumber daya perikanan laut secara lestari baik dari aspek biologi maupun ekonomi dalam penelitian ini bioekonomi model Gordon-
Schaefer yang bertitik tolak pada pendekatan faktor input. Pemanfaatan atau eksploitasi sumberdaya perikanan melalui pendekatan bioekonomik dilakukan melalui pendekatan
analitik. Hasil olahan optimasi bioekonomi pada berbagai kondisi pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kepulauan Morotai selama periode 1999 – 2004
dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini. msy
mey aktual
TC
TR oa
aktual TC
MSY MEY
oa aktual
TR
106
Tabel 22. Optimasi Bioekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Cakalang di Kepulauan Morotai selama periode 1999 – 2004
Kondisi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Variabel
Aktual Lestari MSY
Open Access Optimasi MEY
Upaya Penangkapan Effort 2.642,01
5.434,18 6.846,92
3.423,46 Hasil Tangkapan Kg
810.000 1.101.481,58
1.027.037,53 950.667,29
Rente Ekonomi Rp 1.241.095.500
859.062.712 1.311.475.579
Sumber: Analisis Bioekonomi 2006
Kondisi Aktual dan Lestari
Upaya penangkapan atau effort pada kondisi aktual yang digunakan nelayan adalah sebesar 2.642 triptahun dengan catch sebesar 810.000 kg, sedangkan pada
kondisi lestari effortnya sebesar 5.434,18 triptahun dengan volume hasil tangkapan sebesar 1.101.481,58 kg , hal ini membuktikan bahwa pada kondisi lestari jumlah effort
yang digunakan melebihi dari kondisi aktual sehingga hasil tangkapannya juga lebih tinggi dari kondisi aktual tersebut. Demandan effort yang besar tersebut berimplikasi
pada besar biaya operasional yang harus dikeluarkan, sehingga rente ekonomi yang diperoleh para nelayan pada kondisi lestari setiap tahun sebesar Rp. 859.062.712,-
sementara pada kondisi aktual sebesar Rp. 1.241.095.500,- Dengan keuntungan yang diperoleh tersebut nelayan perikanan cakalang akan
cenderung melakukan eksploitasi sumberdaya perikanan. Apabila eksploitasi dilakukan terus menerus tanpa memikirkan aspek konservasi maupun kelestarian stok sumberdaya
berserta lingkungan perairannya, akan berakibat punahnya semberdaya tersebut sehingga dengan cepat merangsang terjadinya kepunahan. Implikasi proses pemanfaatan
sumberdaya yang berlebihan tersebut adalah adanya kelangkaan sumberdaya resources scarcity
. Kondisi tersebut tergambar dari meningkatnya harga komoditas, serta biaya ekstraksi cost yang diperlukan. Kondisi tersebut perlu dicegah, karena berdampak
pada proses penurunan sumberdaya resources depletion, sementara dari sisi konsumen juga mengalami kerugian karena tingginya harga produk. Jika dibandingkan dengan
kondisi aktual, jumlah upaya penangkapan effort dan hasilnya catch, maka pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkapan komoditas cakalang secara aktual di
Kepulauan Morotai masih berada jauh pada titik hasil tangkapan lestari. Hal ini disebabkan karena peralatan penangkapan yang digunakan di Kepulauan Morotai masih
dalam skala kecil baik kapasitas maupun tingkat teknologinya.
107
Kondisi Akses Terbuka
Teori ekonomi menyangkut perikanan open access atau common property telah dikembangkan oleh Gordon sejak tahun 1954. Open access didefinisikan dengan
seseorang atau pelaku perikanan yang mengeksploitasi sumberdaya secara tidak terkontrol atau dengan kata lain setiap orang dapat memanen sumberdaya tersebut
Clark, 1990. Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang terjadi selama ini pada umumnya bersifat akses terbuka, tidak terkecuali hal ini juga terjadi di wilayah perairan
Kepulauan Morotai. Kondisi open access ini memungkinkan semua pihak dengan bebas melakukan upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan every one’s property is no one’s
property , namun sedikit dari mereka yang memperhatikan pemulihan atau konservasi
dari sumberdaya tersebut. Hal ini dikarenakan tidak adanya kepemilikan yang jelas dari sumberdaya perikanan tangkap. Di samping itu, tidak terdapat regulasi yang jelas
seperti adanya pembatasan kuota dalam mengeksploitasi sumberdaya tersebut, sehingga para pelaku cenderung memaksimalkan hasil tangkapannya dengan meningkatkan
upaya penangkapan guna memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena menurut hukum permintaan dan penawaran, jika terjadi over supply maka akan terjadi penurunan
harga, hal ini akan diikuti dengan peningkatan permintaan konsumen terhadap komoditas tersebut. Kondisi ini akan berpengaruh pada penurunan jumlah stok
sumberdaya perikanan dan pada gilirannya dapat mengancam keberlanjutan komoditas dan pelaku usaha tersebut.
Jika diasumsikan tingkat teknologi dan efisiensi usaha para nelayan pemanfaatan perikanan adalah sama, jika telah melampaui tingkat keseimbangan open access,
keuntungan yang diperoleh nelayan mencapai titik maksimum π = 0, sebaliknya jika
teknologi dan efisiensi usaha heterogen, maka terjadi persaingan usaha penangkapan sehingga hanya nelayan dengan teknologi dan efisiensi usaha yang tinggi yang akan
“survive” dan memperoleh keuntungan maksimum dari pemanfaatan sumberdaya
tersebut. Sedangkan nelayan kecil pasti tersisih dari usaha perikana tersebut. Berdasarkan data pada Tabel 22 di atas, hasil optimasi data dapat diketahui bahwa
pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap khususnya komoditas cakalang di perairan Kepulauan Morotai pada kondisi open access memperlihatkan bahwa tingkat effort
yang digunakan para nelayan sebesar 6.846,92 trip per tahun, dengan hasil tangkapan
108
sebesar 1.027.037,53 kg per tahun di mana keuntungan yang diterima sama dengan nol TR = TC.
Dengan demikian, situasi yang terjadi pada kondisi tersebut akan merujuk pada dua argumen sebagai berikut : 1 Jika upaya penagkapan yang digunakan menghasilkan
suatu keadaan dimana total cost lebih tinggi dari total revenue maka nelayan akan kehilangan penerimaannya dalam mengambil sumberdaya perikanan atau akan keluar
dari usaha tersebut. 2 Jika upaya penangkapan yang digunakan menghasilkan suatu keadaan dimana total revenue yang diterima lebih besar dari total cost, maka nelayan
akan tertarik untuk melakukan eksploitasi dengan meningkatkan upaya penangkapannya.
Kondisi Optimal Maximum Economic Yield
Kondisi optimum atau maximum economic yield MEY berperan penting dalam penentuan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari baik dari
aspek biologi maupun aspek ekonomi. Hasil perhitungan optimasi perikanan menunjukan bahwa baik effort maupun hasil tangkapan pada kondisi optimal lebih
rendah dari kondisi lestari maupun open access, yakni effort sebesar 3.423,46 triptahun,
sedangkan produksi sebesar 950.667,29tahun. Namun dilihat dari nilai rente ekonomi pada kondisi MEY justru mempunyai nilai keuntungan tertinggi terhadap pemanfaatan
sumberdaya perikanan tangkap khususnya komoditas cakalang di Kepulauan Morotai yaitu sebesar Rp. 1.311.475.579,-
5.3.5. Sensitivitas Sumberdaya perikanan Cakalang